Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

ETIKA LINGKUNGAN

DISUSUN OLEH :

NAMA/NIM : JIKI HIKMATULLAH / 4201417015

DOVIAN ISWANDA / 4201417016

AZANO DESFIANTO / 4201417017

KELAS/SEMESTER : 6A/VI

KELOMPOK : 3

JURUSAN TEKNIK MESIN

PROGRAM DIPLOMA 4

POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa taala yang telah memberikan kami
berbagai macam nikmat, sehingga aktivitas hidup ini banyak diberikan keberkahan.
Dengan kemurahan yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami
bisa menyelesaikan makalah tentang Etika Lingkungan ini dengan baik.

Makalah Etika Lingkungan ini telah kami susun dengan maksimal. Kami
menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki, baik dari segi tata bahasa maupun dalam
hal pengkonsolidasian.

Oleh karena itu kami meminta maaf atas ketidaksempurnaanya dan juga
memohon kritik dan saran untuk kami agar bisa lebih baik lagi dalam membuat
makalah ini.

Harapan kami mudah-mudahan apa yang kami susun ini bisa memberikan
manfaat untuk diri kami sendiri,teman-teman, serta orang lain.

Pontianak, 10 Januari
2016

Penyusun

Etika Lingkungan Page 1


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................i

DAFTAR ISI .............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1

1.1.............................................................................................Latar belakang.. 1
1.2.........................................................................................Rumusan Masalah
.....................................................................................................................2
1.3...................................................................................................Tujuan........ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................2

2.1.............................................................................Pengertian Etika Lingkungan


.....................................................................................................................3
2.2..........................................................................Jenis Jenis Etika Lingkungan
.....................................................................................................................4
2.3.....................................................................................Teori Etika Lingkungan
.....................................................................................................................11
2.4.......Prinsip - Prinsip Etika Lingkungan.............................................................
.....................................................................................................18
2.5.................................Etika Baru Lingkungan .....................................................
.....................................................................................................................22
2.6..............................................Kesadaran Lingkungan.........................................
.....................................................................................................................24
2.7..........................................Undang Undang Tentang Etika Lingkungan.........
.....................................................................................................................25
2.8.....................................................................Penerapan Etika Lingkungan.........
.....................................................................................................................28

BAB III PENUTUP...................................................................................................30

3.1..............................................................................................Kesimpulan .... 30

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................31

Etika Lingkungan Page 2


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada umumnya manusia bergantung pada keadaan lingkungan
disekitarnya yaitu berupa sumber daya alam yang dapat menunjang kehidupan
sehari-hari. Sumber daya alam yang utama bagi manusia adalah tanah, air, dan
udara. Tanah merupakan tempat manusia untuk melakukan berbagai kegiatan.
Air sangat diperlukan oleh manusia sebagai komponen terbesar dari tubuh
manusia. Untuk menjaga keseimbangan, air sangat dibutuhkan dengan jumlah
yang cukup banyak dan memiliki kualitas yang baik. Selain itu, udara
merupakan sumber oksigen yang alami bagi pernafasan manusia. Lingkungan
yang sehat akan terwujud apabila manusia dan lingkungannya dalam kondisi
yang baik.
Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan
akibat langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang nir-etik. Artinya,
manusia melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada
peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang
dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat
manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-
norma yang seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya
sendiri. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan hati
nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah.
Akibatnya terjadi penurunan secara drastis kualitas sumber daya alam seperti
lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan
kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai
masalah yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia.

1.2 Rumusan Masalah

Etika Lingkungan Page 1


Adapun rumusan masalah makalah ini, yaitu:
1.2.1 Pengertian etika Lingkungan?
1.2.2 Jenis-jenis etika Lingkungan?
1.2.3 Teori tentang etika Lingkungan?
1.2.4 Prinsip-prinsip etika Lingkungan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari etika Lingkungan.
1.3.2 Untuk mengetahui jenis-jenis etika Lingkungan.
1.3.3 Untuk mengetahui teori tentang etika Lingkungan.
1.3.4 Untuk mengetahui prinsip-prinsip dari etika Lingkungan.

Etika Lingkungan Page 2


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Etika Lingkungan


Etika Lingkungan berasal dari dua kata,
yaitu Etika dan Lingkungan. Etika berasal dari bahasa yunani yaitu Ethos
yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Ada tiga teori mengenai pengertian
etika, yaitu: etika Deontologi, etika Teologi, dan etika Keutamaan. Etika
Deontologi adalah suatu tindakan di nilai baik atau buruk berdasarkan apakah
tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika Teologi adalah baik
buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan atau akibat suatu tindakan.
Sedangkan Etika keutamaan adalah mengutamakan pengembangan karakter
moral pada diri setiap orang.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang
mempengaruhi kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia dan makhluk
hidup lain baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Jadi, etika
lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan
lingkungannya.etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang
menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga
keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan
etika lingkungan sebagai berikut:
a. Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan
sehingga perlu menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain
dirinya sendiri.
b. Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk
menjaga terhadap pelestarian , keseimbangan dan keindahan alam.
c. Kebijaksanaan penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk
bahan energi.
d. Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk
makhluk hidup yang lain.

Etika Lingkungan Page 3


Di samping itu, etika Lingkungan tidak hanya berbicara mengenai
perilaku manusia terhadap alam, namun juga mengenai relasi di antara semua
kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang
mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain
atau dengan alam secara keseluruhan.

2.2 Jenis-Jenis Etika Lingkungan


Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya
dibedakan dan menjadi dua yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi
dangkal. Selain itu etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika
pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang
menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia,
sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha
pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua makhluk.
2.2.1 Etika Ekologi Dangkal
Etika Ekologi Dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan
yang menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan
manusia, yang bersifat antroposentris. Etika Ekologi Dangkal ini biasanya
diterapkan pada filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu
pengetahuan mekanistik yang kemudian diikuti dan dianut oleh banyak
ahli lingkungan. Kebanyakan para ahli lingkungan ini memiliki
pandangan bahwa alam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia.
Etika ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu etika antroposentris
yang menekankan segi estetika dari alam dan etika antroposentris yang
mengutamakan kepentingan generasi penerus. Etika ekologi dangkal yang
berkaitan dengan kepentingan estetika didukung oleh dua tokohnya yaitu
Eugene Hargrove dan Mark Sagoff. Menurut mereka etika lingkungan
harus dicari pada aneka kepentingan manusia, secara khusus kepentingan
estetika.
Sedangkan etika antroposentris yang mementingkan kesejahteraan
generasi penerus mendasarkan pada perlindungan atau konservasi alam

Etika Lingkungan Page 4


yang ditujukan untuk generasi penerus manusia. Secara umum, Etika
ekologi dangkal ini menekankan hal-hal berikut ini :
1. Manusia terpisah dari alam.
2. Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan
tanggung jawab manusia.
3. Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya.
4. Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan
manusia.
5. Norma utama adalah untung rugi.
6. Mengutamakan rencana jangka pendek.
7. Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk
khususnya dinegara miskin.
8. Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi.

2.2.2 Etika Ekologi Dalam


Yang dimaksud Etika Ekologi Dalam adalah pendekatan terhadap
lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai
keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur
mempunyai arti dan makna yang sama. Etika ekologi ini memiliki prinsip
yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena
itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak
untuk hidup, dan hak untuk berkembang.
Premisnya adalah bahwa lingkungan moral harus melampaui
spesies manusia dengan memasukkan komunitas yang lebih luas.
Komunitas yang lebih luas disini maksudnya adalah komunitas yang
menyertakan binatang dan tumbuhan serta alam. Menurut pandangan
etika ini alam memiliki fungsi sebagai penopang kehidupan. Untuk itu
lingkungan patut dihargai dan diperlakukan dengan cara yang baik.
Etika ini juga disebut Etika Lingkungan Ekstensionisme dan Etika
Lingkungan Preservasi. Etika ini menekankan pemeliharaan alam bukan
hanya demi manusia tetapi juga demi alam itu sendiri. Karena alam
disadari sebagai penopang kehidupan manusia dan seluruh ciptaan. Untuk
itu manusia dipanggil untuk memelihara alam demi kepentingan bersama.
Etika lingkungan ini dibagi lagi menjadi beberapa macam menurut
fokus perhatiannya, yaitu Neo-Utilitarisme, Zoosentrisme, Biosentrisme,

Etika Lingkungan Page 5


dan Ekosentrisme. Etika Lingkungan Neo-Utilitarisme merupakan
pengembangan etika utilitarisme Jeremy Bentham yang menekankan
kebaikan untuk semua. Dalam konteks etika lingkungan maka kebaikan
yang dimaksudkan, ditujukan untuk seluruh makhluk. Tokoh yang
memelopori etika ini adalah Peter Singer. Dia beranggapan bahwa
menyakiti binatang dapat dianggap sebagai perbuatan tidak bermoral.
Etika Lingkungan Zoosentrisme adalah etika yang menekankan
perjuangan hak-hak binatang, karenanya etika ini juga disebut Etika
Pembebasan Binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles Brich.
Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan
karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan.
Sehingga bagi para penganut etika ini, rasa senang, dan penderitaan
binatang dijadikan salah satu standar moral.
Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals,
perasaan senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral
memperlakukan binatang dengan penuh belas kasih.Etika Lingkungan
Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih menekankan kehidupan
sebagai standar moral. Salah satu tokoh penganutnya adalah Kenneth
Goodpaster. Menurut Kenneth rasa senang atau menderita bukanlah
tujuan pada dirinya sendiri. Bukan senang atau menderita, akhirnya,
melainkan kemampuan untuk hidup atau kepentingan untuk hidup.
Kepentingan untuk hidup yang harus dijadikan standar moral. Sehingga
bukan hanya manusia dan binatang saja yang harus dihargai secara moral
tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul Taylor, karenanya tumbuhan dan
binatang secara moral dapat dirugikan atau diuntungkan dalam proses
perjuangan untuk hidup mereka sendiri, seperti bertumbuh dan
bereproduksi.
Etika Lingkungan Ekosentrisme adalah sebutan untuk etika yang
menekankan keterkaitan seluruh organisme dan anorganisme dalam
ekosistem. Setiap individu dalam ekosistem diyakini terkait satu dengan
yang lain secara mutual. Planet bumi menurut pandangan etika ini adalah

Etika Lingkungan Page 6


semacam pabrik integral, suatu keseluruhan organisme yang saling
membutuhkan, saling menopang dan saling memerlukan.
Sehingga proses hidup-mati harus terjadi dan menjadi bagian dalam
tata kehidupan ekosistem. Kematian dan kehidupan haruslah diterima
secara seimbang. Hukum alam memungkinkan makhluk saling memangsa
diantara semua spesies. Ini menjadi alasan mengapa manusia boleh
memakan unsur-unsur yang ada di alam, seperti binatang maupun
tumbuhan. Menurut salah satu tokohnya, John B. Cobb, etika ini
mengusahakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan
kepentingan keseluruhan dalam ekosistem.
Secara umum etika ekologi dalam ini menekankan hal-hal berikut :
1. Manusia adalah bagian dari alam.
2. Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan
oleh manusia, tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang.
3. Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam
diperlakukan sewenang-wenang.
4. Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk.
5. Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai.
6. Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati.
7. Menghargai dan memelihara tata alam.
8. Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem.
9. Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem
alternatif yaitu sistem mengambil sambil memelihara.

Selain itu Etika Lingkungan juga dibedakan lagi sebagai Etika


Pelestarian dan Etika Pemeliharaan. Etika Pelestarian adalah etika yang
menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan
manusia, sedangkan Etika Pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung
usaha pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua makhluk.

Kaum environmentalis mengakui bahwa filsafat sejak Yunani


sampai Modern memang tidak banyak memberi dasar pada Etika
Lingkungan, bahkan cenderung berseberangan dalam pandangan terhadap
alam. Dari skeptisisme terhadap realitas fisik dan konsep alam yang tidak
dapat rusak jelas bertabrakan dengan paham baru yang ingin ditonjolkan

Etika Lingkungan Page 7


oleh kaum environmentalis tentang dimensi estetis dari materi dan alam
yang sedang berubah. Filsafat sosial dan politispun tidak menyentuh sisi
pelestarian alam ini, misalnya pandangan John Locke tentang tanah yang
mencapai puncak nilai guna ketika digunakan oleh negara untuk
kepentingannya.

Bagi Etika Lingkungan, tantangan tersebut tidak harus diartikan


bahwa etika ini telah kehilangan nilai filosofisnya karena tidak banyak
didukung oleh tradisi pemikiran sebelumnya. Justru, etika lingkungan
ingin menunjukkan lubang besar dalam sejarah filsafat yang tidak pernah
digali dan direfleksikan. Lubang besar itu bagi kaum environmentalis
ditunjukan dalam sikap manusia yang merasa sebagai raja atas seluruh
ekosistem yang secara menyedihkan telah menyebabkan ekosistem pelan-
pelan kehilangan nilai estetisnya, dan melulu menjadi obyek kepentingan
manusia. Di sinilah, Etika Lingkungan memberikan sumbangannya dalam
seluruh pemikiran filsafat.

Demikian, menurut Ekawati (2009) mengakhiri uraiannya, bahwa


etika lingkungan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu etika
lingkungan dalam dan etika lingkungan dangkal. Keduanya memiliki
beberapa perbedaan seperti di atas. Tetapi bukan berarti munculnya etika
lingkungan ini memberi jawab langsung atas pertanyaan mengapa terjadi
kerusakan lingkungan. Namun paling tidak dengan adanya gambaran
etika lingkungan ini dapat sedikit menguraikan norma-norma mana yang
dipakai oleh manusia dalam melakukan pendekatan terhadap alam ini.
Dengan demikian etika lingkungan berusaha memberi sumbangan dengan
beberapa norma yang ditawarkan untuk mengungkap dan mencegah
terjadinya kerusakan lingkungan.

Veer et al. (1986) menguraikan Pandangan Baru Terhadap Alam sebagai


berikut :

Etika Lingkungan Page 8


1. Sebenarnya manusia hanyalah bagian kecil dari alam ini, tetapi
tindakannya yang sembrono dan serakah menyebabkan banyak
spesies punah tiap tahunnya. Manusia sebagai makhluk yang
mempunyai kemampuan yang melebihi dari makhluk lain di alam ini,
seharusnya mendayagunakan kemampuannya untuk menjaga dan
memelihara ekosfer dan ekosistem. Manusia diharapkan dapat
merubah sikapnya dari destruktif ke konstruktif. Akal budi bisa
digunakan untuk memperbaiki alam. Dengan akal budinya, manusia
memiliki kemampuan tidak hanya menghasilkan mesin dan industri
yang bisa merusak alam tetapi juga mampu 'digiring' untuk
menciptakan teknologi yang mendukung kelestarian alam.
2. Kita hendaknya mengganti paradigma manusia sebagai sang
penakluk komunitas alam dengan paradigma manusia sebagai
anggota dari komunitas alam. Dengan begitu manusia mampu
menghargai anggota lain di dalam komunitas ekosistem.
3. Suatu faktor penyebab terpenting yang perlu diperhatikan dalam
proses terjadinya perusakan lingkungan oleh manusia adalah faktor
ekonomi. Secara lebih khusus lagi adalah kerakusan manusia, di
mana ia melakukan eksploitasi tak terbatas terhadap alam. Alam
hanya dilihat sebagai benda penghasil uang. Dunia masih berada
dalam sistem ekonomi lama, yaitu kapitalisme yang menjunjung
tinggi keuntungan dan mengakibatkan hilangnya nilai kebersamaan.
4. Diperlukan adanya perubahan sikap manusia secara mendasar dalam
memperlakukan alam. Perubahan yang menyangkut nilai, dari nilai
hubungan manusia dengan alam yang bersifat ekonomis ke nilai
hubungan yang dilandasi oleh sikap menghargai alam sebagai bagian
dari hidup manusia. Jadi berdasar pada nilai yang tidak melulu dan
hanya berorientasi keuntungan manusia, diharapkan ada usaha untuk
menemukan suatu sistem ekonomi baru yang menghargai yang
lemah, yang nampaknya tak berperan dalam kehidupan.

Etika Lingkungan Page 9


5. Begitu baiknya alam ini hingga mampu menciptakan spesies-spesies
yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Di dalam alam juga
tercipta simbiosis-simbiosis. Tumbuhan, binatang dari yang paling
kecil hingga yang terbesar dan manusia, terjalin dalam jaring-jaring
rantai makanan. Masing-masing punya perannya sendiri dalam
melestarikan alam ini. Semuanya membentuk suatu komunitas yang
saling tergantung. Inilah yang perlu disadari manusia. Hewan,
tumbuhan dan segala sesuatu bagian dari ekosistem merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia. Merusak dan
membunuh mereka tanpa perhitungan berarti menghancurkan
manusia sendiri.
6. Ada beberapa pemikir yang menyatakan bahwa hanya mereka yang
bertindak sesuai kewajibanlah yang mempunyai hak. Meskipun
demikian anak cucu keturunan manusia yang nantinya mendiami
bumi ini, juga mempunyai hak atas alam ini sama dengan kita.
Ketika kita mengeksploitasi habis-habisan alam atas dalih
memanfaatkan hak, sebenarnya kita telah merebut hak mereka yang
belum terlahir di bumi sekarang ini. Memang mereka belum mampu
melakukan suatu kewajiban, tapi kewajiban mereka nantinya adalah
sama yaitu menjaga alam bagi keturunan mereka.
7. Makhluk hidup seperti binatang dan tumbuhan juga mempunyai hak,
meskipun mereka tidak dapat bertindak yang berlandaskan
kewajiban. Mereka ada dan tercipta untuk kelestarian alam ini,
sehingga juga mempunyai hak untuk hidup. Hak itu harus dihormati
berdasar prinsip nilai intrinsik yang menyatakan bahwa setiap entitas
sebagai anggota komunitas bumi bernilai. Dengan demikian,
pembabatan hutan secara tidak proporsional dan penggunaan
binatang sebagai obyek eksperimen tidak dapat dibenarkan.
8. Permasalahan lingkungan tidak bisa dilepaskan dari kegiatan
manusia yang disebut teknik, suatu cara membuat sesuatu. Teknik

Etika Lingkungan Page 10


kemudian dipelajari untuk tujuan tertentu dan dinamakan teknologi.
Alat-alat yang dihasilkan teknik bisa merupakan perpanjangan tubuh
manusia atau bisa juga sarana untuk menemukan dan menyimpan apa
yang tidak didapatkan pada dirinya. Maka teknik adalah realisasi
sekaligus substitusi diri manusia. Masalahnya kemudian teknik itu
mengandalkan pada sarana yang dipakai, dan itu adalah alam.
Penggunaan alam untuk memenuhi kebutuhan manusia dibedakan
dalam dua sifat : eksploitatif dan konstruktif. Eksploitatif maksudnya
manusia mengambil segala sesuatu dari alam tanpa mengganti atau
mengembalikannya ke alam. Sedangkan konstruktif adalah
pengambilan hasil alam dengan memperhitungkan kelestariannya,
maka harus diikuti dengan tindakan memperbarui.
9. Sulitnya masalah ini dipecahkan adalah karena eksploitasi ini
diorganisasi dan dipakai bukan sekadar memenuhi kebutuhan hidup
tapi untuk menumpuk harta demi kepentingan egoisme. Sudah
sepantasnya manusia sadar kalau semua akibat eksploitasi ini akan
berbalik dan merugikan diri manusia sendiri. Manusia harus berpikir
secara jangka panjang dan bukan semata-mata untuk dirinya sendiri.
Maka perlu diperhitungkan bagaimana mengganti sumber daya alam
yang dipakai. Bagaimana menggunakan sumber alam agar maksimal
mencapai tujuan tanpa merusak keseimbangan alam. Mungkin kita
harus kembali pada pemilihan prioritas mana yang penting, mana
yang sekadar berguna, mana yang artifisial dan menyenangkan.

2.3 Teori Etika Lingkungan


Sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh
bagaimana pandangannya terhadap sesuatu itu, Kalau sesuatu hal dipandang
sebagai berguna dan penting, maka sikap dan perilaku terhadap sesuatu itu lebih
banyak bersifat menghargai. Sebaliknya jika sesuatu hal dipandang dan
dipahami sebagai sesuatu yangn tidak berguna dan tidak penting, maka sikap

Etika Lingkungan Page 11


dan perilaku yang muncul lebih banyak bersifat mengabaikan, bahkan
merusak.. Manusia memiliki pandangan tertentu pada alam, dimana pendangan
itu telah menjadi landasan bagi tindakan dan perilaku manusia terhadap alam.
Dari beberapa pandangan etika yang telah berkembang tentang alam disini akan
dibahas tiga teori utama, yang dikenal dengan Shallow environmental Ethics,
Intermediate Environmental ethics, dan Deep Environmental ethics. Ketiga
teori ini dikenal juga sebagai antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme.
Ketiganya akan dicoba diterangkan satu persatu, sambil meninjaunya secara
kritis.

2.3.1 Antroposentrisme
Antroposentrisme (antropos = manusia) adalah suatu pandangan

yang menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta.

Pandangan ini berisi pemikiran bahwa segala kebijakan yang diambil

mengenai lingkungan hidup harus dinilai berdasarkan manusia dan

kepentingannya. Jadi, pusat pemikirannya adalah manusia. Kebijakan

terhadap alam harus diarahkan untuk mengabdi kepada kepentingan

manusia. Pandangan moral lingkungan yang antroposentrisme disebut

juga sebagai human centered ethic, karena mengandaikan kedudukan dan

peran morl lingkungan hidup yang terpusat pada manusia. Maka tidak

heran kalau fokus perhatian dalam pandangan ini terletak pada

peningkatan kesejahteraan dan kebahagian manusia di dalam alam

semesta. Alam dilihat hanya sebagai obyek, alat dan sarana bagi

pemenuhan kebutuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Dengan

demikian alam dilihat sebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia.

Tinjauan kritis atas teori antroposentrisme:

Etika Lingkungan Page 12


Antroposentrisme didasarkan pada pandangan filsafat yang

mengklaim bahwa hal yang bernuansa moral hanya berlaku pada

manusia. Manusia di agungkan sebagai yang mempunyai nilai

paling tinggi dan paling penting dalam kehidupan ini, jauh melebihi

semua mahluk lain. Ajaran yang telah menempatkan manusia

sebagai pusat suatu sistem alam semesta ini telah membuat arogan

terhadap alam, dengan menjadikan sebagai objek untuk

dieksploitasi.
Antroposentrisme sangat bersifat instrumentalis, dimana pola

hubungan manusia dengan alam hanya terbatas pada relasi

instrumental semata. Alam dilihat sebagai alat pemenuhan dan

kepentingan manusia. Teori ini dianggap sebgai sebuah etika

lingkungan yang dangkal dan sempit ( shallow environmental ethics

).
Antroposentrisme sangat bersifat teologis karena pertimbangan

yang diambil untuk peduli terhadap alam didasarkan pada akibat

dari tindakan itu bagi kepentingan manusia. Konservasi alam

misalnya, hanya dianggap penting sejauh hal itu mempunyai

dampak menguntungkan bagi kepentinmgan manusia.


Teori antroposentrisme telah dituduh sebagai salah satu penyebab

bagi terjadinya krisis lingkungan hidup. Pandangan inilah yang

menyebabkan manusia berani melakukan tindakan eksploitatif

terhadap alam, dengan menguras kekayaan alam demi

kepentingannya. Kepedulian lingkungan hanya muncul sejauh

Etika Lingkungan Page 13


terkait dengan kepentingan manusia, dan itupun lebih banyak

berkaitan dengan kepentingan jangka pendek saja.


Walaupun kritik banyak dilontarkan terhadap teori

antroposentrisme, namun sebenarnya argumen yang ada didalamnya

cukupm sebagai landasan kuat bagi pengembangan sikap

kepedulian terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkungan

hidupn yang baik, maka demi kepentingan hidupnya, manusia

memiliki kewajiban memelihara dan melestarikan alam

lingkungannya. Kekurangan pada teori ini terletak pada pendasaran

darin tindakan memberi perhatian pada alam, yang tidak didasarkan

pada kesadaran dan pengakuan akan adanya nilai ontologis yang

dimiliki oleh alam itu sendiri, melainkan hanya kepentingan

manusia semata.
2.3.2 Biosentrisme
Etika lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih
menekankan kehidupan sebagai standar moral. Salah satu tokoh
penganutnya adalah Kenneth Goodpaster. Menurut Kenneth rasa senang
atau menderita bukanlah tujuan pada dirinya sendiri. Bukan senang atau
menderita, akhirnya, melainkan kemampuan untuk hidup atau
kepentingan untuk hidup. Kepentingan untuk hidup yang harus dijadikan
standar moral. Sehingga bukan hanya manusia dan binatang saja yang
harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul Taylor,
karenanya tumbuhan dan binatang secara moral dapat dirugikan dan atau
diuntungkan dalam proses perjuangan untuk hidup mereka sendiri, seperti
bertumbuh dan bereproduksi.
Biosentrisme adalah suatu pandangan yang menempatkan alam

sebagai yang mempunyai nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari

Etika Lingkungan Page 14


kepentingan manusia. Dengan demikian biosentrisme menolak

antroposentrisme yang menyatakan bahwa manusialah yang mempunyai

nilai dalam dirinya sendiri. Teori biosentrisme berpandangan bahwa

mahluk hidup bukan hanya manusia saja. Ada banyak hal dan jenis

mahluk hidup yang memiliki kehidupan. Hanya saja, hal yang rumit dari

biosentrisme, atau yang disebut juga life-centered ethic, terletak pada cara

manusia menanggapi pertanyaan: Apakah hidup itu?. Pandangan

biosentrisme mendasarkan moralitas pada keluhuran kehidupan, entah

pada manusia atau pada mahluk hidupnya. Karena yang menjadi pusat

perhatian dan ingin dibela dalam teori ini adalah kehidupan, maka secara

moral berlaku prisip bahwa setiap kehidupan dimuka bumi ini

mempunyai nilai moral yang sama, sehingga harus dilindungi dan

diselamatkan. Oleh karena itu, kehidupan setiap mahluk hidup pantas

diperhitungkan secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral,

bahkan lepas dari pertimbangan untung rugi bagi kepentingan manusia.

Tinjauan kritis atas teori biosentrisme:

Biosentrisme menekankan kewajiban terhadap alam bersumber dari

pertimbangan bahwa kehidupan adalah sesuatu yang bernilai, baik

kehidupan manusia maupun spesies lain dimuka bumi ini. Prinsip

atau perintah moral yang berlaku disini dapat dituliskan sebagai

berikut: adalah hal yang baik secara moral bahwa kita

mempertahankan dan memacu kehidupan, sebaliknya, buruk kalau

kita menghancurkan kehidupan.

Etika Lingkungan Page 15


Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinya mempunyai harkat

dan nilai dalam dirinya sendiri. Alam mempunyai nilai justru karena

ada kehidupan yang terkandung didalamnya. Kewajiban terhadap

alam tidak harus dikaitkan dengan kewajiban terhadap sesama

manusia. Kewajiban dan tanggung jawab terhadap alam semata-

mata didasarkan pada pertimbangan moral bahwa segala spesies di

alam semesta mempunyai nilai atas dasar bahwa mereka

mempunyai kehidupan sendiri, yang harus dihargai dan dilindungi.


Biosentrisme memandang manusia sebagai mahluk biologis yang

sama dengan mahluk biologis yang lain. Manusia dilihat sebagai

salah satu bagian saja dari keseluruhan kehidupan yang ada dimuka

bumi, dan bukan merupakan pusat dari seluruh alam semesta. Maka

secara biologis manusia tidak ada bedanya dengan mahluk hidup

lainnya. Salah satu tokoh yang menghindari penyamaan begitu saja

antara manusia dengan mahluk hidup lainnya adalah Leopold.

Menurut dirinya, manusia tidak memiliki kedudukan yang sama

begitu saja dengan mahluk hidup lainnya. Kelangsungan hidup

manusia mendapat tempat yang penting dalam pertimbangan moral

yang serius. Ahanya saja, dalam rangka menjamin kelangsungan

hidupnya, manusia tidak harus melakukannya dengan cara

mengorbankan kelangsungan dan kelestarian komunitas ekologis.

Manusia dapat menggunakan alam untuk kepentingannya, namun

dia tetap terikat tanggung jawab untuk tidak mengorbankan

integrity, stability dan beauty dari mahluk hidup lainnya. unjtuk

Etika Lingkungan Page 16


mengatasi berbagai kritikan atas klaim pertanyaan antara manusia

dengan mahluk biologis lainnya, salah seorang tokoh biosentrisme,

Taylor, membuat pembedaan antara pelaku moral (moral agents)

dan subyek moral (moral subjects). Pelaku moral adalah manusia

karena dia memiliki kemampuan untuk bertindak secara moral,

berupa kemampuan akal budi dan kebebasan. Maka hanya

manusialah yang memikul kewajiban dan tanggung jawab moral

atas pilihan-pilihan, dan tindakannya. Sebaliknya, subyk moral

adalah mahluk yang bisa diperlakukan secara baik atau buruk, dan

itu berarti menyangkut semua mahluk hidup, termasuk manusia.

Dengan demikian semua pelaku moral adalah juga subyek moral,

namun tidak semua subyek moral adalah pelaku moral, di mana

pelaku moral memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap

mereka.
Teori biosentrisme, yang disebut juga intermediate environmental

ethic, harus dimengerti dengan baik, khususnya menyangkut

kehidupan manusia dan mahluk-mahluk hidup yang lain di bumi

ini. Teori ini memberi bobot dan pertimbangan moral yang sama

kepada semua mahluk hidup. Disini dituntut bahwa alam dan segala

kehidupan yang terkandung didalamnya haruslah masuk dalam

pertimbangan dan kepedulian moral. Manusia tidak mengorbankan

kehidupan lainnya begitu saja atas dasar pemahaman bahwa alam

dan segala isinya tidak bernilai dalam dirinya sendiri.


2.3.3 Ekosentrisme

Etika Lingkungan Page 17


Etika Lingkungan Ekosentrisme adalah sebutan untuk etika yang
menekankan keterkaitan seluruh organisme dan anorganisme dalam
ekosistem. Setiap individu dalam ekosistem diyakini terkait satu dengan
yang lain secara mutual. Planet bumi menurut pandangan etika ini adalah
semacam pabrik integral, suatu keseluruhan organisme yang saling
membutuhkan, saling menopang dan saling memerlukan. Sehingga proses
hidup-mati harus terjadi dan menjadi bagian dalam tata kehidupan
ekosistem. Kematian dan kehidupan haruslah diterima secara seimbang.
Hukum alam memungkinkan mahluk saling memangsa diantara semua
spesies. Ini menjadi alasan mengapa manusia boleh memakan unsur-
unsur yang ada di alam, seperti binatang maupun tumbuhan. Menurut
salah satu tokohnya, John B. Cobb, etika ini mengusahakan
keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan
keseluruhan dalam ekosistem.
Ekosentrisme dapat dikatakan sebagai lanjutan dari teori etika

lingkungann biosentrisme. Kalau biosentrisme hanya memusatkan

perhatian pada kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan

perhatian pada seluruh komunitas biologis, baik yang hidup maupun

tidak. Pandangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa secara ekologis,

baik mahluk hidup maupun benda-benda antibiotik lainnya saling terkait

satu sama lainnya. Jadi ekosentrisme, selain sejalan dengan biosentrisme-

di mana keduanya sama-sama menentang pandangan antroposentrisme-

juga mencakup komunitas ekologis seluruhnya. Jadi ekosentrisme,

menuntut tanggungjawab moral yang sama untuk semua realitas biologis.


Tinjauan kritis atas teori ekosentrisme:

Ekosentrisme, yang disebut juga deep environmental ethics,

semakin dipulerkan denganversi lain setelah diperkenalkan oleh

Etika Lingkungan Page 18


Arne Naes, seorang filsuf Norwegia dengan menyebutnya sebagai

Deep Ecology ini adalah suatu paradigma baru tentang alam dan

seluruh isinya. Perhatian bukan hanya berpusat pada manusia

melainkan pada mahluk hidup seluruhnya dalam kaitan dengan

upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Manusia bukan lagi

pusat dari dunia moral. Deep Ecology memusatkan perhatian

kepada semua kehidupan di bumi ini, bukan hanya kepentingan

seluruh komunitas ekologi.

Arne Naes bahkan juga menggunakan istilah ecosophy untuk

memberikan pendasaran filosofi atas deep ecology. Eco berarti

rumah tangga dan sophy berarti kearifan atau kebijaksanaan.

Maka ecosophy berarti kearifan dalam mengatur hidup selaras

dengan alam sebagai sebuah rumah tangga dalam arti luas. Dalam

pandangan ecosophy terlihat adanya suatu pergeseran dari sekedar

sebuah ilmu (science) menjadi sebuah kearifan (wisdom). Dalam

arti ini, lingkungan hidup tidak hanya sekedar sebuah ilmu

melainkan sebuah kearifan, sebuah cara hidup, sebuah pola hidup

selaras dengan alam. Ini adalah cara untuk menjaga dan memelihara

lingjkungannya secara arid, layaknya sebuah rumah tangga.

Deep ecology menganut prisip biospheric egalitarianism, yaitu

pengakuan bahwa semua organisme dan mahluk hidup adalah

anggota yang sama statusnya dari suatu keseluruhan yang terkait

sehingga mempunyai martabat yang sama. Ini menyangkut suatu

Etika Lingkungan Page 19


pengakuan bahwa hak untuk hidup dan berkembang untuk semua

mahluk (baik hayati maupun nonhayati) adalah sebuah hak

univerval yang tidak bisa diabaikan.

Sikap deep ecology terhadap lingkungan sangat jelas, tidak hanya

memusatkan perhatian pada dampak pencemaran bagi kesehatan

manusia, teapi juga pada kehidupan secara keseluruhan. Pendekatan

yang dilakukan dalam menghadapi berbagai issue lingkungan hidup

bukan bersifat antroposentris, melainkan biosentris dan bahkan

ekosentris. Isi alam semesta tidak dilihat hanya sebagai sumberdaya

dan menilainya dari fungsi ekonomis semata. Alam harus

dipandang juga darisegi nilai dan fungsi budaya, sosial, spiritual,

medis dan biologis.

2.4 Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan


Dengan mendasarkan nilai pada teori etika biosentrisme, eksosentrisme,
dan teori mengenai hak asasi alam, kita dapat merumuskan berbagai prisip
moral yang relevan untuk lingkungan hidup. Prinsip-prinsip ini terbuka untuk
dikembangkan lenbih lanjut. Perlu ditekankan bahwa prinsip-prinsip etika
lingkungan ini terutama bertumpu pada dua unsur pokok dari teori biosentrisme
dan eksosentrisme. Prinsip etika lingkungan ada sembilan antara lain :
2.4.1 Sikap hormat terhadap alam
Dengan mendasarkan diri pada teori bahwa komunitas ekologis
adalah komunitas moral, setiap anggota komuitas (manusia atau bukan)
mempunyai kewajiban moral untuk saling menghormati. Secara khusus ,
sebagai pelaku moral manusia mempunyai kewajiban moral untuk
menghormati kehidupan, baik pada manusia atau mahluk lain dalam
komuniatas ekologis seluruhnya.
Hormat terhadap alam adalah suatu prinsip dasar bagi manusia
sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. Seperti hal, setiap anggota

Etika Lingkungan Page 20


komunitas social mempunyia kewajiban moral untuk menghormati
kehidupan bersama, demikian pula setiap anggota komunitas ekologis
harus saling menghargai dan menghormati setiap kehidupan serta
mempunyai kewajiban moral untuk menjaga bagian dari komunitas.
2.4.2 Prinsip tanggung jawab
Terkait dengan prinsip hormat terhadap alam adalah tanggung
jawab moral terhadap alam, karena secara entologis manusia adalah
bagian dari integral alam. Setiap bagian dan benda dialam dicitakan
Tuhan dengan tujuannya masing-masing, terlepas apakah tujuan itu untuk
kepentingan manusia atau tidak. Oleh karena itu, manusia sebagai bagian
dari alam semesta, bertanggung jawab pula untuk menjaganya. Tanggung
jawab itu bukan saja bersifat individual melainkan juga kolektif. Prinsip
tanggung jawab moral ini menuntut manusia untuk mengambil prakarsa,
usaha, kebijakan, dan usaha bersamauntuk menjaga alam semesta dan
isinya. Itu berarti kelestarian dan kerusakan alam merupakan tanggung
jawab bersama seluruh umat manusia.
2.4.3 Prinsip solidaritas kosmis
Prinsip solidaritas muncul dari kenyataan bahwa manusia adalah
bagian integral alam semesta, bahkan manusia mempunyai kedudukan
yang sederajat dengan alam dan semua mahluk hidup lain dialam ini.
Kenyataan ini membangkitkan dalam diri manusia perasaan solider,
perasaan sepenanggungan dengan alam dan semua mahluk hidup lain.
Prinsip solider kosmis ini lalu mendorong manusia untuk menyelamatkan
lingkungan, untuk menyelamatkan semua kehiupan dialam ini. Karena
alam dan seluruh kehidupan didalamnya mempunyai nilai yang sama bagi
kehidupan manusia. solidaritas kosmis juga mencegah manusia untuk
tidak merusak dan mencemari alam dan seluruh kehidupan didalamnya,
sama seperti manusia tidak merusak rumah tangganya sendiri.
2.4.4 Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam
Prinsip kasih sayang dan kepedulian adalah prinsip moral satu arah,
menuju yang lain, tanpa mengharapkan balasan. Ia tidak didasarkan pada
pertimbangan kepentingan pribadi, tetapi semata-mata untuk kepentingan

Etika Lingkungan Page 21


alam. Yang menarik , semakin mencintai dan peduli terhadap alam,
manusia semakin berkembang menjadi manusia yang matang, sebagai
pribadi dengan identitas yang kuat. Karena alam memang menghidupkan,
tidak hanya dalam pengertian fisik, melainkan juga dalam pengertian
mental dan spritual.
2.4.5 Prinsip No Harm
Prinsip No Harm, artinya karena manusia mempunyai kewajiban
moral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak
akan merugikan alam secara tidak perlu. Dengan mendasari diri pada
biosentrisme dan eksosentrisme, manusia berkewajiban moral untuk
melindungi kehidupan dialam semesta ini. Kewajiban, sikap solider dan
kepedulian ini bisa mengambil bentuk minimal berupa tidak melakukan
yang merugikan atau mengancam eksistensi mahluk hidup lain dialam
semesta ini.
2.4.6 Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam
Pada prinsip ini, ditekankan adalah nilai, kualitas, standar material.
Yang ditekankan buak rakus dan tamak mengumpulkan harta dan
memiliki sebanyak-banyaknya. Yang lebih penting adalah mutu
kehidupan yang baik.
2.4.7 Prinsip keadilan
Berbeda dengan keenam prinsip sebelumnya, prinsip keadilan tidak
berbicara tentang perilaku manusia terhadap alam semestanya, prinsip ini
lebih berbicara tentang bagaimana manusia berperilaku satu terhadap
yang lain dalal kaitan dengan alam semesta dan bagaimana sistem sosial
harus diatur agar berdampak positif terhadap kelestarian lingkungan
hidup. Dalam hal ini, prinsip keadilan terutama berbicara tentang akses
yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut
menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
alam. Dengan demikian, prinsip keadilan ini telah masuk dalam politik
ekologi, dimana pemerintah dituntut untuk membuka peluang dan akses
yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut
menetukan kebijkan khususnya dibidang lngkungan dan pemanfaatan

Etika Lingkungan Page 22


alam ini bagi kepentingan vital manusia. termasuk didalamnya bahwa
semua kelompok dan anggota masyarakat harus secara proporsional
menanggung beban yang disebabkan oleh rusaknya alam semesta yang
ada.
2.4.8 Prinsip demokrasi
Prinsip demokrsi ini sangat relevan dalam bidang lingkungan,
terutama dalam kaitan pengambilan kebijakan dibidang lingkungan yang
menetukan baik-buruk, rusak-tidaknya, tercemar tidaknya lingkungan
hidup. Ini menjadi rinsip moral politik yang menjadi garansi yang pro
lingkungan hidup. Sebaliknya ada kekawatiran kehidupan politik yang
tidak demokratis, dan system politik yang tidak menjamin adqanya
demokrsi akan membahayakan bagi perlindungan lingkungan hidup.
Prinsip demokrasi mencakup beberapa prinsip moral lainnya :
Demokrasi menjamin adanya keaneka ragaman dan pluralitas, baik
pluralitas kehidupan, pluralitas aspirasi, kelompok politik dan
nilai.
Demokrasi menjamin kebebasan dalam mengeluarkan pendapat dan
memperjuangkan nilaiyang dianut oleh setiap orang
Demokrasi menjami setiap orang dan kelompok masyarakat ikut
berpartisipasi dalam menentukan kebijakan publik dan memperoleh
peluang yang sama Demokrasi menjamin hak setiap orang untuk
memperoleh informasi yang akurat tentang setiap kebijakan publik
Demorasi menuntut adanya akuntabilitas public
2.4.9 Prinsip integritas moral
Prinsip ini terutama dimaksudkan untuk pejabat publik, dimana
pejabat publik dituntut agar mempunyai sikap dan perilaku moral yang
terhormat serta memegang teguh prinsip- prinsip moral yang
mengamankan kepentingan publik.
2.5 Etika Baru Lingkungan
Parahnya krisis lingkungan akibat pembalakan liar, pembakaran hutan
dan pengeksploitasian lingkungan tanpa batas, telah lama menuai protes keras
dari masyarakat, baik lewat tulisan maupun lewat aksi demonstrasi. Dari
perspektif sejarah, gaung protes kaum pecinta lingkungan sebenarnya mulai

Etika Lingkungan Page 23


membahana, ketika Rachel Carson dalam bukunya Silent Spring (1962) secara
dramatis meramalkan ancaman kerusakan lingkungan yang menimbulkan
hancurnya ekosistem yang mengancam keselamatan penghuni bumi. Ia
meramalkan terjadi musim semi yang sunyi, tanpa kicauan dan indahnya
warna-warni.
Ironisnya, meski protes para pecinta lingkungan terus gencar, tetapi hutan
dan lingkungan disini tetap saja dieksploitasi tanpa batas, dan dibakar sehingga
semakin merusak lingkungan dan telah memusnahkan banyak ekosistem
didalamnya. Seperti bencana Lumpur beracun, PT lapindo Brantas Sidoarjo,
yang terkesan dibiarkan berlarut-larut sehingga menimbulkan kerusakan
lingkungan yang sangat parah, dan belum diketahui kapan selesai
penangananya .
Seperti kata Erich Fromm dalam bukunya To Have or to Be, keinginan
padahal merupakan sesuatu yang tidak terbatas. Keinginan untuk memiliki
sesuatu akan muncul keinginan berikutnya yang akan menimbulkan
keserakahan. Keserakahan itu sifatnya tidak terbata, tidak pernah sampai pada
titik jenuh, karena ini menyangkut mental. Oleh karena itu, ada dua hal yang
harus diperhatikan secara serius. Pertama, sebagaimana kerap dikumandangkan
para pemerhati lingkungan, yaitu penegakan hokum secara tegas terhadap
semua perusak hutan. Bahkan itu menjadi kata kunci dari semua permasalahan
ini. Sikap bodoh dan permisif masyarakat terhadap penjarahan hutan,
pembakaran liar, dan pembakaran hutan disebabkan karena kurang tegasnya
pemerintah dalam menerapkan Hukum secara adil. Kedua, sudah saatnya
dibutuhkan kemanusiaan baru yang beretika, dan memiliki kesadaran
lingkungan yang tinggi, yang sanggup menghubungkan pola kehidupan yang
lebih sehat dengan lingkungan dan tidak bersifat eksploitatif.
Etika lingkungan seperti itu, kerap pula disebut etika lingkungan yang
namanya kontekstualisme atau etika kontekstual. Dalam kontekstualisme ini
tidak diperlawankan manusia dengan alam atau lingkungannya, tetapi
memandang dampak-dampak dari kontaknya sebagai perilaku yang mandiri.
Suatu etika yang berlandas kuat dalam kosmos, sekaligus dalam landas pikiran

Etika Lingkungan Page 24


dan tingkah laku manusia yang bukan hanya memanfaatkan alam demi
keuntungan semata, melainkan harus bertanggung jawab mengembangkan
daya-dayanya demi generasi yang akan dating. Artinya, dalam diri masyarakat
ditanamkan kesadaran lewat pembentukan kepribadian dan jiwa kosmis, bahwa
hutan memiliki fungsi yang sangat sentral untuk kehidupan kita sekarang dan
generasi yang akan datang. Dalam kaitannya ini, kata ekolog Robin Attfield,
manusia harus tegas merombak cara berpikir yang lazim dalam pengelolaan
alam, dan disiplin berpikir dengan bertolak dari sisi alam, bukan dari sisinya
sendiri.
Tuntutan suatu etika lingkungan hidup baru dapat dirangkum sebagai berikut :

a. Manusia harus belajar untuk menghormati alam. Alam dilihat tidak


sematamata sebagai sesuatu yang berguna bagi manusia, melainkan yang
mempunyai nilai sendiri. Kalau terpaksa manusia men-campuri proses-
proses alam, maka tidak seluruhnya dan dengan terus menerus menjaga
keutuhannya.
b. Manusia harus memberikan suatu perasaan tanggung jawab khusus
terhadap lingkungan lokal. Agar lingkungan manusia bersih, sehat,
alamiah, sejauh mungkin diupayakan agar manusia tidak membuang
sampah seenaknya,
c. Manusia harus merasa bertanggung jawab terhadap kelestarian biosfer.
Untuk itu, diperlukan sikap peka terhadap kehidupan.
d. Etika lingkungan hidup baru menuntut larangan keras untuk merusak,
mengotori dan meracuni. Terhadap alam atau bagiannya manusia tidak
mengambil sikap yang merusak, mematikan, menghabiskan, mengotori,
menyia-nyiakan, melumpuhkan, ataupun membuang.
e. Solidaritas dengan generasi-generasi yang akan datang. Harus menjadi
acuantetap dalam komunikasi dengan lingkungan

2.6 Kesadaran Lingkungan

Etika Lingkungan Page 25


Hasil penelitian teoritik tentang kesadarna lingkungan hidup dari Neolaka
(1991), menyatakan bahwa kesadaran adalah keadaan tergugahnya jiwa
terhadap sesuatu, dalam hal ini terhadap lingkungan hidup, yang dapat terlihat
dari perlaku dan tidakan masing-masing individu .Menurut Joseph Murphy,
kesadaran adalah siuman atau sadar akan tingkah lakunya yanitu pikiran sadar
yang diingini
Dari teori diatas maka dapat diberikan pengertian sebagai berikut.
Pertama, kesadaran ialah pengetahuan sadar sama dengan tahu. Pengetahuan
akan hal yang nyata, konkrit, dimaksudkan adalah pengetahuan yang
mendalam. Contohnya jika ada pengetahuan bahwa dilarang membuang
sampah kesungai, itu penting ditaati, maka manusia tersebut menunjukkan
bahwa ia sadar lingkungan. Menurut Ensiklopedia Umum (1977) lingkungan
adalah alam sekitar termasuk orang-orangnya dalam hidup pergaulan yang
mempengaruhi manusia sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan
kebudayaannya. Menurut Ensiklopedia Indonesia (1983), lingkungan adalah
segala sesuatu yang ada diluar organisme meliputi lingkungan mati yaitu
lingkungan diluar suatu organisme yang terdiri dari benda atau faktor alam
yang tidak hidup, seperti bahan kimia, cahaya, gravitasi, atmosfer, suhu, dan
lain-lain. Lingkungan hidup adalah lingkungan diluar suatu organisme yang
terdiri dari organisme hidup, seperti tumbuhan, hewan dan manusia.
Setelah diberikan pengertian tentang lingkungan maka akan dibahas
mengenai lingkungan hidup. Menurut UU RI No.4 tahun 1982, tentang
ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU RI No.23
tahun 1997. tentang pengelolaan lingkuang hidup , diakatakan bahwa ;
Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan
dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup
lainnya.
Dalam sejarah, kesadaran lingkungan telah berlangsung dari proses tahap
awal lingkungan habitat yaitu dengan konferensi Stockholm,1972. Di Indonesia
diwujudkan pembentukan lembaga non kepemerintahan, yaitu Meneg PPLH

Etika Lingkungan Page 26


dan sekarang meneg LH. Masing-masing dengan acuan yang ditetapkan dalam
GBHN.

2.7 Undang-Undang Tentang Etika Lingkungan Hidup


Undang-undang tentang lingkungan hidup terdapat pada UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP. Pada
bab X dibahas tentang hak, kewajiban, dan larangan tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Bagian pertama membahas tentang hak dan
bagian kedua membahas tentang kewajiban yaitu:
Pasal 67
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup
serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 68
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:
a. Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu.
b. Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup.
c. Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.
Bagian ketiga menjelaskan tentang larangan yaitu:
Pasal 69
Setiap orang dilarang:
a. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup.
b. Memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
d. Memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
e. Membuang limbah ke media lingkungan hidup.
f. Membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup.

Etika Lingkungan Page 27


g. Melepaskan produk rekayasa genetic ke media lingkungan hidup yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan.
h. Melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.
i. Menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal.
j. Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi,
merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.
Pada bab XII dibahas tentang pengawasan dan sanksi administratif. Pada
bagian pertama dibahas tentang pengawasannya. Kemudian pada bagian kedua
dibahas tentang sanksi administratif yaitu:
Pasal 76
a. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif
kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan
ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
b. Sanksi administratif terdiri atas:
Teguran tertulis.
Paksaan pemerintah.
Pembekuan izin lingkungan.
Pencabutan izin lingkungan.
Pasal 77
Menteri dapat menerapkan sanksi administrative terhadap penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan jika Pemerintah menganggap pemerintah daerah
secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran
yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 78
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 tidak
membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab
pemulihan dan pidana.
Pasal 79
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d
dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak
melaksanakan paksaan pemerintah.
Pasal 80

Etika Lingkungan Page 28


a. Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf b
berupa:
Penghentian sementara kegiatan produksi
Pemindahan sarana produksi.
Penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi.
Pembongkaran.
Penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran.
Penghentian sementara seluruh kegiatan.
Tindakan yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan
pemulihkan fungsi lingkungan hidup.
b. Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran
apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan:
Ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup.
Dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan
pencemaran atau perusakannya.
Kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera
dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya.

Pasal 81
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak
melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas setiap
keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.
Pasal 82
a. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang untuk memaksa
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan
lingkungan hidup pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang
dilakukannya.
b. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang atau dapat menunjuk
pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat

Etika Lingkungan Page 29


pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya atas
beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

2.8 Penerapan Etika Lingkungan Hidup


Sikap ramah terhadap lingkungan hidup harus bisa menjadi sesatu
kebiasaan yangdilakukan oleh setiap manusia dalam menjalankan kehidupan
baik dalam lingkungankeluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Beberapa
hal yang dapat dilakukan dalam membudayakan sikap tersebut antara lain :
2.8.1 Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga adalah salah satu tempat yang sangat efektif
menanamkan nilai-nilai etika lingkungan. Hal itu dapat dilakukan
dengan :
a. Menanam pohon dan memelihara bunga di pekarangan rumah. Setiap
orangtua memberi tanggung jawab kepada anak-anak secara rutin
untuk merawatnya dengan menyiram dan memberi pupuk.
b. Membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya. Secara
bergantian,setiap anggota keluarga mempunyai kebiasaan untuk
menjaga kebersihan dan merasa malu jika membuang sapah sembarang
tempat.
c. Memberikan tanggung jawab kepada anggota keluarga untuk
menyapurumah dan pekarangan rumah secara rutin.
2.8.2 Lingkungan Sekolah
Kesadaran mengenai etika lingkungan hidup dapat dilakukan di
lingkungan sekolahdengan memberikan pelajaran mengenai lingkungan
hidup dan etika lingkungan,melalui kegiatan ekstrakulikuler sebagai
wujud kegiatan yang konkret denganmengarahkan pada pembentukan
sikap yang berwawasan lingkungan seperti:
a. Pembahasan atau diskusi mengenai isu lingkungan hidup
b. Pengelolaan sampah
c. Penanaman Pohon
d. Penyuluhan kepada siswa

Etika Lingkungan Page 30


e. Kegiatan piket dan jumat bersih
2.8.3 Lingkungan Masyarakat
Pada lingkungan masyarakat , kebiasaan yang berdasarkan pada
etika lingkungan dapat ditetapkan melalui :
a. Membuangan sampah secara berkala ke tempat pembuangan sampah
b. Kesiadaan untuk memisahkan antara sampah organic dan sampah
nonorganik
c. Melakukan kegiatan gotong - royong atau kerja bakti secara berkala
dilingkungan tempat tinggal
d. Menggunakan kembali dan mendaur ulang bahan-bahan yang
masihdiperbaharui

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Etika Lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika dan Lingkungan. Etika
berasal dari bahasa yunani yaitu Ethos yang berarti adat istiadat atau
kebiasaan.
2. Ada beberapa jenis-jenis etika lingkungan, yaitu:
a. Etika Ekologi Dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang
menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan
manusia, yang bersifat antroposentris.
b. Etika Ekologi Dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang
melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan
kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti
dan makna yang sama.
3. Ada tiga teori etika lingkungan yaitu:

Etika Lingkungan Page 31


a. Antroposentrisme (antropos = manusia) adalah suatu pandangan yang
menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta.
b. Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih menekankan kehidupan
sebagai standar moral.
c. Ekosentrisme adalah sebutan untuk etika yang menekankan keterkaitan
seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem.
4. Ada sembilan prinsip prinsip etika lingkungan yaitu:
a. Sikap hormat terhadap alam
b. Prinsip tanggung jawab
c. Prinsip solidaritas kosmis
d. Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam
e. Prinsip No Harm
f. Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam
g. Prinsip keadilan
h. Prinsip demokrasi
i. Prinsip integritas moral
DAFTAR PUSTAKA

Serly Eviliya Phyta.2014.Etika Lingkungan Hidup (makalah).Jakarta: Universitas


Satya Negara Indonesia.

Abdul mukti.Etika Pengelolaan lingkungan Hidup (artikel).Bandung: Universitas


Negeri parahyangan.

Jacob hutapea.2010.Etika Lingkungan (makalah).Medan: Universitas Negeri Medan.

http://id.wikipedia.org/wiki/pengertian_etika_lingkungan.

http://www.findyou.com.pdf/2010/04/10/Etika_lingkungan_hidup

Etika Lingkungan Page 32

Anda mungkin juga menyukai