Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM KONVERSI ENERGI BIOMASSA

BIO PELLET (WOOD PELLET)

OLEH
KELOMPOK 2
1. Agus Lukman Hakim 061650442574
2. Arnold Edward 061650442576
3. Budiman 061650442578
4. Dilia Puspa 061650442580
5. Endang Sri Rahadianti 061650442582
6. Erobi Sulaiman 061650442584
7. Ibnu Asrafi 061650442586
8. Indra Gunawan 061650442588
9. Muhammad Dalom 061650442590
10. Nova Pasaribu 061650442592
11. Septa Eka Lesmana 061650442594
12. Muhammad Hamdi BRD 061650442597

PROGRAM MAGISTER TERAPAN TEKNIK ENERGI TERBARUKAN


POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2017
BIOPELLET (WOOD PELLET)

1. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, diharapkan mampu:
a. Membuat produk wood pellet dengan cara basah dari limbah kayu gergajian kusen
(kayu campuran)
b. Mengetahui komposisi ukuran, perekat dan air yang terbaik untuk pembuatan
wood pellet
c. Mengetahui karakteristik dari wood pellet

2. ALAT DAN BAHAN


2.1 Alat yang digunakan
1) Crusher 7) Cawan krusible
2) Sieving 8) Oven
3) Cawan porselen 9) Furnace
4) Cawan platina 10) Baskom
5) Neraca Analitik 11) PARR 6420 Calorimeter
6) Pellet mill

2.2 Bahan yang digunakan


1) Serbuk kayu + 20 mesh 200 gr
2) Serbuk kayu + 60 mesh 200 gr
3) Tepung tapioka 20 gr

3. DASAR TEORI
Biomassa merupakan material biologis yang dapat digunakan sebagai sumber bahan
bakar, baik secara langsung maupun setelah diproses melalui serangkaian tahapan proses
yang dikenal sebagai konversi biomassa. Beberapa contoh biomassa kering seperti kayu
kering, daun kering, sekam padi, arang, ampas tebu, bongkol jagung, batok kelapa dan
lain-lain. Biomassa tersebut sangat mudah sekali didapatkan di lingkungan sekitar dan
biasanya belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber energi, bahkan seringkali
hanya menjadi limbah yang tidak terpakai.
Biomassa termasuk salah satu jenis bahan organik yang dihasilkan melalui proses
fotosintesis, baik berupa produk maupun sisa atau buangan. Yang termasuk dalam jenis
biomassa diantaranya berupa, tanaman, pepohonan, rumput, umbi-umbian, limbah
pertanian, limbah hutan, tinja dan kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer
seperti bahan pangan, pakan ternak, miyak nabati, bahan bangunan dan sebagainya,
biomassa juga digunakan sebagai sumber energi atau bahan bakar.
Energi biomassa dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil
(minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu, dapat dimanfaatkan
secara lestari karena sifatnya yang dapat diperbaharui (renewable resources), relatif tidak
mengandung unsur sulfur sehingga tidak menyebabkan polusi udara dan juga dapat
meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian.
Sesungguhnya penggunaan biomassa sebagai sumber energi telah berlangsung jauh
sebelum ditemukannya energi fosil, seperti penggunaan kayu sebagai bahan bakar untuk
berbagai keperluan, tetapi karena tergeser oleh penggunaan bahan bakar minyak akhirnya
biomassa menjadi tersingkirkan. Salah satu teknologi untuk mengkonversi biomassa
menjadi energi adalah dengan menggunakan teknologi biopellet.
3.1 Biopellet (Wood Pellet)
Wood pellet adalah partikel kayu yang dipadatkan yang digunakan sebagai bahan
bakar. Pellet merupakan hasil pengempaan biomassa yang memiliki tekanan yang lebih
besar dibandingkan briket. Wood Pellet sudah banyak digunakan di beberapa daerah di
suatu Negara dengan tujuan ekspor, di beberapa tempat semakin popular seiring dengan
mahalnya sumber energi primer serta tuntutan terhadap mitigasi perubahan iklim. Wood
pellet adalah bentukan utama dari limbah kayu, meliputi serbuk gergaji, shavings, wood
chips, yang dihasilkan dari pembagian batang, furniture dan hasil hutan lainnya. Proses
pembuatan pellet kayu terdiri atas beberapa langkah yaitu bahan baku, penyaringan
(screening), penggerusan (grinding), pengeringan (drying), pembuatan butiran
(pelletizing), pendinginan (cooling), penyaringan kembali (screening), dan pengepakan
(packaging).
Penelitian produksi pellet kayu di Badan Litbang Kehutanan telah berhasil membuat
mesin pelet kayu dengan kapasitas 2,67 kg/jam dengan spesifikasi diameter lubang 15 mm
dan panjang lubang 110 mm. Pelet kayu yang terbaik dihasilkan dari serbuk gergajian
kayu jati dengan ukuran serbuk 80 mesh pada suhu kempa 250 oC yang menghasilkan
kerapatan 0,82 g/cm, keteguhan tekan sebesar 387,64 kg/cm, nilai kalor bakar sebesar
4961,51 kal/g, kadar abu 0,93% dan kadar air 0,98%, sedangkan kadar zat terbang
terendah terdapat pada serbuk gergajian kayu akasia yaitu sebesar 76,38%. Dalam satu jam
dapat dihasilkan 2,67 kg pelet kayu dengan energi listrik yang terpakai sebanyak 2,55
kWh. Mesin pelet kayu sistem pres hidrolik yang dilengkapi pemanas dari electric heater,
berdasarkan uji coba hasilnya sudah cukup baik dan dapat digunakan selama 8 jam tanpa
henti.
Variabel yang paling penting dalam produksi wood pellet adalah jenis biomassa
(spesies, kadar air, bentuk biomasa terkirim), tanaman dan harga peralatan, biaya energi
dan struktur tenaga kerja. Produksi wood pellet cukup menguntungkan bagi produsen
maupun retailer/distributor, termasuk bagi produksi skala kecil dan menengah. Adapun
standar karakteristik sifat dasar wood pellet yang diacu oleh pasar internasional disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar bahan bakar pellet, efektif per oktober 2010
Premium Standard
Sifat dasar Unit Utility grade
grade grade
Kerapatan (bulk density) lb/ft3 40,0 46,0 38,0 46,0 38,0 46,0
Diameter inches 0,230 0,285 0,230 0,285 0,230 0,285
Diameter mm 5,84 7,25 5,84 7,25 5,84 7,25
Pellet durability index - >96,5 >95,0 >95,0
percent at
Fines <1,0 <1,0 <1,0
mill gates
Inorganic ash % <1,0 <2,0 <6,0
Length % >1,5 inc <1,0 <1,0 <1,0
Kadar air % <6,0 <10,0 <10,0
Chloride ppm <300 <300 <300

Kementerian Kehutanan dan Korea Forest Service telah menandatangani kerjasama


pengembangan industri biomassa ini pada tanggal 6 Maret 2009. Salah satu industri yang
telah menghasilkan wood pellet adalah PT. Solar Park bekerjasama dengan Perum
Perhutani mengolah limbah kayu Sengon dan Kaliandra. Sampai tahun 2007, Indonesia
baru mampu menghasilkan wood pellet 40.000 ton, sedangkan produksi dunia telah
menembus angka 10 juta ton. Jumlah ini belum memenuhi kebutuhan dunia pada tahun
2010 yang diperkirakan mencapai 12,7 juta ton. Peluang mengembangkan bahan bakar ini
sangat terbuka luas mengingat limbah hasil hutan kita sangat besar baik dari limbah
industri kayu maupun dari hutan tanaman.
Penggunaan wood pellet sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar posil
untuk industri besar,kecil, dan rumah tangga menghasilkan emisi lebuh rendah
dibandingkan minyak tanah dan gas. Penelitian dan pemanfaatan pelet kayu didorong oleh
kebutuhan adanya energi alternatif biomassa pengganti minyak bumi yang semakin
mendesak karena harga minyak mentah yang akan terus meningkat dan akan habis. Selain
itu, adanya upaya menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), juga membuat pelet kayu
menjadi salah satu pilihan tepat bagi masyarakat dan industri baik kecil, menengah,
maupun besar.
Keunggulan lain pelet kayu adalah mengoptimalkan pemanfaatan berupa limbah
seperti serbuk kayu sehingga mempunyai nilai jual yang lebih tinggi, yang biasanya
dibuang begitu saja. Pelet kayu juga memberi nilai tambah pada proses pengolahan kayu
serta meningkatkan profitabilitas usaha kecil. Pelet kayu berbentuk silindris dengan
diameter 6-10 mm dan panjang 1-3 cm dan memiliki kepadatan rata-rata 650 kg/m3 atau
1,5 m3/ton. Pelet kayu dihasilkan dari berbagai bahan biomassa, terutama limbah serbuk
gergaji dari pabrik penggergajian kayu dan serbuk limbah veneer dari pabrik kayu lapis
atau palet daur ulang.
Berdasarkan data hasil penelitian pada Jurnal Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 9
No. 4 Desember tahun 2012, penggunaan pelet kayu sebagai bahan bakar dapat
meningkatkan keuntungan usaha. Dalam jurnal tersebut, Setiasih Irawanti, dkk., 2012
menyatakan nilai tambah, keuntungan dan margin yang dihasilkan adalah paling tinggi
ketika menggunakan bahan bakar sebetan dan pelet kayu, sebaliknya paling rendah ketika
menggunakan gas.

3.2 Sumber Energi Alternatif


Sejak tahun 1990, sumber energi terbarukan di dunia mengalami peningkatan dengan
laju pertumbuhan rata-rata per tahunnya sebesar 1,7%, atau sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan laju pertumbuhan Total Pasokan Energi Primer (TPES) dunia.
Pertumbuhan tinggi terutama terjadi pada energi terbarukan baru yaitu angin dan
matahari, yang meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 19%,
dimana bagian terbesar dari pertumbuhan tersebut terjadi di negara-negara OECD, yang
mempunyai program energi angin berskala besar seperti di Denmark dan Jerman.
Energi terbarukan adalah energi yang berasal dari proses alami yang terus menerus
diperbarui. Terdapat beberapa jenis energi terbarukan, yang diperoleh baik secara langsung
maupun tidak langsung dari matahari, atau dari panas yang dibangkitkan dari dalam
bumi.Energi tersebut meliputi energi yang dihasilkan dari matahari, angin, biomassa,
panas bumi, tenaga air dan sumber daya di laut, biomassa padat, biogas dan Bahan Bakar
Nabati (BBN) cair.

3.3 Potensi Limbah Kayu


Simarmata dan Hartyanto (1986) menyatakan bahwa limbah kayu dapat dibagi
menjadi 2 golongan yaitu:
1. Limbah kayu yang terjadi pada kegiatan eksploitasi hutan berupa pohon yang
ditebang terdiri dari batang sampai bebas cabang, tunggak dan bagian atas cabang
pertama.
2. Limbah kayu yang berasal dari industri pengelolaan kayu antara lain berupa
lembaran veneer rusak, log end atau kayu penghara yang tidak berkualitas, sisa
kupasan, potongan log, potongan lembaran veneer, serbuk gergajian, serbuk
pengamplasan, serbetan, ppotongan ujung dari kayu gergajian dan kulit.
Potensi limbah kayu di Indonesia ada 3 macam industri yang secara dominan
mengkonsumsi kayu alam dalam jumlah relatif besar, yaitu industri kayu lapis industri
penggergajian, industri pulp/kertas. Sebegitu jauh limbah biomasa dari industri tersebut
sebagian telah dimanfaatkan kembali dalam proses pengelolaannya sebagai bahan bahakar
guna memenuhi kebutuhan energi industri kayu lapis dan Pulp/kertas. Hal yang
menimbulkan permasalahan menurut Pari. G (2001) adalah limbah industri penggergajian
yang kenyataannnya dilapangan masi ada yang ditumpuk, sebagian besar dibuang
kealiaran sungai mengakibatkan penyempitan alur dan pendangkalan sungai serta
pencemaran air, bahkan ada yang dibakar secara langsung sehingga ikut menambah emisi
gas karbon di atmosfir. Data dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan untuk tahun
1999/2000 menunjukkan bahwa produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4,61 juta m3,
sedangkan kayu gergajian mencapai 2,6 juta m3 per tahun. Dengan asumsi bahwa jumlah
limbah kayu yang dihasilkan mencapai 61%, maka diperkirakan limbah kayu yang
dihasilkan mencapai lebih dari 4 juta m3. Apabila hanya limbah industri penggergajian
yang dihitung maka dihasilkan limbah sebanyak 1,4 juta m3 per tahun.
3.4 Biomassa dan Biomassa Pellets (Biopellet)
Biomasa meliputi semua bahan yang bersipat organik (semua makhluk hidup yang
hidup atau mengalami pertumbuhan dan juga residunya). Biomassa merupakan sumber
energi terbarukan yang paling serbaguna dibidang sumber energi terbarukan lainnya.
Biomassa dapat berupa bahan bakar untuk panas, listrik dan transportasi. Bahan yang
terrmasuk biomassa antara lain sisa hasil hutan dan perkebunan, biji dan limbah pertanian,
kayu dan limbah kayu, limbah hewan tanaman air, tanaman kecil, dan limbah industri serta
limbah pemukiman. Biomassa merupakan sumber energi yang bersih dan dapat
diperbaharui namun biomasa mempunyai kekurangan yaitu tidak dapat langsung dibakar
karena sifat fisiknya yang buruk, seperti kerapatan energi yang rendah dan permasalahan
penanganan, penyimpanan dan transportasi.
Penggunaaan bahan bakar biomssa secara langsung dan tanpa pengelolaan akan
menyebabkan timbulnya penyakit pernapasan yang disebabkan oleh karbon monoksida,
sulfur dioksida (SO2) dan bahan partikulat. Densifikasi limbah pertanian dan kehutanan
menjadi briket atau pellet adalah suatu metode pengembangan fungsi suatu sumber daya.
Densifukasi dapat meningkatkan kandungan energi tiap satu poluma dan juga dapat
mengurangi biaya transportasi dan penanganan. Densitas briket biomassa berada di
atas rentang densitas kayu yaitu antara 800 1100 kg/m3 dan densitas kamba
(untuk pengemasan dan pemuatan ke dalam alat transportasi) sekitar 600 800 kg/m3.
Metode densifikasi untuk pembuatan pelet atau briket dapat dibedakan menjadi 2 kategori,
yaitu sistem tekanan rendah seperti mesin pengempa manual dan mekanis serta sistem
tekanan tinggi seperti roller, piston atau screw extrusion.
Pelet merupakan salah satu bentuk energi biomassa, yang diproduksi pertama kali di
Swedia pada tahun 1980-an. Pelet digunakan sebagai pemanas ruang untuk ruang skala
kecil dan menengah. Pelet dibuat dari hasil samping terutama serbuk kayu. Pelet kayu
digunakan sebagai penghasil panas bagi pemukiman atau industri skala kecil. Di Swedia,
pelet memiliki ukuran diameter 6 12 mm serta panjang 10 20 mm. Pelet merupakan
hasil pengempaan biomassa yang memiliki tekanan yang lebih besar jika dibandingkan
dengan briket (60 kg/m3, kadar abu 1% dan kadar air kurang dari 10%). Pelet memiliki
kadar air yang rendah sehingga dapat lebih meningkatkan efektivitas pembakaran.
Bahan bakar pelet memiliki diameter antara 3-12 mm dan panjang bervariasi antara
625 mm. Pelet diproduksi oleh suatu alat dengan mekanisme pemasukan bahan secara
terus-menerus serta mendorong bahan yang telah dikeringkan dan termampatkan melewati
lingkaran baja dengan beberapa lubang yang memiliki ukuran tertentu. Proses pemampatan
ini menghasilkan bahan yang padat dan akan patah ketika mencapai panjang yang
diinginkan. Proses pembuatan pelet menghasilkan panas akibat gesekan alat yang
memudahkan proses pengikatan bahan dan penurunan kadar air bahan hingga mencapai 5-
10%. Panas juga menyebabkan suhu pelet ketika keluar mencapai 6065C sehingga
dibutuhkan pendinginan.
Metode pembuatan pelet yang lain dilakukan oleh Livington pada tahun 1977 dan
telah dipatenkan di US Patent. Proses pembuatan pelet dilakukan dari bahan organik
dengan kadar air antara 1628%. Proses berlangsung pada suhu 163C dan tekanan pada
lempeng baja sebesar 178 kN. Pelet yang dihasilkan memiliki ukuran diameter 3 mm serta
panjang 13 mm. Pelet kemudian dikeringkan dengan udara panas dan menghasilkan kadar
air 78% serta bobot jenis lebih dari 1,0.
Tabel 2. Perbandingan Biopellet
Onorm M DIN DIN plus
Kualitas 7135 51731 (pelet Pelet fuel ITEBE(c)
Unit
biopelet (Australia) (Jerman) asociation Institute(b) (2001-2007)
(a) (a)
germany)(a)
Diameter Mm 4-10 4-10 - 6,35 7,94 6 -16
Panjang Mm 5x D (1) <50 5xD (1) <38,1 10- 50
Densitas Kg/dm3 >1,12 1,0-1,4 >1,12 >0,64 >1,15
Kadar air % < 10 <12 <10 - 15
Kadar abu % < 0,50 <1,50 <0,50 <3 (standar) 16
Nilai 17,5 <1
Mj/kg >18 >18 >16,9
kalor 19,5 (premium)
Sulfur % <0,04 <0,8 <0,04 >19,8 <0,10
Nitrogen % <0,3 <0,3 <0,3 - 0,5
Klorin % <0,02 ,0,03 <0,02 - <0,07
Abrasi % <2,3 - <2,3 <0,03 -
Bahan
% <2 -(2) <2 - 2
tambahan
(Sumber: (a)HEZO (2006), (b)PFI (2007), (c)Douard (2007))
Keunggulan utama pemakaian bahan bakar pelet biomassa adalah penggunaan
kembali bahan limbah seperti serbuk kayu yang biasanya dibuang begitu saja. Serbuk kayu
yang terbuang begitu saja dapat teroksidasi dibawah kondisi yang tak terkendali akan
membentuk gas metana atau gas rumah kaca.
Menurut PFI (2007b), pelet memiliki konsistensi dan efisiensi bakar yang dapat
menghasilkan emisi yang lebih rendah dari kayu. Bahan bakar pelet menghasilkan emisi
bahan partikulat yang paling rendah dibandingkan jenis lainnya. Arsenik, karbon
monoksida, sulfur, dan gas karbondioksida merupakan sedikit polutan air dan udara yang
dihasilkan oleh penggunaan minyak sebagai bahan bakar.
Sistem pemanasan dengan pelet menghasilkan emisi CO2 yang rendah karena jumlah
CO2 yang dikeluarkan selama pembakaran setara dengan CO2 yang diserap tanaman ketika
tumbuh, sehingga tidak membahayakan lingkungan. Dengan efisiensi bakar yang tinggi,
jenis emisi lain seperti NOx dan bahan organik yang mudah menguap juga dapat
diturunkan. Masalah yang masih tersisa adalah emisi debu akibat peningkatan penggunaan
sistem pemanasan dengan pelets. Terdapat 2 jenis kualitas bahan bakar pelet yang
diproduksi yaitu premium dan standar. Perbedaan keduanya adalah pada kadar abu. Jenis
standar memiliki kadar abu maksimal 3%, sedangkan jenis premium memiliki kadar abu
tidak lebih dari 1%. Perbedaan ini merupakan hasil dari perbedaan kandungan pelet. Pelet
jenis standar dibuat dari bahan yang menghasilkan residu abu, seperti kulit kayu dan
limbah pertanian. Sedangkan pelet jenis premium dibuat dari serbuk kayu keras dan kayu
lunak yang tidak mengandung kulit kayu. Pelet jenis standar hanya dapat dibakar di
instalasi pembakaran yang dirancang untuk pelet yang mengandung kadar abu tinggi.

4. LANGKAH KERJA
4.1 Pembuatan biopellet
1. Menyiapkan bahan awal untuk pembuatan biopellet dari serbuk gergaji dan
tempurung kelapa.
2. Melakukan pengecilan ukuran bahan baku dengan menggunakan alat jaw crusher
dan blender hingga ukuran bahan baku menjadi kecil-kecil.
3. Melakukan pengayakan dengan alat sieving shaker dengan variasi ukuran 20
mesh dan 60 mesh untuk serbuk gergaji sedangkan tempurung kelapa hanya 20
mesh.
4. Membuat perekat biopellet dari tepung tapioka dan air.
5. Mencampur bahan baku biomassa kayu dan sekam padi dengan perekat.
6. Melakukan pencetakan biopellet dengan alat pencetak biopellet biomassa.
7. Menyemprotkan larutan inhibitor pada biopellet yang telah dicetak.
8. Mengeringkan biopellet dengan cara dimasukkan ke dalam rotary dryer dengan
temperatur 50oC selama 15 menit.
9. Menganalisa biopellet yang telah dicetak, analisa yang dilakukan yaitu analisa
kadar air, kadar zat terbang dan nilai kalor
4.2 Analisa Bahan Baku dan Produk
a) Analisa Kadar Air (Inherent Moisture)
1. Memanaskan cawan porselen pada 110 115 oC kemudian cawan didinginkan
selama 15 30 menit di dalam desikator. Setelah itu timbang cawan beserta
tutupnya
2. Memasukkan sampel yang akan dianalisa dalam cawan porselen sebanyak 1 gram
kemudian tutup dan timbang kembali
3. Menyisihkan tutup cawan, kemudian masukkan cawan ke dalam oven yang sudah
di atur temperaturnya yaitu 110 115 oC selama 1 jam
4. Setelah 1 jam, cawan dikeluarkan dari oven dan tutup kembali, lalu dinginkan
cawan tersebut dan timbang kembali cawan berisi sampel yang telah di oven dan
menghitung kadar air lembab dengan rumus:

Kadar Air (%)


b c x 100
b a
Dimana:
a = berat cawan + tutup (gr)
b = berat cawan + tutup + sampel (gr) sebelum pemanasan
c = berat cawan + tutup + sampel (gr) setelah pemanasan

b) Analisa Kadar Zat Terbang (Volatile Matter)


1. Set temperatur furnace pada suhu 950oC, kemudian tunggu sampai temperatur
tersebut tercapai
2. Menimbang cawan krusible beserta tutupnnya
3. Menimbang sampel yang akan dianalisa di dalam cawan krusible sebanyak 1
gram dan kemudian ditutup
4. Setelah temperatur tercapai, penutup furnace dibuka dan memasukkan sampel
dengan menggunakan tongs secara perlahan-lahan. Proses analisa dilakukan selama
7 menit
5. Setelah 7 menit, cawan dikeluarkan dan didinginkan di dalam desikator
6. Menimbang berat cawan yang berisi sampel setelah pemanasan beserta tutup dan
menghitung kadar zat terbang dengan rumus:

Kadar Zat Terbang (%)


b c x 100
b a
Dimana:
a = berat cawan + tutup (gr)
b = berat cawan + tutup + sampel (gr) sebelum pemanasan
c = berat cawan + tutup + sampel (gr) setelah pemanasan

c) Analisa Nilai Kalor


1. Menyalakan tombol power yang ada di belakang alat
2. Menghidupkan/POWER ON Heater dan Pump
3. Menunggu hingga START PRETEST dan tombol START muncul, biasanya
muncul setelah jacket temperature stabil di 30 derajat
4. Sebelum menekan PRETEST selang gas dan rinse tank dipastikan sudah
terhubung pada instrument, setelah itu melakukan PRETEST lalu menunggu
sampai selesai
5. Menyiapkan dan menimbang sampel sebanyak 0,5 1 gram dan menempatkan
crusible pada sampel holder/crusible holder
6. Memasang benang (10 cm) pada kawat ignition (ignition fuse)
7. Memasukan bomb head kedalam bomb vessel, memutar kekanan/searah jarum
untuk mengunci dan menutup cover dan memastikan cover terkunci dengan
sempurna
8. Memilih menu DETERMINATION (untuk pengujian sampel) pada OPERATION
MODE dan menekan tombol START
9. Memasukkan SAMPLE ID NUMBER untuk penamaan sampel
10. Memasukkan BOMB ID NUMBER ( Bomb1 / bomb2 / bomb3 / bomb4 )
11. Memasukkan berat sampel yang telah ditimbang, kemudian menekan ENTER
12. Calorimeter secara otomatis akan memulai proses pembakaran selama 10 15
menit hingga data hasil akan tercetak pada printer
13. Membuka COVER dan mengeluarkan BOMB HEAD dengan memutar ke kiri (
berlawanan arah jarum jam ). Kemudian bersihkan kembali bomb vessel yang
telah digunakan dan lakukan pengulangan langkah diatas untuk pengujian sampel
yang lainnya
5. DATA PENGAMATAN
Dalam praktikum ini, adapun analisa yang dilakukan dalam pembuatan biopellet
meliputi 3 analisa yaitu analisa kadar air (inherent moisture), kadar zat terbang (volatile
matter) dan nilai kalor biobriket. Sampel yang digunakan ialah produk biopellet dengan
ukuran 20 mesh dan 60 mesh. Di bawah ini merupakan tabel data dari analisa yang
dilakukan.
Tabel 3. Analisa Produk Biopellet
Sampel Parameter analisa
Inherent moisture (%) Volatile matter (%) Nilai kalor (cal/gr)
Serbuk Gergaji
Biopellet 20 mesh 3,025 14,995 5157,4561
Biopellet 60 mesh 5,694 11,018 6011,2462
Tempurung kelapa
Biopellet 20 mesh 4,854 9,971 9909,6610

6. PERHITUNGAN
6.1 Perhitungan Analisa Kadar Air

Kadar Air (%)


b c x 100
b a
Dimana:
a = berat cawan + tutup (gr)
b = berat cawan + tutup + sampel (gr) sebelum pemanasan
c = berat cawan + tutup + sampel (gr) setelah pemanasan
Terdapat 3 sampel yang dianalisa yaitu biopellet dari serbuk gergaji dengan ukuran 20
mesh dan 60 mesh serta biopellet dari tempurung kelapa dengan ukuran 20 mesh dengan
perhitungan sebagai berikut:
a) Biopellet serbuk gergaji (20 mesh)
Berat cawan kosong + tutup = 18,7636 gr
Berat cawan + tutup + sampel (sebelum pemanasan) = 19,7651 gr
Berat cawan + tutup + sampel (sesudah pemanasan) = 19,7348 gr
(,,)
% = = , %
(,,)
b) Biopellet serbuk gergaji (60 mesh)
Berat cawan kosong + tutup = 18,7624 gr
Berat cawan + tutup + sampel (sebelum pemanasan) = 19,7634 gr
Berat cawan + tutup + sampel (sesudah pemanasan) = 19,7064 gr
(,,)
% = = , %
(,,)

c) Biopellet tempurung kelapa (20 mesh)


Berat cawan kosong + tutup = 25,3729 gr
Berat cawan + tutup + sampel (sebelum pemanasan) = 26,3741 gr
Berat cawan + tutup + sampel (sesudah pemanasan) = 26,3255 gr
(,,)
% = = , %
(,,)

6.2 Perhitungan Analisa Kadar Zat Terbang

Kadar Zat Terbang (%)


b c x 100
b a
Dimana:
a = berat cawan + tutup (gr)
b = berat cawan + tutup + sampel (gr) sebelum pemanasan
c = berat cawan + tutup + sampel (gr) setelah pemanasan
Terdapat 3 sampel yang dianalisa yaitu biopellet dari serbuk gergaji dengan ukuran 20
mesh dan 60 mesh serta biopellet dari tempurung kelapa dengan ukuran 20 mesh dengan
perhitungan sebagai berikut:
a) Biopellet serbuk gergaji (20 mesh)
Berat cawan kosong + tutup = 27,4279 gr
Berat cawan + tutup + sampel (sebelum pemanasan) = 28,4289 gr
Berat cawan + tutup + sampel (sesudah pemanasan) = 28,2788 gr
(,,)
% = = , %
(,,)
b) Biopellet serbuk gergaji (60 mesh)
Berat cawan kosong + tutup = 27,9292 gr
Berat cawan + tutup + sampel (sebelum pemanasan) = 28,9366 gr
Berat cawan + tutup + sampel (sesudah pemanasan) = 28,8256 gr
(,,)
% = = , %
(,,)

c) Biopellet tempurung kelapa (20 mesh)


Berat cawan kosong + tutup = 26,3367 gr
Berat cawan + tutup + sampel (sebelum pemanasan) = 27,3376 gr
Berat cawan + tutup + sampel (sesudah pemanasan) = 27,2378 gr
(,,)
% = = , %
(,,)

7. ANALISA HASIL
Pembuatan biopellet merupakan salah satu teknologi untuk mengkonversi biomassa
menjadi energi yang termasuk dalam kategori densifikasi. Tujuan dari pembuatan biopellet
ini ialah untuk menaikkan densitas energi biomassa, memudahkan dalam penyimpanan dan
pengangkutan, serta agar biomassa menjadi lebih padat, kompak, praktis dan tidak
volumnis. Pada percobaan ini bahan baku yang digunakan untuk pembuatan biopellet
adalah serbuk gergaji dan tempurung kelapa dengan perekat berupa tepung tapioka yang
dicampur dengan air dengan perbandingan 1:10. Adapun biopellet yang dibuat memiliki
variasi ukuran mesh yaitu 20 dan 60 mesh untuk biopellet dari serbuk gergaji dan 20 mesh
untuk biopellet dari tempurung kelapa.
Proses pembuatan biopellet terdiri dari proses pengecilan ukuran bahan baku,
pengayakan, pencetakan dan pengeringan. Setelah dilakukan proses pengeringan pada
biopellet yang telah dibuat, dilakukan analisa terhadap biopellet tersebut yang meliputi uji
kadar air (inherent moisture), kadar zat terbang (volatile matter) dan uji nilai kalor (adapun
hasil dari pengujian dapat dilihat pada tabel 3). Pengujian atau analisa ini dilakukan untuk
mengetahui karakteristik dari biopellet yang dihasilkan. Dari tabel pengujian dapat dilihat
bahwa biopellet dari tempurung kelapa memiliki nilai kalor yang paling tinggi diantara
kedua jenis biopellet lainnya. Nilai kalor merupakan parameter penting dari suatu thermal
coal. Semakin tinggi nilai kalor suatu produk biobriket dapat menjadi salah satu indikasi
bahwa biobriket tersebut memiliki kualitas yang baik.
Hal itu dikarenakan tempurung kelapa memiliki struktur yang lebih padat
dibandingkan serbuk gergaji sehingga kandungan karbon didalam tempurung kelapa jauh
lebih tinggi dibandingkan serbuk gergaji. Nilai kadar air pada biopellet dari tempurung
kelapa juga tidak terlalu tinggi hal itu juga dikarenakan struktur tempurung kelapa yang
lebih padat sehingga tidak terdapat banyak pori yang dapat menyebabkan air dari
lingkungan masuk ke dalam biopellet dan juga tempurung kelapa bersifat lebih sukar
menyerap air.
Zat terbang atau volatile matter terdiri dari gas gas combustable seperti metana,
hidrokarbon ringan, hidrogen dan carbon monoksida serta sebagian kecil noncombustable
gas seperti uap air. Pada pembakaran dengan kandungan zat terbang yang tinggi akan lebih
mempercepat pembakaran karbon padatnya. Sebaliknya, kandungan zat terbang yang lebih
rendah akan memperlambat proses pembakaran. Namun tingginya volatile matter juga
dapat berpengaruh pada saat biobriket tersebut digunakan, karena biobriket dengan volatile
matter yang tinggi akan menghasilkan banyak asap pada saat dilakukan pembakaran.
Tingkat penambahan perekat juga mempengaruhi besarnya kandungan volatile
matter biobriket, hal ini disebabkan oleh kandungan yang terdapat di dalam tepung tapioka
seperti karbohidrat dan protein bisa meningkatkan kandungan volatile matter pada
bioriket. Pada percobaan ini, semua sampel yang dianalisa memiliki nilai zat terbang yang
tidak terlalu tinggi.

8. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa yang dilakukan pada percobaan pembuatan
biopellet ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Biopellet merupakan salah satu teknologi alternatif energi terbarukan yang termasuk
dalam golongan densifikasi. Pembuatan biopellet dapat mempermudah pengguna
dalam memanfaatkan biomassa tersebut sebagai bahan bakar, selain itu alternatif ini
tergolong murah dan cukup efektif.
2. Hasil analisa dari produk biopellet yang dihasilkan menunjukkan bahwa biopellet
yang dibuat memiliki kualitas yang cukup baik, hal itu dilihat dari 3 parameter uji
yang dilakukan yaitu, uji kadar air, kadar zat terbang dan nilai kalor dimana nilai dari
ketiga parameter pengujian tersebut masih memenuhi standar yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

Sylviani, dkk. 2013. Potensi Pengembangan Industri Pelet Kayu Sebagai Bahan Bakar
Terbarukan : Studi Kasus di Kabupaten Wonosobo. Jurnal Penelitian Sosial Dan
Ekonomi Kehutanan, Vol. 10, No. 4, Hal. 235 246.

Tahdid dan Zurohaina. 2017. Modul Praktikum Konversi Energi Biomassa. Magister
Terapan Teknik Energi Terbarukan, Politeknik Negeri Sriwijaya: Palembang.

WIP Renewable Energies, Wolfgang Hiegl, Rainer Janssen. 2009. Development and
promotion of a transparent European Pellets Market Creation of a European real-time
Pellets Atlas : Advancement of pellets-related European standards. Intelligent Energy
Europe : Austria.

Anda mungkin juga menyukai