Anda di halaman 1dari 8

PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA BIOLOGI

DENGAN SISTEM LUMPUR AKTIF (ACTIVATED SLUDGE)

I. Umum
Banyaknya jumlah industri dan peningkatan jumlah penduduk di kota-kota besar
akan membawa dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya, yaitu limbah yang dihasilkan
dari aktifitas industri dan masyarakat setempat. Dengan demikian akan semakin banyak
masalah pencemaran yang sulit ditanggulangi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah
limbah cair yang masuk ke badan air. Apabila air limbah tersebut tidak diolah lebih dahulu
maka akan menimbulkan efek negatif bagi kesehatan manusia, kehidupan biotik, estetika
maupun terhadap pencemaran lingkungan. Adapun efek samping dari limbah tersebut dapat
berupa:

1. Membahayakan kesehatan manusia karena dapat merupakan pembawa suatu penyakit


(sebagai Vehicle).
2. Merugikan segi ekonomi karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda/bangunan
maupun tanam-tanaman dan peternakan.
3. Dapat merusak atau membunuh kehidupan yang ada di dalam air seperti ikan dan
binatang lainnya.
4. Dapat merusak keindahan (estetika), karena bau busuk dan pemandangan yang tidak
sedap dipandang terutama di daerah hilir sungai yang merupakan daerah rekreasi.

Dengan adanya permasalahan tersebut maka diperlukan suatu teknologi


pengolahan air limbah tersebut. Di dalam proses pengolahan air limbah khususnya yang
mengandung polutan senyawa organik, teknologi yang digunakan sebagian besar
menggunakan aktifitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik tersebut.
Proses pengolahan air limbah dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme tersebut
dikenal dengan proses biologi. Pengolahan limbah cair dengan proses biologi umumnya
digunakan untuk menghilangkan bahan–bahan organik terlarut, nutrien dan padatan
susah mengendap yang membutuhkan biaya cukup mahal untuk menghilangkannya
apabila dilakukan secara fisika–kimia. Proses pengolahan air limbah secara biologi
tersebut dapat dilakukan pada kondisi aerobik, anaerobik atau kombinasi anaerogik dan
aerobik. Terdapat bermacam - macam unit pengolahan limbah cair secara biologi yang
telah dikembangkan
Proses lumpur aktif (activated sludge) adalah suatu cara pengolahan air limbah
secara biologis. Proses lumpur aktif pertama kali dikembangkan di Inggris pada tahun 1914
oleh Ardern dan Locket. Proses lumpur aktif ini terdiri dari dua tangki yaitu tangki/bak
aerasi dimana terjadi reaksi penguraian zat organik secara biokimia oleh mikroorganisme
dalam keadaan cukup oksigen dan bak pemisah/pengendap biosolid yaitu tempat biosolid
(lumpur aktif) dipisahkan dari cairan untuk dikembalikan ke bak aerasi dan kelebihan
biosolidnya dibuang.

Pelatihan Pengolahan Air Limbah Industri 1


Lembaga Pengkajian Teknologi Lingkungan (LPTL) Semarang - PT. Pacific Indopalm Industries
Dumai, 8-10 Desember 2011
Proses lumpur aktif memiliki empat karakteristik dasar, yaitu (Eckenfelder, 2000) :

1. Memanfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan materi organik dalam


flok-lumpur aktif yang terdapat dalam bak aerasi
2. Pemisahan antara efluen olahan air buangan dengan lumpur aktif mikroorganisme
dilakukan dengan sedimentasi.
3. Lumpur sedimentasi sebagian akan dibuang dan sebagian lagi akan dikembalikan ke
tangki aerasi
4. Proses akan banyak dipengaruhi oleh waktu tinggal mikro organisme dalam reaktor
atau yang dikenal sebagai MCRT (Mean Cell Residence Time), tipikalnya selama 5
– 15 hari.

Proses ini dinamakan lumpur aktif karena lumpur yang mengendap merupakan massa
mikroorganisme aktif yang dikembalikan ke dalam reaktor untuk menjaga agar konsentrasi
biomassa tetap sehingga proses oksidasi dapat berjalan dengan optimal. Proses lumpur aktif
secara skematis dapat dilihat pada gambar 1

Primary Effluent Effluent


(Qo,So,X,) Qo+Qr,X,S (Q-Qw,Xe,S)

Secondary clarifier
Reac tor
(V,X,S)

Sludge return
(Qr,Xu)

Sludge Waste Sludge underflow


(Qw,Xu) (Qu,Xu)

Gambar 1: Diagram Proses Lumpur Aktif

Dalam sistem lumpur aktif, air limbah masuk ke dalam bak aerasi yang berisi
mikroorganisme dimana dilakukan aerasi secara terus menerus untuk memenuhi kebutuhan
oksigen. Di dalam bak aerasi ini terjadi penguraian zat organik yang terkandung dalam air
buangan secara biokimia oleh mikroba menjadi gas CO2 dan sel baru. Selanjutnya air akan
dialirkan menuju ke secondary clarifier (bak pengendap II) dimana flok-flok berisi
mikroorganisme akan dipisahkan dari efluen air buangan yang telah diolah dengan cara
sedimentasi. Efluen air buangan yang telah diolah akan dialirkan ke badan air penerima atau
ke proses pengolahan selanjutnya (jika ada). Flok (lumpur) yang mengendap ini sebagian
akan dikembalikan ke bak aerasi (resirkulasi) dan sisanya akan diolah pada pengolahan
lumpur.

Pelatihan Pengolahan Air Limbah Industri 2


Lembaga Pengkajian Teknologi Lingkungan (LPTL) Semarang - PT. Pacific Indopalm Industries
Dumai, 8-10 Desember 2011
Reaktor lumpur aktif umumnya berupa tangki terbuka dengan kedalaman sekitar 4,5
meter. Konstruksinya terbuat dari beton dengan dinding samping yang vertikal. Udara
dialirkan dengan tujuan untuk menyampurkan dan mensirkulasikan seluruh isi bak. Selain
itu, udara yang dialirkan juga berfungsi sebagai suplai oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme. Penyaluran udara biasa dilakukan dengan fine bubble diffusers atau juga
dengan mekanikal aerator. Terkadang udara yang dialirkan merupakaan oksigen murni, hal
ini dimaksudkan untuk memaksimalkan proses yang terjadi.

2. Kelebihan dan Kekurangan


Kelebihan dari proses lumpur aktif yaitu hasil olahan yang berkualitas baik dengan
biaya pengolahan yang sesuai dengan apa yang dihasilkan. Efluen yang dihasilkan juga
relatif bebas dari suspended solids. Selain itu Activated Sludge memiliki mekanisme yang
controlable, karena dengan menyesuaikan konsentrasi mikroorganisme, operator dapat
mengatur MCRT untuk kualitas efluen air buangan yang diinginkan. Activated Sludge
memiliki kemampuan untuk megadaptasikan diri pada kondisi influen air buangan yang
melonjak secara tiba-tiba walaupun memang kondisi yang lebih optimal akan dicapai pada
kondisi influen yang lebih konstan dan teratur. Pengolahan dengan proses lumpur aktif ini
mempunyai kemampuan menguraikan senyawa organik karbon, nitrogen dan pospor.
Kekurangan yang mungkin dimiliki oleh Activated Sludge yaitu mekanisme
kontrolingnya dan prosesnya yang kompleks sehingga memerlukan ketelitian lebih untuk
agar dapat beroperasi dengan baik, karena itulah diperlukan tenaga ahli yang berkualitas
untuk menjadi operator pada pengoperasian Activated Sludge ini. Kemudian jika
dibandingkan dengan proses biologis lainnya kapital dan operasional cost dari activated
Sludge merupakan salah satu yang tertinggi.

3. Aerasi dan Pengadukan


Pada proses lumpur aktif pengadukan mempunyai peran yang sangat penting karena
dengan pengadukan tersebut akan terjadi percampurkan yang intensif antara substrat,
mikroorganisme dan oksigen dan juga pembentukan bioflok. Metode untuk mengkontakkan
udara dengan air limbah dapat dilakukan dengan aerasi yaitu memasukan udara atau
oksigen murni dari dasar reaktor dengan menggunakan diffuser. Dengan aerasi tersebut
maka sekaligus terjadi pengadukan.

Pelatihan Pengolahan Air Limbah Industri 3


Lembaga Pengkajian Teknologi Lingkungan (LPTL) Semarang - PT. Pacific Indopalm Industries
Dumai, 8-10 Desember 2011
partikel dalam air limbah
polimer

partikel flok yang dibentuk oleh


penghubung partikel

adsorpsi karena
pengadukan cepat pembentukan flok karena
pengadukan rendah

Gambar 2. Pembentukan Flok oleh Polimer

Pengadukan pada lumpur aktif bertujuan untuk membentuk flok biomassa berukuran
lebih besar dan mempunyai berat sehingga lebih mudah diendapkan. Pengadukan
dibutuhkan untuk mencampur organisme, oksigen dan nutrien.
Gradien kecepatan dapat dihitung dengan rumus berikut ini (Eckenfelder, 2000):

P
G
V

dimana P adalah tenaga yang diperlukan (watt) yang rumusya:

k n3 D 3
P
g

Dimana V : Volume tangki aerasi, m3


 : viskositas, N detik/m2
k : konstanta impeller
 : Berat jenis cairan, N/m3
n : Banyaknya putaran, rps
D : diameter impeller, m
g : grafitasi, m/s2

Pelatihan Pengolahan Air Limbah Industri 4


Lembaga Pengkajian Teknologi Lingkungan (LPTL) Semarang - PT. Pacific Indopalm Industries
Dumai, 8-10 Desember 2011
4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Lumpur Aktif
Dalam mendesain proses lumpur aktif, pertimbangan yang harus dilakukan adalah
kriteria beban, produksi lumpur, nutrien yang dibutuhkan, kebutuhan oksigen, kondisi
lingkungan, serta pemisahan padatan–cairan (Benefield dan Randall, 1980).

a) Kriteria Beban
Ada dua hal yang biasanya dijadikan parameter dalam menentukan kriteria beban
yaitu perbandingan makanan dan mikroorganisme (food to mass ratio, F/M) dan umur
lumpur (mean cell-residence time, c). Rasio F/M biasa digunakan sebagai kriteria
desain untuk beban organik dan didefinisikan sebagai beban substrat yang digunakan
per unit biomass di dalam tangki aerasi per satuan waktu. Hanya biomass di dalam
tangki aerasi yang digunakan untuk menghitung rasio F/M karena diasumsikan bahwa
penggunaan substrat hanya terjadi di dalam tangki aerasi. Rasio F/M berkisar 0,3 – 0,6
kg COD/kg MLSS per Hari. Rasio F/M dinyatakan dengan rumus:

F Q.So

M V .X

Keterangan :
F/M = rasio makanan dan mikroorganisme kg COD/kg MLSS.hari
Q = debit air limbah ( m3/ hari )
So = konsentrasi BOD atau COD influen (mg/L)
V = volume tangki aerasi (m3)
X = konsentrasi lumpur di tangki aerasi (mg/L)

b) Kondisi Lingkungan
Lingkungan fisik dapat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan mikroorganisme.
Untuk mendapatkan efisiensi pengolahan yang optimum, dalam pengolahan biologis
harus tersedia kondisi lingkungan yang tepat. Faktor lingkungan yang sangat
berpengaruh diantaranya adalah temperatur dan pH.
1. Pengaruh Temperatur
Variasi temperatur akan mempengaruhi proses biologis secara keseluruhan.
Temperatur digolongkan menjadi 3 (tiga) yaitu mesofilik 4 – 39 oC, termofilik
40 – 55 oC dan psikofilik yang dioperasikan pada suhu dibawah 4 oC.
Kebanyakan proses lumpur aktif dioperasikan pada range mesofilik
(Eckenfelder, 2000). Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimia,
dan laju reaksi dipengaruhi oleh temperatur. Pengaruh temperatur terhadap
pertumbuhan mikroba dapat dilihat pada gambar 3.

Pelatihan Pengolahan Air Limbah Industri 5


Lembaga Pengkajian Teknologi Lingkungan (LPTL) Semarang - PT. Pacific Indopalm Industries
Dumai, 8-10 Desember 2011
Laju
Pertumbuhan

Temperatur
Optimum

Temperatur

Gambar 3. Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Pertumbuhan Mikroba

Grafik diatas menggambarkan bahwa pada temperatur rendah pertumbuhan


terhambat. Pertumbuhan akan terjadi dan semakin meningkat sejalan dengan
kenaikan temperatur sampai pada titik maksimum. Temperatur yang sesuai pada
titik ini dinamakan temperatur optimum. Setelah melewati titik ini, peningkatan
temperatur mengakibatkan denaturasi pada komponen sel yang sensitif terhadap
panas seperti enzim dan laju pertumbuhan akan turun dengan cepat.
2. Pengaruh pH
Untuk sebagian besar bakteri, aktivitas enzim dipengaruhi oleh pH larutan dan
aktivitas akan mencapai maksimum pada pH 6,5 – 8,5. Mikroorganisme akan
tumbuh baik ketika kondisi lingkungan dalam keadaan optimum.

5. Pemisahan Padatan – Cairan


Sistem lumpur aktif dapat berjalan dengan efisien jika di dalam secondary clarifier
terjadi pemisahan padatan biologis dengan cairan secara efektif. Ini merupakan proses
dimana padatan lumpur aktif dipisahkan dari airnya. Tujuan dari pengendapan ini adalah
menghasilkan efluen dengan suspended solid yang rendah dan lumpur recycle yang kental.
Cara untuk mengamati kemampuan pengendapan lumpur adalah menggunakan Indeks
Volume Lumpur (Sludge Volume Index = SVI). Caranya adalah sebagai berikut: 1 liter
campuran lumpur dan air limbah (mixed liquor) dari bak aerasi dimasukkan dalam silinder
kerucut volume 1 liter dan dibiarkan mengendap selama 30 menit, volume lumpur dicatat.
SVI menunjukkan volume yang ditempati 1 gram lumpur. Nilai SVI yang baik adalah
kurang dari 100 mL/g. SVI dapat dihitung dengan persamaan berikut:

SV30 x1000
SVI 
MLSS

Keterangan :
SVI : Indeks volume lumpur (mL/g)
SV30 : Volume endapan lumpur setelah 30 menit pengendapan (mL)
MLSS : Konsentrasi MLSS (Mixed liquor suspended solid) (mg/L)

Pelatihan Pengolahan Air Limbah Industri 6


Lembaga Pengkajian Teknologi Lingkungan (LPTL) Semarang - PT. Pacific Indopalm Industries
Dumai, 8-10 Desember 2011
6. Masalah Yang Sering Terjadi Pada Pengolahan Lumpur Aktif
Masalah yang sering terjadi pada proses pengolahan air limbah dengan sistem
lumpur aktif adalah sludge bulking. Masalah lain adalah:

1. Pertumbuhan Terdispersi (Dispersed Growth)


Disebabkan karena mikroorganisme yang ada di dalam sistem lumpur aktif tidak
membentuk flok yang cukup besar melainkan terdispersi menjadi flok yang sangat kecil
atau merupakan sel tunggal sehingga sulit mengendap. Hal ini menyebabkan efluen
menjadi keruh.

2. Slime (Jelly) : Nonfilamentous Bulking


Bulking adalah fenomena didalam proses pengolahan air limbah dengan sistem di mana
lumpur (sludge) berubah menjadi keputih–putihan dan sulit mengendap. Pada keadaan
ini mikroorganisme berada dalam jumlah yang sangat besar khususnya zooglea.
Pengaruhnya terhadap sistem yaitu menurunkan kecepatan pengendapan lumpur
sehingga lumpur dapat terbawah yang mengakibatkan konsentrasi suspended solid
efluen meningkat.

3. Pin Floc atau Pinpoint Floc


Terbentuknya flok yang berukuran kecil, tidak kompak. Ukuran flok yang lebih besar
mempunyai kecepatan pengendapan yang lebih besar sedangkan agregat yang lebih
kecil mengendap lebih lambat. Pinpoint floc ini menyebabkan SVI rendah, dan efluen
mempunyai kekeruhan yang tinggi (Richard, 2003).

4. Filamentous Bulking
Terjadi akibat ekses pertumbuhan mikroorganisme filamentous dalam jumlah yang
besar. Masalah yang ditimbulkan adalah menurunnya kualitas efluen.

5. Rising Sludge
Merupakan ekses proses denitrifikasi di bak sedimentasi sehingga partikel lumpur
menempel pada gelembung gas nitrogen yang terbentuk dan lumpur akan naik ke
permukaan. Hal ini menyebabkan efluen yang keruh dan menurunkan efisiensi
penyisihan BOD dan COD.

6. Foaming atau Scum


Adanya senyawa surfaktan yang tidak dapat terurai dan akibat berkembangbiaknya
Nocardia dan Microthrix parvicella. Cirinya adalah terbentuk buih pada permukaan bak
aerasi dalam jumlah yang besar yang dapat melampaui ruang bebas (free board) dan
melimpah ke bak pengendap.

Pelatihan Pengolahan Air Limbah Industri 7


Lembaga Pengkajian Teknologi Lingkungan (LPTL) Semarang - PT. Pacific Indopalm Industries
Dumai, 8-10 Desember 2011
DAFTAR PUSTAKA

Eckenfelder, WW. dan Jack L Musterman. 1995. Activated Sludge Treament of Industrial
Wastewater. Technomic Publishing Co.Inc, USA.
Fair, G.M., J.C. Geyer dan D.A. Okun. 1968. Water and Wastewater Engineering. Volume
2, John Wiley & Sons, Inc., New York.
Qasim, S.R. 1999. Wastewater Treatment Plants: Planning, Design and Operation. 2nd Ed,
Technomic Publishing Company. Inc., Pennsylvania.
Sundstrom, Donald W dan Herbert E Klei. 1979. Wastewater Treatment. Prentice-Hal. Inc.,
Englewood Cliffs USA.
Tchobanoglous, G. dan F.L Burton. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal,
and Reuse. 3rd Ed, McGraw-Hill.Inc., Singapore.
Tchobanoglous, George dan F.L Burton. 2003. Wastewater Engineering: Treatment and
Reuse. 4th Ed. McGraw-Hill.Inc., New York.

Pelatihan Pengolahan Air Limbah Industri 8


Lembaga Pengkajian Teknologi Lingkungan (LPTL) Semarang - PT. Pacific Indopalm Industries
Dumai, 8-10 Desember 2011

Anda mungkin juga menyukai