Anda di halaman 1dari 6

Polimer Alami dan Sintetis: Sumber, Selulosa adalah senyawa polisakarida

(C6H10O5)n yang dapat diturunkan menghasilkan


Isolasi dan Aplikasinya
glukosa (C6H12O6). Unit terkecil yang berulang
*Triyani Sumiati, Nurfitria adalah selobiosa (C6H11O5)2O dibentuk oleh
kondensasi dua unit glukosa dan oleh karena itu
1. Pendahuluan juga dikenal sebagai anhydroglucose (glukosa
Polimer merupakan senyawa yang disusun minus air). Masing-masing satuan berulang berisi
oleh molekul-molekul yang dicirikan oleh tiga kelompok hidroksil. Kelompok hidroksil ini
pengulangan berlipat ganda dari satu atau lebih jenis dan kemampuannya untuk mengikat hidrogen
atom atau group atom (biasa disebut unit penyusun) memainkan peran yang utama di dalam
yang dihubungkan satu sama lain dalam jumlah mengarahkan struktur kristalin dan juga
yang cukup sehingga memberikan seperangkat sifat mengembangkan sifat fisika dari selulosa
yang tidak bervariasi (berubah atau dipengaruhi) (Summerscales et al., 2010).
oleh penambahan satu atau beberapa unit Kebanyakan tanaman tersusun atas selulosa
penyusunnya. Polimer dikelompokkan menjadi dua, berkristal tinggi dan mungkin berisi sebanyak 80
yaitu polimer alami dan polimer sintetis. Polimer persen daerah kristal. Bagian yang tersisa memiliki
alami atau dikenal dengan biopolimer dihasilkan densitas yang lebih rendah dan disebut sebagai
atau diturunkan dari sumber daya alam yang dapat selulosa amorf. Selulosa merupakan polimer dengan
diperbarui, dapat diuraikan dan tidak menghasilkan derajat polimerisasi (DP) sekitar 10,000, bersifat
racun, sedangkan polimer sintetis lebih biasa kuat, berkristal molekul tanpa percabangan.
dikenali sebagai plastik, seperti polietilena dan Selulosa padat membentuk suatu struktur
nylon. Polimer alami yang banyak tersebar di alam mikrokristal dengan daerah amorf pada orde yang
antara lain pati, karet, khitosan, selulosa, protein dan rendah. Selulosa merupakan bentuk alami dari
lignin. selulosa yang terdiri atas 2 jenis yaitu selulosa α dan
selulosa β tergantung pada sumber selulosanya.
2.1 Sintetsis Polimer Alami Yang membedakan antara selulosa α dan selulosa
1. Selulosa β adalah bentuk kristalnya dimana selulosa α
Selulosa merupakan komponen struktural memiliki struktur triklinik dan selulosa β memiliki
yang paling penting dari hampir semua dinding struktur monoklinik.
sel tanaman hijau, terutama di banyak serat alam
seperti rami, goni, rami, kapas, dll. Polimer selulosa
terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.

Gambar 1. Struktur Selulosa


Gambar 2. Struktur α – Selulosa
Selulosa merupakan pembentuk struktur
dinding sel tumbuhan. Selulosa bersifat tidak dapat
dicerna oleh manusia sehingga berfungsi sebagai
sumber serat yang membantu memperlancar
defakasi. Bagi manusia, fungsi selulosa sebagai serat
banyak sekali keuntungannya, antara lain
memperlancar buang air besar, dan dapat
Gambar 3. Struktur β-Selulosa menghindarkan dari berbagai penyakit seperti
Kelompok selulosa yang lain merupakan haemorrhoid (ambeyen), divertikulosis, kanker pada
bentukan dari selulosa I dengan berbagai cara (Pérez usus besar, appendicitis, diabetes, penyakit jantung
& Samain, 2010). Sifat kimia selulosa adalah koroner dan obesitas. Penggunaan terbesar selulosa
tahan terhadap alkali kuat (17.5% berat) tetapi di dalam industri adalah berupa serat kayu dalam
dengan mudah terhidrolisis oleh asam menjadi gula industri kertas dan produk kertas dan karton.
yang larut air dan selulosa relatif tahan terhadap Pengunaan lainnya adalah sebagai serat tekstil yang
agen pengoksida dengan ketahanan panas serat bersaing dengan serat sintetis. Untuk aplikasi lebih
selulosa adalah mencapai temperatur 211 - 280°C luas, selulosa dapat diturunkan menjadi beberapa
tergantung pada jenis seratnya (Suryanto, 2015). produk, antara lain Microcrystalline Cellulose,
Proses isolasi dari tanaman yang mengandung Carboxymethyl cellulose, Methyl cellulose dan
serat selulosa meliputi proses prehidrolisis, hydroxypropyl methyl cellulose. Produk-produk
delignifikasi, dan bleaching. Proses prehidrolisis tersebut dimanfaatkan antara lain sebagai bahan
merupakan proses awal menggunakan aquadest antigumpal, emulsifier, stabilizer, dispersing agent,
pada suhu 100oC selama 1 jam. Prehidrolisis pengental, dan sebagai gelling agent
bertujuan untuk mempercepat penghilangan (Estiasih,T.2006).
pentosan (hemiselulosa) dalam bahan baku pada CMC merupakan derivatif selulosa yang larut
waktu pemasakan (cooking). Pretreatment dalam air dengan aplikasinya pada industri pangan
menggunakan air lunak (soft water) atau larutan dan kosmetik, farmasi, detergen (Togrul dan Arslan,
asam encer. Proses delignifikasi bertujuan untuk 2003). Sintesis CMC meliputi perubahan dari
melarutkan kandungan lignin dalam kayu sehingga selulosa menjadi alkali selulosa yang kemudian
mempermudah pemisahan lignin dengan serat, gugus hidroksil dari selulosa tersebut disubstitusi
proses ini dilakukan dengan menggunakan bahan oleh gugus karboksi metil dengan jalan
kimia NaOH, Na2SO3, dan Na2SO4 dan juga mereaksikannya dengan sodium monoklorasetat
bleaching (pemutih) dengan menggunakan H2O2 (Heinze dan Pfeiffer, 1999). Banyaknya gugus
dan NaOCl. Proses bleaching bertujuan untuk hidroksil yang disubstitusi disebut degree of
melarutkan sisa senyawa lignin yang dapat substitution (DS) atau derajat substitusi (Cash dan
menyebabkan perubahan warna, dengan cara Caputo, 2010). Menurut Waring dan Parsons (2001),
mendegradasi rantai lignin yang panjang oleh DS merupakan faktor utama kelarutan CMC dalam
bahanbahan kimia pemutih menjadi rantai-rantai air. CMC dengan DS di bawah 0,4 bersifat swellable
lignin yang pendek, maka lignin dapat larut pada tetapi tidak mampu untuk larut dalam air, sedangkan
saat pencucian dalam air atau alkali. di atas nilai DS tersebut CMC mampu terlarut
(Sumada,K.,et.al.2011). dengan hidroafinitas yang bertambah seiring dengan
peningkatan DS. DS menjadi salah satu parameter atau polimer dalam bentuk sediaan obat. Kitosan
utama keberhasilan proses sintesis CMC. Togrul dan juga mempunyai aktivitas antimikroba yang
Arslan (2003) dalam penelitian mengenai sintesis biodergradable terhadap tubuh sehingga aman bagi
CMC dari umbi gula bit melaporkan bahwa DS tubuh sehingga dapat digunakan seabagi bahan
CMC dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH pada pengawet makanan pengganti formalin. Produksi
tahap alkalisasi dan berat NaMCA pada tahap kitin lebih jarang dilakukan mengingat adanya
karboksimetilasi. Barai dkk. (1997) menambahkan gugus asetil pada strukturnya. Hal tersebut
bahwa selain konsentrasi NaOH dan NaMCA, suhu mengakibatkan, mereka yang alergi terhadap
yang digunakan pada proses karboksimetilasi juga golongan crustacea lebih peka terhadap kitin
mempengaruhi peningkatan DS CMC. Perlakuan dibanding kitosan.
variasi jumlah natrium monokloroasetat yang
Reaksi sisnetsi polimer alami kitosan dan kitin
digunakan untuk sintesis CMC yaitu penambahan 4
secara umum terdapat tiga reaksi yaitu reaksi
gram, 6 gram dan 8 gram menghasilkan kemurnian
demineralisasi, diproteinasi dan deasetilasi Reaksi
sebesar 98,86%. CMC yang dihasilkan dengan
demineralisasi bertujuan menghilangkan mineral-
penambahan 4 gram natrium monokloroasetat
mineral berupa garam organik seperti kalsium
mempunyai derajat subtitusi 0,31, dengan pH
karbonat. Kalsium karbonat yang terdapat pada
sebesar 10,55 dan viskositas 1,44 cp (Nur,R.,2016).
crustacea sekitar 40-50% dari berat kering. Proses
Data FAO menyebutkan bahwa standar DS CMC
demineralisasi menggunakan asam klorida encer,
untuk pangan berkisar 0,2 – 1,5. Pada industri
hasil reaksi demineralisasi mengahasilkan gas
pangan, CMC diproduksi dengan kisaran DS 0,7 –
kabondioksida dan uap air.
0,9.

Reaksi deproteinasi menggunakan basa kuat


2. Kitosan dan Kitin yakni natrium hidroksida. Protein yang terdapat
Sintesis Kitosan dan Kitin merupakan suaru dalam bahan kering darus dihilangkan. Mekanisme
proses yang berkesinambungan. Perbedaannya pemisahan proteinyya berupa pemutusan ikatan-
polimer kitin tidak mengalami reaksi deasetilasi ikata protein dan kitin. Kadar protein yang terdapat
pada strukturnya sedangkan pada polimer kitosan pada crustacea berkisar 21% dari berat kering. Pada
mengalami reaksi deasetilasi sehingga gugus asetil tahap ini akan diperoleh kitin ayng ditandai adanay
pada kitosan hampir ada. Nama kimia dari kitin Poly gugus asetil pada struktur kimianya.
 (1,4)-N-asetil-D-glukosamin sedangkan kitosan
Selanjutnya reaksi deasetilasi. Pada tahap ini
Poly  (1,4)-N- -D-glukosamin. Sintesis kitosan dan
menentukan kualitas dari kitosan dan persentase
kitin umunya banyak diperoleh dari hewan dari
gugus asetl yang masih terdapat darlam struktur
golongan crustacea seperti udang dan kepiting..
kimia kitosan. Reaksi deasetilasi menggunakan
Selain dieproleh dari golongan crustacea kitin atau
alkali bertujuan untuk menghilangkan gugus asetil
kitosan juga dapat diperloleh dari fungi (5-20%),
pada gugus amida kitosan sehingga hasil akhirnya
laba-laba (38%), kecoa (35%), kalajengking, (30%)
hanya terdapat gugus amin. Penelitian yang
cacing (20-3835%).
dilakukan oleh Ding W et al, mensistesis kitosan
Pada praktiknya, proses sintesis kitosan lebih cangkang kepiting. Proses sintesis meliputi: Setiap
banyak dilakukan dibanding kitin. Dalam bidang proses diikuti dengan tahap pencucian, pembilasan,
farmasi kitosanbanyak digunakan sebagai eksipien penetralan pH, dan pengeringan. Tahap deproteinasi
dilakukan menggunakan larutan NaOH 3,5% (Rasio
1:10(b/v)) selama 2 jam (65○C) dan tahap
demineralisasi menggunakan larutan HCl 1N (1:10)
selama 1 jam pada suhu 30○C sedangkan pada tahap
Deasetilasi t dilakukan menggunakan NaOH 50% Reaksi polimerasi polimer melalui reaksi

(1:20(b/v)) pada suhu 120○C selama 3 jam. kondensasi, hasil akhir polimer sebagian dari
molekul monomer tidak termasuk dalam polimer
Penelitian yang dilakukan oleh Cuiyun, et al akhir. Ciri khas reaksi polimerasi kondensasi adalah
mensintetsin kitosan dari kitin dengan menggunakan monomer mengandung gugus fungsi produk
kombinasi pelarut gliserol dan natrium hidroksi samping berupa H2O, HCl, NH3, dan CH3COOH.
untuk mengdeasetilasi kitin. Gliserol sebagai Produk samping tersebut merupakan gabungan dari
pelarut yang dapat mengkatalisis deasetilasi kitin gugung fungsi setiap monomernya. Berikut contoh
dengan menggunakan konsentrasi NaOH yang lebih polimer yang diperoleh dari reaksi polimerasi
rendah. Metode tradisional persiapan kitosan dari kondensasi:
kitin membutuhkan larutan air dengan konsentrasi
alkali tinggi (40−60%), menimbulkan polusi parah
pada lingkungan dan meningkatkan biaya produksi.
Pada penelitian tersebur diperoleh Yield/recovery
kitosan yang lebih tinggi dengan menggunakan
tambahan gliserol yakni 82,71% dan recovery
penggunaan alkali dapat recycle sebesar 90,10. jika
dibandingkan menggunakan pelarut alkali/natrium 2.1 Pembuatan polimer Sistesis PVA
hidrosida recovery kitosan hanya sebesar 72,75%. a. Sintesis menggunakan Metode polimerasi emulsi
2. Sintesis Polimer Sintetik (bahan baku VAM (vynil acetate monomer) dan
Sintesis polimer sintetik umumnya berupa metanol.
reaksi polimerasi dari monomer penyusun dari PVA dihasilkan dari polimerisasi vinil
polimer itu sendiri. Monomer-monomer penyusun asetat menjadi polivinil asetat (PVAc), kemudian
dapat berupa monomer sejenis (homopolimer) atau diikuti dengan hidrolisis PVAc menjadi PVA.
berasal dari monomer berbeda (kopopolimer). Kualitas PVA yang baik secara komersial ditentukan
Berdasarkan reaksi pembentukannya, polimer oleh derajat hidrolisis yang tinggi, yaitu di atas
sintetis dapat di produksi dari polimerasi secara adisi 98.5%. Derajat hidrolisis dan kandungan asetat
dan polimerasi secara kondensasi. dalam polimer sangat berpengaruh terhadap sifat-
Reaksi polimerasi adisi, monomer sifat kimianya, seperti kelarutan dan kristalinitas
merupakan senaywa alkena (hidrokarnon tak jenuh PVA. Derajat hidrolisis berpengaruh terhadap
yang berikatan rangkap dua. Reaksi polimerasi adisi kelarutan PVA dalam air, semakin tinggi derajat
membentuk polialkena yang berantai tunggal. hidrolisisnya maka kelarutannya akan semakin
Monomer mengadisi monomer lainnya lainnya rendah. Gugus asetil pada polynil acetate akan
sehingga prosuk polimer mengandung semua atom digantikan oleh gugus hirdoksil dari metanol,
yang ada pada monomer awal. Secara umum reaksi sehinggan hasil akhir dari reaksi berupa produk
polimerasi adisi dapat dirumuskan sebagai berikut. polyvynil alcohol dan asam asetat (Hassan and
Peppas, 2000). Reaksi sintesis PVA dapatdilihat 4. Suryanto, H., 2015. Thermal degradation of
dalam reaksi berikut: mendong fiber. In: 6th International
Conference on Green Technology. Universitas
Cristina, et al, 2009 mensitesis PVA
Islam Negeri Malang, Malang, pp. 306–309.
monomer vynil acetat monomer dilakukan secara
5. Cash, M.J. dan Caputo, S.J. (2010). Cellulose
kontinu dalam reaktor selama 4-5 jam. Pada
derivatives. Dalam: Imeson, A. Food stabilizer,
sintesisnya, reaksi polimerasi terjadi pada pH 4,5-
thickener, and gelling agents, hal. 94-
5,5. Buffer yang digunkan sodium bikarbonat.
115.Willey-Blackwell. United Kingdom
Penggunaan buffer ditambahkan untuk
6. Barai, B.K., Singhal, R.S. dan Kulkarni, P.R.
mengendalikan laju dekomposisi inisiator dan
(1997). Optimization of a process for preparing
meningkatkan pH (Lange, 2011). ). Selama sintesis
carboxymethyl cellulosa from water hyacinth
ditambahkan larutan amonium persulfat sebagai
(Eichornia crassipes). Carbohydrate Polymers
inosiator, dan surfaktan disponil AES 72 untuk
32: 229-231.
menstabilkan pertumbuhan partikel selama
7. Togrul, H. dan Arslan, N. ( 2003). Production
polimerisasi dan bertindak sebagai agen pengubah
of carboxymethil cellulose from sugar beet
rantai (Salager, 2002).
pulp cellulose and rheological behaviour of

b. Sintesis menggunakan Metode polimerasi emulsi carboxymethyl cellulose. Carbohydrate

(bahan baku VAM (vynil acetate monomer) dan Polymers Journal 54: 73-82.

metanol 8. Waring, M.J. dan Parsons, D. (2001). Physico-


chemical characterization of
Pembentukan Polivinil Alkohol berbahan carboxymethylated spun cellulose fibres.
baku polivinil asetat dan methanol lebih memiliki Biomaterials 22: 903-912.
proses reaksi yang lebih singkat, karena tidak perlu 9. Nur,R.2016.Sintesis dan Karakterisasi CMC
menggunakan reaksi polimerisasi. (Carboxymethyl Cellulose) Yang Dihasilkan
Dari Selulosa Jerami Padi. J.Sains Teknologi
Pangan (JSTP). 1(3): 222-231
DAFTAR PUSTAKA 10. Cristina, D., Ciobana, C.L., & Dana. (2009).
Polymeric Films Properties Of Poly (Vinyl
1. Estiasih, T. 2006. Teknologi dan Aplikasi
Alcohol) And Poly (Hydroxy Urethane) In
Polisakarida dalam Pengolahan Pangan.
Different Concentrations. Sci. Bull Series, 71;1
Penerbit Fakultas Teknologi Pertanian. UB.
11. Ding, W., Lian, Q., Samuels, R.J., Polk., M.B.
Malang
(2003). Syntesis and Characterization of a
2. Pérez, S., Samain, D., 2010. Structure and
Novel Derivative of Chitosan. Polimer, 44;
engineering of celluloses. Adv. Carbohydr.
547-556.
Chem. Biochem. 64, 25–116.
12. Liu, C., Wang, G., Sui, W., Liangliang, A., &
3. Summerscales;, Dissanayake, N., Virk, A.S.,
Chuanling, S. (2017) Preparation and
Hall, W., 2010. A review of bast fibres and
Charaterization og Chitosan by an Novel
their composites. Part 1 – Fibres as
Deacetilation Approach Using Gycerol as
reinforcements. Compos. Part A Appl. Sci.
Green Reaction Solvent. Sustainable
Manuf. 41, 1329–1335.
Chemistry and Engineering, 5:2690-4698.
13. Yen, M. T., Yang, J. H., & Mau, J. L. (2009)
Physicochemical characterization of chitin and
chitosan from crab shells. Carbohydr. Polym.
75 (1), 15−21.
14. Younes, I., Ghorbel, O., Nasri, R., Chaabouni,
M., Rinaudo, M., & Moncef , N. (2012). Chitin
and Chitosan Preparation from Shrimp Shell
Using Optimized Enzymatic Deproteinization.
Process Biochemistry, 47: 2032-2039.

Anda mungkin juga menyukai