Anda di halaman 1dari 4

c V VV

V
V  V

VV

Kata nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim. Nata diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin sebagai 'natare' yang berarti terapung-apung. Nata dapat dibuat dari air
kelapa, santan kelapa, tetes tebu (molases), limbah cair tebu, atau sari buah (nanas,
melon, pisang, jeruk, jambu biji, strawberry dan lain-lain). Nata yang dibuat dari air kelapa
disebut nata de coco. Di Indonesia, nata de coco sering disebut sari air kelapa atau sari
kelapa. Nata de coco pertama kali berasal dari Filipina. Di Indonesia, nata de coco mulai
dicoba pada tahun 1973 dan mulai diperkenalkan pada tahun 1975. Namun demikian, nata
de coco mulai dikenal luas di pasaran pada tahun 1981 (Sutarminingsih, 2004).V

Di Indonesia pada awalnya, industri pengolahan nata diawali di tingkat usaha rumah tangga
(home industry) dengan menggunakan sari buah nanas sebagai bahan bakunya sehingga
produknya sering disebut nata de pina. Seperti pada umumnya usaha buah-buahan
musiman lainnya, keberlangsungan produksi nata de pina terbentur dengan kendala sifat
musiman tanaman nanas. Sehingga produksi nata de pina tidak dapat dilakukan sepanjang
tahun. Keberlangsungan input merupakan hal yang penting dalam manajemen agribisnis
termasuk nata de coco (Gumbira dan Intan, 2001). Untuk mengatasi kendala tersebut,
alternatif penggunaan bahan lain yang mudah didapat, tersedia sepanjang tahun dan
harganya murah adalah air kelapa. Pada mulanya air kelapa kebanyakan hanya merupakan
limbah dari industri pembuatan kopra atau minyak goreng (Jawa: klentik). Nata dari air
kelapa yang kemudian terkenal dengan nama nata de coco merupakan hasil fermentasi air
kelapa dengan bantuan mikroba acetobacter xylinum. Jumlah air kelapa yang dihasilkan
dari buah kelapa di Indonesia kurang lebih 900 juta liter per tahun (Sutardi 2004). V

Nata de coco merupakan salah satu produk olahan air kelapa yang memiliki kandungan
serat tinggi dan kandungan kalori rendah sehingga cocok untuk makanan diet dan baik
untuk sistim pencernaan serta tidak mengandung kolesterol sehingga mulai poluler di
kalangan masyarakat yang memiliki perhatian pada kesehatan. Nata de coco tidak hanya
memiliki pasar domestik tetapi juga pasar ekspor terutama Eropa, Jepang, Amerika Serikat
dan negara-negara Timur Tengah. Di pasar domestik, permintaan nata de coco biasanya
meningkat tajam pada saat menjelang hari raya Natal, Lebaran, Tahun Baru dan peristiwa-
peristiwa penting lainnya. Begitu banyaknya permintaan pada waktu-waktu tersebut,
banyak rumah tangga yang secara sporadis membuat nata de coco untuk memanfaatkan
kesempatan tersebut. Negara-negara penghasil nata de coco pesaing Indonesai adalah
Filipina, Malaysia dan Vietnam. Di pasar ekspor, Filipina merupakan saingan utama produk
nata de coco. Di Jepang, 90% nata de coco diimpor dari Filipina. Orang Jepang percaya
bahwa nata de coco dapat melindungi tubuh dari kanker dan digunakan untuk makanan diet
(DAAMAS, 2004).V

Dari segi skala perusahaan, usaha nata de coco dilakukan oleh beberapa perusahaan besar-
menengah dan juga banyak sekali perusahaan kecil-rumah tangga. Tentu saja mereka
memiliki segmentasi pasar sendiri-sendiri. Perusahaan besar-menengah memiliki pasar
yang relatif lebih luas mencangkup pasar domestik dan pasar ekspor. Sedangkan
perusahaan kecil-rumah tangga memiliki pasar lokal dan daerah sekitar. Usaha kecil-rumah
tangga nata de coco telah banyak menyerap tenaga kerja lokal. Oleh karena itu, pemerintah
sangat mendukung usaha nata de coco tersebut melalui pemberian latihan/bimbingan teknis
dan bantuan modal pada usaha kecil. V
Sebenarnya nata de coco merupakan hasil sampingan (limbah) buah kelapa. Buah kelapa
merupakan bagian terpenting dari tanaman kelapa karena memiliki nilai ekonomis dan gizi
yang tinggi. Dilihat dari persentase komponennya, buah kelapa terdiri dari empat komponen
yaitu 35% sabut, 12% tempurung, 28% daging buah dan 25% air kelapa. Masing-masing
komponen dapat dimanfaatkan untuk produk makanan maupun non makanan. Sebagai
contoh serabut untuk kerajinan keset, sapu, furniture; tempurung kelapa untuk arang; buah
kelapa untuk minyak goreng, santan, kopra; dan air kelapa untuk nata de coco. Dari total
produksi kelapa di Indonesia 34,7% diolah untuk santan, 8% untuk minyak goreng dan
57,3% untuk kopra (Kompas, 2004). Terdapat bermacam-macam output hasil olahan buah
kelapa. Gambar 1.1. menunjukkan output derivasi dari buah kelapa. Nata de coco hanya
merupakan salah satu output derivasi dari air kelapa, selain asam cuka minuman dan obat
penurun panas.V

Gambar 1.1. Output Derivasi Buah KelapaV

Dari segi keberlangsungan pasokan input, usaha nata de coco memiliki prospek yang cerah.
Daerah penghasil kelapa di Indonesia antara lain Sulawesi Utara, Riau, Jambi, Lampung,
Daerah Istimewa Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Utara, Sulawesi Tengah, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Nusa
Tenggara Barat. Sebesar 90,86% dari total produksi kelapa Indonesia berasal dari daerah-
daerah tersebut (Departemen Pertanian 2004). Data sampai dengan tahun 1999
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan penghasil kelapa terbesar di dunia diikuti India
dan Filipina (DAAMAS 2004). Tabel 1.1 menunjukkan produksi kelapa di Indonesia, Filipina,
India dan Total dunia 1995-1999.V
Tabel 1.1. Produksi Kelapa (000 metric tons)V

› V V V V  V V


ë  V 

V  
V  V  V  V
 V  V  
V  V  V  V
ë V
V  V 
V  V  V
 V  
V V   V  V
V

Sumber: Biro Statistik Pertanian - Filipina http://www.da.gov.ph/agribiz/coconut1.htmlV

Berdasarkan studi pustaka (literature study), hasil focus group discussion (FGD) dan
penjelasan dari Departemen Pertanian, Lampung merupakan salah satu sentra industri
penghasil nata de coco dimana terdapat perusahaan besar-menengah dan perusahaan kecil-
rumah tangga. Kabupaten Lampung Selatan dijadikan daerah survey untuk mendapatkan
informasi yang digunakan untuk penyusunan pola pembiayaan komoditas nata de coco ini.
Luas area perkebunan kelapa di Lampung Selatan adalah seluas 162.887 hektar dengan
hasil 112.768 butir kelapa. Sebagian perkebunan tersebut adalah perekebunan rakyat
dengan luas 46.204 hektar dan dikelola oleh 34.500 petani. V

Nata de coco merupakan salah satu andalan ekspor Lampung Selatan. Air kelapa yang tidak
terpakai dari petani kopra dimanfaatkan sebagai bahan baku nata de coco dan minuman
kemasan (plastik atau kaleng). Salah satu perusahaan besarnya adalah PT Keong Nusantara
Abadi. Perusahaan ini menyerap lebih dari 1.800 karyawan, mendistribusikan kurang lebih
1.600 jerigen berkapasitas 20 liter ke petani-petani kopra dengan harga Rp 100 - Rp 150
per liter. Setiap harinya, perusahaan ini mendapatkan 32.000 liter air kelapa (yang berasal
dari 96.000 butir kelapa). V

Perusahaan besar lainnya adalah PT Sari Segar Husada yang bergerak di industri
pengalengan kelapa. Perusahaan membutuhkan 85.000-100.000 butir kelapa per hari untuk
memproduksi 12,2 ton kelapa kering per hari dan 20 ton nata de coco per bulan untuk
kemudian diekspor ke Inggris dan Belanda. Biasanya, sekitar 60.000 butir kelapa dipasok
dari petani kelapa di Kabupaten Lampung Selatan dengan harga berkisar Rp 450 - Rp 500
per butir. Perusahaan ini menyerap tenaga kerja tetap sebanyak 200 orang dan tenaga
kerja kupas borongan sebanyak 250 orang. V

Buah kelapa memiliki kontribusi pembangungan ekonomi di Lampung Selatan. Dari buah
kelapa ini saja sudah terdapat tiga industri menengah dan besar, 270 industri kecil formal
dan nonformal. Dari sekitar 7.537 unit usaha yang menyerap 39.532 tenaga kerja di sektor
industri, hanya sekitar enam% saja tenaga kerja yang terkait dengan industri dengan latar
belakang pemanfaatan kelapa. Oleh karena itu Lampung Selatan ditetapkan menjadi
wilayah survey dalam rangka penyusunan buku ini. Meskipun di Lampung terdapat banyak
sekali pengusaha-pengusaha nata de coco namun informasi digali hanya dari pengusaha-
pengusaha kecil (kredit bank di bawah 500 juta). Dengan demikian, informasi teknis
pengolahan nata de coco yang disajikan dalam buku ini sebagian besar berasal dari
informasi yang diperoleh dari kondisi pengusaha dan lembaga di wilayah survey. V

Usaha nata de coco memberikan dampak yang positif terhadap masyarakat sekitar karena
mengingat bahan dasar nata de coco hanya merupakan limbah produksi kopra. Dengan
asumsi setiap petani dapat menghasilkan 10 jerigen (kapasitas 20 liter) atau 200 liter
dalam satu hari, petani akan mendapatkan tambahan penghasilan Rp 20.000-Rp30.000 per
hari (harga per liter: Rp 100 - Rp 150 per liter). Air kelapa memiliki kandungan vitamin
seperti ditunjukkan oleh tabel Tabel 1.2.V

Tabel 1.2. Komposisi Vitamin Air Kelapa V

›
V  V V
 V   V V
 V  V V
 V   V V
V  !" V V
 V !!V V
Sumber: Dolendo dan Pacita (1967); cit.: Khak (1999), Sutarminingsih (2004). V

Dari segi sosial, usaha nata de coco menyerap tenaga kerja lokal yang besar baik
perusahaan menengah, besar, kecil maupun rumah tangga. Usaha ini hanya menggunakan
teknologi yang sederhana tanpa perlu pengetahuan yang spesifik. Sehingga, usaha ini dapat
dilakukan dalam usaha skala kecil maupun skala usaha rumah tangga terutama di daerah
penghasil kelapa atau kawasan industri pangan yang bahan bakunya dari daging buah
kelapa seperti industri minyak kelapa, industri geplak dan lain-lain (Sutardi, 2004). V

Limbah usaha nata de coco adalah limbah cair yang asam baik bau maupun rasa. Limbah ini
tidak membahayakan. Pengolahan limbah dilakukan dengan proses yang sederhana, yaitu
dengan membuatkan bak penampungan di dalam tanah. Bahkan, beberapa pengusaha
menggunakan air limbah tersebut untuk menyiram tanaman kelapa di perkebunan. V

Di daerah survey, Kabupaten Lampung Selatan, terdapat tiga jenis usaha nata de coco,
yaitu: pertama, usaha membuat nata de coco lembaran (mentah) saja; kedua, usaha
membuat nata de coco kemasan saja dan ketiga, usaha membuat nata de coco lembaran
sekaligus kemasan. Analisis keuangan akan dilakukan pada usaha nata de coco jenis ketiga
yaitu usaha membuat nata de coco lembaran sekaligus kemasan. V

Anda mungkin juga menyukai