Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Salah satu sumber daya alam berbasis hasil pertanian yang sangat potensial
untuk bahan baku industri di Indonesia adalah minyak sawit. Luas areal kelapa
sawit pada Pada tahun 2009 mencapai 7,51 juta hektar dengan produksi sebesar
18,64 juta ton minyak sawit. Minyak sawit diprediksi akan menjadi minyak nabati
utama yang diproduksi di dunia. Hal tersebut tidak terlepas dari beberapa
kelebihan minyak sawit antara lain harga yang murah, rendah kolesterol, dan
memiliki kandungan karoten tinggi.
CPO (crude palm oil) merupakan produk utama dari industri kelapa sawit
yang mempunyai produk turunan yang sangat beragam. CPO mempunyai peluang
yang besar untuk diolah lebih lanjut namun sayangnya saat ini industri hilir
minyak sawit belum berkembang dengan baik, sehingga sampai sekarang industri
pengolahan kelapa sawit hanya didominasi oleh industri kilang CPO.
Belum kuatnya industri hilir (ditambah dengan masih rendahnya kapasitas
dari industri pengolah dalam negeri) berimplikasi pada ekspor sawit Indonesia
dalam bentuk CPO. Minyak sawit kasar yang dikenal dengan istilah CPO (Crude
Palm Oil) adalah minyak yang diperoleh dari ekstraksi bagian mesokarp buah.
Untuk mendapatkan produk–produk akhir dari minyak–minyak tersebut,
diperlukan teknologi proses–proses kimia dan fisika seperti proses–proses
rafinasi, fraksinasi, hidrogenasi, intererterifikasi dan sebagainya.

1.2 Tujuan Penulisan Makalah


1. Menjelaskan pengertian limbah kelapa sawit
3. Menjelaskan dampak dari limbah kelapa sawit
4. Menjelaskan cara pengolahan limbah kelapa sawit
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Definisi limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen
penyebab pencemaran terdiri dari zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan
lagi bagi masyarakat. Limbah industri kebanyakan menghasilkan limbah yang
bersifat cair atau padat yang masih kaya dengan zat organik yang mudah
mengalami peruraian. Kebanyakan industri yang ada membuang limbahnya ke
perairan terbuka, sehingga dalam waktu yang relatif singkat akan terjadi bau
busuk sebagai akibat terjadinya fermentasi limbah.
Kelapa sawit adalah salah satu komoditi andalan Indonesia yang
perkembangannya demikian pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang
tinggi, produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Secara umum
limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu limbah cair, padat
dan gas. Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan
(sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Pada umumnya,
limbah cair industri kelapa sawit mengandung bahan organik yang tinggi sehingga
potensial mencemari air tanah dan badan air. Sedangkan limbah padat pabrik
kelapa sawit dikelompokan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari proses
pengolahan dan yang berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah padat
yang berasal dari proses pengolahan berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit
(TKKS), cangkang atau tempurung, serabut atau serat, sludge atau lumpur, dan
bungkil. TKKS dan lumpur yang tidak tertangani menyebabkan bau busuk, tempat
bersarangnya serangga lalat dan potensial menghasilkan air lindi (leachate).
Limbah padat yang berasal dari pengolahan limbah cair berupa lumpur aktif yang
terbawa oleh hasil pengolahan air limbah.
Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil
minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Indonesia
merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia.
Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, Pantai Timur, Sumatera, Jawa, dan
Sulawesi.
Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh
dengan baik di daerah tropis. Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0 – 500
m dari permukaan laut dengan kelembaban 80% – 90%. Tingginya dapat
mencapai 24 meter. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil. 2000 –
2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak
kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku
pembungaan dan produksi buah sawit.
2.1 Manfaat Limbah Kelapa Sawit
Kelapa sawit terbukti memberikan peran yang nyata dalam pembangunan
perekonomian, sosial dan lingkungan di Indonesia. Peran tersebut terutama dalam
hal: penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan masyarakat, perolehan devisa
bagi negara, mendukung industri dalam negeri berbasis bahan dasar kelapa sawit,
pemanfaatan lahan kritis, sumber oksigen bagi kehidupan dan menyerap karbon
dari udara.Luas areal ini akan berkembang terus sejalan dengan kebijakan
revitalisasi perkebunan, kelapa sawit bukan monopoli perusahaan skala besar
milik pemerintah dan swasta, tetapi terbuka luas untuk diusahakan pekebun
rakyat. CPO berasal dari pengolahan Tandan Buah Segar (TBS). Setiap ton TBS
yang diolah dapat menghasilkan 140 200 kg CPO dan limbah/produk samping,
antara lain: limbah padat, limbah cair dan gas. Limbah cair yang dihasilkan cukup
banyak, yaitu berkisar antara 600 700 kg. Bilamana limbah/produk samping ini
tidak diolah akan menimbulkan masalah berupa; penumpukan limbah dan resiko
cairan dan gas. Potensi Limbah Kelapa Sawit Limbah Kelapa Sawit memiliki
potensi untuk dimanfaatkan dan memberi nilai ekonomi dalam bidang pertanian
dan industri, yaitu; pupuk, kompos, kertas, arang, dan sebagainya. Limbah Kelapa
Sawit terdiri dari tandan kosong, pelepah, daun, serat buah, cangkang, limbah cair
dan gas. Pada Tabel 1 disajikan Jenis, Potensi dan Manfaat Limbah Kelapa Sawit.
Limbah kelapa sawit menghasilkan unsur hara makro yang diperlukan tanaman,
seperti Nitrogen, Posfor, Kalium, Magnesium dan Calsium. Minyak sawit dan
produk minyak sawit lainnya dapat diolah lebih lanjut menjadi minyak goreng,
mentega, dan bahan baku untuk industri. Pada industri makanan, minyak sawit
digunakan untuk mentega, shortening, coklat, diitive, minyak goring, es krim dan
lain sebagainya. Pada industri obat-obatan dan kosmetik digunakan untuk krim,
shampo, lotion, pomade, vitamin, dan β-karoten. Sedangkan pada industri kimia
digunakan sebagai bahan kimia untuk pembuatan detergen, sabun, dan minyak.
Berbagai penelitian telah dilakukan menunjukkan bahwa limbah kelapa sawit
dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan. Berikut akan dijelaskan manfaat
limbah kelapa sawit.

1. TKKS Untuk Pupuk Organik


Tandan kosong kelapa sawit daoat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk
organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan
tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah pemanfaatan
limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan
memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi. Ada beberapa alternatif pemanfaatan
TKKS yang dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Pupuk Kompos
Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses
fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh micro-organisme. Pada
prinsipnya pengomposan TKSS untuk menurunkan nisbah C / N yang terkandung
dalam tandan agar mendekati nisbah C / N tanah. Nisbah C / N yang mendekati
nibah C / N tanah akan mudah diserap oleh tanaman.
b. Pupuk Kalium
Tandan kosong kelapa sawit sebagai limbah padat dapat dibakar dan akan
menghasilkan abu tandan. Abu tandan tersebut ternyata memiliki kandungan 30-
40%, K2O, 7%P2O5, 9%CaO, dan 3%MgO. Selain itu juga mengandung unsur
hara mikro yaitu 1.200ppmFe, 1.00 ppm Mn, 400 ppmZn, dan 100 ppmCu.
Sebagai gambaran umum bahwa pabrik yang mengolah kelapa sawit dengan
kapasitas 1200 ton TBS/ hari akan menghasilkan abu tandan sebesar 10,8%/hari.
Setara dengan 5,8 ton KCL; 2,2 ton kiersit; dan 0,7ton TSP. dengan penambahan
polimer tertentu pada abu tandan dapat dibuat pupuk butiran berkadar K2O 30-
38% dengan pH 8 – 9.
c. Bahan Serat
Tandan kosong kelapa sawit juga menghasilkan serat kuat yang dapat
digunakan untuk berbagai hal, diantaranya serat berkaret sebagai bahan pengisi
jok mobil dan matras, polipot (pot kecil, papan ukuran kecil dan bahan pengepak
industri.

2. Tempurung Kelapa Sawit untuk Arang Aktif


Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa
sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak. Arang aktif
juga dapat dimanfaatkan oleh berbagai industri. Antara lain industri minyak,
karet, gula, dan farmasi.

3. Batang Dan Tandan Sawit Untuk Pulp Kertas


Kebutuhan pulp kertas di Indonesia sampai saat ini masih dipenuhi dari
impor. Padahal potensi untuk menghasilkan pulp di dalam negeri cukup besar.
Salah satu alternatif itu adalah dengan memanfaatkan batang dan tandan kosong
kelapa sawit untuk digunakan bahan pulp kertas dan papan serat.

4. Batang Kelapa Sawit Untuk Perabot Dan Papan Artikel


Batang kelapa sawit yang sudah tua tidak produktif lagi, dapat
dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai tinggi. Batang kelapa sawit tersebut
dapat dibuat sebagai bahan perabot rumah tangga seperti mebel, furniture,atau
sebagai papan partikel. Dari setiapbatang kelapa sawit dapat diperoleh kayu
sebanyak 0.34 m3.

5. Batang dan pelepah sawit untuk pakan ternak


Batang dan pelepah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada
prinsipnya terdapat tiga cara pengolahan batang kelapa sawit untuk dijadikan
pakan ternak, yaitu pertama pengolahan menjadi silase, kedua dengan perlakuan
NaOH dan yang ketiga adalah pengolahan dengan menggunakan uap.
2.3 Dampak Limbah Kelapa Sawit
Peningkatan produksi dan konsumsi dunia terhadap minyak sawit secara
langsung dapat meningkatkan dampak negatif terhadap lingkungan. Pada proses
produksi minyak sawit limbah berwujud padat, cair, dan gas dihasilkan dari
berbagai stasiun kerja dari pabrik. Setiap ton tandan buah segar (TBS) yang diolah
men jadi efluen sebanyak 600 liter. Limbah tersebut berdampak negatif terhadap
lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Dewasa ini mulai diperkenalkan
pengelolaan lingkungan yang bersifat pencegahan terhadap sumber-sumber
dihasilkan limbah, seperti eco-efficient, pollution prevention, waste minimization,
waste minimization atau source reduction. United Nation Environment
Programme (UNEP) menggunakan istilah cleaner production atau produksi
bersih sebagai upaya preventif dan intregrasi yang dilaksanakan secara
berkesinambunan terhadap proses dan jasa untuk meningkatkan efisiensi dan
mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan.

2.4 Cara Pengolahan Limbah Kelapa Sawit


Produk utama adalah minyak sawit, CPO dan CPKO, yang selanjutnya
menjadi bahan baku industri hilir pangan maupun non pangan. Di samping produk
utama CPO dan CPKO serta produk-produk turunannya secara lebih rinci dalam
pohon industri kelapa sawit, dapat dilihat potensi produk-produk sampingan
seperti tandan kosong, pelepah dan batang, serta limbah padat dan limbah
cair. Industri minyak kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis,
berkembang di Negara Negara tropis seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Perkembangan industri minyak kelapa sawit saat ini sangat pesat, dimana terjadi
peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring meningkatnya kebutuhan
masyarakat. Dengan besarnya produksi yang mampu dihasilkan berdampak positif
bagi perekenomian Indonesia. Di masa akan datang, industri minyak kelapa sawit
ini dapat diharapkan menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, dampak
positif dari perkembangan Seperti sektor agroindustri umumnya dan perkebunan
kelapa sawit khususnya, juga diikuti oleh dampak negative terhadap lingkungan
akibat dihasilkannya limbah cair, padat dan gas dari kegiatan kebun dan Pabrik
Kelapa Sawit (PKS). Untuk itu tindakan pencegahan dan penanggulangan dampak
negatif dari kegiatan PerkebunanKelapa Sawit dan PKS harus dilakukan dan
sekaligus meningkatkan dampak positifnya.
Tandan buah Segar (TBS) yang telah dipanen di kebun diangkut ke lokasi
Pabrik Minyak Sawit dengan menggunakan truk. Sebelum dimasukan ke dalam
Loading Ramp, Tandan Buah Segar tersebut harus ditimbang terlebih dahulu pada
jembatan penimbangan (Weighing Brigae) . Perlu diketahui bahwa kualitas hasil
minyak CPO yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh kondisis buah (TBS) yang
diolah dalam pabrik. Sedangkan proses pengolahan dalam pabrik hanya berfungsi
menekan kehilangan didalam pengolahannya, sehingga kualitas hasil tidak
semata-mata tergantung dari TBS yang masuk ke dalam Pabrik.
1. Perebusan
Tandan buah segar setelah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam lori
rebusan yang terbuat dari plat baja berlubang-lubang (cage) dan langsung
dimasukkan ke dalam sterilizer yaitu bejana perebusan yang menggunakan uap air
yang bertekanan antara 2.2 sampai 3.0 Kg/cm2. Proses perebusan ini dimaksudkan
untuk mematikan enzim-enzim yang dapat menurunkan kuaiitas minyak.
Disamping itu, juga dimaksudkan agar buah mudah lepas dari tandannya dan
memudahkan pemisahan cangkang dan inti dengan keluarnya air dari biji. Proses
ini biasanya berlangsung selama 90 menit dengan menggunakan uap air yang
berkekuatan antara 280 sampai 290 Kg/ton TBS. Dengan proses ini dapat
dihasilkan kondensat yang mengandung 0.5% minyak ikutan pada temperatur
tinggi. Kondensat ini kemudian dimasukkan ke dalam Fat Pit. Tandan buah yang
sudah direbus dimasukan ke dalam Threser dengan menggunakan Hoisting Crane.
2. Perontokan Buah dari Tandan
Pada tahapan ini, buah yang masih melekat pada tandannya akan
dipisahkan dengan menggunakan prinsip bantingan sehingga buah tersebut
terlepas kemudian ditampung dan dibawa oleh Fit Conveyor ke Digester.
Tujuannya untuk memisahkan brondolan (fruilet) dari tangkai tandan. Alat yang
digunakan disebut thresher dengan drum berputar (rotari drum thresher). Hasil
stripping tidak selalu 100%, artinya masih ada brondolan yang melekat pada
tangkai tandan, hal ini yang disebut dengan USB (Unstripped Bunch). Untuk
mengatasi hal ini, maka dipakai sistem “Double Threshing”. Sisitem ini
bekerja dengan cara janjang kosong/EFB (Empty Fruit Bunch) dan USB yang
keluar dari thresher pertama, tidak langsung dibuang, tetapi masuk ke threser
kedua yang selanjutnya EFB dibawa ketempat pembakaran (incinerator) dan
dimanfaatkan sebagai produk samping.
3. Pengolahan Minyak dari Daging Buah
Brondolan buah (buah lepas) yang dibawa oleh Fruit Conveyor
dimasukkan ke dalam Digester atau peralatan pengaduk. Di dalam alat ini
dimaksudkan supaya buah terlepas dari biji. Dalam proses pengadukan (Digester)
ini digunakan uap air yang temperaturnya selalu dijaga agar stabil antara 80° –
90°C. Setelah massa buah dari proses pengadukan selesai kemudian dimasukkan
ke dalam alat pengepresan (Scew Press) agar minyak keluar dari biji dan
fibre.Untuk proses pengepresan ini perlu tambahan panas sekitar 10% s/d 15%
terhadap kapasitas pengepresan. Dari pengepresan tersebut akan diperoleh minyak
kasar dan ampas serta biji.Sebelum minyak kasar tersebut ditampung pada Crude
Oil Tank, harus dilakukan pemisahan kandungan pasirnya pada Sand Trap yang
kemudian dilakukan penyaringan (Vibrating Screen). Sedangkan ampas dan biji
yang masih mengandung minyak (oil sludge) dikirim ke pemisahan ampas dan
biji (Depericarper). Dalam proses penyaringan minyak kasar tersebut perlu
ditambahkan air panas untuk melancarkan penyaringan minyak tersebut. Minyak
kasar (Crude Oil) kemudian dipompakan ke dalam Decenter guna memisahkan
Solid dan Liquid. Pada fase cair yang berupa minyak, air dan masa janis ringan
ditampung pada Countnuous Settling Tank, minyak dialirkan ke oil tank dan pada
fase berat (sludge) yang terdiri dari air dan padatan terlarut ditampung ke dalam
Sludge Tank yang kemudian dialirkan ke Sludge Separator untuk memisahkan
minyaknya.
4. Proses Pemurnian Minyak
Minyak dari oil tank kemudian dialirkan ke dalam Oil Purifer untuk
memisahkan kotoran/solid yang mengandung kadar air. Selanjutnya dialirkan ke
Vacuum Drier untuk memisahkan air sampai pada batas standard. Kemudian
melalui Sarvo Balance, maka minyak sawit dipompakan ke tangki timbun (Oil
Storage Tank).

2.5 Jenis Limbah Kelapa Sawit


Jenis limbah kelapa sawit pada generasi pertama adalah limbah padat yang
terdiri dari Tandan Kosong, pelepah, cangkang dan lain-lain. Sedangkan limbah
cair yang terjadi pada in housekeeping. Limbah padat dan limbah cair pada
generasi berikutnya dapat dilihat pada Gambar 2. Pada Gambar tersebut terlihat
bahwa limbah yang terjadi pada generasi pertama dapat dimanfaatkan dan terjadi
limbah berikutnya. Terlihat potensi limbah yang dapat dimanfaatkan sehingga
mempunyai nilai ekonomi yang tidak sedikit. Salah satunya adalah potensi limbah
dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara yang mampu menggantikan pupuk
sintetis (Urea, TSP dan lain-lain).
Limbah padat Tandan Kosong (TKS) merupakan limbah padat yang
jumlahnya cukup besar yaitu sekitar 6 juta ton yang tercatat pada tahun
2004, namun pemanfaatannya masih terbatas. Limbah tersebut selama ini
dibakar dan sebagian ditebarkan di lapangan sebagai mulsa. Persentase Tankos
terhadap TBS sekitar 20% dan setiap ton Tankos mengandung unsure hara N, P,
K, dan Mg berturut-turut setara dengan 3 Kg Urea; 0,6 Kg CIRP; 12 Kg MOP;
dan 2 Kg Kieserit. Dengan demikian dari satu unit PKS kapasitas olah 30 ton
TBS/jam atau 600 ton TBS/hari akan menghasilkan pupuk N, P, K, dan Mg
berturut-turut setara dengan 360 Kg Urea, 72 Kg CIRP; 1.440 Kg MOP; dan 240
Kg Kiserit (Lubis dan Tobing, 1989). Sedangkan limbah padat seperti cangkang
dan serat sebesar 1,73 juta ton dan 3,74 juta ton.
2.5 Pengelolaan Limbah Cair
1. Karakteristik Limbah Cair Industri Kelapa Sawit
Pada proses pengolahan kelapa sawit menjadi CPO, selain menghasilkan
minyak sawit tetapi juga menghasilkan limbah cair, dimana air limbah tersebut
berasal dari :
· Hasil kondensasi uap air pada unit pelumatan ( digester) dan unit
pengempaan (pressure). Injeksi uap air pada unit pelumatan bertujuan
mempermudah pengupasan daging buah, sedangkan injeksi uap bertujuan
mempermudah pemerasan minyak. Hasil kondensasi uap air pada kedua unit
tersebut dikeluarkan dari unit pengempaan
· Kondensat dari depericarper, yaitu untuk memisahkan sisa minyak yang
terikut bersama batok/cangkang
· Hasil kondensasi uap air pada unit penampung biji/inti. Injeksi uap
kedalam unit penampung biji bertujuan memisahkan sisa minyak dan
mempermudah pemecahan batok maupun inti pada unit pemecah biji
· Kondensasi uap air yang berada pada unit penampung atau penyimpan inti
· Penambahan air pada hydrocyclone yang bertujuan mempermudah
pemisahan serat dari cangkang.
· Penambahan air panas dari saringan getar, yaitu untuk memisahkan
sisaminyak dari ampas.
Limbah cair kelapa sawit mengandung konsentrasi bahan organik yang
relatif tinggi dan secara alamiah dapat mengalami penguraian oleh
mikroorganisme menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Limbah cair
kelapa sawit umumnya berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan
tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan BOD tinggi.
Berdasarkan hasil analisa pada tabel 1 menunjukkan bahwa limbah cair industri
kelapa sawit bila dibuang kepengairan sangat berpotensi untuk mencemari
lingkungan, sehingga harus diolah terlebih dahulu sebelum di buang keperairan.
Pada umumnya industri kelapa sawit yang berskala besar telah mempunyai
pengolahan limbah cair.
b. Proses Pengolahan Limbah Cair Industri Kelapa Sawit
Teknik pengolahan limbah cair industri kelapa sawit pada umumnya
menggunakan metode pengolahan limbah kombinasi. yaitu dengan sistem
proses anaerobik dan aerobik. Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik kemudian
dialirkan ke bak penampungan untuk dipisahkan antara minyak yang terikut dan
limbah cair. Setelah itu maka limbah cair dialirkan ke bak anaerobik untuk
dilakukan proses anaerobik. Pengolahan limbah secara anaerobik merupakan
proses degradasi senyawa organik seperti karbohidrat, protein dan lemak yang
terdapat dalam limbah cair oleh bakteri anaerobik tanpa kehadiran Oksigen
menjadi biogas yang terdiri dari CH4 (50-70%), serta N2, H2, H2S dalam jumlah
kecil. Waktu tinggal limbah cair pada bioreactor anaerobik adalah selama 30
hari.Berdasarkan hasil analisa diatas menunjukkan bahwa proses anaerobik dapat
menurunkan kadar BOD dan COD limbah cair sebanyak 70 %. Setelah
pengolahan limbah cair secara anaerobik dilakukan pengolahan limbah cair
dengan proses aerobic selama 15 hari. Pada proses pengolahan secara aerobik
menunjukkan penurunaan kadar BOD dan Kadar COD adalah sebesar 15 %,
yaituBerdasarkan hasil analisa diatas menunjukkan bahwa air hasil olahan telah
dapat dibuang ke perairan , tetapi tidak dapat digunakan sebagai air proses
dikarenakan air hasil olahan tersebut masih mempunyai warna kecoklatan.
3. Kombinasi Proses pengolahan anaerobik-aerobik- membran reverse osmosis
Limbah yang menjadi perhatian di PKS adalah limbah cair atau yang lebih
dikenal dengan POME (palm oil mill effluent). POME ialah air buangan yang
dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit utamanya berasal kondensat rebusan, air
hidrosiklon, dan sludge separator. Setiap ton TBS yang diolah akan terbentuk
sekitar 0,6 hingga 1 m3 POME. POME kaya akan karbon organik dengan nilai
COD lebih 40 g/L dan kandungan nitrogen sekitar 0,2 dan 0,5 g/L sebagai
nitrogen ammonia dan total nitrogen. Karakteristik POME ditunjukan pada tabel
a. Sumber POME berasal dari unit pengolahan yang berbeda, terdiri dari:

 60% dari total POME berasal dari stasiun klarifikasi


 36% dari total POME berasal dari stasiun rebusan
 4 % dari total POME berasal stasiun inti.
 Teknologi Pengelolaan POME

Teknologi pengelolaan POME umumnya dengan menggunakan teknologi


kolam terbuka yang terdiri dari kolam anaerobik, fakultatif dan aerobik dengan
total waktu retensi sekitar 90-120 hari. Teknologi kolam terbuka ini memerlukan
lahan yang luas (5-7 ha), biaya pemeliharaan yang cukup besar dan menghasilkan
emisi gas metana ke udara bebas.

Saat ini pengelolaan POME dengan hanya menggunakan kolam terbuka


mulai dianggap kurang efisien dan kurang ramah lingkungan. Para pemilik atau
pengelolan PKS sudah mulai merubah dengan memodifikasi kolam yang ada
dengan teknologi pengelolaan lainnya. Ada beberapa teknologi pengolahan
POME yang baru saat ini, diantara teknologi yang baru itu adalah membran dan
terakhir terdengar dengan elektrokoagulasi. Munculnya atau adanya
perkembangan teknologi pengelolaan POME ini disebabkan oleh beberapa
maksud dan tujuan tertentu.

Beberapa tujuan itu adalah:

 Mendapatkan teknologi yang lebih ramah lingkungan (environmental


friendly). Teknologi ini umumnya adalah menghindari gas rumah kaca
khususnya gas metana lepas ke atmosfer.
 Mendapatkan nilai tambah secara ekonomi (economic benefit). Teknologi
ini dilakukan dengan cara mendapatkan produk baru yang dapat dijual
dengan memanfaatkan POME.
 Memudahkan operasional pengelolaan, terutama kepada para pekerja di
PKS.
 Keterbatasan lahan di area PKS untuk menggunakan sistem kolam terbuka
(limited area).
 Faktor teknologi proses di PKS. Faktor ini adalah terkait dengan adanya
modifikasi teknologi proses pada pengolahan TBS di PKS, atau adanya
teknologi proses yang baru. Perbedaan proses itu terutama terkait dengan
penggunaan alat proses yang baru. Contoh dalam faktor ini adalah
perubahan teknologi sterilisasi, klarifikasi dan sebagainya. Perubahan alat
proses membawa dampak pada perubahan kualitas, kuantitas dan jenis
limbah yang dihasilkan di PKS.

Dari beberapa tujuan diatas, saat ini terdapat beberapa teknologi


pengelolaan POME selain sistem kolam terbuka. Adapun teknologi itu
diantaranya adalah:

 Pengelolaan aerob dengan menggunakan kolam aerobic (aerobic pond).


Teknologi ini digunakan untuk menghindari terbentuknya gas metan.
Teknologi ini jarang digunakan karena memerlukan tenaga yang besar
untuk menggerakkan aerator.
 Teknologi pengeringan (drying process), teknologi ini tidak sesuai karena
memerlukan biaya dan energi yang besar untuk menguapkan air dalam
POME.
 Aplikasi tanah (land application), sistem ini tidak disarankan karena
memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu teknologi ini masih
memerlukan kolam tanpa udara dan masih menghasilkan gas metan.
 Penggunaan tandan kosong kelapa sawit menjadi kompos, POME
digunakan sebagai bahan penyiram pada proses pengomposan tandan
kosong kelapa sawit seperti pada Gambar 3. Teknologi ini bagus untuk
dilaksanakan. Teknologi ini memerlukan sedikit investasi yang tinggi
tetapi mendapat keuntungan dengan hasil penjualan kompos.
 Penggunaan POME untuk menghasilkan energi. Teknologi untuk
menghasilkan energi adalah dengan cara menangkap gas metana.
Teknologi penangkapan gas metana ada yang membangun tangki (biogas
reactor) baru yang berada diatas permukaan (Gambar 4) atau dengan
menutup kolam limbah yang ada dengan menggunakan penutup dengan
bahan parasut tebal (covered lagoon).
Selain menghasilkan gas Metana sebagai energi, saat ini POME juga
dilaporkan dapat menghasilkan gas Hidrogen sebagai energi. POME
menghasilkan gas hidrogen dengan menggunakan teknologi elektrokoagulasi.
Pada pengolahan limbah cair kelapa sawit, pengolahan akhir adalah proses
secara aerobik dan setelah air hasil olahan dapat dibuang ke perairan. Hal ini
bertujuan untuk memanfaatkan air hasil olahan tersebut untuk recycle dan air
minum, sehingga perlu dilakukan pengolahan lagi. Air hasil olahan dari proses
aerobik dialirkan ke membran reverse osmosis dengan tekanan 8 kg/cm2 dan laju
alir 100 ml/menit. Air hasil olahan dari membran reverse osmosis kemudian
dianalisa.Berdasarkan dari hasil analisa diatas menunjukkan bahwa air hasil
olahan dari pengolahan kombinasi diatas effluentnya dapat digunakan sebagai air
minum dan dapat digunakan untuk recycle air proses.
4. Pemanfaatan limbah cair “CPO parit” untuk pembuatan biodiesel
CPO parit merupakan limbah cair hasil proses pengolahan kelapa sawit
yang dapat mencemari air dan tanah. Namun, dengan adanya proses pengolahan
CPO parit menjadi biodiesel maka CPO parit tersebut menjadi lebih bermanfaat.
CPO parit memiliki kandungan CPO yang relatif sedikit yaitu sekitar 2% dari
jumlah CPO keseluruhan yang dihasilkan. Adapun alur proses pengutipan CPO
parit adalah sbb :
·Hasil bawah dari alat centrifuge yang berupa campuran air, kotoran, dan
minyak pada pengolahan CPO, mengalir ke parit-parit pembuangan
· Aliran ini berkumpul di suatu tempat yang disebut pad feed I yang
dilengkapi dengan mesin pengutip minyak
·Minyak yang terkumpul oleh mesin dialirkan pada tangki penampungan
minyak untuk diproses kembali
·Sisa minyak yang tidak terkumpul pada mesin pengutp minyak, dialirkan
menuju kolam pad feed II yang mengandung artikel kotoran yang sangat banyak
· Kemudian aliran slurry (air, lumpur yang terbawa, minyak) ini
dikumpulkan pada kolam penampungan minyak terakhir yang dilengkapi dengan
mesin rotor yang berputar untuk memerangkap minyak lalu dialirkan ke tangki
pengumpul minyak. Minyak inilah yang kemudian disebut dengan CPO
parit.Komposisi yang terdapat dalam minyak CPO parit terdiri dari trigliserida –
trigliserida (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati), asam lemak
bebas /FFA, monogliserida, dan digliserida, serta beberapa komponen –
komponen lain seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur.Salah satu
alternatif pengolahan CPO parit adalah dengan mengolahnya menjadi biodiesel.
Pembuatan biodiesel dengan bahan baku CPO parit sebagai sumber energi
terbarukan adalah suatu pemanfaatan yang relatif baru. Hal ini dapat menjadi
solusi akan krisis energi saat ini, mengingat penggunaan CPO menjadi biodiesel
sebagai alternatif energi terbaharukan cukup mengganggu pasokan untuk
keperluan industri lain yang berbasiskan CPO misalnya industri minyak goreng,
margarin, surfaktan, industri kertas, industri polimer dan industri kosmetik.
2.6 Proses Pembuatan Biodiesel CPO Parit
Ada beberapa proses pengolahan biodiesel berbasis CPO parit, di
antaranya adalah esterifikasi dan transesterifikasi yang termasuk dalam proses
alkoholisis. Proses esterifikasi dilakukan cukup dengan satu tahap untuk
menghilangkan kadar FFA berlebih di dalam CPO parit sedangkan proses
transesterifikasi dilakukan dengan dua tahap karena tahap pertama
transesterifikasi masih menyisakan jumlah trigliserida yang cukup banyak pada
akhir reaksi transesterifikasi I.Sebelum melakukan reaksi esterifikasi, CPO parit
yang akan direaksikan terlebih dahulu dimasukkan ke dalam sentrifuse untuk
memisahkan kotoran padat (total solid) dan air dari CPO parit sehingga tidak
mengganggu reaksi esterifikasi nantinya.Proses esterifikasi yaitu mereaksikan
methanol (CH3OH) dengan CPO parit dengan bantuan katalis asam yaitu asam
sulfat (H2SO4).
Dalam pencampuran ini, asam lemak bebas akan bereaksi dengan
methanol membentuk ester. Pencampuran ini menggunakan perbandingan rasio
molar antara FFA dan methanol yaitu 1 : 20, dengan jumlah katalis asam sulfat
yang digunakan adalah 0,2% dari FFA (Warta PPKS, 2008). Kadar methanol yang
digunakan adalah 98% (% b) sedangkan kadar asam sulfat yaitu 97%. Reaksi
berlangsung selama 1 jam pada suhu 63 0C dengan konversi 98% (Warta PPKS,
2008). Kemudian sebelum diumpankan ke reaktor transesterifikasi, hasil reaksi
dipisahkan dalam sentrifuse selama 15 menit. Lapisan ester, trigliserida, dan FFA
sisa diumpankan ke reaktor transesterifikasi sedangkan air, methanol sisa, dan
katalis diumpankan ke methanol recovery.Pada proses transesterifikasi I dan II
prinsip kerjanya sama yaitu mencampurkan kalium hidroksida (KOH) dan
metanol (CH3OH) dengan hasil reaksi pada esterifikasi. Proses transesterifikasi ini
melibatkan reaksi antara trigliserida dengan methanol membentuk metil ester.
Adapun perbandingan rasio molar trigliserida dengan methanol adalah 1 : 6 dan
jumlah katalis yang digunakan adalah 1% dari trigliserida (Warta PPKS, 2008).
Kadar KOH yang digunakan untuk reaksi ini adalah 99% (% b) yang biasa dijual
di pasar-pasar bahan kimia. Semakin tinggi kemurnian dari bahan yang digunakan
akan meningkatkan hasil yang dicapai dengan kualitas yang tinggi pula. Hal ini
berhubungan erat dengan kadar air pada reaksi transesterifikasi. Adanya air dalam
reaksi akan mengganggu jalannya reaksi transesterifikasi. Lama reaksi
transesterifikasi adalah 1 jam, suhu 630C dengan yield 98% (Warta PPKS, 2008).
Hasil reaksi transesterifikasi I dimasukkan terlebih dahulu ke sentrifuse sebelum
diumpankan ke reaktor transesterifikasi II. Di sini terjadi lagi pemisahan antara
lapisan atas berupa metil ester, sisa FFA, sisa trigliserida, dan sisa metanol dengan
lapisan bawah yaitu gliserol, air, dan katalis asam maupun basa.
Kemudian proses dilanjutkan ke tahap pencucian biodiesel. Temperatur air
pencucian yang digunakan sekitar 60°C dan jumlah air yang digunakan 30% dari
metil ester yang akan dicuci. Tujuan pencucian itu sendiri adalah agar senyawa
yang tidak diperlukan (sisa gliserol, sisa metanol, dan lain-lain) larut dalam air.
Kemudian hasil pencucian dimasukkan ke dalam centrifuge untuk memisahkan air
dan metal ester berdasarkan berat jenisnya.Selanjutnya adalah proses pengeringan
metil ester dengan menggunakan evaporator yang bertujuan untuk menghilangkan
air yang tercampur di dalam metal ester. Pengeringan dilakukan lebih kurang
selama 15 menit dengan temperature 105°C. Keluaran evaporator didinginkan
untuk disimpan ke dalam tangki penyimpanan biodiesel.
BAB 3
PENUTUP

Teknologi pengolahan limbah kelapa sawit ataupun CPO pada saat ini sudah
bermacam-macam dan memiliki tujuan yang berlainan. Ada teknologi yang
mengharuskan untuk berinvestasi lebih, tetapi akan mendapatkan keuntungan dari
penjualan produk ataupun hasil dari teknologi pengolahan limbah tersebut. Masing-
masing teknologi memiliki kelebihan dan kelemahan. Pengolahan limbah dari
industri kelapa sawit ini dibedakan menjadi 2 jenis yaitu limbah cair dan limbah
padat. Pada pemanfaatan limbah cair industri kelapa sawit pada umumnya
menggunakan sistem proses anaerobik dan aerobik.

Anda mungkin juga menyukai