I. Umum
Banyaknya jumlah industri dan peningkatan jumlah penduduk di kota-kota besar
akan membawa dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya, yaitu limbah yang dihasilkan
dari aktifitas industri dan masyarakat setempat. Dengan demikian akan semakin banyak
masalah pencemaran yang sulit ditanggulangi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah
limbah cair yang masuk ke badan air. Apabila air limbah tersebut tidak diolah lebih dahulu
maka akan menimbulkan efek negatif bagi kesehatan manusia, kehidupan biotik, estetika
maupun terhadap pencemaran lingkungan. Adapun efek samping dari limbah tersebut dapat
berupa:
Proses ini dinamakan lumpur aktif karena lumpur yang mengendap merupakan massa
mikroorganisme aktif yang dikembalikan ke dalam reaktor untuk menjaga agar konsentrasi
biomassa tetap sehingga proses oksidasi dapat berjalan dengan optimal. Proses lumpur aktif
secara skematis dapat dilihat pada gambar 1
Secondary clarifier
Reac tor
(V,X,S)
Sludge return
(Qr,Xu)
Dalam sistem lumpur aktif, air limbah masuk ke dalam bak aerasi yang berisi
mikroorganisme dimana dilakukan aerasi secara terus menerus untuk memenuhi kebutuhan
oksigen. Di dalam bak aerasi ini terjadi penguraian zat organik yang terkandung dalam air
buangan secara biokimia oleh mikroba menjadi gas CO2 dan sel baru. Selanjutnya air akan
dialirkan menuju ke secondary clarifier (bak pengendap II) dimana flok-flok berisi
mikroorganisme akan dipisahkan dari efluen air buangan yang telah diolah dengan cara
sedimentasi. Efluen air buangan yang telah diolah akan dialirkan ke badan air penerima atau
ke proses pengolahan selanjutnya (jika ada). Flok (lumpur) yang mengendap ini sebagian
akan dikembalikan ke bak aerasi (resirkulasi) dan sisanya akan diolah pada pengolahan
lumpur.
adsorpsi karena
pengadukan cepat pembentukan flok karena
pengadukan rendah
Pengadukan pada lumpur aktif bertujuan untuk membentuk flok biomassa berukuran
lebih besar dan mempunyai berat sehingga lebih mudah diendapkan. Pengadukan
dibutuhkan untuk mencampur organisme, oksigen dan nutrien.
Gradien kecepatan dapat dihitung dengan rumus berikut ini (Eckenfelder, 2000):
P
G
V
k n3 D 3
P
g
a) Kriteria Beban
Ada dua hal yang biasanya dijadikan parameter dalam menentukan kriteria beban
yaitu perbandingan makanan dan mikroorganisme (food to mass ratio, F/M) dan umur
lumpur (mean cell-residence time, c). Rasio F/M biasa digunakan sebagai kriteria
desain untuk beban organik dan didefinisikan sebagai beban substrat yang digunakan
per unit biomass di dalam tangki aerasi per satuan waktu. Hanya biomass di dalam
tangki aerasi yang digunakan untuk menghitung rasio F/M karena diasumsikan bahwa
penggunaan substrat hanya terjadi di dalam tangki aerasi. Rasio F/M berkisar 0,3 – 0,6
kg COD/kg MLSS per Hari. Rasio F/M dinyatakan dengan rumus:
F Q.So
M V .X
Keterangan :
F/M = rasio makanan dan mikroorganisme kg COD/kg MLSS.hari
Q = debit air limbah ( m3/ hari )
So = konsentrasi BOD atau COD influen (mg/L)
V = volume tangki aerasi (m3)
X = konsentrasi lumpur di tangki aerasi (mg/L)
b) Kondisi Lingkungan
Lingkungan fisik dapat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan mikroorganisme.
Untuk mendapatkan efisiensi pengolahan yang optimum, dalam pengolahan biologis
harus tersedia kondisi lingkungan yang tepat. Faktor lingkungan yang sangat
berpengaruh diantaranya adalah temperatur dan pH.
1. Pengaruh Temperatur
Variasi temperatur akan mempengaruhi proses biologis secara keseluruhan.
Temperatur digolongkan menjadi 3 (tiga) yaitu mesofilik 4 – 39 oC, termofilik
40 – 55 oC dan psikofilik yang dioperasikan pada suhu dibawah 4 oC.
Kebanyakan proses lumpur aktif dioperasikan pada range mesofilik
(Eckenfelder, 2000). Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimia,
dan laju reaksi dipengaruhi oleh temperatur. Pengaruh temperatur terhadap
pertumbuhan mikroba dapat dilihat pada gambar 3.
Temperatur
Optimum
Temperatur
SV30 x1000
SVI
MLSS
Keterangan :
SVI : Indeks volume lumpur (mL/g)
SV30 : Volume endapan lumpur setelah 30 menit pengendapan (mL)
MLSS : Konsentrasi MLSS (Mixed liquor suspended solid) (mg/L)
4. Filamentous Bulking
Terjadi akibat ekses pertumbuhan mikroorganisme filamentous dalam jumlah yang
besar. Masalah yang ditimbulkan adalah menurunnya kualitas efluen.
5. Rising Sludge
Merupakan ekses proses denitrifikasi di bak sedimentasi sehingga partikel lumpur
menempel pada gelembung gas nitrogen yang terbentuk dan lumpur akan naik ke
permukaan. Hal ini menyebabkan efluen yang keruh dan menurunkan efisiensi
penyisihan BOD dan COD.
Eckenfelder, WW. dan Jack L Musterman. 1995. Activated Sludge Treament of Industrial
Wastewater. Technomic Publishing Co.Inc, USA.
Fair, G.M., J.C. Geyer dan D.A. Okun. 1968. Water and Wastewater Engineering. Volume
2, John Wiley & Sons, Inc., New York.
Qasim, S.R. 1999. Wastewater Treatment Plants: Planning, Design and Operation. 2nd Ed,
Technomic Publishing Company. Inc., Pennsylvania.
Sundstrom, Donald W dan Herbert E Klei. 1979. Wastewater Treatment. Prentice-Hal. Inc.,
Englewood Cliffs USA.
Tchobanoglous, G. dan F.L Burton. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal,
and Reuse. 3rd Ed, McGraw-Hill.Inc., Singapore.
Tchobanoglous, George dan F.L Burton. 2003. Wastewater Engineering: Treatment and
Reuse. 4th Ed. McGraw-Hill.Inc., New York.