Anda di halaman 1dari 9

Praktikum Hari/Tanggal : Rabu,17 September 2014

Pengelolaan Kawasan Dosen : Ir. Tubagus Unu Nitibaskara,MM


Konservasi dan Ekowisata Asisten : Darmawan Sukma Wijaya,A.Md
Meidianah,A.Md



KAWASAN KONSERVASI BUKIT TIGA PULUH








Kelompok 4
NamaAnggota / NIM
Gita Septi Annisa J3M112029
Faradilla Nurul J3M112048
Annisa Purnamasari Putri J3M112064
Muhammad Riyadul Haris J3M112072
Yunila Wahyu J3M112126




PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013/2014

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan
rekreasi alam. Taman Nasional menurut pasal 1 Undang-Undang No. 5 Tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pada
ayat 14, diartikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem
asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi
(Simbolon SF, 2011).
Kriteria Penetapan Kawasan Taman Nasional (TN) adalah sebagai berikut:
Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin
kelangsungan proses ekologis secara alami:
1. Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis
tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih
utuh dan alami.
2. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh.
3. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai
pariwisata alam
4. Merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam Zona Inti, Zona
Pemanfaatan, Zona Rimba dan Zona lain yang karena pertimbangan
kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar
kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.

2. Tujuan
Untuk mengetahui secara umum keanekaragaman hayati dan
plasma nutfah serta melindungi habitat flora dan fauna pada TNTP
(Taman Nasional Tiga Puluh)

A. KONDISI UMUM KAWASAN

Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) terletak di Kabupaten
Indragiri Hulu (Inhu) dan Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) di Provinsi
Riau serta Kabupaten Bungo Tebo dan Kabupaten Tanjung Jabung di
Provinsi Jambi. Taman Nasional Bukit Tigapuluh berada di dekat
perbatasan antara Riau dan Jambi. Luas keseluruhan Taman Nasional
Bukit Tigapuluh ini awalnya adalah 127.698 hektar berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan, Surat Keputusan No. 539/Kpts-II/1995.
Kemudian luasnya ditambah menjadi 144.223 hektar berdasarkan SK No.
6407/Kpts-II/2002.
Akses untuk mencapai lokasi TNBT dapat dilakukan dari
Pekanbaru menuju Siberida - Rengat di Kabupaten Indragiri Hulu sejauh
kurang lebih 285 km sekitar 4-5 jam perjalanan kendaraan roda 4. Dari
Siberida dapat masuk ke lokasi TNBT melalui jalan bekas HPH (Hak
Pengusahaan Hutan). TNTB juga merupakan lokasi tempat tinggal "Orang
Rimba/Anak Rimba/Suku Anak Dalam/Suku Kubu" dan orang "Suku
Talang Mamak" serta "Suku Melayu Tua".
Taman Nasional Bukit Tigapuluh merupakan kawasan perbukitan
di tengah-tengah hamparan dataran rendah bagian timur Sumatera, dan
mempunyai potensi keanekaragaman jenis tumbuhan/satwa endemik yang
bernilai cukup tinggi. Ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh
merupakan hutan hujan tropika daratan rendah dan merupakan peralihan
antara hutan rawa dan hutan pegunungan yang terpisah yang terpisah dari
rangkaian pegunungan Bukit Barisan.Temperatur udara di sekitar lokasi
TNBT adalah berkisar 28 37C dengan ketinggian tempat 60 - 734
meter dpl, serta letak geografis 040 - 130 LS, 10213 - 10245 BT.
Kawasan ini juga memiliki potensi keanekaragaman jenis flora dan
fauna endemik yang memiliki nilai cukup tinggi. Tipe ekosistem hutan
taman nasional ini merupakan hutan pamah, hutan dataran rendah, dan
hutan dataran tinggi dengan berbagai jenis flora seperti getah merah
(Palaquium spp), rumbai (Shorea spp), jelutung (Dyera costulata),
kempas (Koompassia excelsa), cendawan muka rimau (Rafflesia hasseltii),
palem darah naga atau jernang (Daemonorops draco), pulai (Alstonia
scholaris), dan berbagai macam tanaman rotan.
Taman nasional ini tercatat mempunyai 59 jenis hewan mamalia,
151 jenis burung, 18 jenis kelelawar, 6 jenis primata, dan berbagai macam
kupu-kupu. Disamping merupakan habitat harimau Sumatera (Panthera
tigris sumatrae), tapir (Tapirus indicus), ungko (Hylobates agilis),
beruang madu (Helarctos malayanus malayanus), sempidan biru (Lophura
ignita), kuau (Argusianus argus argus) dan lain-lain; juga sebagai
perlindungan hidro-orologis Daerah Aliran Sungai Kuantan Indragiri.


Peta lokasi Taman Nasional Tigapuluh



B. PEMBAHASAN
Keanekaragaman hayati flora dan fauna Taman Nasional Tiga
puluh kini sudah hampir berkurang. Hal ini dibuktikan dengan
ditemukannya kasus matinya seekor Gajah Sumatera pada tahun 2013.
Dikutip dari http://www.mongabay.co.id/ pada tanggal 8 Januari 2014,
seekor Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) berjenis kelamin
betina berusia sekitar 20 tahun ditemukan telah mati di Desa Suo Suo
Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo, Jambi yang berjarak sekitar 2
kilometer dari kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT). Hasil
otopsi awal yang dilakukan di lokasi, telah ditemukan kemasan pupuk dan
pestisida didalam lambung gajah. Gajah ini diduga memakan pupuk serta
pestisida yang ditemukannya di pondok yang telah dibangun warga di
dalam kawasan TNTP.
Adapun lokasi ditemukannya bangkai gajah ini adalah kawasan
hutan produksi yang berada dalam ekosistem Bukit Tigapuluh yang
dulunya merupakan kawasan konsesi perusahaan HPH PT. Dalek Hutani
Esa yang telah dikuasai oleh masyarakat. Balai Konservasi Sumber Daya
Alam Jambi bekerja sama dengan pihak kepolisian setempat telah
melakukan operasi untuk mengeluarkan warga yang menempati kawasan
hutan produksi disekitar kawasan TNBT. Terkait dengan kematian gajah
telah ditetapkan 4 orang tersangka yaitu 4 pekerja lahan yang terjaring
operasi serta orang yang mendanai mereka.
Merujuk pada data yang dimiliki KKI Warsi saat ini di Jambi
setidaknya terdapat 329.000 hektar kawasan hutan produksi yang telah
tidak aktif atau telah habis izin pemanfataannya seperti kawasan konsesi
PT. Dalek Hutani Esa. Dengan status kawasan yang tidak jelas banyak
pihak yang ingin menguasai kawasan tersebut. Banyak orang yang
mengklaim bahwa kawasan tersebut adalah milik mereka dan menjualnya
pada orang lain. Pola pembukaan lahannya pun terorganisir dan didalangi
oleh para pemodal besar atau bahkan oleh perusahaan yang
mengatasnamakan atau menggunakan jasa warga disekitar kawasan.
Meskipun kawasan ex HPH kawasan yang berupa hutan sekunder
ini memiliki tutupan hutan yang masih cukup baik dan diperkirakan
terdapat sekitar 30 ekor gajah yang hidup dalamnya. Selama tahun 2013
telah terjadi 3 kasus kematian gajah Sumatera dalam kawasan ekosistem
Bukit Tigapuluh.Dari hasil survey populasi gajah yang dilakukan oleh
Frankfurt Zoological Society (FZS) pada tahun 2008 diperkirakan terdapat
150 ekor gajah sumatera yang hidup di kawasan ekosistem Bukit
Tigapuluh baik di kawasan yang masuk dalam otoritas provinsi Jambi
maupun kawasan yang berada di provinsi Riau. Frankfurt Zoological
Society (FZS) juga mencatat dari tahun 2008 hingga 2013, 18 ekor gajah
penghuni kawasan ini mati.

Opini Terhadap Masalah :
1. Annisa Purnamasari Putri
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41
Tahun 1999 Tentang Kehutanan, pasal 4 ayat 2 dijelaskan bahwa
pemerintah berwewenang untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu
yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan. Sedangkan
pada pasal 28 dijelaskan Pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan
melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha
pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu,
izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasil
hutan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu. Pada pasal 50
dijelaskan bahwa setiap orang tidak boleh mengerjakan dan atau
menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah,
merambah kawasan hutan. Ketentuan pidana UU No 41 tahun 1991
tentang Kehutan pasal 78, Barang siapa dengan sengaja melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b,
atau huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Masyarakat juga harus diberikan penyuluhan mengenai pentingnya hutan
dan satwa yang dilindungi.
2. Gita Septi Annisa
Kasus yang terjadi di Taman Nasional Bukit Tigapuluh merupakan
pelanggaran terhadap UU No.41 Tahun 1991 Pasal 50 mengenai setiap
orang tidak boleh mengerjakan dan atau menggunakan dan atau
menduduki kawasan hutan secara tidak sah, merambah kawasan hutan.
Dari kasus tersebut dapat dilihat, sudah seharusnya pemerintah daerah,
dalam hal ini khususnya Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi
melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap kawasan bekas HPH
PT.Dalek Hutani Esa secara rutin. Karena matinya gajah di kawasan bekas
HPH tersebut bukanlah untuk yang pertama kalinya. Selain itu, penjelasan
tentang pembagian zona-zona khusus di dalam Taman Nasional Bukit
Tiga Puluh ini diperbarui setelah habis masa aktif dari HPH PT.Dalek
Hutani Esa, sehingga masyarakat yang berada di sekitar Taman Nasional
Bukit Tigapuluh dapat mengetahui batas dan ikut membantu pemerintah
dalam hal menjaga kawasan Taman Nasional. Selain itu juga, dibangun
pembatas khusus bagi satwa-satwa agar tidak keluar dari kawasan Taman
Nasional sehingga satwa-satwa yang ada tidak akan membahayakan
penduduk sekitar Taman Nasional dan membahayakan diri satwa tersebut.
Dalam kasus ini juga, sudah selayaknya diambil penindakan yang tegas
bagi para pelaku, khususnya yang menjadi dalang dari aktifitas ilegal
tersebut. Karena jika penegakan hukum tidak sampai kepada dalang dari
kegiatan illegal tersebut, maka kemungkinan akan terjadi kembali hal
serupa di waktu yang akan datang.
3. Faradilla Nurul Fitriah
Kasus kematian gajah ini merupakan kasus yang serius
dikarenakan gajah ini mati karena memakan pupuk serta pestisida yang
ditemukannya di pondok yang telah dibangun warga di dalam kawasan
TNTP, ini sangat memperihatinkan karena pupuk tersebut terdapat di
kawasan TNTP yang merupakan kawasan konservasi yang dilindungi oleh
pemerintah serta hukum Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman
Nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata, dan rekreasi. Namun pada kasus ini ditemukan pondokan yang
dibangun warga. Sudah seharusnya warga tidak berada di dalam zonasi
yang telah ditetapkan sebagai kawasan taman nasional ini apalagi Balai
Konservasi Sumber Daya Alam Jambi bekerja sama dengan pihak
kepolisian setempat telah melakukan operasi untuk mengeluarkan warga
yang menempati kawasan hutan produksi disekitar kawasan TNBT.
Seharusnya daerah zonasi tersebut steril dari aktivitas manusia serta
kegiatan yang dapat mengganggu dan merusak taman nasional dan
membuat flora dan fauna di dalam taman nasional tersebut terancam.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41
Tahun 1999 Tentang Kehutanan pada pasal 50 dijelaskan bahwa setiap
orang tidak boleh mengerjakan dan atau menggunakan dan atau
menduduki kawasan hutan secara tidak sah. Dan merujuk pada data yang
dimiliki KKI Warsi saat ini di Jambi setidaknya terdapat 329.000 hektar
kawasan hutan produksi yang telah tidak aktif atau telah habis izin
pemanfataannya seperti kawasan konsesi PT. Dalek Hutani Esa. Maka
seharusnya daerah TNTP bebas dari kegiatan illegal masyarakat dan
masyarakat tidak melakukan aktivitas didaerah TNTP sesuai dengan UU
yang berlaku serta penjelasan mengenai kawasan PT. Daelak Hutani Esa
yang telah habis izin pemanfaatannya. Dapat ditidak lanjutin secara tegas
untuk daerah tersebut dari kegiatan illegal masyarakat yang cukup
meresahkan dan diproses secara jelas hukum untuk kematian gajah akibat
pupuk pestisida ini dan dalang dari penjualan tanah oleh masyarakat ini
dapat dihentikan karena daerah atau zonasi tersebut merupakan daerah
zonasi TNTP.



C. KESIMPULAN
Berdasarkan jurnal yang telah kami baca dan kami resume, Taman
Nasional Tigapuluh merupakan Taman Nasional yang memiliki
potensi yang cukup besar dalam hal sumber daya alam dan hayati.
Namun hal ini belum terealisasikan dengan baik melihat adanya
kasus kematian gajah yang dapat ditangani dengan baik. Oleh
karena itu dibutuhkan kerja sama yang baik antara pemerintah dan
masyarakat sekitar untuk menjaga kelestarian sumber daya alam
tersebut.

D. DAFTAR PUSTAKA
Simbolon, SF.2011. Analisis Ekonomi Dan Sosial Masyarakat Eks Pengungsi
Di Areal Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) (Studi Kasus: Dusun Damar Hitam
Dan Dusun Sei Minyak Kecamatan Sei Lepan Dan Kecamatan Besitang, Kabupaten
Langkat. [SKRIPSI].Medan (ID): Departemen Kehutanan Fakultas Kehutanan USU

Anda mungkin juga menyukai