Anda di halaman 1dari 23

NAMA : DWI ELVIA KOMALASARI

NIM : 201710220311064

1. AKHLAK DALAM KELUARGA


A. Urgensi keluarga dalam membangun masyarakat
Sa’idbin Abu Maryam menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja’far
mengabarkan kepada kami, Humaid bin Abu Humaid At-Thawil bahwasanya ia mendengar
Anas bin Malik r.a. berkata: ““Ada 3 orang yang mendatangi rumah-rumah istri Nabi SAW
menanyakan ibadah Nabi SAW. Maka tatkala diberitahu, mereka merasa seakan-akan
(ibadahnya) tidak berarti (sangat sedikit). mereka berkata: “Dimana posisi kami dari Nabi
SAW, padahal beliau telah diampuni dosa-dosanya baik yang lalu maupun yang akan
datang.” Salah satu dari mereka berkata: “Saya akan Qiyamullail selama-lamanya.” Dan
yang lain berkata: “Aku akan puasa selamanya.” Dan yang lain berkata: “aku akan
menghindari wanita, aku tidak akan pernah menikah.” Lalu datanglah Rasulullah seraya
bersabda: “kalian yang bicara ini dan itu, demi Alah, sungguh aku yang paling takut dan
yang paling takwa kepada Allah. Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku sholat, aku
tidur dan aku juga menikah. Barang siapa yang benci terhadap sunnahku maka ia tidak
termasuk golonganku.”” (HR. Al-Bukhari).
Ada beberapa faktor yang mendasari urgensinya pembentukan keluarga dalam Islam
sebagaimana berikut:
1. Perintah Allah swt.
Membentuk dan membangun mahligai keluarga merupakan perintah yang
telah ditetapkan oleh Allah swt. dalam beberapa firman-Nya. Agar teralisasi
kesinambungan hidup dalam kehidupan dan agar manusia berjalan selaras dengan
fitrahnya
2. Membangun Mas’uliah Dalam Diri Seorang Muslim.
Sebelum seorang berkeluarga, seluruh aktivitasnya hidupnya hanya fokus
kepada perbaikan dirinya. Mas’uliah (tanggung jawab) terbesar terpusat pada ucapan,
perbuatan, dan tindakan yang terkait dengan dirinya sendiri. Dan setelah membangun
mahligai keluarga, ia tidak hanya bertanggungjawab terhadap dirinya saja. Akan
tetapi ia juga harus bertanggungjawab terhadap keluarganya. Bagaimana mendidik
dan memperbaiki istrinya agar menjadi wanita yang shalehah. Wanita yang
memahami dan melaksanakan hak serta kewajiban rumah tangganya. Bagaimana
mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi rabbani nan qurani. Coba kita
perhatikan beberapa hadits berikut ini: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Sesungguhnya Allah Ta’ala akan meminta pertanggungjawaban kepada
setiap pemimpin atas apa yang dipimpinnya, apakah ia menjaga kepemimpinannya
atau melalaikannya, sehingga seorang laki-laki ditanya tentang anggota
keluarganya.” (Hadits gharib dalam Hilayatul Auliya, 9/235, diriwayatkan oleh An-
Nasa’i dalam Isyratun Nisaa’, hadits no 292 dan Ibnu Hibban dari Anas dalam
Shahihul Jami’, no.1775; As-Silsilah Ash-Shahihah no.1636).
3. Langkah Penting Membangun Masyarakat Muslim
Keluarga muslim merupakan bata atau institusi terkecil dari masyarakat
muslim. Seorang muslim yang membangun dan membentuk keluarga, berarti ia telah
mengawali langkah penting untuk berpartisipasi membangun masyarakat muslim.
Berkeluarga merupakan usaha untuk menjaga kesinambungan kehidupan masyarakat
dan sekaligus memperbanyak anggota baru masyarakat. “Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
4. Mewujudkan Keseimbangan Hidup
Orang yang membujang masih belum menyempurnakan sisi lain keimanannya.
Ia hanya memiliki setengah keimanan. Bila ia terus membujang, maka akan terjadi
ketidakseimbangan dalam hidupnya, kegersangan jiwa, dan keliaran hati. Untuk
menciptakan keseimbangan dalam hidupnya, Islam memberikan terapi dengan
melaksanakan salah satu sunnah Rasul, yaitu membangun keluarga yang sesuai
dengan rambu-rambu ilahi. Rasulullah saw. bersabda: Dari Anas bin Malik r.a.
berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seseorang menikah maka ia telah
menyempurnakan setengah agama. Hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam
setengahnya.” (Imam Al-Baihaqi) Menikah juga bisa menjaga keseimbangan emosi,
ketenangan pikiran, dan kenyamanan hati. Rasulullah saw. bersabda: Dari Abdullah
berkata: Rasulullah saw. bersabda kepada kami: “Wahai para pemuda, barangsiapa
dari kalian yang memiliki kemampuan, maka hendaklah ia menikah. Karena
sesungguhnya menikah itu akan menundukkan pandangan dan memelihara farji
(kemaluan). Barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa. Karena
puasa itu merupakan benteng baginya. (Imam Muslim)
B. Peran pernikahan sebagai sarana membangun keluarga
Keluarga dalam pandangan Islam memiliki nilai yang tidak kecil. Bahkan Islam
menaruh perhatian besar terhadap kehidupan keluarga dengan meletakkan kaidah-kaidah
yang arif guna memelihara kehidupan keluarga dari ketidakharmonisan dan kehancuran.
Kenapa demikian besar perhatian Islam? Karena tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga
adalah batu bata pertama untuk membangun istana masyarakat muslim dan merupakan
madrasah iman yang diharapkan dapat mencetak generasi-generasi muslim yang mampu
meninggikan kalimat Allah di muka bumi. Bila pondasi ini kuat, lurus agama dan akhlak
anggotanya maka akan kuat pula masyarakat dan akan terwujud keamanan yang didambakan.
Sebaliknya, bila tercerai berai ikatan keluarga dan kerusakan meracuni anggota-anggotanya
maka dampaknya terlihat pada masyarakat, bagaimana kegoncangan melanda dan rapuhnya
kekuatan sehingga tidak diperoleh rasa aman.
Untuk kepentingan ini perlu dipersiapkan anggota keluarga yang shalih, tentunya
dimulai dari pasangan suami istri. Seorang pria ketika akan menikah hendaknya
mempersiapkan diri dan melihat kemampuan dirinya. Dia harus membekali diri dengan ilmu
agama agar dapat memfungsikan dirinya sebagai qawwam (pemimpin) yang baik dalam
rumah tangga. Karena Allah Ta`ala telah menetapkan: “Kaum pria itu adalah pemimpin atas
kaum wanita disebabkan Allah telah melebihkan sebagian mereka (melebihkan kaum pria) di
atas sebagian yang lain (di atas kaum wanita) dan karena kaum pria telah membelanjakan
harta-harta mereka untuk menghidupi wanita…”. ( An Nisa: 34)
Begitupun hendaknya seorang pria menjatuhkan pilihan hidupnya kepada wanita yang
shalihah karena demikian yang dituntunkan oleh Nabi kita yang mulia Muhammad
shallallahu alaihi wasallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda tentang kelebihan
wanita yang shalihah: “Dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah
wanita shalihah “. (HR. Muslim dalam Shahihnya, Kitab Ar Radlaa`, Bab Istihbaab Bila
setiap muslim memperhatikan dan melaksanakan dengan baik apa yang ditetapkan dan
digariskan oleh syariat agamanya niscaya ia akan mendapatkan kelurusan dan ketenangan
dalam hidupnya, termasuk dalam kehidupan berkeluarga. Dan dia benar-benar dapat
merasakan tanda kekuasaan Allah ta`ala sebagaimana dalam firman-Nya : “Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan untuk kalian pasangan-pasangan kalian dari
diri-diri (jenis) kalian sendiri agar kalian merasa tenang dengan keberadaaan mereka dan
Dia menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda –tanda bagi kaum yang mau berfikir”. (Ar Ruum:
21 )
C. Pandangan islam terhadap pacaran, tunangan, nikah siri, kawin kontrak, dan kawin
lintas agama
1.1 Pacaran menurut Islam
“Janganlah kamu sekalian mendekati perzinahan, karena zina itu adalah
perbuatan yang keji…” (QS. Al-Isra : 32). Istilah pacaran yang dilakukan oleh anak-
anak muda sekarang ini tidak ada dalam Islam. Yang ada dalam Islam ada yang disebut
“Khitbah” atau melamar dan masa ta’aruf adalah masa perkenalan. Dan masa ta’aruf
keduanya boleh bertemu dan berbincang-bincang di tempat yang aman, maksudnya ada
orang ketiga meskipun tidak terlalu dekat duduknya dengan mereka.
Kalau dilihat dari hukum Islam, pacaran yang dilakukan oleh anak-anak
sekarang adalah haram. Mengapa haram? Karena pacaran itu akan membawa kepada
perzinahan dimana zina adalah termasuk dosa besar, dan perbuatan yang sangat dibenci
oleh Allah. Oleh karena itu ayatnya berbunyi sebagaimana yang dikutip di awal tulisan
ini. Ayat tersebut tidak mengatakan jangan berzina, tetapi jangan mendekati zina,
mengapa demikian ? Karena biasanya orang yang berzina itu tidak langsung, tetapi
melalui tahapan-tahapan seperti : saling memandang, berkenalan, bercumbu kemudian
baru berbuat zina yang terkutuk itu.
Pencegahan:
Dalam hukum Islam umumnya, manakala sesuatu itu diharamkan, maka segala
sesuatu yang berhubungan dengan yang diharamkan itu diharamkan juga. Misalnya
minum arak, bukan hanya minumnya yang diharamkan, tapi juga yang
memproduksinya, yang menjualnya, yang membelinya, yang duduk bersama orang
yang minum tersebut juga diharamkan. Demikian juga halnya dengan masalah zina.
Oleh karena itu maka syariat Islam memberikan tuntunan pencegahan dari perbuatan
zina, karena Allah Maha Tahu tentang kelemahan manusia.
Berikut ini adalah pencegahan agar kita tidak terjerumus ke dalam
perzinahan :
1. Dilarang laki dan perempuan yang bukan mahram untuk berdua-duaan.
2. Harus menjaga mata atau pandangan, sebab mata itu kuncinya hati.
3. Diwajibkan kepada kaum wanita untuk menjaga aurat mereka, dan dilarang mereka
untuk memakai pakaian yang mempertontonkan bentuk tubuhnya, kecuali untuk
suaminya. Dalam hadits dikatakan bahwa wanita yang keluar rumah dengan
berpakaian yang mempertontonkan bentuk tubuhnya, memakai minyak wangi baunya
semerbak, memakai make up dan sebagainya, setiap langkahnya dikutuk oleh para
malaikat, dan setiap laki-laki yang memandangnya sama dengan berzina dengannya.
Di hari kiamat nanti perempuan seperti itu tidak akan mencium baunya surga (apalagi
masuk surga).
Sebagaimana kita yakini sebagai seorang muslim bahwa segala sesuatu yang
diharamkan oleh Allah, mesti mempunyai dampak yang negatif di masyarakat. Oleh
karena itu, jalan keluar bagi para pemuda yang tidak kuat menahannya adalah :
1. Menikah, supaya bisa menjaga mata dan kehormatan.
2. Kalau belum siap menikah, banyaklah berpuasa dan berolahraga
3. Jauhkan mata dan telinga dari segala sesuatu yang akan membangkitkan syahwat
4. Dekatkan diri dengan Allah, dengan banyak membaca Al-Qur’an dan merenungkan
artinya.
5. Dan ingat bahwa Allah telah menjanjikan kepada para anak muda yang sabar
menahan pacaran dan zina yaitu dengan bidadari, yang kalau satu diantaranya
menampakkan wajahnya ke alam dunia ini, setiap laki-laki yang memandangnya pasti
akan jatuh pingsan karena kecantikannya.

1.2 Tunangan menurut Islam


Istilah tunangan tidak dikenal dalam istilah syariah. Tapi kalau mau dicarikan
bentuk yang paling mendekatinya, barangkali yang paling mendekati adalah khitbah,
yang artinya meminang. Tetapi tetap saja ada perbedaan asasi antara tunangan dengan
khitbah. Paling tidak dari segi aturan pergaulannya. Sebab masyarakat kita biasanya
menganggap bahwa pertunangan yang telah terjadi antara sepasang calon pengantin
sudah setengah dari menikah. Sehingga seakan ada hukum tidak tertulis bahwa yang
sudah bertunangan itu boleh berduaan, berkhalwat berduaan, naik motor berboncengan,
makan, jalan-jalan, nonton dan bahkan sampai menginap. Sedangkan khitbah itu sendiri
adalah ajuan lamaran dari pihak calon suami kepada wali calon istri yang intinya
mengajak untuk berumah tangga. Khitbah itu sendiri masih harus dijawab iya atau
tidak. Bila telah dijawab ia, maka jadilah wanita tersebut sebagai 'makhthubah', atau
wanita yang telah resmi dilamar. Secara hukum dia tidak diperkenankan untuk
menerima lamaran dari orang lain. Namun hubungan kedua calon itu sendiri tetap
sebagai orang asing yang diharamkan berduaan, berkhalwat atau hal-hal yang
sejenisnya.
Dalam Islam tidak dikenal istilah setengah halal lantaran sudah dikhitbah. Dan
amat besar kesalahan kita ketika menyaksikan pemandangan pasangan yang sudah
bertunagan atau sudah berkhitbah, lalu beranggapan bahwa mereka sudah halal
melakukan hal-hal layaknya suami istri di depan mata, lantas diam dan membiarkan
saja. Padahal dalam kaca mata syariah, semua itu tetap terlarang untuk dilakukan,
bahkan meski sudah bertunangan atau sudah melamar, hingga sampai selesainya akad
nikah. Dan hanya masyarakat yang sakit saja yang tega bersikap permisif seperti itu.
Padahal apapun yang dilakukan oleh sepasang tunangan, bila tanpa ada ditemani oleh
mahram, maka hal itu tidak lain adalah kemungkaran yang nyata. Haram hukumnya
hanya mendiamkan saja, apalagi malah memberi semangat kepada keduanya untuk
melakukan hal-hal yang telah diharamkan Allah.
Adab dan tata cara meminang/melamar dalam Islam Menurut Nabi SAW(Wanita
melamar laki-laki)
1. Tidak melamar wanita yang telah dilamar Lelaki lain (meskipun belum memberi
jawaban). Meminang/melamar ini berarti melamar secara resmi.
2. Merahasiakan pelamarannya (tidak mengumumkan ke orang banyak)
3. Wanita yang dilamar terbebas dari segala mawani` (pencegah) dari sebuah
pernikahan. Misalnya wanita itu sedang menjadi istri seseorang. Atau wanita itu
sudah dicerai atau ditinggal mati suaminya, namun masih dalam masa `iddah. Selain
itu wanita yang dilamar tidak termasuk dalam daftar orang-orang yang masih menjadi
mahram bagi seorang laki-laki. Maka di dalam Islam tidak dikenal ada seorang laki-
laki meminang adiknya sendiri, atau ibunya sendiri atau bibinya sendiri. 
4. Wanita melamar laki-laki Secara syar’i tidak masalah. Hal ini menunjukkan betapa
hukum Islam sangat menjunjung tinggi hak wanita. Mereka tidak hanya berhak
dilamar tetapi juga memiliki hak untuk melamar lelaki yang disukainya. 

1.3 Nikah siri menurut Islam


Nikah Siri dalam pandangan agama Islam diperbolehkan sepanjang hal- hal
yang menjadi rukun terpenuhi yaitu rukun nikah. Namun perbedaannya adalah nikah
siri tidak memiliki bukti otentik (secara hukum indonesia/dunia) bila telah menikah
dengan kata lain tidak mempunyai surat sah (buku nikah) sebagai seorang warga
negara yang mempunyai kedudukan yang kuat di dalam hukum namun tidak
memilikinya.
Meskipun diperbolehkan dalam agama namun banyak kekurangan dan
kelemahan nikah siri antara lain bagi pihak wanita akan sulit bila suatu saat
mempunyai persoalan dengan sang suami sehingga harus berpisah sedangkan kita
tidak mempunyai surat-surat resmi sehingga kita tidak dapat menuntut di muka
pengadilan disebabkan kita tak kuat secara hukum. Tuntutan hak waris dan hak asus
anak tidak dapat dituntut di muka pengadilan. Dengan kenyataan inilah sehingga
menikah siri itu dihindari.

1.4 Kawin kontrak menurut Islam


Hukum Kawin Kontrak:
Para ulama Islam sejak dulu hingga sekarang sepakat atas haramnya kawin
kontrak. Imam Al Khaththabi mengatakan: Pengharaman nikah kontrak adalah sebuah
ijma' (kesepakatan) kecuali oleh sebahagian orang Syi'ah. Pendapat mereka yang
melegalkan kawin kontrak dengan alasan yang merujuk kepada Ali ra dan keluarganya
tidak bisa diterima, sebab riwayat shahih yang bersumber dari beliau sendiri
menunjukkan bahwa nikah kontrak telah dihapus.
Dasar hukum ijma' diharamkannya kawin kontrak bersumber dari dalil Al-
Qur'an dan Hadits:
Dalil Al-Qur'an:
1. QS. Al-Mu'minun: 5-7: "Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali
terhadap isteri-isteri mereka, atau hamba-hamba sahaya yang mereka miliki; maka
mereka tidak tercela. Tetapi barang siapa mencari di balik itu (zina dan
sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas."
Wanita yang dikawini dengan cara kontrak bukanlah isteri yang sah. Dalam
hubungan suami isteri yang sah ada hak saling mewarisi, berlaku ketentuan talak
yang tiga jika dibutuhkan, demikian juga 'iddah ketika terjadi talak. Sementara
dalam kawin kontrak itu tidak berlaku.
2. (QS. An-NIsa': 25) : ntuk mengawini wanita merdeka yang beriman, maka
(dihalalkan mengawini wanita) hamba sahaya yang beriman yang kamu miliki…
(hingga firman Allah:) Yang demikian itu (kebolehan mengawini budak) adalah
bagi orang-orang yang takut terhadap kesulitan dalam menjaga diri (dari
perbuatan zina). Dan jika kamu bersabar, itu lebih baik bagimu. Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang." Jika kawin kontrak boleh, tentu Allah SWT
akan menjadikannya sebagai sebuah solusi bagi mereka yang tidak mampu dan
takut terhadap perbuatan zina.
Dampak Negatif Kawin Kontrak
Dilarangnya kawin kontrak tidak terlepas dari dampak buruknya yang jauh
dari kemaslahatan ummat manusia, di antaranya:
1. Penyia-nyiaaan anak
2. Kemungkinan terjadinya nikah haram
3. Menyulitkan proses pembagian harta warisan.
4. Pencampuradukan nasab lebih-lebih dalam kawin kontrak bergilir.

1.5 Kawin lintas agama menurut Islam


Didalam kehidupan kita saat ini pernikahan antara dua orang yang se-agama
merupakan hal yang biasa dan memang itu yang dianjurkan dalam agama kita. Tetapi
dengan mengatasnamakan cinta, saat ini lazim (namun belum tentu diperbolehkan
agama) dilakukan pernikahan beda agama atau nikah campur. Hal ini sebenarnya sudah
diatur dengan secara baik di dalam agama kita, agama Islam.
Secara umum pernikahan lintas agama dalam Islam dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu:
1. Pernikahan antara pria muslim dengan wanita non-muslim
2. Pernikahan antara pria non-muslim dengan wanita muslimah
Namun sebelum kita membahas tentang pernikahan tersebut diatas, sebaiknya
kita perlu mengetahui tentang pengertian non-muslim di dalam Islam. Golongan non-
muslim sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
 Golongan Orang Musyrik : Menurut Kitab Rowaa’iul Bayyan tafsir Ayyah Arkam juz
1 halaman 282 karya As Syeikh Muhammad Ali As Shobuni, orang musyrik ialah
orang-orang yang telah berani menyekutukan ALLAH SWT dengan mahluk-NYA
(penyembah patung, berhala atau semacamnya). Beberapa contoh golongan orang
musyrik antara lain Majusi yang menyembah api atau matahari, Shabi’in, Musyrikin,
dan beberapa agama di Indonesia yang menyembah patung, berhala atau sejenisnya
 Golongan Ahli Kitab : Menurut Kitab Rowaa’iul Bayyan tafsir Ayyah Arkam juz 1
halaman As Syech Muhammad Ali As Shobuni, Ahli Kitab adalah mereka yang
berpegang teguh pada Kitab Taurat yaitu agama Nabi Musa As. atau mereka yanga
berpegang teguh pada Kitab Injil yaitu agama Nabi Isa As. Atau banyak pula yang
menyebut sebagai agama samawi atau agama yang diturunkan langsung dari langit
yaitu Yahudi dan Nasrani.

1. Pernikahan Antara Pria Muslim Dengan Wanita Non-Muslim


Didalam Islam, pernikahan antara antara pria muslim dengan wanita non-
muslim Ahli Kitab itu, menurut pendapat sebagian Ulama’ diperbolehkan. Hal ini
didasarkan pada Firman ALLAH SWT dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5 yang
artinya “(Dan dihalalkan menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga
kehormatan dan dari kalangan orang-orang yang beriman dan perempuan-
perempuan yang menjaga kehormatan dan dari kalangan Ahli Kitab sebelum kamu ”.
Namun ada beberapa syarat yang diajukan apabila akan melaksanakan hal
tersebut, yaitu :
 Jelas Nasabnya
 Benar-benar Berpegang Teguh Pada Kitab Taurat dan Kitab Injil
Apabila memang mereka berpegang teguh kepada Kitab Taurat dan atau Injil
(yang benar-benar asli) pasti mereka pada akhirnya akan masuk Islam, karena
sebenarnya pada Kitab Taurat dan Injil yang asli telah disebutkan bahwa akan datang
seorang Nabi setelah Nabi Musa As dan Nabi Isa As, yaitu Nabiullah Muhammad
SAW. Dan apabila mereka mengimani akan adanya Nabiullah Muhammad SAW,
pasti mereka akan masuk Islam
 Wanita Ahli Kitab tersebut nantinya mampu menjaga anak-anaknya kelak dari bahaya
fitnah
ada pula Ulama’ yang secara tegas mengharamkan pernikahan antara pria
muslim dengan wanita Ahli Kitab. Para Ulama’ ini mendasarkan pendapatnya pada
Firman ALLAH Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 221 yang berarti “Dan janganlah
kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
wanita budak yang muslim itu lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik
hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-
wanita mukmin) sebelum mereka beriman . sesungguhnya budak mukmin itu lebih
baik daripada musyrik, walaupun mereka menarik hatimu. Mereka mengajak ke
neraka, sedangkan ALLAH mengajak ke surga dan ampunan dengan ijinNYA. Dan
ALLAH menerangkan ayat-ayatNYA (perintah-perintahNYA) kepada manusia supaya
mereka mengambil pelajaran”.
Disamping itu, mereka juga berpegangan kepada perkataan Sahabat Abdullah
bin Umar yang berarti “tiada kemusyrikan yang paling besar daripada wanita yang
meyakini Isa bin Maryam sebagai tuhannya”. Dalam Kitab Al-Mughni juz 9 halaman
545 karya Imam Ibnu Qudamah, Ibnu Abbas pernah menyatakan, hukum pernikahan
dalam QS. Al-Baqarah ayat 221 dan QS. Al-Mumtahanah ayat 10 diatas telah dihapus
(mansukh) oleh QS. Al-Maidah ayat 5. Karenanya yang berlaku adalah hukum
dibolehkannya pernikahan pria muslim dengan wanita Ahli Kitab. Sedangkan
pernikahan antara pria muslim dengan wanita musyrikah, menurut kesepakatan para
Ulama’ tetap diharamkan, apapun alasannya, karena dikhawatirkan dapat
menimbulkan fitnah
2. Pernikahan Antara Pria Non-Muslim Dengan Wanita Muslimah
Pernikahan antara wanita muslimah dengan pria non-muslim, menurut
kalangan Ulama’ tetap diharamkan, baik menikah dengan pria Ahli Kitab maupun
dengan seorang pria musyrik. Hal ini dikhawatirkan wanita yang telah menikah
dengan pria non-muslim tidak dapat menahan godaan yang akan datang kepadanya.
Seperti halnya wanita tersebut tidak dapat menolak permintaan sang suami yang
mungkin bertentangang dengan syariat Islam, atau wanita itu tidak dapat menahan
godaan yang datang dari lingkungan suami yang tidak seiman yang mungkin
cenderung lebih dominan.
Dalil naqli pernyataan tentang haramnya pernikahan seorang wanita muslimah
dengan pria non-muslim adalah Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 5, yang menyatakan
bahwa ALLAH SWT hanya memperbolehkan pernikahan seorang pria muslim
dengan wanita Ahli Kitab, tidak sebaliknya. Seandainya pernikahan ini
diperbolehkan, maka ALLAH SWT pasti akan menegaskannya di dalam Al-Quran.
Karenanya , berdasarkan mahfum al-mukhalafah, secara implisit ALLAH SWT
melarang pernikahan tersebut.

AKHAK DALAM KELUARGA


A. Membangun Keluarga Sakinah
Menurut kaidah bahasa Indonesia, sakinah mempunyai arti kedamaian,
ketentraman, ketenangan, kebahagiaan. Jadi keluarga sakinah mengandung makna keluarga
yang diliputi rasa damai, tentram, juga. Jadi keluarga sakinah adalah kondisi yang sangat
ideal dalam kehidupan keluarga. Keluarga sakinah juga sering disebut sebagai keluarga yang
bahagia. Menurut pandangan Barat, keluarga bahagia atau keluarga sejahtera ialah keluarga
yang memiliki dan menikmati segala kemewahan material. Anggota-anggota keluarga
tersebut memiliki kesehatan yang baik yang memungkinkan mereka menikmati limpahan
kekayaan material. Bagi mencapai tujuan ini, seluruh perhatian, tenaga dan waktu
ditumpukan kepada usaha merealisasikan kecapaian kemewahan kebendaan yang dianggap
sebagai perkara pokok dan prasyarat kepada kesejahteraan (Dr. Hasan Hj. Mohd Ali, 1993 :
15).
Menurut Paizah Ismail (2003 : 147), keluarga bahagia ialah suatu kelompok sosial
yang terdiri dari suami istri, ibu bapak, anak pinak, cucu cicit, sanak saudara yang sama-sama
dapat merasa senang terhadap satu sama lain dan terhadap hidup sendiri dengan gembira,
mempunyai objektif hidup baik secara individu atau secara bersama, optimistik dan
mempunyai keyakinan terhadap sesama sendiri.
Dengan demikian, keluarga sakinah ialah kondisi sebuah keluarga yang sangat ideal
yang terbentuk berlandaskan Al-Quran dan Sunnah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan
di akhirat. Kebendaan bukanlah sebagai ukuran untuk membentuk keluarga bahagia
sebagaimana yang telah dinyatakan oleh negara Barat.
 Ciri-Ciri Keluarga Sakinah
Pada dasarnya, keluarga sakinah sukar diukur karena merupakan satu
perkara yang abstrak dan hanya boleh ditentukan oleh pasangan yang berumahtangga.
Namun, terdapat beberapa ciri-ciri keluarga sakinah, diantaranya :
a. Rumah Tangga Didirikan Berlandaskan Al-Quran Dan Sunnah
Asas yang paling penting dalam pembentukan sebuah keluarga sakinah ialah
rumah tangga yang dibina atas landasan taqwa, berpandukan Al-Quran dan Sunnah dan
bukannya atas dasar cinta semata-mata. Ia menjadi panduan kepada suami istri
sekiranya menghadapi perbagai masalah yang akan timbul dalam kehidupan
berumahtangga. Firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa’ ayat 59 yang
artinya :“Kemudian jika kamu selisih faham / pendapat tentang sesuatu, maka
kembalilah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasulullah (Sunnah)”.
b. Rumah Tangga Berasaskan Kasih Sayang (Mawaddah Warahmah)
Tanpa ‘al-mawaddah’ dan ‘al-Rahmah’, masyarakat tidak akan dapat hidup
dengan tenang dan aman terutamanya dalam institusi kekeluargaan. Dua perkara ini
sangat-sangat diperlukan kerana sifat kasih sayang yang wujud dalam sebuah rumah
tangga dapat melahirkan sebuah masyarakat yang bahagia, saling menghormati, saling
mempercayai dan tolong-menolong. Tanpa kasih sayang, perkawinan akan hancur,
kebahagiaan hanya akan menjadi angan-angan saja.
c. Mengetahui Peraturan Berumahtangga
Setiap keluarga seharusnya mempunyai peraturan yang patut dipatuhi oleh
setiap ahlinya yang mana seorang istri wajib taat kepada suami dengan tidak keluar
rumah melainkan setelah mendapat izin, tidak menyanggah pendapat suami walaupun
si istri merasakan dirinya betul selama suami tidak melanggar syariat, dan tidak
menceritakan hal rumahtangga kepada orang lain. Anak pula wajib taat kepada kedua
orangtuanya selama perintah keduanya tidak bertentangan dengan larangan Allah.
Lain pula peranan sebagai seorang suami. Suami merupakan ketua keluarga dan
mempunyai tanggung jawab memastikan setiap ahli keluarganya untuk mematuhi
peraturan dan memainkan peranan masing-masing dalam keluarga supaya sebuah
keluarga sakinah dapat dibentuk. Firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa’: 34 yang
artinya :“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah
Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab
itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka)[290]. wanita-
wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah
mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.
d. Menghormati dan Mengasihi Kedua Ibu Bapak
Perkawinan bukanlah semata-mata menghubungkan antara kehidupan kedua
pasangan tetapi ia juga melibatkan seluruh kehidupan keluarga kedua belah pihak,
terutamanya hubungan terhadap ibu bapak kedua pasangan. Oleh itu, pasangan yang
ingin membina sebuah keluarga sakinah seharusnya tidak menepikan ibu bapak dalam
urusan pemilihan jodoh, terutamanya anak lelaki. Anak lelaki perlu mendapat restu
kedua ibu bapaknya karena perkawinan tidak akan memutuskan tanggungjawabnya
terhadap kedua ibu bapaknya. Selain itu, pasangan juga perlu mengasihi ibu bapak
supaya mendapat keberkatan untuk mencapai kebahagiaan dalam berumahtangga.
Firman Allah SWT yang menerangkan kewajiban anak kepada ibu bapaknya
dalam Surah al-Ankabut : 8 yang artinya : “Dan kami wajibkan manusia (berbuat)
kebaikan kepadadua orang ibu- bapanya. dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku
khabarkan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan”
e. Menjaga Hubungan Kerabat dan Ipar
Antara tujuan ikatan perkawinan ialah untuk menyambung hubungan keluarga
kedua belah pihak termasuk saudara ipar kedua belah pihak dan kerabat-kerabatnya.
Karena biasanya masalah seperti perceraian timbul disebabkan kerenggangan hubungan
dengan kerabat dan ipar.

Cara Membangun Keluarga Sakinah


Dalam kehidupan sehari-hari, ternyata upaya mewujudkan keluarga yang sakinah
bukanlah perkara yang mudah, ditengah-tengah arus kehidupan seperti ini,. Jangankan untuk
mencapai bentuk keluarga yang ideal, bahkan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga
saja sudah merupakan suatu prestasi tersendiri, sehingga sudah saat-nya setiap keluarga perlu
merenung apakah mereka tengah berjalan pada koridor yang diinginkan oleh Allah dalam
mahligai tersebut, ataukah mereka justru berjalan bertolak belakang dengan apa yang
diinginkan oleh-Nya.
Islam mengajarkan agar keluarga dan rumah tangga menjadi institusi yang aman,
bahagia dan kukuh bagi setiap ahli keluarga, karena keluarga merupakan lingkungan atau unit
masyarakat yang terkecil yang berperan sebagai satu lembaga yang menentukan corak dan
bentuk masyarakat. Institusi keluarga harus dimanfaatkan untuk membincangkan semua hal
sama ada yang menggembirakan maupun kesulitan yang dihadapi di samping menjadi tempat
menjana nilai-nilai kekeluargaan dan kemanusiaan. Kasih sayang, rasa aman dan bahagia
serta perhatian yang dirasakan oleh seorang ahli khususnya anak-anak dalam keluarga akan
memberi kepadanya keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri untuk menghadapi berbagai
persoalan hidupnya. Ibu bapak adalah orang pertama yang diharapkan dapat memberikan
bantuan dan petunjuk dalam menyelesaikan masalah anak. Sementara seorang ibu adalah
lambang kasih sayang, ketenangan dan juga ketenteraman.
Al-Qur’an merupakan landasan dari terbangunnya keluarga sakinah, dan mengatasi
permasalahan yang timbul dalam keluarga dan masyarakat. Menurut hadis Nabi, pilar
keluarga sakinah itu ada lima, yaitu :
 memiliki kecenderungan kepada agama
 yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda
 sederhana dalam belanja
 santun dalam bergaul dan
 selalu introspeksi.
Sedangkan Konsep-konsep cara membangun keluarga sakinah adalah :
a. Memilih Kriteria Calon Suami atau Istri dengan Tepat
Agar terciptanya keluarga yang sakinah, maka dalam menentukan kriteria suami
maupun istri haruslah tepat. Diantara kriteria tersebut misalnya beragama islam dan
shaleh maupun shalehah; berasal dari keturunan yang baik-baik; berakhlak mulia, sopan
santun dan bertutur kata yang baik; mempunyai kemampuan membiayai kehidupan
rumah tangga (bagi suami). Rasul Allâh SAW bersabda, “Perempuan dinikahi karena
empat faktor: Pertama, karena harta; Kedua, karena kecantikan; Ketiga, kedudukan; dan
Keempat, karena agamanya. Maka hendaklah engkau pilih yang taat beragama, engkau
pasti bahagia.”
b. Dalam keluarga Harus Ada Mawaddah dan Rahmah
Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu dan
“nggemesi”, sedangkan rahmah adalah jenis cinta yang lembut, siap berkorban dan
siap melindungi kepada yang dicintai. Rasa damai dan tenteram hanya dicapai
dengan saling mencintai. Maka rumah tangga muslim punya ciri khusus, yakni bersih
lahir baathin, tenteram, damai dan penuh hiasan ibadah. Firman Allah SWT Surat Ar-
Rum : 21 yang artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir”
c. Saling Mengerti Antara Suami-Istri
Seorang suami atau istri harus tahu latar belakang pribadi masing-masing.
Karena pengetahuan terhadap latar belakang pribadi masing-masing adalah sebagai
dasar untuk menjalin komunikasi masing-masing. Dan dari sinilah seorang suami atau
istri tidak akan memaksakan egonya. Banyak keluarga hancur, disebabkan oleh sifat
egoisme. Ini artinya seorang suami tetap bertahan dengan keinginannya dan begitu
pula istri. Seorang suami atau istri hendaklah mengetahui hal-hal sebagai berikut :
 Perjalanan hidup masing-masing
 Adat istiadat daerah masing-masing (jika suami istri berbeda suku dan atau
daerah)
 Kebiasaan masing-masing
 Selera, kesukaan atau hobi
 Pendidikan
 Karakter/sikap pribadi secara proporsional (baik dari masing-masing, maupun
dari orang-orang terdekatnya, seperti orang tua, teman ataupun saudaranya, dan
yang relevan dengan ketentuan yang dibenarkan syari`at.
d. Saling Menerima
Suami istri harus saling menerima satu sama lain. Suami istri itu ibarat satu
tubuh dua nyawa. Tidak salah kiranya suami suka warna merah, si istri suka warna
putih, tidak perlu ada penolakan. Dengan keredhaan dan saling pengertian, jika warna
merah dicampur dengan warna putih, maka aka terlihat keindahannya.
e. Saling Menghargai
Seorang suami atau istri hendaklah saling menghargai:
 Perkataan dan perasaan masingmasing
 Bakat dan keinginan masing-masing
 Menghargai keluarga masing-masing. Sikap saling menghargai adalah sebuah
jembatan menuju terkaitnya perasaan suami-istri.
Dalam berumahtangga seorang istri harus percaya kepada suaminya,
begitu pula dengan suami terhadap istrinya ketika ia sedang berada di luar rumah.
Jika diantara keduanya tidak adanya saling percaya, kelangsungan kehidupan
rumah tangga berjalan tidak seperti yang dicita-citakan yaitu keluarga yang
bahagia dan sejahtera. Akan tetapi jika suami istri saling mempercayai, maka
kemerdekaan dan kemajuan akan meningkat, serta hal ini merupakan amanah
Allâh.
f. Suami-Istri Harus Menjalankan Kewajibanya Masing-Masing
Suami mempunyai kewajiban mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya,
tetapi disamping itu ia juga berfungsi sebagai kepala rumah tangga atau pemimpin
dalam rumah tangga. Allah SWT dalam hal ini berfirman: “Laki-laki adalah
pemimpin bagi kaum wanita, karena Alloh telah melebihkan sebagian dari mereka
atas sebagian yang lainnya dan karena mereka telah membelanjakan sebagian harta
mereka” (Qs. an-Nisaa’: 34). Menikah bukan hanya masalah mampu mencari uang,
walaupun ini juga penting, tapi bukan salah satu yang terpenting. Suami bekerja keras
membanting tulang memeras keringat untuk mencari rezeki yang halal tetapi ternyata
tidak mampu menjadi pemimpin bagi keluarganya.
Istri mempunyai kewajiban taat kepada suaminya, mendidik anak dan menjaga
kehormatannya (jilbab, khalwat, tabaruj, dan lain-lain.). Ketaatan yang dituntut bagi
seorang istri bukannya tanpa alasan. Suami sebagai pimpinan, bertanggung jawab
langsung menghidupi keluarga, melindungi keluarga dan menjaga keselamatan
mereka lahir-batin, dunia-akhirat. Ketaatan seorang istri kepada suami dalam rangka
taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah jalan menuju surga di dunia dan akhirat. Istri
boleh membangkang kepada suaminya jika perintah suaminya bertentangan dengan
hukum syara’, missal: disuruh berjudi, dilarang berjilbab, dan lain-lain.
g. Suami Istri Harus Menghindari Pertikaian
Pertikaian adalah salah satu penyebab retaknya keharmonisan keluarga, bahkan
apabila pertikaian tersebut terus berkesinambungan maka dapat menyebabkan
perceraian. Sehingga baik suami maupun istri harus dapat menghindari masalah-
masalah yang dapat menyebabkan pertikaian karena suami dan istri adalah fakkor
paling utama dalam menentukan kondisi keluarga.Rasulullah saw bersabda:  “Laki-
laki yang terbaik dari umatku adalah orang yang tidak menindas keluarganya,
menyayangi dan tidak berlaku zalim pada mereka.” (Makarim Al-Akhlaq:216-217)
“Barangsiapa yang bersabar atas perlakuan buruk isterinya, Allah akan memberinya
pahala seperti yang Dia berikan kepada Nabi Ayyub (a.s) yang tabah dan sabar
menghadapi ujian-ujian Allah yang berat. (Makarim Al-Akhlaq:213)  “Barangsiapa
yang menampar pipi isterinya satu kali, Allah akan memerintahkan malaikat penjaga
neraka untuk membalas tamparan itu dengan tujuh puluh kali tamparan di neraka
jahanam.” (Mustadrak Al- Wasail 2:550)

h. Hubungan Antara Suami Istri Harus Atas Dasar Saling Membutuhkan


Seperti pakaian dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum
libasun lahunna ( Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat:187), yaitu menutup aurat,
melindungi diri dari panas dan dingin, dan sebagai perhiasan. Suami terhadap istri dan
sebaliknya harus menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika istri mempunyai
suatu kekurangan, suami tidak menceriterakan kepadaorang lain, begitu juga
sebaliknya. Jika istri sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke dokter,
begitu juga sebaliknya. Istri harus selalu tampil membanggakan suami, suami juga
harus tampil membanggakan istri, jangan terbalik di luaran tampil menarik orang
banyak, di rumah “nglombrot” menyebalkan.

i. Suami Istri Harus Senantiasa Menjaga Makanan yang Halal


Menurut hadis Nabi, sepotong daging dalam tubuh manusia yang berasal dari
makanan haram, cenderung mendorong pada perbuatan yang haram juga (qith`at al
lahmi min al haram ahaqqu ila annar). Semakna dengan makanan, juga rumah, mobil,
pakaian dan lain-lainnya.

j. Suami Istri Harus Menjaga Aqidah yang Benar


Akidah yang keliru atau sesat, misalnya mempercayai kekuatan dukun, majig dan
sebangsanya. Bimbingan dukun dan sebangsanya bukan saja membuat langkah hidup
tidak rasional, tetapi juga bias menyesatkan pada bencana yang fatal. Membina suatu
keluarga yang bahagia memang sangat sangat sulit. Akan tetapi jika masing-masing
pasangan mengerti konsep-konsep keluarga sakinah seperti yang telah diuraikan di
atas, Insya Allah cita-cita untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal dalam aturan
syari’at Islam, yang disebutkan dengan “Rumahku adalah surgaku” akan terwujud.
Disamping konsep-konsep diatas masih ada beberapa resep yang lain bagaimana
menjadi keluarga sakinah, diantaranya :
 Selama menempuh hidup berkeluarga, sadarilah bahwa jalan yang akan kita lalui
tidaklah melulu jalan yang bertabur bunga kebahagiaan tetapi juga semak belukar
yang penuh onak dan duri.
 Ketika biduk rumah tangga oleng, janganlah saling berlepas tangan, tetapi
sebaliknya justru semakin erat berpegangan tangan.
 Ketika kita belum dikaruniai anak, cintailai istri atau suami dengan sepenuh hati.
 Ketika sudah mempunyai anak, jangan bagi cinta kepada suami atau istri dan
anak-anak dengan beberapa bagian tetapi cintailah suami-istri dan anak-anak
dengan masing-masing sepenuh hati.
 Ketika ekonomi keluarga belum membaik, yakinlah bahwa pintu rizki akan
terbuka lebar berbanding lurus dengan tingkat ketaatan suami istri kepada Allah
Swt.
 Ketika ekonomi sudah membaik, jangan lupa akan jasa pasangan hidup yang setia
mendampingi ketika menderita (justru godaan banyak terjadi disini, ketika hidup
susah, suami selalu setia namun ketika sudah hidup mapan dan bahkan lebih dari
cukup, suami sering melirik yang lain dan bahkan berbagi cinta dengan wanita
yang lain)
 Jika anda adalah suami, boleh bermanja-manja bahkan bersifat kekanak-kanakan
kepada istri dan segeralah bangkit menjadi pria perkasa secara bertanggung-
jawab ketika istri membutuhkan pertolongan.
 Jika anda seorang istri, tetaplah anda berlaku elok, tampil cantik dan gemulai
serta lemah lembut, tetapi harus selalu siap menyeleaikan semua pekerjaan
dengan sukses.
 Ketika mendidik anak, jangan pernah berpikir bahwa orang tua yang baik adalah
orang tua yang tidak pernah marah kepada anak, karena orang tua yang baik
adalah orang tua yang jujur kepada anak.
 Jika anda wanita, ketika ada PIL, jangan diminum, cukuplah suami anda yang
menjadi "obat".
 Jika anda lelaki, ketika ada WIL, jangan pernah ajak berlayar sebiduk berdua ke
samudra cinta, cukuplah istri anda sebagai pelabuhan hati.

B. Hak dan Kewajiban suami isteri


1. Kewajiban suami kepada isteri
Kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang suami terhadap isteri antara lain :
a. Mahar
Mahar adalah pemberian wajib dari suami untuk isteri, suami tidak boleh menggunakanya
tanpa seizin dan seikhlas isteri. Rasulullah bersabda, ”Diriwayatkan dari amir ibn Rabi’ah
bahwa seorang wanita dari Bani Fazarah kawin dengan mahar sepasang sandal. Lalu
Rasulullah bertanya:”Apakah engkau rela dari diri dan hartamu dengan sepasang
sandal?”Perempuan itu menjawab:”Ya”. Lalu Rasulullah saw membolehkannya.”(HR.
Ahmad, Ibn Majah dan Tirmidzi)

b. Nafkah
Nafkah adalah menyediakan segala keperluan isteri berupa makanan, minuman, pakaian,
rumah, dan lain-lain. Firman Allah :
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang
disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.
Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allahberikan
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”(QS. At-Thalaq
7)

c. Ihsan al-‘Asyarah
Ihsan al-‘Asyarah artinya bergaul dengan isteri dengan cara yang sebaik-baiknya. Teknisnya
dapat dilakukan menurut pribadi masingmasing. Misalnya : membuat isteri bahagia, selalu
berprasangka baik terhadap isteri, membantu isteri apabila ia memerlukan bantuan meskipun
dalam urusan rumah tangga, menghormati harta miliknya pribadi dan lain-lain.
Allah berfirman :

‘…dan bergaullah dengan isterimu secara patut…’(An-Nisaa’ 29). Rasulullah saw sudah
memberikan contoh teladan bagaimana bergaul dengan isteri dengan sebaik-baiknya.
Rasulullah bersabda : “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah orang yang
paling baik akhlaqnya. Dan orang orang baik diantara mereka ialah yang paling baik terhadap
isterinya.”(HR. Ahmad)

d. Membimbing dan Mendidik Keagamaan Isteri


Seorang suami memiliki tanggung jawab dihadapan Allah terhadap isterinya karena suami
merupakan pemimpin didalam rumah tangga. Maka, suami berkewajiban mengajar dan
mendidik isterinya agar menjadi seorang wanita shalihah. Jika seorang suami tidak mampu
mengajarkannya sendiri, dia harus memberikan izin kepada isterinya untuk belajar di luar
atau mendatangkan guru ke rumah, atau menyediakan buku-buku bacaan untuk keluarga.
2. Kewajiban Isteri Terhadap Suami
Ada dua kewajiban seorang isteri terhadap suami, antara lain
a. Patuh Terhadap Suami
Seorang isteri wajib mematuhi segala keinginan suaminya selama tidak untuk hal-hal yang
mendekati kemaksiatan dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Allah berfirman :

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-
laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa 34) Rasulullah bersabda :
“Sebaik-baik wanita adalah yang apabila engkau memandang kepadanya
menggembirakanmu, apabila engkau suruh dia patuh, apabila engkau beri nafkah dia
menerima dengan baik, dan apabila engkau tidak ada disampingnya dia akan menjaga diri
dan hartanu”(HR. Nasa’i) Suami mendapatkan hak istimewa untuk dipatuhi isteri mengingat
posisinya sebagai pemimpin dan kepala keluarga yang mempunyai kewajiban untuk memberi
nafkah terhadap keluarga.

b. Ihsan al ‘Asyarah
Ihsan al ‘Asyarah isteri terhadap suaminya antara lain dalam bentuk : Menerima pemberian
suami dengan rasa puas dan terima kasih, serta tidak menuntut hal-hal yang tidak mungkin,
serta selalu berpenampilan menarik agar tercipta keharmonisan dalam keluarga. Demikianlah
akhlaq suami isteri yang pembahasannya kita fokuskan pada masalah hak dan kewajiban
yang tentu saja semua itu tidak terlapas dari hukum.

C. Manajemen Konflik Antara Suami Istri


Pengertian Konflik You cannot not to be in conflict.   Demikianlah ungkapan banyak
kalangan masyarakat. Konflik itu sesuatu yang tidak bisa dihindari. Yang bisa dilakukan
adalah mengelola konflik dengan tepat sehingga tidak menimbulkan efek negatif atau
dampak yang merusak. Demikian pula dalam kehidupan rumah tangga. Dalam konteks yang
luas, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer
(Myers, 1993:234). Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang
buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai
sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi.
Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan
baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan
menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan
menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional,
konflik haruslah dihindari. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada
anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi
logis interaksi manusia. Yang menjadi persoalan bukanlah bagaimana menghindari konflik,
tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi
bahkan merusak tujuan kelompok. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam
kehidupan keluarga, sosial dan organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif,
melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun  kelompok.
Berikut ini beberpa petunjuk praktis bagaimana manajemen konflik dalam rumah tangga.
Pertama, Sebelum Terjadi Konflik
a. Milikilah kesepakatan dengan pasangan, bagaimana langkah keluar dari konflik
Ini prinsip “sedia payung sebelum hujan”. Kesepakatan antara suami dan isteri ini
sangat penting dibuat di saat suasana nyaman dan tidak ada konflik. Buat “road map” atau
“plan” bagaimana langkah untuk keluar dari konflik. Setiap pasangan akan memiliki karakter
yang berbeda dalam pembuatan langkah ini.

b.Kuatkan motivasi, bahwa berumah tangga adalah ibadah


Motivasi ini yang menggerakkan bahtera kehidupan rumah tangga anda. Jika anda
selalu menguatkan motivasi ibadah dalam rumah tangga, akan membawa suasana yang
nyaman dalam kehidupan. Motivasi ibadah ini sesungguhnya telah meredam banyak sekali
potensi konflik.

c.Kuatkan visi keluarga, untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat


Visi akan menjadi panduan arah kehidupan rumah tangga anda. Visi adalah
pernyataan luhur yang akan anda capai dalam kehidupan keluarga. Visi menggambarkan
“siapa jatidiri keluarga anda”.

d.Milikilah ketrampilan komunikasi


Biasakan mengobrol dengan pasangan, jangan ada sumbatan dalam berkomunikasi.
Tidak perlu membuat kesepakatan waktu-waktu khusus, karena komunikasi bisa dilakukan
kapan saja, dimana saja, dengan sarana apa saja.
Kedua, Saat Konflik
a.Redam emosi dan kemarahan dalam-dalam
Bicaralah dalam suasana yang enak dan nyaman. Jangan berbicara dalam suasana
emosional. Jangan sekali-kali mengambil keputusan dalam suasana emosional. Jangan turuti
ego anda. Tenanglah, sabarlah. “Badai pasti berlalu”.

b.Kembalikan kepada motivasi dan visi berumah tangga yang anda miliki
Inilah guna motivasi dan visi keluarga. Saat menghadapi konflik ingatlah motivasi
anda berumah tangga adalah ibadah. Ingatlah bahwa visi keluarga anda adalah untuk
mendapatkan surga dunia dan surga akhirat.

c.Laksanakan kesepakatan anda “langkah keluar dari konflik”


Anda telah memiliki kesepakatan langkah keluar dari konflik. Seperti anda membawa
payung, tinggal anda gunakan saat hujan tiba. Anda tidak dibuat bingung akan melangkah
kemana, karfena flowchart telah anda miliki.

d.Jangan berpikir hitam putih, “siapa salah siapa benar”


Dalam menghadapi konflik suami dan isteri, jangan terpaku pada pemikiran
pembuktian siapa yang salah dan siapa yang benar. Berpikirlah “win win solution”, mencoba
mencari solusi dengan semua pihak dimenangkan.

e.Selesaikan oleh anda berdua


Hadapilah konflik oleh anda berdua. Jangan melebar kemana-mana. Pihak ketiga (keluarga
besar, konsultan, lembaga konsultasi,  dll) hanya dilibatkan saat seluruh cara tidak membawa
hasil perbaikan. Anda berdua harus di pihak yang sama, “Ini masalah kita”.

f.Jangan pernah menampakkan konflik di depan anak-anak


Bahaya, dan negatif bagi anak-anak anda jika tampak anda konflik di hadapan mereka.
Bersikaplah baik di hadapan anak-anak. Jangan ajari konflik, jangan buat mereka trauma dan
frustrasi menghadapi ayah ibunya.
Ketiga, Setelah Konflik
a.Lupakan konflik anda, dan jangan ungkit lagi
Sudahlah, semua sudah berlalu. Sudah terlanjur terjadi. Tak akan bisa ditarik kembali.
Maka sikap yang tepat adalah, segera lupakan konflik itu. Fokus pada kehidupan keluarga,
masa depan anak-anak, merenda hari esok yang lebih baik. Harapan itu selalu ada.

b.Minta maaf kepada pasangan anda, dan maafkanlah pasangan anda


Jangan berat meminta maaf. Jangan bertanya “Apa salah saya sehingga harus minta
maaf?” Ketahuilah, dalam sebuah konflik, semua pihak memiliki andil kesalahan. Maka
segeralah minta maaf, dan  maafkan pasangan anda.

c.Fokus melihat sisi kebaikan pasangan


Jangan terfokus melihat sisi kekurangan dan kelemahan pasangan. Dunia anda akan
sempit jika hanya terpaku kepada hal-hal yang negatif dari pasangan. Luaskan bentangan
jiwa anda, dengan memfokuskan diri melihat sisi-sisi kelebihan dan kebaikan pasangan.

d.Berpikir positif
Miliki kebiasaan berpikir positif. Setiap kejadian dalam hidup pasti ada hikmahnya
untuk pendewasaan diri dan keluarga kita. Setiap masalah pasti ada jalan keluar yang akan
semakin membawa kematangan dalam menjalani kehidupan selanjutnya. Tak ada yang sia-sia
dalam hidup kita.
e.Jangan anda ceritakan konflik anda kepada orang lain

Anda mungkin juga menyukai