Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISA

MODUL III
ANALISA KADAR HOLOSELULOSA PADA KAYU

Kelompok V
Matthew Reinaldo Sebastian Teja (1807035978)
Barlian Syaidi (1807035927)
Ria Yana Rahayu (1807035707)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNOLOGI PULP DAN KERTAS


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
MARET, 2019
ABSTRAK

Pada dasarnya komponen kayu terdiri dari holoselulosa, lignin dan ekstraktif. Dalam
sebuah pembuatan kertas, yang diperlukan untuk menjadi bahan baku adalah serat dari
kayu yaitu holoselulosa yang terdiri dari α-selulosa dan hemiselulosa.. Holoselulosa
merupakan komponen yang menggambarkan jumlah total fraksi karbohidrat dalam kayu
(polisakarida). Holoselulosa merupakan bagian serat yang bebas sari dan lignin.
Polisakarida merupakan polimer dari molekul monosakarida yang mempunyai unsur C, H
dan O, dengan rantai lurus dan bercabang. Dalam kayu senyawa polisakarida banyak
terdapat pada bagian dinding sel sekunder yang berfungsi untuk memperkuat struktur yang
di dalamnya mengandung senyawaa glukomanan, arabinosa, galaktosa, glukoronoxylan,
glukosa, asam uronat, dan xylosa. Untuk melakukan percobaan penentuan kadar
Holoselulosa, yang menjadi sampel adalah serbuk kayu akasia mangium Sp. dimana kayu
ini merupakan bahan utama untuk dijadikan pulp. Melakukan percobaan dengan metode
gravimetri dengan sistem maserasi(ekstraksi dingin) . Analisis gravimetri adalah proses
isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu untuk menentukan
banyaknya suatu zat yang ada didalam sampel. Metode maserasi adalah cara ekstraksi
melalui perendaman sampel yang di lakukan selama 2-4 hari. Zat yang ditetapkan dari
suatu sampel disebut sebagai analit. Percobaan ini melalui proses pengeringan
menggunakan oven yang bersuhu 105±50C. Selain itu, digunakan juga bahan larutan
alkohol-DCM dengan perbandingan 1:2 , NaClO2 dan juga asam asetat glasial yang akan
ditambahkan ke dalam sampel secara bertahap sesuai dengan prosedur. Dari perobaan yang
telah dilakukan, diperoleh kadar holoselulosa dari sampel Akasia mangium Sp. adalah
86%. Jadi dapat disimpulkan bahwa sampel yang digunakan belum memenuhi standar
untuk dijadikan bahan baku pembuatan pulp. karna masih terdapat zat-zat ekstraktif pada
sampel.

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Holoselulosa
Holoselulosa merupakan fraksi total dari karbohidrat yang terdiri dari selulosa dan
hemiselulosa. Kadar holoselulosa keempat jenis kayu berkisar antara 66,61%-75.99%
(Tabel 1). Kadar holoselulosa tertinggi terdapat pada kayu salagundi dan terendah
pada kayu raru. Holoselulosa merupakan kombinasi selulosa (40-45%) dan
hemiselulosa (15-25%), biasanya memiliki kadar 65-70% berdasarkan berat kering
kayu. (Rowell, 2005).

Kadar holoselulosa yang tinggi menggambarkan bahwa bubur kayu yang akan
diperoleh dari proses pemasakan kayu akan tinggi juga. Kalau dilihat dari kadar
holoselulosanya,
semua jenis kayu yang diteliti sangat baik sebagai bahan pulp karena kadar
selulosanya lebih dari 65% (Anonim, 1980).

Berdasarkan SNI 14 – 1303 – 1989 . Holoselulosa merupakan bagian serat yang bebas
sari dan lignin, terdiri dari selulosa dan hemiselulosa. Tergantung dari jenis kayunya ,
berwarna putih sampai kekuning-kuningan.
Sedangakan menurut Tarmansyah, Umar S, 2007. Holoselulosa merupakan bagian
dari serat yang bebas dan sari dan lignin, terdiri dari campuran semua selulosa dan
hemiselulosa.

1.2 Kendala Hidrolisis Holoselulosa

Biomassa lignoselulosa terdiri dari tiga bagian utama, yaitu: selulosa, hemiselulosa,
dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa sering juga disebut dengan holoselulosa.
Holoselulosa adalah polimer gula. Bagian lignoselulosa yang bisa difermentasi
menjadi bioetanol hanya holoselulosa setelah dihidrolisis menjadi monomer gula
penyusunnya. Lignin adalah polimer dari gugus aromatik dan bukan merupakan
polimer gula. Lignin dan monomernya tidak bisa difermentasi menjadi bioetanol.

2
Hidrolisis holoselulosa menjadi gula monomernya adalah langkah awal dalam proses
produksi bioetanol. Permasalahanya adalah menghidrolisis holoselulosa di dalam
lignoselulosa tidak selalu mudah. Kecernaan (digestibilitas) biomassa lignoselulosa
asli adalah sangat rendah. Sebagai contoh, hasil hidrolisis enzymatik tandan kosong
kelapa sawit (TKKS) hanya <4% dari kandungan selulosanya (Isroi 2013). Artinya
dari satu kg TKKS yang mengandung 39% selulosa hanya diperoleh gula sebanyak
15.6 gr saja. Jika hasil gula ini difermentasi menjadi etanol, maka hanya diperoleh
etanol sebanyak 8 gr. Hasil ini sangat-sangat tidak menarik secara ekonomi.

Padahal potensi biomassa lignoselulosa sangatlah besar. Sebagai contoh untuk TKKS;
kandungan 39% selulosa dalam TKKS bisa menghasilkan 19.89% bioetanol.
Sedangkan kandungan 23% hemiselulosa bisa dihasilkan bioetanol sebesar 18.17%.
Jadi jika dijumlahkan akan bisa dihasilkan sebanyak 38.06%. Ini artinya dari setiap 1
kg bisa diperoleh 380,06 g bioetanol. Jumlah ini sangat banyak, apalagi jika dikalikan
dengan volume TKKS yang tersedia.

Faktor-faktor yang menghambat hidrolisis biomassa lignoselulosa juga disebut


sebagai ‘Biomass Recalcitrance’ (Himmel 2008). Sulitnya holoselulosa dihidrolisis
menjadi gula monomernya disebabkan oleh beberapa hal. Pertama adalah komposisi
dan struktur lignoselulosa. Selulosa dilindungi oleh hemiselulosa dan lignin (Gambar
1). Jika diibaratkan sebuah kabel, selulosa adalah bagian dari serabut elemen kabel.
Serabut elemen ini dilindungi secara kuat oleh selaput pelindung, yaitu hemiselulosa,
dan dilindungi lagi oleh lapisan lignin. Hemilselulosa merupakan polimer gula yang
relatif lebih mudah dihirolisis daripada selulosa. Sedangkan, lignin adalah senyawa
komplek yang sangat sulit untuk dipecah, baik secara kimia, fisika maupun biologi.
Lignin tersusun dari unitphenylptopan dan terdiri dari tiga unit yaitu: unit guaiacyl
(G), syringyl (S), dan p-hydroxyphenyl-alcohol (P). Semakin banyak kandungan
lignin dan hemiselulosa di dalam biomassa akan semakin menyulitkan selulosa untuk
dihidrolisis.

3
Gambar 1. Gambar skematik struktur biomassa lignoselulosa (Isroi et al. 2011).

Kendala berikutnya adalah suprastruktur dari selulosa. Selulosa merupakan polimer


glukosa yang tidak bercabang. Banyaknya monomer glukosa yang mementuk rantai
selulosa disebut dengan derajat polimerisasi yang berkisar antara beberapa ribu hingga
puluhan ribu. Sebagai contoh, polimer selulosa kayu memiliki derajat polimerisasi
kurang lebih 1500, sedangkan katun memiliki derajat polimerisasi hingga 15000.
Semakin tinggi derajat polimerisasi selulosa akan semakin sulit selulosa tersebut
dihirolisis (Alvira et al. 2010).

Beberapa rantai selulosa akan saling berikatan melalui ikatan hidrogen menjadi
untaian serabut yang disebut dengan mikrofibril. Beberapa mikrofibril akan
bergabung dan saling berikatan menjadi satu membentuk makrofibril. Ikatan antara
rantai selulosa membentuk bagian yang disebut dengan area kristalin. Selulosa di area
ini sangat kuat ikatannya dan sulit untuk dihidrolisis. Perbandingan antara area
kristalin dan area yang amorf disebut derajat kristalisasi selulosa. Semakin tinggi
derajat kristalisasi selulosa, semakin sulit selulsosa tersebut dihidrolisis (Al-Zuhair
2008).

Beberapa biomassa lignoselulosa memiliki struktur khusus yang melindungi dari


proses degradasi dan dekomposisi. TKKS memiliki struktur yang disebut dengan

4
silica bodies (Law et al. 2007). Silica bodies (tubuh silika) ini berbentuk seperti bola
bergerigi yang mengelilingi serabut TKKS (Gambar 2).Tubuh silika ini ibaratnya
paku-paku kecil yang menancap kuat di sekeliling permukaan serabut TKKS. Faktor –
faktor lain yang menghambat hidrolisis selulosa antara lain adalah luas permukaan,
ukuran partikel, volume pori-pori, dan beberapa kelompok asetil yang terikat pada
selulosa (Anderson and Akin 2008).

Gambar 2. Tubuh silika (silica bodies) yang menyelubungi permukaan serabut TKKS
(Isroi 2013)

1.3 Metode Ekstraksi Dingin


 Maserasi, merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada
temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.

Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen


kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin
(Sudjadi, 1988).

Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang kerugiannya


antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari
yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai
tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.

5
Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai berikut :

· Modifikasi maserasi melingkar


· Modifikasi maserasi digesti
· Modifikasi Maserasi Melingkar Bertingkat
· Modifikasi remaserasi

· Modifikasi dengan mesin pengaduk (Sudjadi, 1988).

 Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari


dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-
molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan
selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon
(Sudjadi, 1988).
· Keuntungan metode ini adalah :
o Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan
terhadap pemanasan secara langsung.
o Digunakan pelarut yang lebih sedikit
o Pemanasannya dapat diatur (Sudjadi, 1988).

· Kerugian dari metode ini :


o Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah
bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi
peruraian oleh panas.
o Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui
kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam
wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk
melarutkannya.
o Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan
pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air,
karena seluruh alat yang berada di bawah komdensor perlu berada pada
temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif (Sudjadi, 1988).
· Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran azeotropik dan
tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya heksan :

6
diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan
mempunyai komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah (Sudjadi, 1988).
 Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia
yang telah dibasahi.Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan
yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara
sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut
menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara
efisien (Sutriani,L . 2008).
1.3 Analisa Gravimetri

Gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau komponen yang
telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam keadaan murni setelah
melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat
suatu unsur atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penetuan secara analisis gravimetri
meliputi transformasi unsur atau radikal kesenyawa murni stabil yang dapat segera diubah
menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Metode gravimetric memakan waktu
yang cukup lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu factor-faktor
koreksi dapat digunakan (Khopkar,1990).

Suatu analisis gravimetri dilakukan apabila kadar analit yang terdapat dalam sampel relatif
besar sehingga dapat diendapkan dan ditimbang. Apabila kadar analit dalam sampel hanya
berupa unsur pelarut, maka metode gravimetri tidak mendapat hasil yang teliti. Sampel
yang dapat dianalisis dengan metode gravimetri dapat berupa sampel padat maupun sampel
cair.

Syarat-syarat analisis gravimetri :

1. Proses pemisahan analit  harus berlangsung secara sempurna, sehingga banyaknya


analit yang tidak terendapkan secara analitis tidak terdeteksi
2. Zat yang akan ditimbang harus murni atau mendekati murni dan mempunyai
susunan yang pasti

METODE ANALISIS GRAVIMETRI

1. Metode Pengendapan

Senyawa yang dihasilkan harus memiliki kelarutan sangat kecil sehingga bisa mengendap kembali

Suatu sampel yang akan ditentukan seara gravimetri mula-mula ditimbang secara
kuantitatif, dilarutkan dalam pelarut tertentu kemudian diendapkan kembali dengan reagen
tertentu. Senyawa yang dihasilkan harus memenuhi sarat yaitu memiliki kelarutan sangat
kecil sehingga bisa mengendap kembali dan dapat dianalisis dengan cara menimbang.

Endapan yang terbentuk harus berukuran lebih besar dari pada pori-pori alat penyaring
(kertas saring), kemudian endapan tersebut dicuci dengan larutan elektrolit yang
mengandung ion sejenis dengan ion endapan.
7
Hal ini dilakukan untuk melarutkan pengotor yang terdapat dipermukaan endapan dan
memaksimalkan endapan. Endapan yang terbentuk dikeringkan pada suhu 100-130 derajat
celcius atau dipijarkan sampai suhu 800 derajat celcius tergantung suhu dekomposisi dari
analit.

Pengendapan kation misalnya, pengendapan sebagai garam sulfida, pengendapan nikel


dengan DMG, pengendapan perak dengan klorida atau logam hidroksida dengan mengetur
pH larutan. Penambahan reagen dilakukan secara berlebihan untuk memperkecil kelarutan
produk yang diinginkan.

aA +rR ———-> AaRr(s)

Catatan : Penambahan reagen R secara berlebihan akan memaksimalkan produk AaRr


yang terbentuk.

Idealnya setiap endapan yang terbentuk memiliki sifat-sifat berikut ini :

1.   Tidak larut
2.   Mudah disaring
3.  Bebas dari pengotor
4. Tidak reaktif
5. Komposisi diketahui

2. Metode Penguapan

Metode penguapan digunakan untuk menetapkan komponen-komponen dari suatu senyawa yang
relatif mudah menguap

Metode penguapan dalam analisis gravimetri digunakan untuk menetapkan komponen-


komponen dari suatu senyawa yang relatif mudah menguap. Cara yang dilakukan dalam
metode ini dapat dilakukan dengan cara pemanasan dalam gas tertentu atau penambahan
suatu pereaksi tertentu sehingga komponen yang tidak diinginkan mudah menguap atau
penambahan suatu pereaksi tertentu sehingga komponen yang diinginkan tidak mudah
menguap.

8
Metode penguapan ini dapat digunakan untuk menentukan kadar air(hidrat) dalam suatu
senyawa atau kadar air dalam suatu sampel basah. Berat sampel sebelum dipanaskan
merupakan berat senyawa dan berat air kristal yang menguap. Pemanasan untuk
menguapkan air kristal adalah 110-130 derajat celcius, garam-garam anorganik banyak
yang bersifat higroskopis sehingga dapat ditentukan kadar hidrat/air yang terikat sebagai
air kristal.

3. Metode Elektrolisis

Metode elektrolisis dilakukan dengan cara mereduksi ion-ion logam terlarut menjadi endapan logam

Ion-ion logam berada dalam bentuk kation apabila dialiri dengan arus listrik dengan besar
tertentu dalam waktu tertentu maka akan terjadi reaksi reduksi menjadi logam dengan
bilangan oksidasi 0.

Endapan yang terbentuk selanjutnya dapat ditentukan berdasarkan beratnya, misalnya


mengendapkan tembaga terlarut dalam suatu sampel cair dengan cara mereduksi. Cara
elektrolisis ini dapat diberlakukan pada sampel yang diduga mengandung kadar logam
terlarut cukup besar seperti air limbah.

9
metode gravimetri juga dapat digunakan untuk menetapkan:

 Kation anorganik
 Anion anorganik
 Zat netral seperti: air, CO2, SO2, I2
 Beberapa zat organik, termasuk obat-obatan

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ANALISIS GRAVIMETRI

1. Kelebihan

 pengotor dalam sampel dapat diketahui


 Mudah dilakukan
 Hasil analisisnya spesifik dan akurat
 Presisi
 Sensitif

2. kekurangan

 membutuhkan waktu yang cukup lama

10
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
2.1. Alat dan Bahan yang di Gunakan
.Alat (kalimat) akhirnya prgrf
a. Batang pengaduk
b. Botol semprot
c. Cawan uap
d. Corong
e. Desikator 
f. Erlenmeyer
g. Gelas beaker
h. Gelas ukur
i. Hitter
j. Neraca analitik
k. Oven
l. Pipet tetes

2.1.2. Bahan
a. Air es
b. Alkohol 95%
c. Aquadest
d. Asam asetat (CH3COOH)
e. Kertas saring whatman
f. Larutan alkohol-DCM (1:2)
g. Natrium klorit (NaClO2)
h. Serbuk akasia mangium Sp.

2.2. Prosedur Kerja …..

a. Cawan uap, kertas saring ditimbang di neraca analitik.


b. Serbuk kayu ditimbang sebanyak 3 gram, lalu sampel dibungkus dengan kertas
saring whatman dan diikat dengan tali benang.
c. Sampel dimasukkan ke dalam gelas beaker yang telah diisi dengan 300 ml larutan
alkoho-DCM, sehingga sampel terendam semuanya.
d. Sampel direndam (diektraksi) selama 6-8 jam.
e. Setelah proses ekstraksi selesai, panaskan oven dengan suhu 105±3oC.
f. Sampel dikeringkan menggunakan oven selama 3 jam.
g. Sampel didinginkan menggunakan desikator selama 15 menit da catat berat sampel
setalah dikeringkan.
h. Sampel dicuci menggunakan air panas, lalu dicuci menggunakan air es (proses
pemisahan lignin).

11
i. Sampel dimasukkan ke dalam gelas beaker, lalu tambahkan 20 ml NaClO2 dan 12
tetes asam asetat.
j. Selatjutnya sampel diproses ke tahap khlorinasi dengan cara sampel dipanaskan
menggunakan hitter yang telah diletakkan gelas beaker yang lebih besar di atasnya
dan diisi aquadest. Tunggu sampai residu yang dihasilkan berwarna keputih-
putihan. Kemudian, sampel disaring menggunakan kertas saring whatman.
k. Setelah selesai khlorinasi, sampel dicuci dalam alkohol sebanyak 50 ml.
l. Sampel dicuci dengan 100 ml air demineralisasi (aqua DM) dan asam asetat 10%
sebanyak 25 ml.
m. Kemudian sampel ditimbang beratnya dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu
105±3oC selama 3 jam, setelah itu didinginkan di dalam desikator selama 15 menit,
kemudian catat beratnya.
n. Lalu kegiatan pengeringan sampel dilakukan setiap 30 menit, sampai beratnya
konstan.
o. Catat berat holoselulosa. Kadar holoselulosa dihitung dengan persamaan :

                       Kadar Holoselulosa =
b
× 100 %
a
Keterangan : a = berat sampel awal
                    b = berat Holoselulosa

Tabel Pengamatan Praktikum (judul)

N Perlakuan Hasil
O

1. Penimbangan sampel Berat sampel berupa serbuk


kayu sebanyak 3.0002 gram

2. Sampel direndam di dalam larutan alcohol DCM 300ml Setelah direndam, warna
selama 17 jam 8 menit. larutan semula bening
berubah kuning kecoklatan.

3. Sampel dikeringkan di oven selama 3 jam dan Sampel ditimbang beratnya


didinginkan di desikator selama 15 menit. yaitu 85.6884 gram.

4. Sampel dicuci dengan air panas 150 ml dan aquedest Sisa larutan pada sampel
dingin 150 ml. (lignin) jatuh ke dalam
Erlenmeyer.

5. Sampel dipanaskan dengan Heater dan ditambahkan 20 Sampel menjadi coklat


ml NaClO2 dan 12 tetes asam asetat dan sampel disaring keputih-putihan, dan semua
dengan kertas saring whatman. residu jatuh ke dalam
erlenmeyer.

6. Sampel Dicuci dengan alcohol 50 ml dilanjutkan dengan Sampel menjadi lebih bersih
aquedest 100 ml dan 25 ml asam asetat. dan semua residu jatuh ke
dalam erlenmeyer.

7. Sampel dimasukkan ke dalam !50 derajat celcius (ubah Berat sampel menjadi konstan
mintol iyan) selama 3 jam hingga sampel beratnya hingga berat menjadi 85.6316
konstan. gram.

12
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
Tabel 3.1 Data Hasil Percobaan Proses Pengeringan
N Perlakuan Berat cawan+sampel(gr)
O
1 Oven selama 3 jam 85.6884
2 Pengulangan I 85.6407
3 Pengulangan II 85.6420
4 Pengulangan III 85.6518
5 Pengulangan IV 85.6316

3.2. Pembahasan
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kadar holoselulosa dari sampel yang berupa
serbuk kayu Acacia Mangium Sp yang akan digunakan sebagai bahan dalam pembuatan
pulp. Hal itu dilakukan karena dalam pembuatan pulp bahan yang digunakan harus
memenuhi karakteristik tertentu, dimana jumlah kadar holoselulosa memiliki range : 65-
75% yang menunjukkan jumlah komponen polisakarida dalam kayu (selulosa dan
hemiselulosa) untuk sebagai acuan sebagai jumlah holoselulosa yang tepat untuk diolah
menjadi pulp dengan grade yang baik.
Metode yang digunakan dalam percobaan ini yaitu dengan maserasi (perendaman sampel
dalam larutan penyari selama beberapa hari), khlorinisasi, pembersihan sampel dengan
alcohol dan dCM, serta metode pengeringan dalam oven. Setelah penimbangan cawan uap,
kertas saring, diikuti dengan penimbangan serbuk kayu sebanyak 3 gram dan dikuti dengan
13
pembungkusan kertas saring dengan wahtman yang diikat dengan benang. Perendaman
sampel dalam 300 ml larutan alkohol-DCM ialah agar proses ekstraksi berjalan sempurna.
Dikarenakan DCM yang memiliki titik didih hanya 20Oc diseimbangkan dengan titik didih
alkohol 78Oc proses pengeluaran ekstraktif dari sampel. Proses ekstraksi berlangsung
selama 6-8 jam dan dilanjutkan dengan penimbangan sampel di neraca analitik dan dioven
dengan suhu 105± 3Oc dan diserap uap panasnya di desikator selama 15 menit. Dilanjutkan
dengan pencucian sampel dengan air dan air dingin untuk membantu dan menutup rongga
agar ekstraktif sampel mudah keluar. Dilanjutkan dengan penambahan 20 ml NaClO2 dan
12 tetes asam asetat untuk proses khloronisasi dalam suasana asam yang dilakukan di
heater sehingga akhirnya menghasilkan residu yang berwarna keputih-putihan yang
disaring lagi menggunakan kertas whatman. Dilanjutkan dengan perendaman alkohol, aqua
dm dan asam asetat untuk mendapatkan residu akhir yang semaksimal mungkin bewarna
keputih-putihan. Dilanjutkan dengan pengeringan awal di oven dengan suhu 105± 3 Oc
selama 3 jam untuk melalui proses pengeringan kadar air dan melalui proses penghilangan
uap panas di desikator selama 15 menit. Dan untuk pengeringan lanjutan dilakukan dengan
selama 30 menit dengan proses penghilangan uap panas selama 15 menit sampai
menujukkan berat sampel yang konstan. Setelah dilakukan proses pengeringan maka
diperoleh berat konstan yakni 85.6316 gram. Setelah dilakukan pengolahan data,
didapatkan juga kadar holoselulosa sampel yakni 86%. Diperoleh data melebihi kadar
maksimal holoselulosa pada umumnya karena, pada kelompok kami kekeliruan proses
penimbangan yang bisa dikatakan keluar dari ketentuan modul. Faktor yang menyebabkan
kekeliruan ini diantaranya adalah : terlalu terburu-buru, kurang teliti.

14
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
1. Kadar Holoselulosa sampel sebesar 86%.

4.2. Saran (pembaca atau praktikan selanjutnya)


1. Disarankan kepada praktikan agar untuk lebih teliti dalam membaca prosedur agar tidak
terlewati salah satu prosedur.
2. Disarankan kepada praktikan, agar tetap menggunakan APD agar mencegah terjadinya
Penyakit Akibat Kerja (PAK) di labor.
3. Disarankan kepada praktikan, agar membaca SOP alat sehingga tidak ada kesalahan
penggunaan alat-alat laboratorium.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anderson WF, Akin DE. 2008. Structural and chemical properties of grass
lignocelluloses related to conversion for biofuels. J Ind Microbiol Biotechnol 35: 355–
366.

Anonim, 1980, Materia Medika Indonesia, Jilid IV, 177-180, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Alvira P, Tomás-Pejó E, Ballesteros M, Negro MJ. 2010. Pretreatment technologies for an
efficient bioethanol production process based on enzymatic hydrolysis: A review.
Bioresour Technol 101: 4851-4861.

Al-Zuhair S. 2008. The effect of crystallinity of cellulose on the rate of reducing sugars
production by heterogeneous enzymatic hydrolysis. Bioresource Technology 99: 4078-
4085
Himmel ME. 2008. Biomass Recalcitrance: Deconstructing the Plant Cell Wall for
Bioenergy. Edition 1.: Wiley, John & Sons, Incorporated.
Isroi. 2013. Peningkatan Digestibilitas dan Perubahan Struktur Tandan Kosong Kelapa
Sawit oleh Pleurotus floridanus dengan Penambahan Mn dan Cu. Dissertation. Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Khopkar, S. M.. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta. Penerbit Universitas
Indonesia. Hal. 216-217.

16
Law KN, Daud WRW, Ghazali A. 2007. Morphological and chemical nature of fiber
strands of oil palm empty-fruit-bunch (OPEFB). BioResources 2: 351-362.

Rowell, R.M., 2005. Handbook of wood chemistry and wood composites. USDA Forest
Service, Forest Product Laboratory Madison

Sudjadi, 1988, Metode Pemisahan, hal 167-177, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah
Mada.

Sutriani,L.2008.Ekstraksi.Available online at :
http.//medicagarma.blogspot.com/2008/11.ekstraksi.html.

Tarmansyah,Umar.2009 “Diktat Pengetahuan Komponen Kayu“. . ATPK Bandung.

SNI 01-1303-1989. “Cara Uji Kadar Holoselulosa Kayu”

17
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

1. Penentuan Kadar Holoselulosa


Diketahui :
a= berat sampel awal (3.0002 gram)
b= berat holoselulosa (2.5861 gram)
Kadar Holoselulosa :
b
= × 100 %
a
2.5861
= ×100 %
3.0002
=86%

18
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI

Gambar B.1 penimbangan Gambar B.2


sampel 3,0002 gram penimbangan kertas saring
1,6167 gram

19

Gambar B.4 proses


Gambar B.5 Gambar B.6
pengeringan sampel di pendinginan sampel di
oven desikator

20
Gambar B.7 berat sampel dan cawan setelah di oven
selama 3 jam dan di desikator selama 15 menit

Gambar B.8 sampel Gambar B.9 sampel


dicuci menggunakan air diproses tahap klorinasi
panas dan air es

21
Gambar B.10 berat konstan
sampel dan cawan 85,6316
gram

LAMPIRAN C
PERTANYAAN/TUGAS

1. Jelaskan tentang perbedaan antara Holoselulosa dengan Hemiselulosa…?


2. Jelaskan peranan atau fungsi Holoselulosa pada kayu…?

Jawab :
1. Holoselulosa adalah bagian dari serat yang bebas sari dan serat, merupakan fraksi
karbohidrat total dalam kayu sebagai komponen struktural penyusun dinding sel yang
terdiri atas selulosa dan hemiselulosa.
Hemiselulosa adalah polisakarida yang mengisi ruang antara serat-serat selulosa dalam
dinding sel tumbuhan dan rantainya lebih pendek dari selulosa.

22
2. Holoselulosa merupakan bagian penting/ inti pada tumbuhan karna merupakan
pembentukan dasar kayu lalu diikat oleh lignin hingga kayu dapat tegak dengan baik.
Pada kayu dengan tujuan kontruksi karena dapat meningkatkan kekerasan/kekuatan
kayu, tetapi tidak dibutuhkan dalam industri kertas karena lignin sangat sukar dibuang
dan membuat kertas jadi kecoklatan/coklat karena sifat aslinya dan pengaruh oksidasi.

23

Anda mungkin juga menyukai