Anda di halaman 1dari 30

PENGARUH KEMATANGAN DAN KEKENTALAN LARUTAN

VISKOSA TERHADAP KESALAHAN PEMINTALAN PADA PROSES


PEMBUATAN SERAT RAYON VISKOSA`

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teknologi Pembuatan Serat

Oleh
Adela Faradina Irnanda (NPM 18020002)
Anita Prahasti (NPM 18020016)
Assyfa Kusumaningsih (NPM 18020018)
Azkia Aulia Nurani Abdi (NPM 18020020)

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2019
DAFTAR ISI

BAB I .................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 4
1.4 Manfaat .............................................................................................................. 4
BAB II ................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 5
2.1 Dasar Teori ........................................................................................................ 5
2.2 Pembahasan ....................................................................................................... 6
2.2.1 Bahan Baku dan Bahan Pembantu pada Proses Pembuatan Serat
Rayon Viskosa ........................................................................................................... 6
2.2.2 Alat-Alat yang Digunakan pada Proses Pembuatan Serat Rayon
Viskosa.......................................................................................................................9
2.2.3 Proses Pembuatan Serat Rayon Viskosa............................................... 21
2.2.4 Diagram Alir Proses Pembuatan Serat Rayon Viskosa ....................... 25
BAB III............................................................................................................................. 26
TINJAUAN KHUSUS .................................................................................................... 26
3.1 Proses Koagulasi pada Pemintalan Basah .................................................... 26
3.2 Pengaruh Kematangan dan Kekentalan Larutan Viskosa Terhadap
Kesalahan Pemintalan pada Proses Pembuatan Serat Rayon Viskosa.................. 27
BAB IV ............................................................................................................................. 29
KESIMPULAN ............................................................................................................... 29
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 30
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Serat adalah material yang berbentuk halus dan memiliki perbandingan


panjang dengan diameter yang sangat besar. Atau dapat diartikan serat adalah
ukuran panjang yang relatif jauh lebih besar daripada lebarnya. Serat dibedakan
menjadi dua yaitu serat alami dan buatan. Serat alami adalah serat yang berasal dari
tumbuhan ataupun hewan. Sedangkan, serat buatan adalah serat yang dibuat oleh
manusia dari bahan sintetik.

Rayon atau kain rayon adalah kain yang dibuat dari serat hasil
regenerasi selulosa. Serat yang dijadikan benang rayon berasal
dari polimerorganik, sehingga disebut serat semisintesis karena tidak bisa
digolongkan sebagai serat sintetis atau serat alami yang sesungguhnya. Dalam
industri tekstil, kain rayon dikenal dengan nama rayon viskosa atau sutra buatan.
Kain ini biasanya terlihat berkilau dan tidak mudah kusut. Serat rayon
memiliki unsur kimia karbon, hidrogen, dan oksigen.

Kain rayon digunakan secara luas dalam industri garmen untuk


bahan pakaian dan perlengkapan busana, seperti daster, jaket, jas, pakaian
dalam, syal, topi, dasi, kaus kaki, dan kain pelapis sepatu. Kain jenis ini juga
dipakai sebagai kain alas dan pelengkap perabot rumah tangga
(seprai, selimut, tirai) dan alat – alat kebutuhan industri (kain untuk perabot rumah
sakit, benang ban), serta barang kesehatan pribadi misalnya;pembalut
wanita dan popok. Di Indonesia, kain rayon merupakan bahan baku untuk industri
kain dan baju batik.

Rayon viskosa adalah serat semi-sintesis hasil regenerasi selulosa. Pada


dasarnya pembuatan serat rayon viskosa adalah perubahan dari selulosa yang tidak
larut menjadi selulosa yang larut. Proses pelarutan dikerjakan dengan zat kimia
yang mampu menguraikan tanpa merusak molekul, membebaskannya dalam cairan
dan akhimya larutan dikoagulasikan serta diregenerasi menjadi bentuk serat.
1.2 Rumusan Masalah

Dalam makalah ini kita akan membahas beberapa masalah diantaranya:


1) Apa saja bahan baku dan bahan pembantu dalam proses pembuatan serat rayon
viskosa?
2) Apa saja alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan serat rayon viskosa?
3) Bagaimana proses pembuatan serat rayon viskosa?
4) Bagaimana diagram alir proses pembuatan serat rayon viskosa?

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah meliputi beberapa hal dibawah ini:


1) Memaparkan bahan baku dan bahan pembantu dalam proses pembuatan serat
rayon viskosa .
2) Mendiskripsikan alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan serat rayon
viskosa.
3) Menjelaskan proses pembuatan serat rayon viskosa.
4) Memaparkan diagram alir proses pembuatan serat rayon viskosa.

1.4 Manfaat

1) Bagi Penulis

Mengerti tata cara penulisan ilmiah dalam bentuk makalah, proses pembuatan
serat rayon viskosa, dan cara mengendalikan mutu bahan baku sebelum diproses
sampai menjadi serat rayon viskosa.

2) Bagi Pembaca

Menambah wawasan pembaca dalam ilmu tekstil khususnya yang berkaitan


dengan proses pembuatan serat rayon viskosa.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dasar Teori

Pembuatan serat rayon viskosa ditemukan oleh C.F. Cross dan E.J. Bevan
pada tahun 1891, produksi rayon viskosa pertama oleh Courtaulds Ltd. yang
berkembang keseluruh dunia. Rayon atau kain rayon adalah kain yang dibuat dari
serat hasil regenerasi selulosa. Serat yang dijadikan benang rayon berasal
dari polimerorganik, sehingga disebut serat semisintesis karena tidak bisa
digolongkan sebagai serat sintetis atau serat alami yang sesungguhnya. Dalam
industri tekstil, kain rayon dikenal dengan nama rayon viskosa atau sutra buatan.
Kain ini biasanya terlihat berkilau dan tidak mudah kusut. Serat rayon
memiliki unsur kimia karbon, hidrogen, dan oksigen. Kain rayon digunakan secara
luas dalam industri garmen untuk bahan pakaian dan perlengkapan busana,
seperti daster, jaket, jas, pakaian dalam, syal, topi, dasi, kaus kaki, dan kain
pelapis sepatu. Kain jenis ini juga dipakai sebagai kain alas dan pelengkap perabot
rumah tangga (seprai, selimut, tirai) dan alat – alat kebutuhan industri (kain untuk
perabot rumah sakit, benang ban), serta barang kesehatan pribadi
misalnya;pembalut wanita dan popok. Di Indonesia, kain rayon merupakan bahan
baku untuk industri kain dan baju batik.

Bahan dasar pembuatan serat rayon adalah bubur kayu yang dimurnikan
disebut pulp. Pulp tersebut diubah menjadi alkali selulosa drngan natrium
hidroksida, kemudian dengan karbon disulfida diubah menjadi natrium selulosa
xantat, yang selanjutnya dilarutkan dalam larutan soda kostik encer. Larutan ini
kemudian diperam dan dipintal dengan cara pemintalan basah menggunakan larutan
asam. Filamen hasil pemintalan masih belum murni sehingga perlu dimurnikan
dengan pencucian (after treatment). Pertama filamen dicuci dengan air dan larutan
natrium sulfida, selanjutnya dilakukan pengelantangan dengan larutan hipoklorit
dan akhirnya dikeringkan. Untuk pembutana benang stapel, filamen dipotong dan
bila perlu dibutat keriting (crimping). Cara yang biasanya dilakukan untuk
pengeritingan ialah dengan melewatkan filamen diantara rol – rol yang beralur
sehingga akan menjadi keriting sebelum dipotong – potong menjadi stapel, selain
cara ini pengeritingan juga dapat dilakukan secara kimia. Pada keadaan kering
rayon viskosa merupakan isolator listrik yang baik tetapi uap air yang diserap akan
mengurangi daya isolasinya. Rayon viskosa tahan terhadap penyetrikaan tetapi oleh
pemanasan yang lama warnanya akan berubah menjadi kuning, sedangkan oleh
penyinaran kekuatannya akan berkurang. Rayon viskosa cepat rusak oleh asam
dibandingkan dengan kapas, terutama dalam keadaan panas tetapi tahan terhadap
pelarut untuk pencucian kering (dry – cleaning).

Sifat-sifat fisika serat rayon viskosa diantaranya adalah dalam keadaan


basah kekutan rayon viskosa sekitar 2,6 g/denier sedangkan alam keadaan kering
sekitar 1,4 g/denier, mulur serat dalam keadaan basah sekitar 25% dan dalam
keadaan kering sekitar 15%, moisture regain saat kondisi standar adalah 12 – 13%,
elastisitas serat rayon kurang baik dibandingkan dengan serat kapas. Apabila dalam
pertenunan benangnya mengalami suatu tarikan mendadak kemungkinan
benangnya tetap mulur dan tidak mudah kembali kebentuk semula, yang
mengakibatkan pencelupan tida rata dan terlihat seperti garis yang berkilau. Selain
itu, rayon viskosa memiliki berat jenis adalah 1,50 – 1,53 g/cm3dan serat rayon
viskosa tahan terhadap penyetrikaan tetapi apabila dalam waktu yang lama akan
menyebabkan rayon viskosa menjadi kekuningan.

2.2 Pembahasan

2.2.1 Bahan Baku dan Bahan Pembantu pada Proses Pembuatan Serat
Rayon Viskosa

1. Bahan Baku

Serat rayon viskosa adalah serat selulosa yang diregenerasi. Selulosa tersebut
bersal dari pulp yang merupakan bahan baku yang berasal dari ekstraksi serpihan
serpihan kayu. Pulp tersebut memiliki panjang serat yang berbeda, kombinasi
pengunaan jenis pulp serta panjang dan pulp serta pendek akan mempengaruhi
kualitas dan biaya produksi serat rayon. Untuk menekan biaya produksi dan
menghasilkan serat rayon viskosa dengan kualitas terbaik maka perbandingan pulp
yang digunakan antara serat pendek dan serat panjang adalah 2 : 1 dengan
perbandingan tersebut maka dalam produksi serat rayon selama satu hari (produksi
50 ton/hari) dibutuhkan sekitar 1.100 bale pulp serat pendek dan 550 bale pulp serat
panjang dengan spesifikasi sebagai berikut :

 Warna : Putih
 Bentuk : Lembaran
 Ukuran : (59 x 80 x 0,5) cm
 Berat per bale : (220-205) kg
 Kandungan ɑ selulosa : ±90 %
 Panjang serat menurut jenis serat :
 AVCell dan Domsjo : (0,42 – 4,92) cm
 CNC, AVNect dan Bahaia : (0,39 – 1,91) cm

2. Bahan Pembantu

Bahan-bahan pembantu yang digunakan setiap bidangnya adalah seperti


terlihat pada tabel 2.1 dibawah ini :

Tabel 2.1 Bahan bahan pembantu yang digunakan bidang viskosa


No Zat yang digunakan Fungsi
Untuk mengubah selulosa menjadi
alkali selulosa, melarutkan
1. Soda kostik (NaOH) hemiselulosa dan melarutkan alkali
selulosa xantat sehingga diperoleh
larutan viskosa.
Sebagai katalisator (untuk
2. Mangan Sulfat (MnSO4) mempercepat reaksi) dalam
pemeraman alkali selulosa.
Sebagai zat aktif permukaan untuk
Berol Visco 32 dan Berol
3. menurunkan tegangan permukaan
315
selulosa dengan NaOH kedalam pulp.
Untuk membentuk alkali selulosa
4. Karbon Disulfida (CS2)
menjadi alkali selulosa xantat.
Tabel 2.2 Bahan bahan pembantu yang digunakan bidang pemintalan
No Zat Pembantu Fungsi
Untuk meregenerasi alkali selulosa xantat
menjadi selulosa dalam bentuk bentuk filamen
1. H2SO4
dan sebagai penetrasi sisa NaOH dari larutan
viskosa.
Untuk mengendapkan alkali selulosa Xantat
2. Na2SO4
(berbentuk gel) sehingga membentuk filamen.
3. ZnSO4 Untuk memperlambat proses regenerasi
Untuk menghilangkan senyawa belerang yang
terdapat didalam serat sebagai hasil reaksi
4. NaOH
samping dalam pembuatan alkali selulosa
xantat
Natrium Sebagai zat pengelantang untuk memutihkan
5. hipoklorit serta rayon viskosa pada proses pengolahan
(NaOCl) lanjutan
Sebgai zat penyuram, untuk pembuatan serat
Titanium
6. rayon viskosa jenis suram dull) atau setengah
dioksida (TiO2)
suram (semi dull)
Untuk menetralkan sisa NaOH yang masih
7. Asam asetat
terkandung dalam mat
HonolGA dan Zat aktif permukaan yang digunakan untuk
8.
Honol MGR mendapatkan pegangan serat yang lembut
Hidrogen Zat untuk menyempurnakan hasil
9.
peroksida pengelantangan dengan NaOCl

Tabel 2.3 Bahan bahan pembantu yang digunakan di bidang penunjang


No Zat Pembantu Fungsi
Untuk menurunkan tingkat kesadahan air
Resin Penukar
1. sehingga akan diperoleh air lunak yang dapat
kation
digunakan untuk proses produksi
Sebagai flokulan yang membentuk partikel
PAC (poli-
partikel halus dalam air yang nantinya dapat
2. alumuniu-
diendapkan dalam clarry flocculator aray
klorida)
lamela clarifier.
3. NaCl Untuk meregenerasi resin pelunak
Untuk menetralkan dan mengendapkan air
4. Kapur
limbah
Sebagai media untuk tempat hidup bakteri yang
5. Lumpur aktif
akan mendegradasi bahan organik
6. Urea dan TSP Sebagai makanan bakteri
Untuk mempermudah pemisahan lumpur padat
7. Polimer
dengan cairannya
8. Arang Bahan baku pembuatan larutan CS2

2.2.2 Alat-Alat yang Digunakan pada Proses Pembuatan Serat Rayon


Viskosa

Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan serat rayon viskosa


dibawah ini berdasarkan kebutuhan perbidangnya, adalah:

Tabel 1.1 Alat-alat yang digunakan dalam bidang viskosa


NO ALAT SPESIFIKASI ALAT
 Fungsi : Tangki penyimpanan NaOH cair
dengan konsentrasi 48-48,5%
1.
Storage tank  Buatan : Grasim india
 Volume : 11,38 m2
 Jumlah : 6 tangki
 Fungsi : Bak Pengenceran NaOH dari
konsentrasi 48-48,5% menjadi 43-45%
2. Absorbsi tower dengan sistem absorbsi pada proses flash
deaerator
 Buatan : Grasim india
 Volume : 43,5 m3
 Jumlah : 2 tangki
 Fungsi : Tangki penyimpanan NaOH cair
dengan konsentrasi 48-48,5%
3. Absobsi Tank  Buatan : Grasim india
 Volume : 43,5 m3
 Jumlah : 2 tangki
 Fungsi : Bak Pelarutan untuk mengencerkan
NaOH dari konsentrasi 43-45% menjadi
Caustic 33% dengan sistem sirkulasi
4.
Dissolver  Buatan : Grasim india
 Volume : 84,9 m3
 jumlah : 1 tangki
 Fungsi : Tangki untuk menampung larutan
NaOH 33% dan mengendapkan kotorannya
selama 70 jam
5. Settler tank
 Buatan : Grasim india
 Volume : 89,269 m3
 jumlah : 14 tangki
 Fungsi : Penampung kotoran larutan NaOH
 Buatan : Grasim india
6. Sludge tank
 Volume : 19 m3
 jumlah : 2 tangki
 Fungsi : Tangki peresapan larutan NaOH
33%
Strong Lye
7.  Buatan : Grasim india
Head Tank
 Volume : 33,785 m3
 jumlah : 2 tangki
 Fungsi : Tangki untuk menyiapkan larutan
Press Lye Tank
8. NaOH 18% panas yang akan digunakan pada
I
proses slurry mixer
 Buatan : Grasim india
 Volume : 27 m3
 jumlah : 2 tangki
 Temperatur : 50-52
 Fungsi : Tangki pemisah NaOH 18% dan
alkali selulosa yang tercampur dari slurry
9. Wagner Filter press
 Buatan : Grasim india
 jumlah : 2 tangki
 Fungsi : Tangki untuk menampung NaOH
18% yang telah disaring oleh wagner filter
Press Lye Tank
10.  Buatan : Grasim india
2
 Volume : 27 m3
 jumlah : 6 tangki
 Fungsi : Tangki untuk menampung
Press Lye Over kelebihan NaOH 18% dari slurry press
11. Flow Tank  Buatan : Grasim india
(FLOW Tank)  Volume : 21 m3
 jumlah : 14 tangki
 Fungsi : Tangki untuk menyaring alkali
selulosa
12. Sharpless Filter
 Buatan : Grasim india
 jumlah : 2 tangki
 Fungsi : Tangki untuk menyaring alkali
selulosa
13. Kirket Filter
 Buatan : Grasim india
 jumlah : 2 tangki
 Fungsi : Tangki untuk menampung hasil
penyaringan sharpless dan kirket filter
14. Clarrifier Tank
 Buatan : Grasim india
 Volume : 27 m3
 jumlah : 1 tangki
 Fungsi : Tangki untuk membuat NaOH 11%
Disolving Lye  Buatan : Grasim india
15.
Tank  Volume : 5,4 m3
 jumlah : 5 tangki
 Fungsi : Tangki untuk membuat NaOH 11%
dengan temperatur 33-34
16. Charge Water  Buatan : Grasim india
 Volume : 5,4 m3
 jumlah : 5 tangki
 Fungsi : membawa dan memasukkan pulp
kedalam slurry mixer
17. Pulper Feeder  Buatan : Grasim india
 Kapasitas umpan : 600 kg/batch
 jumlah : 5 buah
 Fungsi : mencampur pulp dan NaOH untuk
membuat slurry selulosa alkali
 Buatan : Grasim india
Slurry Mixer
18.  Kapasitas : 10 m3
(Pulper)
 jumlah : 5 tangki
 Suhu : 50-52
 Putaran pengaduk : 464 rpm
19. Homogenizer  Fungsi : Untuk menghomogenkan slurry
selulosa alkali dengan cara pengadukan
 Buatan : Grasim india
 Kapasitas : 45m3
 jumlah : 2 buah
 Suhu : 50
 Putaran pengaduk : 39,4 rpm
 Fungsi : mengurangi serta memisahkan
kelebihan NaOH, air dan hemiselulosa yang
larut dalam slurry selulosa alkali
 Buatan : Grasim india
20. Slurry Press
 Kapasitas : 35 ton/hari
 jumlah : 10 buah
 Tekannan : 0,6 – 1 kg/cm3
 Putaran rol: 3 rpm
 Fungsi : pencabik lembaran selulosa alkali
menjadi membentuk crumb
21. Schredder
 Buatan : Grasim india
 jumlah : 10 buah
 Fungsi : tempat pemeraman selulosa alkali
 Buatan : Grasim india
 Kapasitas : 227 m3
 Jumlah : 5 buah
22. Maturing Drum  Suhu : 40-50
 Waktu : 6 jam
 Diameter : 2,3 meter
 Panjang : 18 meter
 Kecepatan putar : 0,3-0,6 rpm
 Fungsi : Menghembuskan selulosa alkali
hasil pemeraman ke hopper room
 Buatan : Grasim india
23. Blower  Kapasitas : 4000 m3/jam
 Jumlah : 3 unit
 Suhu : 26
 Tekanan : 0,45 kg/cm2
 Fungsi : tempat menampung selulosa alkali
Silo/Hopper
24. yang akan masuk kedalam xanthator
Room
 Buatan : Grasim india
 Kapasitas : 6000 kg
 Jumlah : 18 buah
 Fungsi : tempat reaksi antara selulosa alkali
dengan CS2 sehingga terbentuk alkali
selulosa xantat
 Buatan : Grasim india
 Kapasitas : 18 ton
25. Xanthator
 Jumlah : 18 buah
 Suhu : 33-34
 Waktu reaksi : 40-45 menit
 Putaran pengaduk : 3 rpm
 Tekanan : 0,6 – 1 kg/cm2
 Fungsi : menghancurkan dan melarutkan
kembali alkali selulosa xantat yang masih
menggumpal
26. Dissolver  Buatan : Grasim india
 Kapasitas : 8,5 m3
 Jumlah : 36 buah
 Suhu : 16
 Fungsi : menghasilkan larutan viskosa agar
lebih homogen
 Buatan : Grasim india
 Kapasitas : 20 m3
27. Blender
 Jumlah : 2 buah
 Suhu : 2
 Waktu : 30 menit
 Kecepatan putar : 13 rpm
 Fungsi : tempat menampung larutan viskosa
untuk proses pematangan
28. Receiving Tank
 Buatan : Grasim india
 Kapasitas : 40 m3
 Jumlah : 8 tangki
 Fungsi : Penyaring kotoran kotoran atau zat
zat lain yang tidak larut yang masih ada
didalam larutan viskosa
29. Filter I
 Buatan : Grasim india
 Jumlah : 22 buah
 Ukuran lubang saringan : 30μm
 Fungsi : tangki penampungan larutan
viskosa hasil filtrasi pertama sebelum masuk
Intermediate kedalam filter kedua
30.
Tank 1  Buatan : Grasim india
 Kapasitas : 7 m3
 Jumlah : 1 buah
 Fungsi : Menyaring kembali larutan viskosa
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik
31. Filter II  Buatan : Grasim india
 Jumlah : 14 buah
 Ukuran lubang saringan : 25μm
 Fungsi : tangki penampungan larutan
viskosa hasil filtrasi kedua sebelum masuk
Intermediate kedalam flash dearator
32.
Tank II  Buatan : Grasim india
 Kapasitas : 7 m3
 Jumlah : 1 buah
 Fungsi : Menghilangkan gelembung udara
yang ada didalam larutan viskosa
 Buatan : Grasim india
33. Flash Deaerator  Kapasitas : 645 m3
 Jumlah : 4 unit
 Tekanan : 5,5 kg/cm2
 Flow : 29,5 m3/jam
 Fungsi : untuk menyaring kotoran yang
masih ada pada larutan viskosa setelah
proses flash deaerator
34. Filter III
 Buatan : Grasim india
 Lubang saringan : 20μm
 Jumlah : 15 buah
 Fungsi : Tempat penampungan larutan
viskosa yang telah siap untuk dipakai
35. Spinning tank  Buatan : Grasim india
 Jumlah : 8 buah
 Kapasitas : 630 m3

Tabel 1.2 Alat-alat yang digunakan dalam bidang pemintalan


No Alat Spesifikasi Alat
1. Mesin Spinning  Fungsi : Mesin pemintalan untuk
meregenerasi larutan viskosa menjadi serat
rayon viskosa dalam bentuk filamen
 Buatan : Ing Maurer SA Berner Swiss
 Jumlah : 6 unit
 Kapasitas : +/- 100 ton/hari/line produksi.
 Jumlah Spinneret: 180 buah/line produksi
2. Mesin Peregang  Fungsi: Untuk memberikan peregangan pada
filamen yang terbentuk yang akan
berpengaruh pada kekuatan serat.
 Buatan: Ing Maurer SA Berner Swiss.
 Jumlah: 6 buah
3. Mesin  Fungsi: untuk memotong serat filamen (tow)
Pemotong menjadi serat staple sesuai dengan panjang
(cutter) yang diinginkan.
 Buatan: Ing Maumer SA Berner Swiss.
 Jumlah: 6 unit
4. Mesin CS2  Fungsi : Untuk menghilangkan CS2 yang
Recovery terkandung dalam serat
Through  Buatan : Ing Maurer SA Berner Swiss
 Jumlah : 6 unit
 Kapasitas : +-100m3/jam
 Suhu : 85°C
 Tekanan uap air : 1-1,5 kg/cm2
5. Mesin  Fungsi : untuk melarutkan sisa xantat yang
pencucian bebas terurai dan tertinggal diserat dengan
asam (acid free menggunakan softwater
washing  Buatan : Ing Maurer SA Berner Swiss
machine)  Jumlah : 6 unit
 Suhu : 90 °C
6. Mesin Pencuci  Fungsi :Untuk melarutkan sisa xantat yang
pertama (First terurai dan tertinggal diserat
Washing  Buatan : Ing Maurer SA Berner Swiss
Machine)  Jumlah : 6 unit
 Suhu : 90°C
7. Mesin Pencuci  Fungsi : Mencuci serat dari sisa sulfur yang
Kedua ( Second masih tertinggal didalam serat
Washing  Buatan : Ing Maurer SA berner Swiss
Machine)  Jumlah : 6 unit
 Suhu : 70°C
8. Mesin  Jumlah : 6 unit
pengelantangan  Suhu : 65-70°C
(Bleaching
Machine)
9. Mesin Pencuci  Fungsi : Membersihkan serat dari sisa zat
Ketiga (Third pengelantang dengan menggunakan asam
Washing asetat untuk menetralkan serat.
Machine)  Buatan : Ing Maurer SA Berner Swiss
 Jumlah : 6 unit
 Suhu : 70°C
10. Mesin pencuci  Fungsi : Menyempurnakan Proses
Terakhir(Final pencucian sehingga serat benar-benar bersih
Washing  Buatan : Ing Maurer Berner Swiss
Machine)  Jumlah : 6 unit
 Suhu : 70°C
11. Mesin Soft  Fungsi : Membuat serat menjadi lebih
Finish lembut dan menghilangkan serat benar-
benar bersih
 Buatan : Ing Maurer SA Berner Swiss
 Jumlah : 6 unit
 Suhu : 40-45°C
12. Mesin Pembuka  Fungsi : Membuka dan menguraikan serat
Serat(Opener) agar memudahkan proses pengeringan
 Buatan : Autefa Austria
 Jumlah : 6 unit
13. Mesin  Fungsi : menghilangkan kandungan air pada
Pengering(Dryer serat agar kandungan airnya 12-13%
)  Buatan : Proctor Co amerika Serikat
 Jumlah : 6 unit
 Suhu : 80-140°C
14. Balling Press  Fungsi : Mengepak serat dalam bentuk bale
 Buatan : Autefa Austria
 Jumlah : 6 unit

Tabel 1.3 Alat-alat yang digunakan dalam bidang Auxilliary


No Alat Spesifikasi Alat
1. Degasser  Fungsi : Menampung sisa larutan koagulasi
Bottom Tank yang telah digunakan di Departemen
Pemintalan
 Buatan : Ing Maurer SA Berner Swiss
 Jumlah : 3 unit
 Kapasitas : 25m3
 Suhu : 45°C
2. Bottom Tank  Fungsi : Menampung larutan koagulasi
yang telah bebas dari kotoran dsan gas
 Buatan : Ing Maurer SA Berner Swiss
3. Sand Filter Tank  Fungsi : Menyaring kotoran yang terdapat
pada larutan koagulasi yang telah digunakan
 Buatan : Ing Maurer SA Berner Swiss
 Bahan penyaring : Pasir silica
 Jumlah : 24 unit
 Kapasitas : 25m3
 Suhu : 48°C
4. Filter Return  Fungsi : Menampung larutan koagulasi
Tank yang elah siap dialirkan ke evaporator
 Buatan : Ing Maurer SA Berner Swiss
 Jumlah : 516 unit
 Kapasitas : 10m3
5. Evaporator  Fungsi : Untuk menguapkan kandungan air
yang berlebih pada larutan loagulasi
 Buatan : Ebner Co Jerman
 Jumlah : 8 unit
 Kapasitas : 21m3/jam
6. Thick Bath Tank  Fungsi : Sebagai tangki penampung dan
tempat pembentukan endapan garam
glauber
 Buatan : Ing Maurer SA Berner Swiss
 Jumlah : 9 unit
 Kapasitas : 25m3
 Suhu : 47°C
7. Mixing Tank  Fungsi :Tempat penambahan H2SO4 dan
ZnSO4 ke dalam larutan koagulasi sisa
proses untuk mencapai konsentrasi yang
diinginkan
 Buatan : Ing Maurer SA Berner Swiss
 Jumlah : 3 unit
8. Crystallizer  Fungsi : Mengkristalkan garam natrium
sulfat yang telah dihilangkan airnya
(evaporasi)
 Buatan : Ebner Co Jerman
 Kapasitas : 60 ton/jam
 Suhu : 12-23°C
9. Thickner  Fungsi : Menampung kristal natrium sulfat
yang dihasilkan pada unit kristalisasi
 Buatan : Ing Maurer SA Berner Swiss
 Jumlah : 14 unit
10. Rotary Vacum  Fungsi : Memisahkan kristal natrium sulfat
Filter dengan larutan induknya
 Buatan : Siebtechnic Jerman
 Jumlah : 14 unit
 Kapasitas : 25m3
 Suhu : 50-70°C
11. Calciner  Fungsi : Menghilangkan kelebihan
kandungan air dalam garam glauber
 Buatan : Ebner Co Jerman
 Kapasitas : 25m3
12. Melter Tank  Fungsi : Menampung Bubur garam glauber
dan mencegah penggumpalan
 Buatan : Ing Maurer SA Berner Swiss
 Jumlah : 6 unit
13. Pengering(dryer)  Fungsi : Menguapkan sisa air yang masih
terbawa dalam natrium sulfat
 Buatan : Grassim India
 Jumlah : 3 unit
 Suhu : 120-160°C
14. Silo  Fungsi : menampung garam glauber yang
telah dikeringkan
 Buatan : Grassim india
 Jumlah : 3 unit
 Suhu : 70°C
15. Bagging  Fungsi : Mesin untuk mengemas garam
Machine glauber yang siap dipasrkan
 Buatan : Haag Trocjungstenik Jerman

2.2.3 Proses Pembuatan Serat Rayon Viskosa

Rayon viskosa adalah serat semi-sintesis hasil regenerasi selulosa. Pada


dasarnya pembuatan serat rayon viskosa adalah perubahan dari selulosa yang tidak
larut menjadi selulosa yang larut. Proses pelarutan dikerjakan dengan zat kimia
yang mampu menguraikan tanpa merusak molekul, membebaskannya dalam cairan
dan akhimya larutan dikoagulasikan serta diregenerasi menjadi bentuk serat.
Pembuatan serat rayon viskosa terjadi dalam beberapa tahapan proses, yaitu:
1. Alkalisasi (pembuatan alkali 6. Spinning (Pemintalan)
selulosa) 7. Pemotongan tow
2. Proses pemeraman 8. Proses pengambilan kembali karbon
3. Proses xantasi disulfida
4. Proses pelarutan dan 9. After treatment (proses pengerjaan
pencampuran dilanjutkan)
5. Proses pematangan 10. Proses pengeringan dan pengepakan

1. Alkalisasi

Proses membentuk alkali selulosa adalah hanya melihat selulosa yang


berbentuk pulp dengan NaOH 18%. Tujuannya adalah mendapatkan hasil berupa,
slurry alkali selulosa, penggembungan selulosa, menghilangkan kotoran, dan
malarutkan hemiselolusa dengan NaOH. Faktor penting dalam proses ini adalah
konsentrasi NaOH, suhu dan waktu peredaman. Setelah peredaman selulosa alkali
selesai, dilakukan proses mekanik untuk menghilangkan kelebihan NaOH dengan
cara diperas di slurry press. Setelah pemerasan selesai kemudian slurry alkali
selulosa dicabik-cabik dengan shredder menjadi serpihan-serpihan kecil.

2. Proses Pemeraman

Hasil dari proses alkalisasi harus dilakukan pemeraman lebih mudah dilarutkan
dalam proses selanjutnya. Proses ini dilakukan dengan alat aging drum dengan
waktu pemeraman 5-6 jam dengan kecepatan putar 0,3-0,6 rpm. Setelah proses
pemeraman selesai, alkali selulosa dikirim ke hopper untuk menghilangkan logam-
logam alkali, dengan melewatkannya pada blower yang mempunyai tekanan udara.
Proses pemeraman merupakan proses linier terhadap waktu dan suhu, semakin
tinggi suhu dan semakin lama waktu pemeraman maka, akan semakin besar pula
penguraian polimemya. Hal ini akan membuat nilai kekentalan aplikasi viskosa
yang dihasilkan menjadi rendah. Laju depalimerisasi dapat dipercepat dengan
menggunakan katalis seperti Fe, Mn, Co juga oleh oksidator perpohlorat dan
peroksida, dengan demikian waktu pemeraman dapat membandingkan dari 24 jam
menjadi 1-2 jam.

Fungsi proses pemeraman ini adalah untuk menurunkan derajat polimerisasi


selulosa alkali sehingga mencapai harga tertentu. Pada suhu yang tetap, semakin
lama pemeraman maka semakin besar penurunan derajat polimerisasi (kekentalan
solusi viskosa encer), sedangkan jika waktu pemeraman yang sama, semakin tinggi
suhu pemeraman maka derajat polimerisasi yang dihasilkan akan lebih rendah
(kekentalan bantuan viskosa encer).

3. Proses Xantasi

Alkali selulosa yang telah dilakukan pemeraman belum dapat diregenerasi,


karena itu perlu dilakukan perubahan alkali selulosa ke bentuk lain agar dapat
dilarutkan untuk dilakukan proses pemintalan. Pada proses ini, alkali selulosa
dirubah ke bentuk selulosa xantat dengan direaksikan menggunakan karbon
disulfida dalam alat yang dinamakan xantator. Sebelum ditambahkan karbon
disulfida, alkali selulosa harus dilakukan pemeraman selama kurang dari 7 menit
yang diperlukan untuk meningkatkan hasil reaksi antara CS, dengan udara. Setelah
itu baru panggil karbon disulfida dengan pengadukan 43 rpm selama 30-40 menit
pada suhu 32 ° C hingga akhimya dihasilkan selulosa xantat.

4. Proses Pelarutan dan Pencampuran

Pencampuran Pelarutan dilakukan dengan mereaksikan alkali selulosa xantat


dengan NaOH 20 g /L. Pada alat disolver dan penghomogen halus yang berlangsung
1,25-1,75 jam pada kisaran suhu 15-20°C dilakukan pada suhu rendah untuk
menghindari perpindahan dekomposisi dan produk samping.

5. Proses Pematangan

Proses Pematangan Proses pematangan ini dilakukan untuk meyelesaikan hasil


reaksi pembentukan viskosa agar serat menjadi lebih homogen dan halus. Proses
pematangan persiapan viskosa dilakukan dalam tangki ripening. Kematangan
larutan viskosa dinyatakan dalam ripening Indeks (RI). Angka kematangan RI
dinyatakan dalam jumlah (ml) amonium klorida (NH, CI) yang diperlukan untuk
mengkoagulasi 20 gram viskosa dan dilarutkan dalam 30 ml udara pada suhu 20°C.

6. Pemintalan

Proses pemintalan yang dilakukan setelah pematangan untuk meregenerasi


penyelesaian selulosa xantat menjadi filamen serat selulosa. Pada proses
dipompakan ke filter lilin (alat parantara sebelum masuk spinneret, di sini terjadi
penyaringan kembali kotoran) melewati matemng pompa untuk menyetujui
kesetaraan airan larutan. Setelah itu viskosa dipintal melewati lubang spinneret
dengan ini, viskosa akan dimasukkan ke dalam spinning tank sebagai penampung.
Lalu diendapkan lewat bantuan koagulasi buat filamen rayon atau disebut tow.

7. Pemotongan Tow

Tow merupakan kumpulan filamen yang panjangnya tidak berujung, untuk itu
perlu dilakukan pemotongan agar memudahkan proses selanjutnya. Proses
pemotongan dilakukan dengan memasukan tow pada mesin pemotong pada posisi
vertikal menggunakan bantuan semprotan air yang bersuhu 120°C dan tekanan 1,2
ban untuk menghasilkan serat stapel dengan kisaran panjang 32, 38, 44, 51, dan 60
mm.
8. Proses Pengambilan Kembali Karbon Disulfida

Serat rayon yang telah dipotong dalam bentuk pokok dilewatkan pada pipa-pipa
kecil yang berlubang dengan injeksi uap. Dengan tujuan mengambil CS2 (karbon
disulfide) dengan air dan pada proses ini akan mengambil 30-40% CS2.

9. After Treatment (proses pengerjaan lanjutan)

Proses ini untuk menghilangkan sisa-sisa larutan koagulasi dan karbon disulfida
yang masih menempel pada serat rayon viskosa. Serat rayon yang berbentuk
hamparan dilewatkan pada mesin after treatment dengan kecepatan menyampaikan
3-5 m/menit. Urutan proses pengerjaan lanjutan diantaranya :

 Acid free wash ( pencucian bebas asam)


 First washing (pencucian pertama / lanjutan)
 Desulfurizing (penghilangan belerang)
 Second washing (pencucian kedua)
 Bleaching (pengelantangan)
 Third washing (pencucian ketiga)
 Final washing (pencucian akhir)
 Soft finish (proses pembuatan)

10. Proses pengeringan dan pengepakan

Serat yang telah dilakukan proses after treatment kemudian dipresslewat


squeeze roller lalu dikirim ke mesin wet opener untuk dicabik – cabik sehingga
dengan serat yang terpotong lebih kecil akan lebih mudah dikeringkan. Selanjutnya
serat dikeringkan ke mesin pengering, setelah itu serat akan dicabik – cabik lagi
menjadi serat stapel. Pada akhir proses, serat dipak menjadi bale serat dengan berat
sekitar 250 kg.
2.2.4 Diagram Alir Proses Pembuatan Serat Rayon Viskosa
BAB III
TINJAUAN KHUSUS

3.1 Proses Koagulasi pada Pemintalan Basah

Pada bidang koagulasi membuat larutan koagulasi yang berfungsi sebagai


koagulan dalam perubahan cairan viskosa meniadi filamen. Kondisi suhu larutan
koagulasi yang ideal adalah 48,5-50,5°C dengan berat jenis 1,320-1330 g/ml dan
laju alir 460-470 m /jam, atau sesuai dengan permintaan bidang bagian pemintalan.
Parameter rata-rata larutan koagulasi per harinya adalah:

 H2SO4 : 130-133 g/L


 ZnSO4 : 8-10 g/L
 Na2SO4 : 300 g/L
 Space gravity : 1,320-1,330
 Suhu : 48,5-50,5°C

Proses pada koagulasi ini dimulai ketika larutan koagulasi yang telah dipakai
untuk meregenerasi larutan viskosa mengalami penurunan konsentrasi karena
adanya reaksi :

2 NaOH + H2SO4 Na2SO4 + 2H2O

Asam sulfat akan mengalami penurunan konsentrasi karena dipakai untuk


reaksi seperti diatas sehingga perlu direcovery agar kondisi larutan koagulasi tetap
konstan. Jumlah air dan Na2SO4 akan bertambah, sedangkan jumlah H2SO4 dan
ZnSO4 akan berkurang.

Larutan koagulasi dari bidang pemintalan ditampung oleh bottom tank yang
selanjutnya dialirkan ke penyaringan kemudian dilanjutkan ke top tank dengan
menggunakan pompa sirkulasi. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan pengotor
seperti tow maupun sludge yang terdapat dalam larutan koagulasi. Dengan
menggunakan pompa, larutan koagulasi dipompakan melewati filter menuju seksi
kristalisasi dengan aliran balik ke bottom tank. Filter berisi batu-batu dan kerikil
serta pasir kuarsa yang disangga oleh plat yang berlubang kecil. Pada bottom tank
juga dilakukan penambahan belahan seng (zinc) yang sebelumnya dilarutkan di
dalam zinc dissolver, sehingga akan terbentuk ZnSO4 yang berfungsi sebagai
penguat struktur molekul serat, hal ini akan mempengaruhi kekuatan tarik serat.
Selanjutnya larutan koagulasi dialirkan menuju evaporator untuk proses
penguapan.

Tujuan proses evaporasi ini adalah untuk meningkatkan konsentrasi larutan


koagulasi sehingga sesuai dengan komposisi awal agar dapat digunakan kembali
sebagai bahan baku penunjang proses. Apabila air tidak dipisahkan akan
menyebabkan konsentrasi H2SO4, turun sedangkan Na2SO4, di dalam larutan
koagulasi cepat naik. Selain itu untuk menjaga suhu larutan koagulasi agar sesuai
dengan yang dinginkan oleh bidang pemintalan. Larutan koagulasi yang sudah
dievaporasi kemudian ditampung di dalam thick bath tank dan dialirkan ke top tank
untuk digunakan kembali oleh bidang pemintalan.

Pada kristalisasi ini mulai terbentuk natrium sulfat. Larutan koagulasi dari
koagulasi return dipompakan ke tabung pre cooler dan dilanjutkan dengan
menurunkan suhu larutan koagulasi secara bertahap sehingga suhunya mencapai
11°C. Pada suhu tersebut dapat terbentuk kristal garam glauber (Na2SO4.10H20)
yang masih mengandung air. Di dalam kristalizer terjadi pengembunan dimana uap
panasnya diserap oleh H2SO4 98% sehingga H2SO4 98% tersebut mengalami
pengenceran sampai 70 %. Larutan koagulasi yang keluar dari kristalizer
dipompakan ke rotary vacum filter untuk memisahkan garam glauber dari larutan
koagulasi.

3.2 Pengaruh Kematangan dan Kekentalan Larutan Viskosa Terhadap


Kesalahan Pemintalan pada Proses Pembuatan Serat Rayon Viskosa

Proses pematangan ini dilakukan untuk meyelesaikan hasil reaksi


pembentukan viskosa agar serat menjadi lebih homogen dan halus. Proses
pematangan persiapan viskosa dilakukan dalam tangki ripening. Kematangan
larutan viskosa dinyataken dalam ripening Indeks (RI). Angka kematangan RI
dinyatakan dalam jumlah (ml) amonium klorida (NH, CI) yang diperlukan untuk
mengkoagulasi 20 gram viskosa dan dilarutkan dalam 30 ml udara pada suhu 20°C.
Proses pematangan yang diperlukan untuk mencapai tingkat kesetimbangan dan
reaksi pembentukan selulosa xantat, kekentalan dan penguraian xantat. Pada proses
pematangan ini teradi perubahan fisik dan kimia pada penyelesaian viskosa, ganti
kekentalan larutan viskosa, mula-mula naik kemudian periahan naik. Perubahan
ini berlangsung bersamaan dengan perpindahan dekomposisi selulosa xantat dan
akhimya terbentuk gel.

Ada 2 macam penghambat yang harus dihilangkan sebelum solusi viskosa


dilakukan pemintalan, yaitu pengotor dari debu, karat, serta serat-serat halus yang
dapat menyebabkan penyumbatan pada pemintal dan timbulnya gelembung udara
yang depat ditentukan filamen serat saat dipintal. Pengotor pertama akan
dihilangkan dengan dilewatkan pada filter pertama sedangkan jenis pengotor kedua
akan dihilangkan dengan deaerator. Larutan viskosa yang telah melalui proses
penghilangan gelembung udara dan kotoran kemudian ditampung di dalam bak
penampung dan siap untuk dilakukan pemintalan. Kekentalan larutan viskosa yang
dihasilkan harus memiliki kekentalan yang ideal sehingga dapat dipintal menjadi
serat viskosa. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam proses
pematangan yang dapat mempengaruhi kekentalan antara viskosa antara lain :

1. Kosentrasi NaOH yang terlalu tinggi akan menyebabkan total alkali pada
alkali eelulosa meningkat, sehingga proses penurunan kadar polimerisasi
akan Konsentrasi Natrium Hidroksida pada proses perendaman semakin
cepat dan kekentalan menjadi rendah.
2. Waktu dan suhu pemeraman (Penuaan)
BAB IV
KESIMPULAN

Tahap akhir dalam makalah ini adalah mengemukakan kesimpulan mengenai


pengaruh kematangan dan kekentalan larutan viskosa terhadap kesalahan
pemintalan pada proses pembuatan serat rayon viskosa:

4.1 Kesimpulan

Rayon viskosa adalah serat semi-sintesis hasil regenerasi selulosa. Pada dasarnya
pembuatan serat rayon viskosa adalah perubahan dari selulosa yang tidak larut
menjadi selulosa yang larut. Proses pelarutan dikerjakan dengan zat kimia yang
mampu menguraikan tanpa merusak molekul, membebaskannya dalam cairan dan
akhimya larutan dikoagulasikan serta diregenerasi menjadi bentuk serat.

Pembuatan serat rayon viskosa terjadi dalam beberapa tahapan proses, yaitu

1. Alkalisasi (pembuatan alkali selulosa)


2. 2 Proses pemeraman
3. Proses xantasi
4. Proses pelarutan dan pencampuran
5. Proses pematangan
6. Spinning (Pemintalan)
7. Pemotongan tow
8. Proses pengambilan kembali karbon disulfida
9. After treatment (proses pengerjaan dilanjutkan)
10. Proses pengeringan dan pengepakan

Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pematangan yang
dapat mempengaruhi kekentalan antara viskosa antara lain : Kosentrasi NaOH yang
terlalu tinggi akan menyebabkan total alkali pada alkali eelulosa meningkat,
sehingga proses penurunan kadar polimerisasi akan Konsentrasi Natrium
Hidroksida pada proses perendaman semakin cepat dan kekentalan menjadi rendah.
Dan Waktu dan suhu pemeraman (Penuaan)
DAFTAR PUSTAKA

Fahmi T R. (2013). PENGARUH KEMATANGAN (RIPENING INDEKS) DAN


KEKENTALAN LARUTAN VISKOSA (BALL FALL) TERHADAP
KESALAHAN PEMINTALAN (SPINNING FAULT) PADA PROSES
PEMBUATAN SERAT RAYON VISKOSA. Bandung: Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil.

Anda mungkin juga menyukai