Serabut Kelapa
Media tanaman
Humus ( compos )
Bahan campuran pupuk organik
Bahan bakar industri dan rumahan
Air Kelapa
KELEMAHANJ EKSPORT
Sayangnya, ekspor Indonesia kebanyakan masih bersifat memenuhi pesanan atau order, atau
pembeli datang. Sifatnya bukan menyerang atau struggle atau masuk ke negara lain. Artinya,
produk ekspor Indonesia belum menuju produk ekspor yang berdaya saing. Hal ini dipandang
Mengapa Kelapa?
Kelapa memiliki area perkebunan terluas di Indonesia, lebih luas daripada karet dan kelapa
sawit, yaitu sekitar 26% dari total area perkebunan. Karena itulah, Indonesia merupakan negara
produsen kelapa terbesar di dunia, senilai sekitar 18.3 juta ton per tahun. Negara produsen
pesaing utama hanyalah Filipina dan India. Negara-negara lainnya hanya mampu memproduksi
kelapa dibawah 3 juta ton per tahun. Indonesia memiliki kekuatan besar ekspor dalam hal
volume produksi sehingga juga mampu menawarkan harga yang lebih kompetitif.
Alasan terpenting mengapa kelapa memiliki potensi besar untuk diekspor adalah karena manfaat
tanaman kelapa tidak hanya terletak pada daging buahnya yang dapat diolah menjadi santan,
kopra, dan minyak kelapa. Akan tetapi, seluruh bagian tanaman kelapa dapat diolah untuk
berbagai keperluan. Berikut adalah beberapa contoh produk yang diolah dari masing-masing
bagian tanaman kelapa:
Daun kelapa: Daun yang muda dapat digunakan sebagai pembungkus ketupat dan bahan
baku obat tradisional. Daun yang tua dapat dianyam dan dipergunakan sebagai atap, lalu
lidinya sebagai bahan sapu lidi untuk barang kerajinan.
Batang kelapa: Sebagai bahan baku furniture dan bahan bangunan.
Akar kelapa: Sebagai bahan baku pembuatan bir atau bahan baku pembuatan zat warna.
Air kelapa: Untuk minuman segar dan diproses lebih lanjut menjadi nata de coco, kecap
kelapa, dan coco vinegar.
Sabut kelapa: Untuk bahan baku tali, anyaman keset, matras, jok kendaraan.
Tempurung kelapa: Sebagai gayung air dan mangkuk secara tradisional dan dapat diolah
menjadi bahan baku obat nyamuk bakar, arang, briket arang, dan karbon aktif.
Daging buah kelapa: Dapat langsung dikonsumsi dan dapat diproses menjadi santan
kelapa, kelapa parutan kering (desiccated coconut), serta semi virgin oil. Bahkan ini bisa
diproses menjadi kopra (minyak kelapa) yang lebih lanjut menjadi minyak goreng, sabun,
lilin, es krim, dan bahan baku produk oleokimia seperti fatty acid, fatty alcohol,
dan gliserin. Tak hanya itu, ampas kelapa atau bungkil kelapa dapat menjadi bahan pakan
ternak.
Nira kelapa: Cairannya dapat diproses menjadi gula kelapa, yang sudah diuji memiliki
indeks Glycemic jauh lebih rendah daripada gula tebu.
Tapi perlu diingat, bahwa tidak semua produk kelapa ini berpotensi untuk diekspor. Ini
dikarenakan jumlah konsumsi yang sudah sangat tinggi terhadap beberapa produk kelapa,
khususnya untuk bahan memasak. Kita perlu melihat produk kelapa apa saja yang memiliki
kapasitas berlebih serta nilai apresiasi tinggi di pasar ekspor.
Baca Juga: Jitu Membidik Peluang Pasar dan Target Negara Ekspor
Terdapat beberapa produk kelapa Indonesia yang perlu kita lihat performa ekspornya. Salah
satunya, Indonesia adalah eksportir terbesar untuk kelapa segar dalam batok yang mencapai
nilai 56 juta USD (setara 784 miliar Rupiah). Sayangnya, nilai jual yang sangat rendah membuat
produk ini kurang direkomendasi untuk diekspor.
Lalu, Indonesia juga merupakan eksportir terbesar kedua, setelah Filipina, untuk produk kelapa
parutan kering atau desiccated coconut senilai 170 juta USD (setara 2.3 triliun Rupiah).
Meskipun memiliki nilai jual ekspor yang paling tinggi, performa ekspor produk ini dirasa sulit
untuk ditingkatkan dikarenakan konsumsi dalam negeri Indonesia yang sudah begitu besar.
Di samping itu, Indonesia merupakan eksportir terbesar kedua untuk produk kopra (minyak
kelapa) baik itu yang mentah maupun diolah. Pada tahun 2018 Indonesia mampu mengekspor
produk kopra mentah dengan nilai 354 juta USD (setara 4,9 triliun Rupiah). Sementara itu,
Indonesia mengekspor produk kopra yang diolah dengan nilai 368 juta USD (setara 5,1 triliun
Rupiah). Indonesia hanya kalah dari Filipina untuk ekspor dua produk kopra ini. Tujuan terbesar
ekspor Indonesia untuk produk kopra ini adalah Belanda dan Malaysia untuk produk kopra
mentah, serta Amerika Serikat dan China untuk produk kopra olahan. Dengan nilai jual ekspor
yang cukup tinggi, kopra atau minyak kelapa menjadi salah satu produk yang berpotensi untuk
diekspor.
Sementara itu, terjadi pertumbuhan ekspor signifikan pada produk gula kelapa sebesar 15% dari
2014-2018 yang mencapai nilai 63 juta USD (setara 882 miliar Rupiah). Fenomena ini bisa
menjadi tanda bahwa adanya peningkatan permintaan gula kelapa di pasar ekspor sebagai
alternatif pemanis bagi penderita diabetes dunia. Selain itu, nilai jualnya yang sangat tinggi
(melebihi kopra) membuat produk ini sangat berpotensi untuk diekspor.
Untuk ekspor sabut kelapa, sayangnya Indonesia hanya hanya menempati posisi ke-9 dengan
nilai hanya 11 juta USD (setara 154 miliar Rupiah) pada 2018. Padahal total nilai ekspor dunia
untuk produk ini adalah 593 juta USD yang 42% pangsa pasarnya didominasi oleh India. Sabut
kelapa merupakan komponen terbesar pada buah kelapa (sekitar 35%). Saat ini sabut kelapa
hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar pada pengeringan kopra. Banyak yang mengira sabut
kelapa hanyalah limbah, padahal terdapat peluang bisnis besar. Nilai jual produk sabut kelapa
indonesia pun sangat rendah, di saat beberapa negara seperti Brazil dan Kenya mampu menjual
produk ini dengan harga di atas 1,000 USD per Ton. Ini membuktikan bahwa Indonesia tidak
mampu mengoptimalkan produk sabut kelapa ini.
Berdasarkan data performa ekspor tersebut di atas, diketahui terdapat beberapa produk kelapa
yang menjadi prospek dalam pasar ekspor. Selanjutnya, kita akan membahas hanya produk
olahan kelapa yang sangat prospek untuk digarap oleh industri kecil, yang tidak membutuhkan
mesin dan teknologi tinggi dan volume besar tapi diapresiasi tinggi sekali oleh pasar ekspor.
Produk tersebut adalah Virgin Coconut Oil (VCO) dan Gula Kelapa.
VCO sendiri memiliki citra kuat di pasar ekspor, khususnya Amerika Serikat dan Eropa, sebagai
minyak yang sehat. Hal ini dikarenakan kandungan lauric acid nya yang tinggi (sekitar 50%) dan
tidak ada trans-fatty acid. Ditambah, kandungan PFA nya (polyunsaturated fatty acid) lebih
rendah daripada minyak nabati lainnya. Sehingga, VCO terbukti dapat menurunkan kadar
kolesterol dan obesitas. Khasiat VCO diuji juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit dan menanggulangi penyakit virus seperti HIV. Inilah yang menyebabkan permintaan
besar dan meningkat di pasar global. Meskipun pasar ini spesifik untuk orang-orang yang sadar
akan kesehatan, ini memiliki prospek bagus di masa mendatang terutama di negara-negara maju.
VCO dapat dikonsumsi secara langsung atau sebagai minyak goreng dan bahan makanan. Selain
itu, VCO juga dapat dijadikan bahan kosmetik.
Namun, tidak sembarang produk VCO dapat berpotensi masuk pasar ekspor terlebih pada
negara-negara maju. Terdapat standar kualitas yang harus dipenuhi. Minyak VCO harus
didapatkan secara murni dari kelapa segar. Prosesnya bisa saja mekanis, tapi tanpa ada
perubahan kimia. VCO kualitas tinggi haruslah beraroma dan berbau seperti kelapa, tidak tengik,
dan mudah cair. Lalu, secara visual harus jernih, bening, dan tanpa warna. Terdapat dua standar
kandungan penting yang akan diperiksa oleh calon pembeli/importir: 1) Kandungan moisture
tidak melebihi 0.5%; 2) Kandungan lauric acid sekitar antara 40-50%.
Berdasarkan data ITC, pasar yang paling potensial saat ini untuk mengekspor produk VCO
Indonesia adalah Amerika Serikat. Hal ini disebabkan karena Amerika Serikat merupakan
importir terbesar pada 2018 yang mencapai 487 juta USD. Bahkan, Amerika Serikat memiliki
potensi pasar yang begitu besar terhadap permintaan VCO Indonesia yang diestimasikan sebesar
218 juta USD. Juga masih terdapat 58% potensi pasar tersebut yang belum terealisasikan senilai
127 juta USD (setara 1.8 triliun Rupiah). Sayangnya, saat ini produk VCO Indonesia belum siap
(dari segi standar dan sertifikasi) untuk diekspor ke pasar Eropa yang sebetulnya juga memiliki
potensi besar bagi produk VCO.
Banyak yang rancu antara gula kelapa dan gula aren. Meskipun warnanya sama-sama merah, tapi
mereka berdua diproduksi dari tanaman yang berbeda. Gula yang diproduksi dari pohon aren
tidak memiliki potensi kuat untuk diekspor karena memiliki bau dan aroma yang kuat. Sehingga
gula aren tinggi sekali tingkat konsumsinya dalam negeri karena sering dipakai untuk memasak
dan membuat kue tradisional. Gula kelapa ini berpotensi untuk diekspor karena aroma dan
baunya lebih fleksibel untuk dikonsumsi di dunia, dan konsumsi dalam negeri tidak setinggi gula
aren. Untuk bentuknya, gula kelapa kristal lebih banyak permintaan ekspornya dikarenakan lebih
mudah mengkonsumsinya seperti gula konvensional.
Lagi-lagi, produk gula kelapa untuk dapat berpotensi masuk pasar ekspor harus memenuhi
berbagai standar kualitas. Aspek terpenting dari kualitas gula kelapa adalah menjaga infeksi dan
ragi seminimal mungkin. Lalu, biasanya kandungan sebagian besar
dari moisture dan sucrose tapi perlu minimal kandungannya bagi invert sugar, protein, gums,
dan mineral. Lalu, warna juga harus seimbang: tidak boleh terlalu terang atau terlalu gelap.
Konsistensi tekstur juga penting, karena seharusnya tidak terlalu keras tapi agak remuk.
Sertifikasi sistem manajemen juga diperlukan untuk dapat diterima di pasar internasional
mengingat gula kelapa adalah produk olahan bukan komoditas mentah.
Alasannya adalah kelapa merupakan tanaman yang penanamannya sudah secara alami. Sehingga
banyak konsumen, yang sebagian besar sadar akan kesehatan, mengharapkan standar organik
pada produk yang diolah dari kelapa. Produk-produk kelapa dianggap premium karena bersifat
organik. Sayangnya, proses pengolahan di Indonesia belum memenuhi standar organik. Ini
banyak yang membuat eksportir produk VCO dan gula kelapa terhambat untuk dapat
mengekspor ke calon pembeli/importir di negara-negara maju.
Baca Juga: Menerapkan Pelabelan (Labelling) yang Layak dalam Standar Ekspor
Seperti yang kita tahu, bahwa tren organik berkembang pesat di pasar dunia terutama di negara-
negara maju seperti Amerika Serikat, Australia, dan Eropa Barat. Produk tidak dapat dilabeli
“organik” jika minimal 95% bahan baku belum memenuhi standar organik, seperti tidak
menggunakan pestisida kimia, pupuk buatan, dan GMO dalam proses produksi dari awal sampai
akhir. Meskipun saat ini SNI mengeluarkan sertifikasi organik, sayangnya ini belum diakui
secara internasional, sehingga eksportir produk organik harus memproses sertifikasi organik
melalui badan-badan sertifikasi yang diakui oleh negara tujuan ekspor.
Terlebih lagi, produk biasanya akan memiliki keunggulan produk yang lebih tinggi jika memiliki
standar fairtrade. Kesejahteraan petani benar-benar diperhatikan oleh konsumen gula kelapa.
Selain dengan sertifikasi, komunikasi standar Fairtrade bisa dengan “story” mengenai
pemberdayaan petani dan dokumentasi harga yang transparan. Baca selengkapnya mengenai
standar organik dan fairtrade di artikel Standar Khusus Ekspor.
Kita sudah mengetahui bersama bahwa kelapa di Indonesia memiliki beberapa produk olahan
yang berpotensi untuk diekspor. Disini kita sudah membahas bahwa VCO dan gula kelapa
memiliki potensi besar dan nilai jual tinggi di pasar negara-negara maju. Tapi sebenarnya,
produk-produk kelapa lainnya juga memiliki potensi cukup kuat untuk diekspor. Ingat, bahwa
olahan kelapa dapat diserap dalam segala industri mulai dari otomotif, furniture, konstruksi,
kimia, dan banyak lainnya. Jadi, jangan berfokus bahwa kelapa hanya bisa diekspor air dan
buahnya. Terutama, produk berpotensi lainnya adalah produk olahan sabut kelapa.
Namun, disini kita juga mengetahui bahwa potensi kuat ekspor produk kelapa harus diimbangi
dengan pemenuhan standar kualitas dan sustainability. Ini yang menjadi tantangan sulit dalam
optimalisasi potensi ini. Perlu untuk kita bersama-sama membantu petani kelapa dalam edukasi
standar dan akses modal sehingga mampu memproduksi produk olahan kelapa yang bernilai
tinggi di pasar global. Niscaya produk olahan kelapa Indonesia mampu meningkatkan devisa
negara kita secara signifikan.
Jika merasa artikel ini bermanfaat, yuk bantu sebarkan ke teman-teman Anda. Jangan lupa untuk
like, share, dan berikan komentar pada artikel ini ya Sahabat Wirausaha.