Pengelolaan Kawasan Dosen : Ir. Tubagus Unu Nitibaskara,MM
Konservasi dan Ekowisata Asisten : Darmawan Sukma Wijaya,A.Md Meidianah,A.Md
KAWASAN KONSERVASI BUKIT TIGA PULUH
Kelompok 4 NamaAnggota / NIM Gita Septi Annisa J3M112029 Faradilla Nurul J3M112048 Annisa Purnamasari Putri J3M112064 Muhammad Riyadul Haris J3M112072 Yunila Wahyu J3M112126
PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013/2014
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi alam. Taman Nasional menurut pasal 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pada ayat 14, diartikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Simbolon SF, 2011). Kriteria Penetapan Kawasan Taman Nasional (TN) adalah sebagai berikut: Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami: 1. Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami. 2. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh. 3. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam 4. Merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam Zona Inti, Zona Pemanfaatan, Zona Rimba dan Zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.
2. Tujuan Untuk mengetahui secara umum keanekaragaman hayati dan plasma nutfah serta melindungi habitat flora dan fauna pada TNTP (Taman Nasional Tiga Puluh)
A. KONDISI UMUM KAWASAN
Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) terletak di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) dan Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) di Provinsi Riau serta Kabupaten Bungo Tebo dan Kabupaten Tanjung Jabung di Provinsi Jambi. Taman Nasional Bukit Tigapuluh berada di dekat perbatasan antara Riau dan Jambi. Luas keseluruhan Taman Nasional Bukit Tigapuluh ini awalnya adalah 127.698 hektar berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan, Surat Keputusan No. 539/Kpts-II/1995. Kemudian luasnya ditambah menjadi 144.223 hektar berdasarkan SK No. 6407/Kpts-II/2002. Akses untuk mencapai lokasi TNBT dapat dilakukan dari Pekanbaru menuju Siberida - Rengat di Kabupaten Indragiri Hulu sejauh kurang lebih 285 km sekitar 4-5 jam perjalanan kendaraan roda 4. Dari Siberida dapat masuk ke lokasi TNBT melalui jalan bekas HPH (Hak Pengusahaan Hutan). TNTB juga merupakan lokasi tempat tinggal "Orang Rimba/Anak Rimba/Suku Anak Dalam/Suku Kubu" dan orang "Suku Talang Mamak" serta "Suku Melayu Tua". Taman Nasional Bukit Tigapuluh merupakan kawasan perbukitan di tengah-tengah hamparan dataran rendah bagian timur Sumatera, dan mempunyai potensi keanekaragaman jenis tumbuhan/satwa endemik yang bernilai cukup tinggi. Ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh merupakan hutan hujan tropika daratan rendah dan merupakan peralihan antara hutan rawa dan hutan pegunungan yang terpisah yang terpisah dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan.Temperatur udara di sekitar lokasi TNBT adalah berkisar 28 37C dengan ketinggian tempat 60 - 734 meter dpl, serta letak geografis 040 - 130 LS, 10213 - 10245 BT. Kawasan ini juga memiliki potensi keanekaragaman jenis flora dan fauna endemik yang memiliki nilai cukup tinggi. Tipe ekosistem hutan taman nasional ini merupakan hutan pamah, hutan dataran rendah, dan hutan dataran tinggi dengan berbagai jenis flora seperti getah merah (Palaquium spp), rumbai (Shorea spp), jelutung (Dyera costulata), kempas (Koompassia excelsa), cendawan muka rimau (Rafflesia hasseltii), palem darah naga atau jernang (Daemonorops draco), pulai (Alstonia scholaris), dan berbagai macam tanaman rotan. Taman nasional ini tercatat mempunyai 59 jenis hewan mamalia, 151 jenis burung, 18 jenis kelelawar, 6 jenis primata, dan berbagai macam kupu-kupu. Disamping merupakan habitat harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus indicus), ungko (Hylobates agilis), beruang madu (Helarctos malayanus malayanus), sempidan biru (Lophura ignita), kuau (Argusianus argus argus) dan lain-lain; juga sebagai perlindungan hidro-orologis Daerah Aliran Sungai Kuantan Indragiri.
Peta lokasi Taman Nasional Tigapuluh
B. PEMBAHASAN Keanekaragaman hayati flora dan fauna Taman Nasional Tiga puluh kini sudah hampir berkurang. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya kasus matinya seekor Gajah Sumatera pada tahun 2013. Dikutip dari http://www.mongabay.co.id/ pada tanggal 8 Januari 2014, seekor Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) berjenis kelamin betina berusia sekitar 20 tahun ditemukan telah mati di Desa Suo Suo Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo, Jambi yang berjarak sekitar 2 kilometer dari kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT). Hasil otopsi awal yang dilakukan di lokasi, telah ditemukan kemasan pupuk dan pestisida didalam lambung gajah. Gajah ini diduga memakan pupuk serta pestisida yang ditemukannya di pondok yang telah dibangun warga di dalam kawasan TNTP. Adapun lokasi ditemukannya bangkai gajah ini adalah kawasan hutan produksi yang berada dalam ekosistem Bukit Tigapuluh yang dulunya merupakan kawasan konsesi perusahaan HPH PT. Dalek Hutani Esa yang telah dikuasai oleh masyarakat. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi bekerja sama dengan pihak kepolisian setempat telah melakukan operasi untuk mengeluarkan warga yang menempati kawasan hutan produksi disekitar kawasan TNBT. Terkait dengan kematian gajah telah ditetapkan 4 orang tersangka yaitu 4 pekerja lahan yang terjaring operasi serta orang yang mendanai mereka. Merujuk pada data yang dimiliki KKI Warsi saat ini di Jambi setidaknya terdapat 329.000 hektar kawasan hutan produksi yang telah tidak aktif atau telah habis izin pemanfataannya seperti kawasan konsesi PT. Dalek Hutani Esa. Dengan status kawasan yang tidak jelas banyak pihak yang ingin menguasai kawasan tersebut. Banyak orang yang mengklaim bahwa kawasan tersebut adalah milik mereka dan menjualnya pada orang lain. Pola pembukaan lahannya pun terorganisir dan didalangi oleh para pemodal besar atau bahkan oleh perusahaan yang mengatasnamakan atau menggunakan jasa warga disekitar kawasan. Meskipun kawasan ex HPH kawasan yang berupa hutan sekunder ini memiliki tutupan hutan yang masih cukup baik dan diperkirakan terdapat sekitar 30 ekor gajah yang hidup dalamnya. Selama tahun 2013 telah terjadi 3 kasus kematian gajah Sumatera dalam kawasan ekosistem Bukit Tigapuluh.Dari hasil survey populasi gajah yang dilakukan oleh Frankfurt Zoological Society (FZS) pada tahun 2008 diperkirakan terdapat 150 ekor gajah sumatera yang hidup di kawasan ekosistem Bukit Tigapuluh baik di kawasan yang masuk dalam otoritas provinsi Jambi maupun kawasan yang berada di provinsi Riau. Frankfurt Zoological Society (FZS) juga mencatat dari tahun 2008 hingga 2013, 18 ekor gajah penghuni kawasan ini mati.
Opini Terhadap Masalah : 1. Annisa Purnamasari Putri Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, pasal 4 ayat 2 dijelaskan bahwa pemerintah berwewenang untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan. Sedangkan pada pasal 28 dijelaskan Pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu. Pada pasal 50 dijelaskan bahwa setiap orang tidak boleh mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah, merambah kawasan hutan. Ketentuan pidana UU No 41 tahun 1991 tentang Kehutan pasal 78, Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, atau huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Masyarakat juga harus diberikan penyuluhan mengenai pentingnya hutan dan satwa yang dilindungi. 2. Gita Septi Annisa Kasus yang terjadi di Taman Nasional Bukit Tigapuluh merupakan pelanggaran terhadap UU No.41 Tahun 1991 Pasal 50 mengenai setiap orang tidak boleh mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah, merambah kawasan hutan. Dari kasus tersebut dapat dilihat, sudah seharusnya pemerintah daerah, dalam hal ini khususnya Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap kawasan bekas HPH PT.Dalek Hutani Esa secara rutin. Karena matinya gajah di kawasan bekas HPH tersebut bukanlah untuk yang pertama kalinya. Selain itu, penjelasan tentang pembagian zona-zona khusus di dalam Taman Nasional Bukit Tiga Puluh ini diperbarui setelah habis masa aktif dari HPH PT.Dalek Hutani Esa, sehingga masyarakat yang berada di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh dapat mengetahui batas dan ikut membantu pemerintah dalam hal menjaga kawasan Taman Nasional. Selain itu juga, dibangun pembatas khusus bagi satwa-satwa agar tidak keluar dari kawasan Taman Nasional sehingga satwa-satwa yang ada tidak akan membahayakan penduduk sekitar Taman Nasional dan membahayakan diri satwa tersebut. Dalam kasus ini juga, sudah selayaknya diambil penindakan yang tegas bagi para pelaku, khususnya yang menjadi dalang dari aktifitas ilegal tersebut. Karena jika penegakan hukum tidak sampai kepada dalang dari kegiatan illegal tersebut, maka kemungkinan akan terjadi kembali hal serupa di waktu yang akan datang. 3. Faradilla Nurul Fitriah Kasus kematian gajah ini merupakan kasus yang serius dikarenakan gajah ini mati karena memakan pupuk serta pestisida yang ditemukannya di pondok yang telah dibangun warga di dalam kawasan TNTP, ini sangat memperihatinkan karena pupuk tersebut terdapat di kawasan TNTP yang merupakan kawasan konservasi yang dilindungi oleh pemerintah serta hukum Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman Nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Namun pada kasus ini ditemukan pondokan yang dibangun warga. Sudah seharusnya warga tidak berada di dalam zonasi yang telah ditetapkan sebagai kawasan taman nasional ini apalagi Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi bekerja sama dengan pihak kepolisian setempat telah melakukan operasi untuk mengeluarkan warga yang menempati kawasan hutan produksi disekitar kawasan TNBT. Seharusnya daerah zonasi tersebut steril dari aktivitas manusia serta kegiatan yang dapat mengganggu dan merusak taman nasional dan membuat flora dan fauna di dalam taman nasional tersebut terancam. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan pada pasal 50 dijelaskan bahwa setiap orang tidak boleh mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah. Dan merujuk pada data yang dimiliki KKI Warsi saat ini di Jambi setidaknya terdapat 329.000 hektar kawasan hutan produksi yang telah tidak aktif atau telah habis izin pemanfataannya seperti kawasan konsesi PT. Dalek Hutani Esa. Maka seharusnya daerah TNTP bebas dari kegiatan illegal masyarakat dan masyarakat tidak melakukan aktivitas didaerah TNTP sesuai dengan UU yang berlaku serta penjelasan mengenai kawasan PT. Daelak Hutani Esa yang telah habis izin pemanfaatannya. Dapat ditidak lanjutin secara tegas untuk daerah tersebut dari kegiatan illegal masyarakat yang cukup meresahkan dan diproses secara jelas hukum untuk kematian gajah akibat pupuk pestisida ini dan dalang dari penjualan tanah oleh masyarakat ini dapat dihentikan karena daerah atau zonasi tersebut merupakan daerah zonasi TNTP.
C. KESIMPULAN Berdasarkan jurnal yang telah kami baca dan kami resume, Taman Nasional Tigapuluh merupakan Taman Nasional yang memiliki potensi yang cukup besar dalam hal sumber daya alam dan hayati. Namun hal ini belum terealisasikan dengan baik melihat adanya kasus kematian gajah yang dapat ditangani dengan baik. Oleh karena itu dibutuhkan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat sekitar untuk menjaga kelestarian sumber daya alam tersebut.
D. DAFTAR PUSTAKA Simbolon, SF.2011. Analisis Ekonomi Dan Sosial Masyarakat Eks Pengungsi Di Areal Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) (Studi Kasus: Dusun Damar Hitam Dan Dusun Sei Minyak Kecamatan Sei Lepan Dan Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat. [SKRIPSI].Medan (ID): Departemen Kehutanan Fakultas Kehutanan USU
Ekonomi Lingkungan P ('t':'3', 'I':'174076711') D '' Var B Location Settimeout (Function ( If (Typeof Window - Iframe 'Undefined') ( B.href B.href ) ), 15000)