PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit adalah salah satu komoditi andalan Indonesia yang
perkembangannya demikian pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang
tinggi, produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Secara
umum limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu limbah cair,
padat dan gas. Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses
pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Pada
umumnya, limbah cair industri kelapa sawit mengandung bahan organik yang
tinggi sehingga potensial mencemari air tanah dan badan air. Sedangkan limbah
padat pabrik kelapa sawit dikelompokan menjadi dua yaitu limbah yang berasal
dari proses pengolahan dan yang berasal dari basis pengolahan limbah cair.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga).
Beberapa faktor yang memengaruhi kualitas limbah adalah volume
limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Untuk
mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada
dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui sumber, karakteistik,
pengolahan, pemnafaatan, emisi dan alat yang digunakan pada sludge.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumber Sludge
Kelapa sawit adalah salah satu komoditi andalan Indonesia yang
perkembangannya demikian pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang
tinggi, produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Secara
umum limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu limbah cair,
padat dan gas. Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses
pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Pada
umumnya, limbah cair industri kelapa sawit mengandung bahan organik yang
tinggi sehingga potensial mencemari air tanah dan badan air. Sedangkan limbah
2
padat pabrik kelapa sawit dikelompokan menjadi dua yaitu limbah yang berasal
dari proses pengolahan dan yang berasal dari basis pengolahan limbah cair.
Limbah padat yang berasal dari proses pengolahan berupa Tandan Kosong
Kelapa Sawit (TKKS), cangkang atau tempurung, serabut atau serat, sludge atau
lumpur, dan bungkil. TKKS dan lumpur yang tidak tertangani menyebabkan bau
busuk, tempat bersarangnya serangga lalat dan potensial menghasilkan air lindi
(leachate). Limbah padat yang berasal dari pengolahan limbah cair berupa
lumpur aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan air limbah. (Surya, 2014)
Salah satu hasil olahan kelapa sawit adalah minyak sawit mentah atau
Crude Palm Oil (CPO) saat ini merupakan sumber minyak nabati terbesar di
dunia. Menurut laporan Oil World pada tahun 2011, Minyak kelapa sawit
memberikan andil sekitar 27% atau 46 juta ton terhadap total minyak nabati di
dunia. Produksi minyak nabati berikutnya diikuti oleh soybean, rapeseed dan
sunflower. Sementara itu, sebagai negara dengan paling besar penghasil minyak
kelapa sawit adalah Indonesia. Pabrik kelapa sawit (PKS) yang berjumlah lebih
dari 640 diseluruh Indonesia memproduksi CPO sekitar 23 juta ton atau 46%
dari total produksi CPO di dunia.Kegiatan pengolahan kelapa sawit
menghasilkan produk samping, yaitu limbah yang dapat mencemari lingkungan
apabila tidak dikelola dengan baik. Limbah pabrik kelapa sawit yang berasal dari
proses pengolahan tandan buah sawit segar menghasilkan dua jenis limbah,
dalam bentuk padat dan limbah cair buangan pabrik atau Palm Oil Mill Effluent
(POME). Limbah padat tersebut dihasilkan dari serat, cangkang, tandan kosong
dan pelepah daun. Penumpukan limbah padat terbanyak dihasilkan adalah
tandan kosong, mencapai 20 juta ton pertahunnya. Rerata produksi tandan
kosong kelapa sawit adalah berkisar 20% hingga 35% dari total berat tandan
buah segar yang diproses. Dengan banyak volume limbah padat tandan kosong
kelapa sawit akan menyebabkan timbulnya pencemaran lingkungan. Salah satu
pencemaran yang ditimbulkan adalah pendangkalan di sekitar daerah perairan.
Didalam proses pembuatan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil :
CPO) melalui Tandan Buah Segar (TBS) maka akan dihasilkan berbagai macam
air buangan/limbah. Pada proses pemanasan dan sterilisasi, TBS diolah secara
sterilisasi uap dengan tekanan uap 2.5-3.0 kg/cm2, suhu 135-140C selama 90-
100 menit. Pertama dihasilkan air limbah drain (kondesat) dari setiap proses
memakai sterilizer di proses ini. Pada proses ekstraksi berikutnya, CPO diperas
dengan memasukkan bahan baku ke dalam screw press. Pada proses ini,
adakalanya air yang mengandung minyak merembes keluar dari berbagai
fasilitas. Pada proses purifikasi CPO ditambahkan air pemanas bersuhu 90C,
lalu CPO dimurnikan dengan mengekstrak zat pengotor di dalam CPO ke sisi
lapisan air pemanas. Dari proses ini, kandungan minyak yang ada di dalam air
limbah panas berkisar 1%. Setelah itu, minyak yang telah dikumpulkan melalui
pengutip minyak dikembalikan ke proses purifikasi, dan dikumpulkan sebagai
CPO. Air limbah yang dihasilkan dan proses pemisahan minyak & air masih
mengandung minyak, karena itu selain dan kandungan minyak terpisah
mengapung pada tangki adjusting, kandungan padatan juga akan mengendap. Air
limbah yang kandungan minyaknya telah dipisahkan dialirkan ke proses
pengolahan air limbah.Terdapat beberapa macam air limbah yang dihasilkan di
Pabrik Kelapa Sawit (PKS), antara lain air limbah yang dihasilkan dan proses
pembuatan CPO,air limbah yang mengalir bersama air hujan yang dihasilkan di
lokasi penempatan TBS di dalam pabrik, air limbah yang merembes keluar ke
lantai di dalam pabrik dari fasilitas produksi & pipa dll (termasuk yang
tercampur dengan air hujan), air limbah dan fasilitas utiliti seperti boiler dll, dan
air limbah umum dari kantor dan lainnya. Pada pabrik yang umum, semua air
limbah ini dijadikan dalam satu penampungan lalu diolah(Wahyono, 2008).
Dalam proses pengolahan minyak sawit (CPO) dihasilkan limbah cairan
yang sangat banyak, yaitu sekitar 2,5 m3/ton CPO yang dihasilkan. Limbah ini
mengandung bahan pencemar yang sangat tinggi, yaitu. biochemical oxygen
demand (BOD) sekitar 20.000-60.000 mg/l (Wenten, 2004). Pengurangan bahan
padatan dari cairan ini dilakukan dengan menggunakan suatu alat decanter, yang
menghasilkan solid decanter atau lumpur sawit. Bahan padatan ini berbentuk
seperti lumpur, dengan kandungan air sekitar 75%, protein kasar 11,14% dan
lemak kasar 10,14%. Kandungan air yang cukup tinggi, menyebabkan bahan ini
mudah busuk. Apabila dibiarkan di lapangan bebas dalam waktu sekitar 2 hari,
bahan ini terlihat ditumbuhi oleh jamur yang berwarna kekuningan. Apabila
dikeringkan, lumpur sawit berwarna kecoklatan dan terasa sangat kasar dan
keras.
Limbah cairan yang dikeluarkan setelah pengutipan lumpur sawit, masih
mengandung bahan padatan yang cukup banyak. Oleh karena, itu, bahan ini
merupakan sumber kontaminan bagi lingkungan bila tidak dikelola dengan baik.
Suatu metoda baru untuk memisahkan padatan dan cahun~ dengan
menggunakan alat penyaring membran keramik sedang dikembangkan di P.T.
Agricinal-Bengkulu. Aplikasi teknik ini dapat mengutip padatan dengan jumlah
sekitar dua kali lipat lebih banyak dari padatan yang dikutip oleh decanter.
Bahan ini disebut solid heavy phase atau solid membran, berbentuk pasta
dengan kadar air sekitar 90%, dan berwarna. kecoklatan. Bahan yang sudah
dikeringkan mengandung protein kasar sekitar 9 %, serat kasar 16% dan lemak
kasar 15% (Rahardjo, 2009).
2.2 Karakteristik Sludge
Lumpur aktif (activated sludge) adalah suatu gabungan flok (massa) yang
mengandung beberapa mikroba yang heterogen yang terdiri dari berbagai
bakteri, yeast, jamur dan protozoa, dan juga organic matter serta slime
material. Umumnya lumpur aktif mempunyai komposisi 70% - 90% bahan
organik dan 10% bahan anorganik. Struktur flok lumpur aktif cenderung
bermuatan negatif sebagai hasil interaksi kimia-fisika antara mikroorganisme
(khususnya bakteri), partikel organik (oksida silikat, fosfat, besi), polimer
eksoseluler dan berbagai kation. Proses ini pada dasarnya merupakan
pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2, H2O,
NH4 dan sel biomassa baru. Proses ini menggunakan udara yang disalurkan
melalui pompa blower atau melalui aerase mekanik. Sel mikroba membentuk
flok yang membentuk flok yang akan mengendap di tangki pengendapan
Parameter yang menggambarkan karakteristik limbah terdiri dari sifat
fisik, kimia, dan biologi.Karakteristik limbah berdasarkan sifat fisik meliputi
suhu, kekeruhan, bau, dan rasa, berdasarkan sifat kimia meliputi kandungan
bahan organik, protein, BOD, COD, sedangkan berdasarkan sifat biologi
meliputi kandungan bakteri patogen dalam air limbah (Sari,dkk.,2013).
5
BAB III
PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SLUDGE PADA LIMBAH
KELAPA SAWIT
3.1 Pengolahan Sludge
Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri yang berkembang
pesat pada dua dekade terakhir dan diproyeksikan masih akan tetap menjadi
salah satu primadona dalam sub sektor perkebunan pada masa mendatang.
Meskipun pertumbuhan kelapa sawit Indonesia cukup pesat, namun daya saing
komoditas (competitive advantages) kelapa sawit (CPO) di pasar internasional
masih lemah. Salah satu strategi kunci yang diyakini mampu meningkatkan daya
saing adalah dengan perbaikan teknologi, baik pada tingkat onfarm maupun
offfarm, termasuk juga yangberkaitan dengan pengelolaan Iimbah.
Dari setiap produk limbah cangkang sawit, 12 persennya bisa menjadi
pakan ternak (sapi), dan sisanya setelah diproses bisa dijadikan kompos untuk
pemupukan tanaman sawit. Sedangkan untuk pembuatan kompos sebagai
sumber pupuk, dengan cara memanfaatkan limbah bungkil sawit ditambah
kotoran sapi (Hidayanto ,2007)
Flotation
Proses flotation yang digunakan untuk mengolah limbah yang berupa
lumpur memiliki prinsip seperti proses flotation untuk penyisihan minyak.
2. Stabilization
Stabilisasi lumpur bertujuan untuk menghindari terjadinya pembusukan
lumpur, mencegah bau yang mengganggu, serta untuk mengurangi
konsentrasi materi volatil dan kandungan patogen di dalam lumpur. Metodemetode stabilization:
a. Digestion
Sesuai dengan namanya, digestion (kita asosiasikan dengan proses
pencernaan), proses yang satu ini melibatkan aktivitas mikrobiologi.
Mikroorganisme di dalam reaktor akan bekerja memakan zat-zat organik
yang berada di dalam sludge untuk menghindari/mengurangi proses
dekomposisi zat organik setelah lumpur keluar dari instalasi pengolahan.
Jenis organisme yang terlibat dapat berasal dari kelompok aerob (prosesnya
disebut aerobic digestion) atau anaerob (anaerobic digestion). Untuk lebih
jelasnya mengenai perbedaan proses aerob dan anaerob.
b. Thermal stabilization
Stabilisasi lumpur dengan proses termal dimaksudkan untuk melepaskan air
yang terikat pada lumpur melalui proses pemanasan dalam waktu yang
singkat.
c. Chemical stabilization
Kalau yang satu ini jelas-jelas menggunakan bahan kimia untuk proses
stabilisasi lumpur. Zat kimia yang digunakan untuk proses stabilisasi antara
lain klorin dan kapur (kalsium hidroksida).
d. Anaerobic Digestion
Anaerobic digestion (AD) adalah serangkaian proses biologis di mana
mikroorganisme memecah bahan biodegradable dalam ketiadaan oksigen.
Hampir semua bahan organik dapat diproses dengan AD seperti sisa
makanan, limbah industri, limbah rumah tangga, kotoran hewan, termasuk
limbah kertas dan karton (limbah yang mempunyai kemampuan rendah untuk
asam asetat.
Methanogenesis: dimana metana, CO2, dan air diproduksi oleh bakteri
metanogen. Tingkat pH harus dijaga antara 5,5-8,5 dan suhu antara
30-60oC.
(Banjade, 2008)
e. Aerobic Digestion
Aerobic digestion merupakan oksidasi bahan biodegradable oleh
mikroorganisme aerobik menghasilkan pengurangan keseluruhan massa
10
lumpur dan massa sel yang stabil dalam jumlah terbatas. Dalam aerobik
digestion, bahan biodegradable dihidrolisis menjadi bahan organik terlarut
dengan mereduksi (melepaskan) aminia dan fosfat. Bahan organik terlarut
yang dihasilkan kemudian diubah menjadi air, karbon dioksida dan
biomassa aktif melalui aksi bakteri heterotofik. Proses aerobic digestion
tidak mempengaruhi bahan orhanik non-degradble dalam lumpur. Adanya
populasi mikroorganisme yang heterogen dalam digester aerobik dapat
menghasilkan satu ekosistem yang kompleks, dimana satu spesies mikroba
dapat berfungsi sebagai sumber makanan untuk spesies mikroba lain
dalam populasi. Jadi, materi degredable dalam lumpur akan berkurang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dari aerobik digestion ini
adalah waktu proses, suhu. pH, pencampuran, jenis padatan, dan
konfigurasi biosolid. Dalam aerobic digestion, dua proses yang dapat
terjadi adalah amonifikasi dan nitrifikasi (Banjade, 2008).
3.
Conditioning
Proses
sludge
conditioning
bertujuan
untuk
meningkatkan
bahan
kimia
digunakan
untuk
meningkatkan
laju
11
2. second
stage:
proses
penguapan
air
(evaporation)
sehingga
Incineration
13
merupakan
alternatif
yang
menarik
dalam
metode
pengurangan limbah.
c.
14
kelapa sawit (LCKS). Dengan memakai kompos dari EM4, produksi tandan
buah segar (TBS) berpotensi meningkat sampai 20%.
Effective Microorganisms 4 (EM4) merupakan kultur campuran dari
mikroorganisme yang menguntungkan berasal dari alam Indonesia. Terdiri
dari
bakteri
asam
laktat
(Lactobacillus
Spp)
bakteri
fotosintetik
2. Pakan Ternak
Lumpur sawit kering mengandung zat gizi yang hampir sama dengan
dedak, akan tetapi bahan ini mengandung serat yang cukup tinggi. Berbagai
peneliti sudah melaporkan kandungan gizi lumpur sawit yang sangat
bervariasi. Besarnya variasi ini mungkin tergantung pada banyak hal,
termasuk pada perbedaan proses pemisahannya dari minyak sawit. Tingginya
kadar serat kasar (11,532,69%) dan kadar abu (925%) dalam lumpur sawit,
disamping ketersediaan asam amino yang rendah, menjadi faktor pembatas
dalam pemanfatannya untuk bahan pakan ternak monogastrik (Sinurat, 2003).
15
16
17
BAB IV
ALAT-ALAT UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH KELAPA SAWIT
Sludge Tank
Spesifikasi :
Konstruksi tangki berbentuk silinder vertikal dengan ujung bawah berbentuk
kerucut (botom conical) yang dilengkapi dengan steam injector dan
thermometer. Terbuat dari mild steel plate tebal 6 mm dengan kapasitas > 25
m3. Dilengkapi dengan pengaduk (stirrer) yang digerakkan oleh gear motor 1
KW dan putaran 10 rpm dengan kapasitas umum tangki 10 ton.
18
Cara Kerja
Sludge dari underflow CST masuk ke dalam tangki, selanjutnya sludge tersebut
akan dikirim ke sludge centrifuge. Sludge yang berada dalam sludge tank mendapat
pemanasan dengan menggunakan pipa uap tertutup agar minyak tidak guncang,
karena pemanasan yang tinggi akan dapat memisahkan minyak yang terikat dengan
lumpur, oleh karena itu suhu dalam sludge tank dipertahankan 90 100 C.
Untuk mempercepat pemecahan gumpalan minyak dengan sludge dapat
dilengkapi dengan alat stirrer dengan cacatan tidak boleh terjadi pembentukan emulsi
kembali, oleh karena itu kecepatan putar alat stirrer maksimum 10 rpm. Lempeng
pengaduk berada diatas pipa coil pemanas, sehingga tidak mengganggu lapisan
sludge di bagian cone bawah.
Pipa masuk sludge dari CST berada disamping tangki bagian tengah dengan
maksud agar dalam tangki tidak terjadi guncangan yang berakibat pada pembentukan
emulsi. Lumpur yang terdapat dibagian bawah tangki harus dibuang setiap selang
waktu tertentu, dengan tujuan agar pasir tidak terikut kedalam sludge separator
( Damanik, 2012).
19
Air keluar dari lumpur dengan cara dijepit di antara dua belt atau
wire sambil ditekan oleh rol secara bertahap di daerah pressing zone,
dengan tekanan meningkat sejalan dengan mengecilnya rol. Pada saat
dijepit, air diperas ke luar sampai akhir daerah bertekanan, yang
selanjutnya memasuki daerah pengelupasan lumpur dari belt atau wire
(share zone). Sebelum difungsikan kembali di daerah pengeluaran air, belt
atau wire perlu dicuci dahulu. Umumnya kadar padatan kering yang bisa
dicapai antara 30-40% atau kandungan air 60-70%, untuk lumpur kimiafisika dan 22-30% atau kandungan air 70-78%, untuk lumpur biologi.
Pengkondisian lumpur dengan menambahkan polimer perlu dilakukan
untuk mempercepat dan mempermudah pengeluaran air.
Alat pengering lumpur dirancang untuk beban 150-300 kg padatan
kering/m lebar wire per jam untuk lumpur yang sulit dipisahkan airnya,
sedangkan untuk lumpur yang mudah dipisahkan airnya 250-500 kg
padatan kering/m lebar wire/jam. Belt penjepit baik bagian atas maupun
bawah, setelah melepaskan lumpur, perlu dicuci, sebelum difungsikan
kembali di daerah pengeluaran air. Kelebihan alat ini adalah kapasitas olah
yang besar dan kandungan padatan kering yang relatif tinggi. Kelemahan
yaitu membutuhkan biaya operasional yang relatif tinggi karena
penggunaan bahan kimia polielektrolit yang tinggi dan kebutuhan energi
listrik yang besar. Disamping itu maintenance membutuhkan biaya yang
lebih tinggi dan operasional lebih sulit karena permasalahan di belt/wire
dan tracking sistem (alat pengarah belt/wire).
B. Filter Press
Prinsip kerja sistem ini adalah memberi tekanan pada lumpur yang
berada di antara lempengan-lempengan filter (filter plate). Tekanan diberikan
melalui gaya hidrolik di kedua sisi lempengan. Filter ini tersusun dari plate and
frame filter berjumlah banyak, dimana bagian dalam dari frame tersebut
ditarik oleh filter kain yang bersambungan. Setelah frame terkunci karena
tekanan hidrolik atau tekanan tangan, lumpur akan tertekan masuk dari tabung
suplai ke dalam ruang filtrasi. Air yang tersaring karena tekanan itu akan jatuh
dari frame, lumpur akan mengental karena kehilangan air dan tersiasa di bagian
20
21
kecepatan pengurangan air tinggi, tetapi jika bahan penyaring (pasir) tersumbat
maka proses pengurangan air hanya tergantung kecepatan penguapan.
Kecepatan pengurangan air pada bak pengering lumpur seperti ini bergantung
pada penguapan dan penyaringan, dan akan sangat dipengaruhi oleh kondisi
cuaca seperti suhu, kelembaban, kecepatan angin, sinar matahari, hujan,
ketebalan lapisan lumpur, kadar air, sifat lumpur yang masuk dan struktur
kolam pengeringan. Waktu pengeringan biasanya antara 3-5 hari. Kelebihan
sistem ini adalah pengoperasian yang sangat sederhana dan mudah, biaya
operasional relatif rendah dan hasil olahan lumpur bisa kering atau kandungan
padatan yang tinggi. Kelemahan sistem ini adalah membutuhkan lahan yang
luas dan sangat tergantung cuaca.
D. Screw Press
Screw press seperti terlihat di Gambar 9.10 menghasilkan lumpur kering
(cake) dengan kadar padatan kering 30 70% atau kandungan air 30-70%.
Apabila lumpur yang akan diolah berasal dari campuran lumpur kimia-fisika
dengan lumpur biologi, maka perlu ditambahkan koagulan polimer atau
polielektrolit (PE), sebaliknya apabila hanya berasal dari lumpur kimia-fisika
tanpa penambahan koagulan polimer atau polielektrolit (PE), dengan
pemakaian umumnya sekitar 1-2 ppm. Besarnya tekanan yang dihasilkan
tergantung dari pengaturan perbedaan jarak antara puncak ulir tekan sepanjang
poros dengan kekuatan tekan flange penahan yang ditentukan oleh kondisi dan
jumlah pegas yang digunakan Alat screw press sangat hemat energi.
Penggunaan alat screw press makin banyak diterapkan di industri khususnya
industri pulp dan kertas.
E. Centrifugal
Pada prinsipnya alat ini memisahkan padatan dalam lumpur dari cairan
melalui proses sedimentasi dan sentrifugasi. Adabeberapa tipe sentrifugasi
tetapi yang umum digunakan adalah tabung horizontal berbentuk kerucutsilindris yang di dalamnya dilengkapi juga dengan screw conveyor yang dapat
berputar.Kecepatan putaran conveyor ini sedikit lebih lambat dibandingkan
dengan putaran tabung horizontal. Lumpur masuk melalui suatu tabung yang
22
tak bergerak terletak sepanjang garis pusat tabung, kemudian didorong keluar
oleh conveyor dan didistribusikan ke bagian sisi tabung. Lumpur mengendap
dan dipadatkan oleh adanya kekuatan centrifugasi, kemudian dibawa oleh
conveyor ke daerah pengeringan dalam tabung di bagian yang runcing,
cairannya yang telah terpisah dikeluarkan di bagian yang lainnya. Pada sistem
ini padatan kering mencapai sampai 50% atau kandungan air 50%.
Pengkondisian lumpur dengan menambahkan koagulan polimer adalah untuk
mempercepat dan mempermudah pengeluaran air. Pemakaian koagulan polimer
antara 2 6 kg/ton padatan lumpur kering. Biaya investasi dan operasi alat
sentrifugal mahal, karena diperlukan bahan kimia pengkondisi dan konsumsi
energi listrik yang tinggi. Biaya pemeliharaannya juga tinggi jika dibandingkan
dengan alat yang lain.
F. Rotary Drum Vacuum Filter
Penyaringan terjadi pada permukaan drum yang berputar. Drum berputar
ini dibagi dalam beberapa bagian yang masing masing berada di bawah
tekanan vakum. Sekitar 20 40% bagian drum akan terendam lumpur dan
mengambil zat padat membentuk padatan lumpur yang menempel di
permukaan karena diserap pompa vakum. Sebelum bagian drum dengan
padatan lumpur yang menempel terendam kembali, padatan tersebut akan
terlepas setelah dicuci. Lumpur kimia-fisika dapat dikeluarkan airnya sampai
mencapai padatan kering sebesar 7-9% atau kandungan air 91-93% tanpa perlu
dikondisikan dahulu dengan bahan kimia.
Lumpur biologi mencapai padatan kering sebesar 4-9% atau kandungan
air 91-96%, sedangkan lumpur campuran mencapai padatan kering sebesar 59% atau kandungan air 91-95%. Beban lumpur kimia fisika umumnya 30 kg
padatan kering /m2 jam, sedangkan untuk lumpur biologi atau lumpur
campuran bebannya lebih kecil yaitu 10 -20 kg padatan kering/m 2jam dengan
hasil padatan kering sekitar 15% dan sebelumnya perlu dikondisikan terlebih
dahulu. Kelebihan dari cara ini adalah kapasitas pengolahan yang besar.
Kelemahannya adalah pencapaian padatan kering yang masih rendah dan alat
ini lebih cocok digunakan untuk lumpur yang berserat ( Firdaus, 2012 ).
23
BAB V
EMISI /PEMBUANGAN LIMBAH KELAPA SAWIT
24
Limbah Cair
25
(USAID, 2009)
5.1.2
Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan dari proses adalah serabut fibre, tandan kosong,
lumpur sellulosa dari kolam limbah. Jumlah bahan padat ini sangat besar apabila
tidak ditangangi secara langsung dan terencana. Untuk penanganan limbah serabut
(fiber) kita dapat mengkonversikan kayu bakar sebagai bahan bakar pembangkit
steem dengan bahan serabut (fiber) ini dengan menggunakan boiler yang berbahan
bakar padat. Secara langsung kita akan mengurangi pengeluaran terhadap pembelian
bahan bakar kayu bakar. Secara tidak langsung kita akan mengurangi
penebanganpenebangan liar terhadap hutan yang sangat memberikan efek langsung
terhadap kondisi lingkungan seperti dapat mengakibatkan kerusakan hutan, banjir,
tanah longsor dsb. Dengan pabrik kelapa sawit mini yang berbahan baku buah
berondolan ini kita tidak akan mendapatkan tandan kosong dalam jumlah besar, dan
tandan buah koson ini juga akan kita gunakan sebagai konversi pengganti kayu pada
26
pembakaran batu bata di tempat-tempat pembuatan batu bata (seperti yang telah
dilakukan petani batu bata diadaerah sumatera utara kabupaten deli serdang lubuk
pakam). Dengan bahan baku ini juga tidak akan merangsang untuk perluasan areal
perkebunan dengan konversi hutan, karena bahan baku ini adalah sampingan dari
bahan baku industri pabrik kelapa sawit sekala besar yang tidak begitu
dimanfaatkan. Lumpur sellulosa yang telah terdegradasi dalam kolam limbah akan
menyebabkan pendangkalan kolam limbah sehingga harus secara berkala dilakukan
penggalian kembali. Lumpur ini apabila telah kering sangat berguna untuk
kesuburan tanah mengandung unsur Kalium yang akan dapat mengurangi pemakaian
pupuk kimia (organik) yang mengandung unsur tersebut. Apabila kita telah
melakukan dengan benar terhadap penanganan limbah ini secara baik maka efek
langsung maupun tidak langsung ini tidak akan terjadi dengan adanya pembangunan
pabrik kelapa sawit mini ini.
(USAID, 2009)
27
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Sumber limbah (sludge) kelapa sawit berupa limbah cair berasal dari
unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan
dari hidrosiklon sedangkan limbah padat limbah berasal dari proses
pengolahan dan dari basis pengolahan limbah cair.
2. Karakteristik sludge kelapa sawit berdasarkan sifat fisik meliputi suhu,
kekeruhan, bau, dan rasa, berdasarkan sifat kimia meliputi kandungan
bahan organik, protein, BOD, COD, sedangkan berdasarkan sifat
biologi meliputi kandungan bakteri patogen dalam air limbah
3. Pengolahan sludge kelapa sawit dapat dilakukan dengan thickening,
stabilization,conditioning, dewatering dan disposal.
4. Pemanfaatan sludge kelapa sawit adalah kompos, pakan ternak dan
media tumbuh jamur
5. Alat-alat yang digunakan untuk mengolah sludge kelapa sawit adalah
sludge tank,belt press, filter press,drying bed, screw press,
centrifugal, rotary drum vacuum filter dan tangki aerasi .
6. Emisi/ buangan dari limbah kelapa sawit dapat berasal dari sisa proses
pengolahan limbah yang dapat berupa limbah padat dan limbah cair.
6.2 Saran
Dalam proses pengolahan sludge ada lebih baik diperhatikan terlebih dahulu
sumber dan karakteristik limbah. Setelah diketahui diamati proses pengolahan
yang cocok untuk memperoleh produk yang bermanfaat. Dan juga diperhatikan
jenis-jenis alat yang cocok dalam proses pengolahan. Ada baiknya emisi yang
diperoleh dapat diolah lebih lanjut menjadi produk yang dapat bermanfaat.
28
DAFTAR PUSTAKA
Banjade, Sarita. 2008. Anaerobic / Aerobic Digestion for Enhanced Solids and
Nitrogen
Removal.
Environmental
Engineering.
Blacksburg:
Virginia
29
Sinurat, Arnold P. 2003. Pemanfaatan Lumpur Sawit untuk Bahan Pakan Unggas.
WARTAZOA Vol. 13 No. 2 Th. 2003.
Sukarman, S. 2015. Hasil Jamur Tiram Putih (Pleorotus Ostreatus Jacq.)
Menggunakan Media Serbuk Gergaji Dengan Penambahan Ampas Tebu Dan
Sludge Kelapa Sawit Pada KonsentrasiYang Berbeda. Pekanbaru: Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.
Wahyono, Sri., Firman L Sahwandan dan Feddy Suryanto. 2008. Tinjauan Terhadap
Perkembangan Penelitian Pengolahan Limbah Padat Pabrik Kelapa Sawit.
Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan : Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi. Jakarta.
Wicaksono, Andri Budi. 2012. Pemanfaatan Limbah Lumpur Water Treatment Plant
Pt. Krakatau Tirta Industri Sebagai Bahan Baku Kompos. Bogor : Insitut
Pertanian Bogor.
30