Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TEKNOLOGI BAHAN PANGAN

PEMBUATAN NATA DE COCO SKALA


INDUSTRI

Disusun Oleh :

Andilo Setiawan Manik (14208016)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
MEDAN SUMATERA UTARA
2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan YME, karena dengan karunia-Nya kami dapat
menyelesaiakan makalah kami yang berjudul Pembuatan Nata De Coco Skala Industri.
Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada dosen pengampu yang telah membantu dan
membimbing kami dalam mengerjakan makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih
kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun
tidak langsung dalam pembuatan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat
menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Medan, Januari 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

ISI HALAMAN HALAMAN

KATA PENGANTAR .................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................. 1
1.1.LatarBelakang ..................................................................... 1
1.2.Tujuan Penulisan ............................................................... 1
BAB II. URAIAN PROSES ....................................................... 4
2.1 Pengertian Nata de Coco................................................... 4
2.2Sejarah Pembuatan Nata ...................................................... 7
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi nata
2.4 Kandungan Gizi Nata
2.5 Acetobacter
2.6 Jenis-jenis Acetobacter

BAB III. PROSES P R O D U K S I .................... 8


3.1 Peralatan di dalamGudang Raw Material ................................... 8
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 11

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Kata nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim. Nata diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin sebagai 'natare' yang berarti terapung-apung. Nata dapat dibuat
dari air kelapa, santan kelapa, tetes tebu (molases), limbah cair tebu, atau sari buah
(nanas, melon, pisang, jeruk, jambu biji, strawberry dan lain-lain). Nata yang dibuat
dari air kelapa disebut nata de coco. Di Indonesia, nata de coco sering disebut sari air
kelapa atau sari kelapa. Nata de coco pertama kali berasal dari Filipina. Di Indonesia,
nata de coco mulai dicoba pada tahun 1973 dan mulai diperkenalkan pada tahun 1975.
Namun demikian, nata de coco mulai dikenal luas di pasaran pada tahun 1981
(Sutarminingsih, 2004). Di Indonesia pada awalnya, industri pengolahan nata diawali
di tingkat usaha rumah tangga (home industry) dengan menggunakan sari buah nanas
sebagai bahan bakunya sehingga produknya sering disebut nata de pina. Seperti pada
umumnya usaha buah-buahan musiman lainnya, keberlangsungan produksi nata de
pina terbentur dengan kendala sifat musiman tanaman nanas. Sehingga produksi nata
de pina tidak dapat dilakukan sepanjang tahun. Keberlangsungan input merupakan hal
yang penting dalam manajemen agribisnis termasuk nata de coco (Gumbira dan Intan,
2001). Untuk mengatasi kendala tersebut, alternatif penggunaan bahan lain yang
mudah didapat, tersedia sepanjang tahun dan harganya murah adalah air kelapa. Pada
mulanya air kelapa kebanyakan hanya merupakan limbah dari industri pembuatan
kopra atau minyak goreng (Jawa: klentik). Nata dari air kelapa yang kemudian
terkenal dengan nama nata de coco merupakan hasil fermentasi air kelapa dengan
bantuan mikroba acetobacter xylinum. Jumlah air kelapa yang dihasilkan dari buah
kelapa di Indonesia kurang lebih 900 juta liter per tahun (Sutardi 2004). Nata de coco
merupakan salah satu produk olahan air kelapa yang memiliki kandungan serat tinggi
dan kandungan kalori rendah sehingga cocok untuk makanan diet dan baik untuk
sistim pencernaan serta tidak mengandung kolesterol sehingga mulai poluler di
kalangan masyarakat yang memiliki perhatian pada kesehatan. Nata de coco tidak
hanya memiliki pasar domestik tetapi juga pasar ekspor terutama Eropa, Jepang,
Amerika Serikat dan negara-negara Timur Tengah. Di pasar domestik, permintaan
nata de coco biasanya meningkat tajam pada saat menjelang hari raya Natal, Lebaran,
Tahun Baru dan peristiwa-peristiwa penting lainnya. Begitu banyaknya permintaan
pada waktu-waktu tersebut, banyak rumah tangga yang secara sporadis membuat nata
de coco untuk memanfaatkan kesempatan tersebut. Negara-negara penghasil nata de
coco pesaing Indonesai adalah Filipina, Malaysia dan Vietnam. Di pasar ekspor,
Filipina merupakan saingan utama produk nata de coco. Di Jepang, 90% nata de coco
diimpor dari Filipina. Orang Jepang percaya bahwa nata de coco dapat melindungi
tubuh dari kanker dan digunakan untuk makanan diet (DAAMAS, 2004).

1.2. Tujuan Percobaan

1. Untuk mempelajari cara membuat nata de coco


2. Untuk mempelajari Faktor-faktor yang mempengaruhi pada pembuatan nata de
coco
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Nata de Coco

Nata de coco merupakan produk hasil proses fermentasi air kelapa dengan bantuan
aktivitas Acetobacter xylinum. Nata berasal dari bahasa spanyol yang artinya terapung. Ini
sesuai dengan sifatnya yaitu sejak diamati dari proses awal terbentuknya nata merupakan
suatu lapisan tipis yang terapung pada permukaan yang semakin lama akan semakin tebal.
Nata De Coco merupakan jenis komponen minuman yang terdiri dari senyawa selulosa
(dietry fiber), yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi, yang melibatkan
jasad renik (mikrobia), yang selanjutnya dikenal sebagai bibit nata.
Semula industri nata de coco dimulai dari adanya industri rumah tangga yang menggunakan
sari buah nenas sebagai bahan bakunya. Produk ini dikenal dengan nama nata de pina.
Dikarenekan nenas sifatnya musiman, pilihan itu jatuh kepada buah kelapa yang berbuah
sepanjang tahun dan dalam jumlah yang cukup besar serta ditemukan secara merata hamper
diseluruh pelosok tanah air. Di skala industri, nata de coco sudah dikenal sejak
diperkenalkannya pada tahun 1975. tetapi, sampai saat ini, industri nata de coco masih
tergolong sedikit (di Indonesia). Padahal jika melihat prospeknya dimasa mendatang cukup
enggiurkan. Akhir-akhir ini, Negara berkembang sedang melirik industri nata de coco.
Pada prinsipnya untuk mengha-silkan nata de coco yang bermutu baik, maka perlu disediakan
media yang dapat mendukung aktivitas Acetobacter xylinum untuk memproduksi selulosa
ekstra seluler atau yang kemudian di sebut nata de coco.
Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa
yang sudah diperkaya dengan Karbon(C) dan Nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol.
Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim akstraseluler yang dapat
menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh
pada air kelapa tersbeut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang
akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata.
Nata yang dihasilkan tentunya bisa beragam kualitasnya. Kualitas yang baik akan terpenuhi
apabila air kelapa yang digunakan memenuhi standar kualitas bahan nata, dan prosesnya
dikendalikan dengan cara yang benar berdasarkan pada factor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan aktivitas Acetobacter xylinum yang digunakan

Factor-faktor yang mempengaruhi Acetobacter Xylinum mengalami pertumbuhan adalah


nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media temperature, dan
udara (oksigen. Senyawa karbon yang dibutuhkan dalam fermentasi nata berasal dari
monosakarida dan disakarida. Sumber dari karbon ini yang paling banyak digunakan adalah
gula. Sumber nitrogen bias berasal dari bahan organic seperti ZA, urea. Meskipun bakteri
Acetobacter Xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 7,5, namun akan tumbuh optimal bila pH
nya 4,3. sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum pada suhu 28
31 0 C. bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Sehingga dalam fermentasi tidak perlu
ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk kedalam media yang
dapat mengakibatkan kontaminasi.

2.2 Sejarah Pembuatan Nata


Di Indonesia, nata de coco mulai dicoba pada tahun 1973 dan mulai diperkenalkan pada
1975. Produk ini mulai dikenal luas di pasaran sejak tahun 1981. Dengan semakin
digemarinya nata de coco di Indonesia, mulailah bermunculan beberapa industri pengolah
nata de coco di Tanah Air. Selanjutnya nata de coco dapat dikembangkan sebagai salah satu
komoditas ekspor ke berbagai negara nontropis, seperti Jepang, Amerika Serikat, dan negara-
negara di Eropa. Permintaan nata de coco akan meningkat tajam pada saat menjelang hari
raya Natal, Lebaran, Tahun baru, dan peristiwa-peristiwa penting lainnya

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi nata


Untuk menghasilkan produksi nata yang maksimal perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai
berikut.
1. Temperatur ruang inkubasi
Temperatur ruang inkubasi harus diperhatikan karena berkaitan dengan pertumbuhan bakteri
Acetobacter Xylinum dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Pada umumnya suhu
fermentasi untuk pembuatan nata adalah pada suhu kamar (280C). Suhu yang terlalu rendah
atau terlalu tinggi akan mengganggu pertumbuhan bakteri pembentuk nata, yang akhirnya
juga menghambat produksi nata. (Budiyanto, 2004).

2. Jenis dan konsentrasi Medium


Medium fermentasi ini harus banyak mengandung karbohidrat (gula) di samping vitamin dan
mineral, karena pada hakekatnya nata tersebut adalah slime (menyerupai lendir) dari sel
bakteri yang kaya selulosa yang diproduksi dari glukosa oleh bakteri Acetobacter Xylinum.
Bakteri ini dalam kondisi yang optimum memiliki kemampuan yang luar biasa untuk
memproduksi slime sehingga slime tersebut terlepas dari sel vegetatif bakteri dan terapung-
apung di permukaan medium. Pembentukan nata terjadi karena proses pengambilan glukosa
dari larutan gula yang kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk precursor
(penciri nata) pada membran sel. Prekursor ini selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk ekskresi
dan bersama enzim mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa yang merupakan bahan dasar
pembentukan slime. Kadar karbohidrat optimum untuk berlangsungnya produksi nata adalah
10%. (Palungkun, 1992).

3. Jenis dan konsentrasi stater


Pada umumnya Acetobacter Xylinum merupakan stater yang lebih produktif dari jenis stater
lainnya, sedang konsentrasi 5-10% merupakan konsentrasi yang ideal(Rahman, 1992).

4. Kebersihan alat
Alat-alat yang tidak steril dapat menghambat pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum.
Sedangkan alat-alat yang steril dapat mendukung pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum.

5. Waktu fermentasi
Waktu fermentasi yang digunakan dalam pembuatan nata umumnya 2-4 minggu. Minggu ke-
4 dari waktu fermentasi merupakan waktu yang maksimal produksi nata, yang berarti lebih
dari 4 minggu, maka kualitas nata yang diproduksi akan menurun.

6. pH fermentasi
Derajat keasaman yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah 3-5 atau dalam suasana
asam. Pada kedua kondisi pH optimum, aktifitas enzim seringkali menurun tajam. Suatu
perubahan kecil pada pH dapat menimbulkan perbedaan besar pada kecepatan beberapa
reaksi enzimatis yang amat penting bagi organisme.
7. Tempat fermentasi
Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari logam karena mudah korosif yang dapat
mengganggu pertumbuhan mikroorganisme pembentuk nata. Di samping itu tempat
fermentasi sebaiknya tidak terkena cahaya matahari langsung, jauh dari sumber panas, dan
harus berada dalam kondisi steril. Selain itu, dalam pembuatan nata juga harus diperhatikan
bahwa selama proses pembentukan nata langsung harus dihindari gerakan atau goncangan ini
akan menenggelamkan lapisan nata yang telah terbentuk dan menyebabkan terbentuknya
lapisan nata yang baru yang terpisah dari nata yang pertama. Hal ini menyebabkan ketebalan
produksi nata tidak standar. (Budiyanto, 2004).

2.4 Kandungan Gizi Nata


Dilihat dari zat gizinya, nata tidak berarti apa-apa karena produk ini sangat miskin zat gizi.
Karena kandungan zat gizi (khusunya energi) yang sangat rendah, produk ini aman untuk
dimakan siapa saja. Produk ini tidak akan menyebabkan kegemukan, sehingga sangat
dianjurkan bagi mereka yang sedang diet rendah kalori. Keunggulan lain dari produk ini
adalah kandungan seratnya yang cukup tinggi terutama selulosa. Peran utama serat dalam
makanan adalah pada kemampuannya mengikat air yang dapat melunakkan feses.
Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi dapat mengurangi berat badan.
Serat makanan akan tinggal dalam saluran pencernaan dalam waktu yang relative singkat
sehingga absorpsi zat makanan berkurang. Selain itu, makanan yang mengandung serat yang
relative tinggi akan memberikan rasa kenyang karena komposisi karbohidrat kompleks yang
menghentikan nafsu makan sehingga mengakibatkan turunnya konsumsi makanan. Makanan
dengan kandungan serat kasar relative tinggi biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula,
dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas dan penyakit
jantung.
(Joseph, 2002).

2.5 Acetobacter
Ciri-ciri Acetobacter adalah selnya berbentuk bulat panjang sampai batang lurus atau agak
bengkok, ukurannya 0,6-0,8 x 1,0-3,0 m, terdapat dalam bentuk tunggal berpasangan atau
dalam bentuk rantai. Acetobacter merupakan aerobic sejati, membentuk kapsul, bersifat
nonmotil dan tidak mempunyai spora, suhu optimumnya adalah 30oC. Spesies Acetobacter
yang terkenal adalah Acetobacter aceti, Acetobacter orlenensis, Acetobacter liquefasiensis,
dan Acetobacter xylinum. Meskipun ciri-ciri yang dimiliki hampir sama dengan spesies
lainnya Acetobacter xylinum dapat dibedakan dengan yang lain karena sifatnya yang unik.
Bila Acetobacter xylinum ditumbuhkan pada medium yang mengandung gula. Bakteri ini
dapat memecah komponen gula dan mampu membentuk suatu polisakarida yang dikenal
dengan selulosa ekstraseluler.(Daulay, 2003).

2.6.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Acetobacter xylinum

Adapun Beberapa faktor yang berkaitan dengan kondisi nutrisi, adalah sebagai berikut:

a. Sumber karbon
Sumber karbon yang dapat digunakan dalam fermentasi nata adalah senyawa karbohidrat
yang tergolong monosakarida dan disakarida. Pembentukan nata dapat terjadi pada media
yang mengandung senyawa senyawa glukosa, sukrosa, dan laktosa. Sementara yang paling
banyak digunakan berdasarkan pertimbangan ekonomis, adalah sukrosa atau gula pasir.
Penambahan sukrosa harus mengacu pada jumlah yang dibutuhkan. Penambahan yang
berlebihan, disamping tidak ekonomis akan mempengaruhi tekstur nata, juga dapat
menyebabkan terciptanya limbah baru berupa sisa dari sukrosa tersebut. Namun sebaliknya,
penambahan yang terlalu sedikit, menyebabkan bibit nata menjadi tumbuh tidak normal dan
nata tidak dapat dihasilkan secara maksimal.

b.Sumber nitrogen
Sumber nitrogen bisa digunakan dari senyawa organik maupun anorganik. Bahan yang baik
bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum dan pembentukan nata adalah ekstrak yeast dan
kasein. Namun, amonium sulfat dan amonium fosfat (di pasar dikenal dengan ZA)
merupakan bahan yang lebih cocok digunakan dari sudut pandang ekonomi dan kualitas nata
yang dihasilkan. Banyak sumber N lain yang dapat digunakan dan murah seperti
urea.

c. Tingkat keasaman (pH)


Meskipun bisa tumbuh pada kisaran pH 3,5 7,5 , bakteri Acetobacter xylinum sangat cocok
tumbuh pada suasana asam (pH 4,3). Jika kondisi lingkungan dalam suasana basa, bakteri ini
akan mengalami gangguan metabolisme
selnya.

d. Temperatur
Adapun suhu ideal (optimal) bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum adalah 280C
310C. Kisaran suhu tersebut merupakan suhu kamar. Pada suhu di bawah 280C, pertumbuhan
bakteri terhambat. Demikian juga, pada suhu diatas 310C, bibit nata akan mengalami
kerusakan dan bahkan mati, meskipun enzim ekstraseluler yang telah dihasilkan tetap bekerja
membentuk nata.

e. Udara (oksigen)
Bakteri Acetobacter xylinum merupakan mikroba aerobik.Dalam pertumbuhan,
perkembangan, dan aktivitasnya, bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Bila kekurangan
oksigen, bakteri ini akan mengalami gangguan dalam pertumbuhannya dan bahkan akan
segera mengalami kematian. Oleh sebab itu, wadah yang digunakan untuk fermentasi nata de
coco, tidak boleh ditutup rapat. Untuk mencukupi kebutuhan oksigen, pada ruang fermentasi
nata harus tersedia cukup ventilasi.

2.6.5. Aktifitas Acetobacter xylinum pada fermentasi nata


Apabila ditumbuhkan dalam media yang kaya akan sukrosa (gula pasir), bakteri ini akan
memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Senyawa senyawa glukosa dan fruktosa
tersebut baru dikonsumsi sebagai bahan bagi metabolisme sel. Bakteri Acetobacter xylinum
merombak gula untuk memperoleh energi yang diperlukan bagi metabolisme sel. Selain itu,
bakteri ini juga mengeluarkan enzim yang mampu menyusun (mempolimerisasi) senyawa
glukosa menjadi polisakarida yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler (nata de coco).
Fruktosa, selain digunakan sebagai sumber energi, bahan dasar nata setelah dihidrolisis
menjadi glukosa, juga berperan sebagai induser bagi sintesis enzim ekstraseluler polimerase.
Hal ini merupakan salah satu alasan, bahwa sukrosa mempunyai kelebihan dibanding gula
sederhana lain dalam fungsinya sebagai substrat pembuat nata. Berdasarkan pada pengamatan
morfologi, pembentukan nata oleh bakteri Acetobacter xylinum diawali dengan pembentukan
lembaran benang benang selulosa.
Pembentukan benang tersebut, pada mulanya tampak seperti flagel (cambuk pada bakteri
umumnya). Selanjutnya, bakteri Acetobacter xylinum membentuk mikrofibril selulosa di
sekitar permukaan tubuhnya hingga membentuk serabut selulosa yang sangat banyak dan
dapat mencapai ketebalan tertentu. Pada akhirnya, susunan selulosa tersebut akan tampak
seperti lembaran putih transparan dengan permukaan licin dan halus, yang disebut nata
BAB III
PROSES PRODUKSI

3.1 Aspek Produksi

a. Lokasi Usaha

Terkait dengan jenis produk, di daerah survey Kabupaten Lampung terdapat tiga
macam produsen yaitu produsen yang menghasilkan nata de coco lembaran, produsen
yang menggunakan nata de coco lembaran untuk diolah kembali menjadi nata de coco
kemasan siap konsumsi dan produsen yang menangani keduanya membuat nata de
coco lembaran sekaligus membuat nata de coco kemasan. Input utama dari nata de
coco adalah air kelapa. Lokasi usaha untuk semua jenis usaha nata de coco tidak
menuntut tempat khusus dan tidak harus dekat dengan sumber inputnya. Usaha nata
de coco lembaran tidak harus dekat dengan sumber pasokan air kelapa mengingat air
kelapa yang digunakan tidak harus air kelapa segar. Air kelapa bisa ditampung selama
kurang lebih 5-6 hari sebelum memasuki proses produksi. Begitu juga usaha nata de
coco kemasan tidak harus dekat dengan sumber nata de coco lembaran mengingat
nata de coco lembaran dapat disimpan dengan teknologi yang sederhana yaitu,
mengganti air rendaman dan perebusan.

b. Fasilitas Produksi dan Peralatan

Dalam proses pembuatan nata de coco, terdapat fasilitas dan peralatan yang
dibutuhkan. Usaha ini sangat membutuhkan fasilitas bangunan, sumber air dan
pembuangan limbah cair. Peralatan usaha nata de coco sangat sederhana dan dapat
ditemukan dengan mudah di sekitar lokasi usaha. Berikut ini adalah fasilitas dan
peralatan yang biasa digunakan: Fasilitas :
1. Bangunan untuk proses produksi. Proses produksi membutuhkan suhu kamar yang
optimal.
2. Pompa air untuk memasok air dari sumur
3. Tandon air untuk tempat menyimpan cadangan air dalam proses pencucian
4. Tempat pembuangan limbah cair
Peralatan:
1. Botol bekas syrup untuk tempat menyiapkan starter atau bibit
2. Jerigen untuk mengumpulkan air kelapa dari sumber: petani kopra, pasar dll.
3. Hand refractometer untuk mengukur kandungan padatan air kelapa.
4. Ember untuk menampung air kelapa dan membersihkan lembaran nata de coco.
5. Penyaring digunakan untuk memisahkan material lain (seperti serabut, pecahan
tempurung, dll) dari air kelapa
6. Panci/Dandang Perebus sebaiknya terbuat dari stainless steel untuk menghindari
reaksi dengan media maupun produk nata de coco yang dihasilkan. Panci ini
digunakan untuk memasak air kelapa dan juga nata de coco.
7. Kompor (minyak atau gas) ataupun tungku (kayu bakar). Jenis kompor bisa dengan
kompor spiral yang dilengkapi dengan selenoid.
8. Pengaduk sebaiknya dari kayu atau stainless steel.
9. Lori (kereta dorong) digunakan untuk sarana mengangkut/ memindahkan
10. Gayung plastik (gelas ukur/alat pengukur volume) digunakan untuk menuangkan
bahan air kelapa yang sudah di masak ke dalam baki plastik.
11. Meja panjang untuk menempatkan baki/nampan fermentasi
12. Baki/nampan plastik digunakan untuk tempat media fermentasi
13. Kain saring atau kertas koran sebagai penutup baki/nampan plastik selama proses
fermentasi
14. Tali karet (elastik) untuk mengikat kain/koran penutup baki/nampan
15. Ember pencuci
16. Pisau dan talenan digunakan untuk mengiris nata de coco yang semula berbentuk
lembaran agar menjadi bentuk kubus. Pisau mesin dapat digunakan untuk menjaga
standarisasi bentuk kubus nata de coco.
17. Rak untuk fermentasi dan pengeringan alat
18. Teko
19. Kursi
20. Sepatu plastik
21. Sarung tangan
22. Timbangan
23. Mesin pres

c. Bahan Baku

Bahan-bahan yang digunakan meliputi bahan baku dan bahan pembantu. Bahan baku
pembuatan nata de coco adalah air kelapa yang telah dibasikan/disimpan kurang lebih
5 sampai 6 hari. Bahan pembantu digunakan untuk mempercepat proses pertumbuhan
bakteri (acetobacter xylinum) dan untuk mengatur kondisi air kelapa agar sesuai bagi
pertumbuhan bakteri. Penggunaan bahan baku tersebut bervariasi tergantung dari
produsen. Berikut ini adalah bahan tambahan yang biasa digunakan:

Untuk nata de coco lembaran:

a. Air Kelapa
b. Gula pasir sebagai sumber karbohidrat
c. Asam cuka glasial/cuka untuk membantu mengatur tingkat keasaman (pH)
d. Pupuk ZA sebagai sumber nitrogen
e. Garam inggris untuk membantu pembentukan lapisan nata de coco
f. Asam sitrat (zitrun zuur)
g. Bibit nata de coco
h. Air
i. Minyak tanah

Untuk nata de coco kemasan:

a. Gula/syrup
b. Pewarna
c. Pewangi
d. Pengawet
e. Kemasan (gelas plastik, penutup, sendok plastik)
f. Kardus
g. Lakban
d. Tenaga Kerja

d. Tenaga Produksi

Produksi nata de coco tidak membutuhkan pendidikan formal atau pengetahuan


khusus tetapi lebih memerlukan ketrampilan dan ketekunan. Kebutuhan tenaga
dapat dipenuhi dari keluarga sendiri atau dari tetangga sekitar. Tenaga kerja
biasanya ada yang tetap dan tidak tetap (borongan). Tenaga kerja tetap bekerja
kurang lebih 8 jam per hari, sedangkan tenaga tidak tetap biasanya berdasarkan
borongan. Misalnya untuk membersihkan nata de coco lembaran tenaga kerja
diupah Rp 50 per lempeng.

e. Teknologi

Teknologi produksi nata de coco adalah teknologi sederhana dan tepat guna. Untuk
usaha nata de coco lembaran atau kemasan bisa dilakukan tanpa peralatan mekanis.
Kalaupun menggunakan peralatan mekanis, peralatan tersebut dapat dirancang
sendiri. Sebagai contoh, pisau/mesin pemotong nata lembaran menjadi kubus ukuran
1x1x1 cm3 dapat dirancang sendiri dan dipesan di pasar lokal. Namun demikian,
terdapat beberapa mesin seperti mesin kemasan yang harus didatangkan dari luar
daerah sebab memiliki disain khusus.

f. Proses Produksi

Proses pembuatan nata de coco terdiri dari enam tahap, yaitu: penyaringan;
pemasakan dan pencampuran bahan pembantu; penempatan dalam nampan dan
pendinginan; inokulasi (penanaman/penebaran) bibit (starter); pemeraman
(fermentasi); panen dan pasca panen (pengolahan lanjut sampai setengah jadi atau
siap konsumsi).
Foto 3.1. Air Kelapa Ditampung dan Dibasikan Pertama Penyaringan. Air kelapa bisa
dibasikan selama kurang lebih

Pertama Penyaringan. Air kelapa bisa dibasikan selama kurang lebih 4 hari.
Kemudian, air kelapa tersebut disaring dengan menggunakan penyaring lembut untuk
memisahkan air kelapa dengan material-material atau kotoran- kotoran seperti: sabut,
pecahan batok kelapa, cikal/buah kelapa dan lainlain. Kandungan air kelapa yang
masih segar berkisar antara 400-500 ml per butir. Buah kelapa yang berumur 4-5
bulan memiliki volume air yang maksimum. Namun demikian, kualitas air kelapa
yang paling baik adalah ketika buah kelapa berumur kurang lebih 5 bulan dengan
kandungan total padatan maksimal 6 gram per 100 ml. Kandungan gula terlarut biasa
diukur dengan menggunakan hand refractometer (Sutardi 2004)

Foto 3.2. Air Kelapa Dimasak

Kedua, Pemasakan dan Pencampuran Bahan Pembantu. Air kelapa yang sudah di
saring selanjutnya dimasukkan ke dalam panci/dandang stainlessteel untuk dimasak
sampai mendidih selama kurang lebih 30 menit. Selama mendidih bahan-bahan
pembantu seperti: gula pasir; pupuk ZA; garam inggris, asam sitrat (zitrun zuur)
ditambahkan. Sebelum pendidihan diakhiri, ditambahkan asam asetat glasial/cuka
hingga mencapai pH kurang lebih 3,2 (Sutarminingsih, 2004). Tidak terdapat
relevansi antara citarasa dengan pH.

Foto 3.3. Penempatan dalam Baki/Nampan

Ketiga, Penempatan dalam baki/nampan plastik. Semua peralatan harus bersih dan
steril. Nampan plastik yang digunakan harus terlebih dahulu dibersihkan dan
disterilkan. Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara dicelup dalam air mendidih,
dijemur, dibasahi dengan alkohol 70% atau spiritus. Media fermentasi (air kelapa dan
bahan tambahan yang dididihkan) dituangkan dalam nampan dan selanjutnya segera
ditutup rapat dengan koran dan diikat karet/elastik. Volume media fermentasi
sebanyak 1,2 sampai 1,3 liter untuk setiap nampan tergantung ukurannya. Kemudian,
media fermentasi tersebut dibiarkan sampai hangat-hangat kuku selama satu malam
Foto 3.4. Penambahan Bibit
Keempat, Inokulasi Bibit (starter). Setiap nampan yang berisi fermentasi yang telah
didinginkan selama satu malam tersebut ditambahkan bibit (starter) sebanyak dengan
perbandingan 10% bibit (kurang lebih 13 ml) (Sutardi 2004). Inokulasi bibit dengan
cara membuka sedikit tutup kain/koran dan segera ditutup kembali.

Foto 4.5. Fermentasi

Kelima, Fermentasi. Media fermentasi yang sudah ditambahkan bibit selanjutnya


diperam selama 6-7 hari. Kebersihan tempat pemeraman dengan suhu kamar (28o-
31o) sangat mutlak diperlukan untuk menghindari kontaminasi dengan mikroba lain
atau serangga yang dapat menggagalkan proses fermentasi (Sutardi, 2004).
Keberhasilan proses fermentasi ini dapat dilihat dari ada tidaknya lapisan tipis pada
permukaan media fermentasi setelah dua hari dan akan semakin bertambah tebal dari
hari ke hari.
Foto 4.6. Pasca Panen

Ketujuh, Panen dan Pasca Penen. Setelah pemeraman selama 6-7 hari, lapisan nata de
coco akan memiliki ketebalan 0,8-1,5 cm berbentuk lembaran-lembaran (slab) yang
asam dalam bau, cita rasa dan pH-nya. Lembaran-lembaran ini kemudian diangkat
dan lendirnya dibuang melalui pencucian.

Lembaran-lembaran ini siap untuk di jual atau mungkin harus di potong kecil-kecil
berbentuk kubus, tergantung dari permintaan. Baik dalam bentuk lembaran ataupun
potongan kubus harus direndam dalam air bersih selama 2-3 hari. Air rendaman setiap
hari harus diganti agar bau dan rasa asam hilang. Kemudian, nata de coco dicuci
kembali dan direbus untuk mengawetkan dan sekaligus menyempurnakan proses
penghilangan bau dan rasa asam. Pencucian dan perebusan ini pada hakekatnya
dilakukan hingga nata de coco menjadi tawar. Penyimpanan nata de coco tawar cukup
dilakukan dengan merendamnya dalam air tawar yang harus sering diganti.

g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi

Di pasaran, nata de coco sering diminta dalam bentuk lembaran; bentuk kubus kecil-
kecil tawar atau sudah dalam keadaan manis larutan gula atau syrup. Bentuk lembaran
dan kubus-kubus kecil tawar biasanya diminta oleh produsen/pengusaha lain untuk
diolah kembali. Dengan kata lain nata de coco lembaran dan kubus-kubus kecil tawar
sebagai bahan baku proses produksi nata de coco dalam syrup. Bila nata de coco ingin
dipasarkan dalam keadaan tawar maka, nata de coco tersebut direbus kembali dengan
air bersih hingga mendidih dan dalam keadaan panas segera dilakukan pengemasan
dalam kantung plastik dan diikat rapat dan didinginkan. Sedangkan nata de coco
dalam syrup siap untuk dikonsumsi harus melalui beberapa proses: pembuatan syrup;
pencampuran nata de coco dan bahan lain; pengemasan dan pengepakan.

Pertama, Pembuatan Syrup. Gula dituangkan ke dalam air dan dipanaskan sampai
mendidih dan disaring beberapa kali sampai jernih. Tingkat kemanisan syrup
disesuaikan dengan selera. Komposisi umum untuk 3 kg nata de coco dibutuhkan 2 kg
gula pasir dan 4,5 liter air (Sutarminingsih 2004).

Gambar 4.7. Pencampuran Syrup


Kedua, Pencampuran. Nata de coco kubus kecil-kecil tawar dicampur dalam larutan
syrup dan dididihkan selama 15 menit. Bisa ditambahkan: garam, cita rasa (flavour
misal vanili, frambosen, cocopandan, rose, mangga) dan essence. Kemudian, nata de
coco dibiarkan selama kurang lebih setengah hari dengan tujuan terjadi proses
penyerapan gula dan cita rasa. Nata de coco direbus kembali dalam larutan syrup
(gula) dan untuk mengawetkan bisa ditambah natrium benzoat 0,1 persen ke dalam
larutan syrup perendam.
Gambar 4.8. Pengemasan

Ketiga, Pengemasan dan Pengepakan.

Dalam keadaan panas, nata de coco dimasukkan ke dalam kemasan kantong/gelas


plastik pengemas, ditutup rapat dan direbus dalam air mendidih selama 30 menit.
Selanjutnya, kantong/gelas plastik diangkat dan disimpan dalam suhu kamar dalam
posisi terbalik. Pengepakan dilakukan dan siap untuk dipasarkan.

h. Produksi Optimum

Untuk produksi 20 liter air kelapa, Sutarminingsih (2004) menemukan komposisi


bahan-bahan pembantu sebagai berikut: a. 1 Kg gula pasir sebagai sumber
energi/karbohidrat atau karbon b. 20 ml (2 sendok makan) asam asetat glasial/cuka
untuk membantu mengatur keasaman (pH) c. 20 g (2 sendok makan) pupuk ZA
sebagai sumber nitrogen d. 10 g (1 sendok makan) garam inggris untuk membantu
pembentukan lapisan nata de coco e. 10 g (1 sendok makan) asam sitrat (zitrun zuur)
f. 2 liter bibit nata de coco Apabila proses pembuatan nata de coco berjalan optimal
maka dari 20 liter air kelapa dapat dihasilkan 17-18 kg nata de coco tawar (rendemen
80-90 persen).
i. Kendala Produksi

Kendala produksi utama yang dihadapi oleh produsen adalah cuaca yaitu musim
penghujan. Selain pada musim penghujan input air kelapa mengalami penurunan
supply, musim hujan juga akan mengganggu suhu udara yang bisa sangat
mempengaruhi proses fermentasi. Kestabilan suhu kamar 28 - 31C dibutuhkan
dalam proses fermentasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai