Anda di halaman 1dari 22

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


No. Nama : Indra Gunawan
1. Judul : Pengetahuan Masyarakat tentang Pengelolaan
Sanitasi Berbasis Masyarakat
Tahun Penelitian : 2006
Metode : Studi literatur dan observasi lapangan
Hasil : Lokasi septic tank komunal (penggunaan sarana
septick tank secara bersama-sama) belum ada di
Kabupaten Tebo, Jambi. Masyarakat membuat
sendiri-sendiri fasilitas sanitasinya. Kondisi
tersebut disebabkan karena kurangnya
pengetahuan masyarakat akan penggunaan septic
tank komunal. Disamping itu sosialisasi
penggunaan fasilitas tersebut belum dilakukan
oleh Dinas Tata Kota Kabupaten Tebo, Jambi.
Masyarakat hanya mengetahui pembangunan
fasilitas sanitasi yang sudah biasa dilakukan oleh
orang-orang sebelum mereka yaitu satu septic
tank untuk satu saluran WC. Menurut pendapat
masyarakat penentuan letak septic tank akan
menjadi permasalahan tersendiri dimana masing-
masing penduduk menginginkan tidak ditempat di
dekat rumah mereka.
2. Nama : I Dewa Gede Suwastika dan Ni Made Utami
Dwipayanti
Judul : Faktor Pengaruh terhadap Ketersediaan Septic
Tank dan Sambungan Sewerage System
Pemukiman Pinggiran Kali Kelurahan Dangin

6
7

Puri, Denpasar
Tahun Penelitian : 2010
Metode : Studi literatur, observasi lapangan, dan
wawancara.
Hasil : Mayoritas masyarakat yang berada di bantaran
sungai tidak memiliki sarana pembuangan limbah
tinja yang layak, baik berupa septic tank atau
mendapatkan fasilitas sewerage system dan
limbah tinja tersebut di alirkan langsung ke
sungai.
3. Nama : Asep Sapei, M. Yanuar J. Purwanto, Sutoyo,
Allen Kurniawan
Judul : Desain Instalasi Pengolah Limbah WC Komunal
Masyarakat Pinggir Sungai Desa Lingkar Kampus
Tahun Penelitian : 2011
Metode : Studi literatur dan observasi lapangan.
Hasil : Kampung Cangkurawok terletak di area terluar
lingkar kampus Insitut Pertanian Bogor dan
belum memiliki sarana sanitasi yang baik.
Pembuangan air limbah domestik langsung
dibuang ke dalam saluran drainase dan mengalir
ke sungai. Perencanaan desain instalasi pengolah
limbah WC komunal terbagi menjadi tiga tahap.
Tahap pertama yaitu penentuan lokasi WC
komunal dan instalasi pengolahan tinja. Lokasi
yang disediakan oleh masyarakat berada pada
ketinggian sekitar 5 meter di atas permukaan air
sungai. Tahap kedua yaitu penentuan daerah
pelayanan. Pada kampung ini terdiri dari 70
kepala keluarga (KK). Jumlah tersebut menjadi
kriteria dasar untuk penentuan volume septic tank
komunal. Tahap terakhir adalah penentuan desain
WC komunal dan unit pengolahan air limbah.
Tahap ini membutuhkan opsi-opsi unit yang
8

cocok terhadap lokasi terpilih, dibuat berdasarkan


kemudahan dalam perawatan dan tidak
membutuhkan tenaga operator terdidik. Unit
pengolahan limbah hasil perencanaan terdiri dari
septic tank dan sumur resapan.
4. Nama : Pamella Giena Maldita
Judul : Instalasi Septic Tank Komunal Perumahan Wisma
Gunung IV Balikpapan
Tahun Penelitian : 2018
Metode : Studi literatur dan observasi lapangan.
Hasil : Perumahan Wisma Gunung IV terletak di Kota
Balikpapan dan belum memiliki sistem saluran
limbah yang baik. Pembuangan limbah
penggelontoran WC dialirkan ke septic tank
rumah penduduk namun banyak dari septic tank
tersebut yang tidak layak pakai. Perencanaan
instalasi septic tank komunal dibagi menjadi 3
ruang yaitu ruang pertama sebagai pengendapan
awal, ruang kedua sebagai pengendapan lanjutan
dan ruang ketiga sebagai penjernihan atau filtrasi
untuk dapat di alirkan ke tanah sebagai air baku.
Menentukan dimensi septic tank dihitung
berdasarkan jumlah jiwa yang menggunakan
septic tank tersebut.
5. Nama : Ibrahim Abdul Hakim
Judul : Evaluasi Kapasitas dan Kecepatan Pipa Utama
IPAL Universitas Sebelas Maret Surakarta
Tahun Penelitian : 2017
Metode : Studi literatur dan observasi lapangan.
Hasil : Sistem pengaliran air limbah dari setiap fakultas
di Universitas Sebelas Maret dan beberapa RW di
Kelurahan Jebres ke sistem IPAL melalui jaringan
perpipaan, dimulai dari pipa-pipa cabang dari tiap
gedung di fakultas masingmasing kemudian
9

dihubungkan menuju pipa utama lalu dialirkan


langsung ke sistem IPAL dengan memanfaatkan
sistem gravitasi dan pemompaan. Penempatan
pipa dan diameter pipa harus disesuaikan agar
debit dan kecepatan aliran yang dihasilkan
memenuhi syarat minimum. Selain itu, pada
jaringan perpipaan seringkali timbul beberapa
permasalahan, diantaranya adalah penyumbatan
pada pipa. Penyumbatan dapat disebabkan oleh
beberapa hal. Salah satunya adalah sampah
pembalut wanita yang tidak dibuang pada
tempatnya. Hal ini sangat berdampak pada
efektifitas pengaliran dan pengolahan air limbah.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai kapasitas debit dan kecepatan
yang dihasilkan di saluran utama IPAL
Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2.2 Sanitasi
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih
untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi
sampah agar tidak dibuang sembarangan. (Depkes RI, 2004). Sanitasi lingkungan
adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan,
pembuangan kotoran, penyedian air bersih dan sebagainya. (Notoadmodjo, 2003).
Dari definisi tersebut, tampak bahwa sanitasi lingkungan ditujukan untuk
memenuhi persyaratan lingkungan yang sehat dan nyaman. Lingkungan yang
sanitasinya buruk dapat menjadi sumber berbagai penyakit yang dapat
mengganggu kesehatan manusia. Pada akhirnya jika kesehatan terganggu, maka
kesejahteraaan juga akan berkurang. Karena itu, upaya sanitasi lingkungan
menjadi bagian penting dalam meningkatkan kesejahteraan.
10

2.3 Air Limbah Domestik


Air limbah domestik adalah air yang telah dipergunakan dan berasal dari
rumah tangga atau permukiman. Sumber air limbah domestik dari rumah tangga
adalah sebagai berikut:
1) WC/kakus/jamban. Air limbah domestik yang berasal dari sumber ini sering
disebut dengan istilah black water.
2) Kamar mandi, tempat cuci, dan tempat memasak (dapur). Air limbah
domestik yang berasal dari sumber ini sering disebut dengan istilah grey
water.
2.3.1 Karakteristik Air Limbah Domestik
Komposisi limbah cair rata-rata mengandung bahan organik dan senyawa
mineral yang berasal dari sisa makanan, urin, dan sabun. Sebagian limbah rumah
tangga berbentuk suspensi lainnya dalam bentuk bahan terlarut. Limbah cair ini
dapat dibagi 2 yaitu limbah cair kakus yang umum disebut black water dan limbah
cair dari mandi-cuci yang disebut grey water. Black water oleh sebagian
penduduk dibuang melalui septic tank, namun sebagian dibuang langsung ke
sungai. Sedangkan gray water hampir seluruhnya dibuang ke sungai melalui
saluran terdekat. Perkembangan penduduk kota-kota besar semakin meningkat
pesat, seiring dengan pesatnya laju pembangunan, sehingga jumlah limbah
domestik yang dihasilkan juga semakin besar. Sedangkan daya dukung sungai
atau badan air penerima limbah domestik yang ada justru cenderung menurun
dilihat dari terus menurunnya debit sungai tersebut.
2.1.1 Dampak Air Limbah Domestik
Dampak negatif yang dapat ditimbulkan air limbah domestik (Eddy, 2008)
adalah sebagai berikut:
1) Gangguan terhadap kesehatan manusia.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh kandungan bakteri, virus, senyawa nitrat,
beberapa bahan kimia dari industri dan jenis pestisida yang terdapat dari
rantai makanan, serta beberapa kandungan logam seperti merkuri, timbal, dan
kadmium.
11

2) Gangguan terhadap keseimbangan ekosistem


Kerusakan terhadap tanaman dan binatang yang hidup pada perairan
disebabkan oleh eutrofikiasi yaitu pencemaran air yang disebabkan oleh
munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air.
3) Gangguan terhadap estetika dan benda
Gangguan kenyamanan dan estetika berupa warna, bau, dan rasa. Kerusakan
benda yang disebabkan oleh garam-garam terlarut seperti korosif atau karat,
air berlumpur, menyebabkan menurunnya kualitas tempat-tempat rekreasi dan
perumahan akibat bau serta eutrofikasi.

2.2 Sistem Penyaluran Air Limbah Domestik


Sistem penyaluran air limbah domestik terbagi menjadi dua macam, yaitu sistem
sanitasi setempat (on-site sanitation) dan sistem sanitasi terpusat (off-site
sanitation).
2.2.1 Sistem Sanitasi Setempat (On-Site Sanitation)
Sistem pengelolaan air limbah domestik setempat adalah sistem
pengelolaan air limbah di suatu perkotaan dimana sebagian rumah tangga
menggunakan sistem setempat yang berupa tangki septik. Pengelolaan air limbah
domestik perkotaan sistem setempat terdiri dari 5 komponen yaitu:
1) Buangan air limbah domestik dari hasil kegiatan rumah tangga seperti dapur,
kamar mandi, tempat cuci, dan WC.
2) Penampungan dan pengolahan air limbah domestik dalam sarana tangki
septik yang kedap dan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).
3) Penyedotan lumpur tinja secara berkala menggunakan jasa penyedotan resmi
yang diakui atau terdaftar pada pemerintah setempat. Penyedotan lumpur tinja
umumnya dilakukan 3 tahun sekali.
4) Transportasi lumpur tinja ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) untuk
diolah lebih lanjut. Transportasi lumpur tinja harus memenuhi standar yang
menjamin tidak terjadi tumpahan atau ceceran lumpur tinja selama perjalanan
ke IPLT.
12

5) Pengolahan lumpur tinja di IPLT sesuai dengan Standard Operating


Procedure (SOP).
Untuk lebih jelasnya, skema dalam pengelolaan air limbah domestik
sistem setempat dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut.

(Sumber: Kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat direktorat jenderal cipta
karya direktorat pengembangan penyehatan lingkungan permukiman, 2016)
Gambar 2.1 Sistem pengelolaan air limbah domestik setempat
Sistem ini di pakai jika syarat-syarat teknis lokasi dapat dipenuhi dan
menggunakan biaya relatif rendah. Sistem ini sudah umum karena telah banyak
dipergunakan di Indonesia. Kelebihan sistem ini adalah:
1) Biaya pembuatan relatif murah
2) Bisa dibuat oleh setiap sektor ataupun pribadi
3) Teknologi dan sistem pembuangannya cukup sederhana
4) Operasi dan pemeliharaan merupakan tanggung jawab pribadi.
Disamping itu, kekurangan sistem ini adalah:
1) Umumnya tidak disediakan untuk limbah dari dapur, mandi dan cuci.
2) Mencemari air tanah bila syarat-syarat teknis pembuatan dan pemeliharaan
tidak dilakukan sesuai aturannya.
2.2.2 Sistem sanitasi terpusat (Off-Site Sanitation)
13

Sistem Sanitasi Terpusat (Off-Site Sanitation) merupakan sebuah sistem


pelayanan sanitasi yang melayani sekelompok rumah tangga, memiliki jaringan
pipa, dan unit pengolahan air limbah. Dalam pengelolaannya biasanya melibatkan
masyarakat, mulai perencanaan, pelaksanaan, dan operasi pemeliharaan.Salah satu
contoh penerapan sistem penyaluran air buangan sistem jaringan off-site dapat
dilihat pada Gambar 2.2

(Sumber: Kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat


direktorat jenderal cipta karya direktorat pengembangan
penyehatan lingkungan permukiman, 2016)
Gambar 2.2 Sistem pengelolaan air limbah domestik terpusat

2.3 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal


Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal merupakan sistem
pengolahan air limbah yang dilakukan secara terpusat yaitu terdapat bangunan
yang digunakan untuk memproses limbah cair domestik yang difungsikan secara
komunal (digunakan oleh sekelompok rumah tangga) agar lebih aman pada saat
dibuang ke lingkungan, sesuai dengan baku mutu lingkungan (Karyadi, 2010).
Menurut Rhomaidhi (2008:32), sistem ini dilakukan untuk menangani limbah
domestik pada wilayah yang tidak memungkinkan untuk dilayani secara
14

individual. Penanganan dilakukan pada sebagian wilayah dari suatu kota, dimana
setiap rumah tangga yang mempunyai fasilitas MCK pribadi menghubungkan
saluran pembuangan ke dalam sistem perpipaan air limbah untuk dialirkan menuju
instalasi pengolahan limbah komunal. Untuk sistem yang lebih kecil dapat
melayani 2-5 rumah tangga sedangkan untuk sistem komunal dapat melayani 10-
100 rumah tangga atau bahkan dapat lebih.

(Sumber: http://www.kelair.bppt.go.id/)
Gambar 2.3 Skema sistem pengelolaan air limbah rumah tangga komunal
Bangunan IPAL terdiri dari bak tempat masuknya air limbah (inlet), bak
sedimentasi (settler) untuk pengendapan material yang dibawa dari air limbah
domestik, bak pembagi (gutter) yang memisahkan antara sedimentasi dengan air
limbah dari sedimentasi, bak anaerobic filter, carbon filter, anaerobic baffled
reactor sebagai media pengolahan air limbah, dan bak outlet hasil proses
pengolahan air limbah domestik yang sudah mengalami proses filtrasi di dalam
IPAL. Bentuk bangunan IPAL dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut.
15

(Sumber: Rencana teknik rinci SPALD peningkatan kapasitas TFL sanimas IDB 2018)
Gambar 2.4 Desain IPAL Komunal
Perencanaan unit pengolahan air limbah domestik komunal memiliki
kapasitas rencana sesuai dengan standar kebutuhan, IPAL komunal memiliki
prosedur pelaksanaan yang terdiri dari sistem pelayanan sambungan rumah
diantaranya pipa tinja, pipa non tinja, pipa persil dan bak kontrol dengan.
Pengoperasian pemeliharaan dan rehabilitasi merupakan tanggung jawab pemilik
rumah (sambungan rumah atau SR).
2.3.1 Kriteria Design Bak Kontrol IPAL Komunal
Bak kontrol merupakan prasarana pendukung sub-sistem pelayanan yang
berfungsi sebagai prasarana untuk menahan sampah atau benda yang dapat
menyumbat pipa pengumpulan air limbah. Perencanaan bak kontrol dilaksanakan
dengan memperhatikan kriteria desain pada Tabel 2.1 berikut.
No Kriteria Keterangan
50 x 50 cm (bagian dalam) dengan tutup plat beton
1 Luas permukaan bak
yang dapat dibuka.
40 x 60 cm disesuaikan dengan kebutuhan
2 Kedalaman bak
kemiringan pipa persil yang masuk
Tabel 2.1 Kriteria design bak kontrol
(Sumber: Peraturan menteri PUPR no.04 tahun 2017)
Bak kontrol ditempatkan pada belokan jaringan perpipaan pada IPAL
dengan panjang dan pertemuan sambungan rumah tertentu, selain itu bak kontrol
juga ditempatkan jika ada perubahan ukuran saluran dan perubahan kemiringan
16

saluran.. Bak kontrol juga harus dilengkapi dengan penutup yang terbuat dari
beton bertulang atau plat baja yang dapat dibuka, setiap sisinya dilengkapi dinding
setinggi 10 cm lebih tinggi dari permukaan tanah, untuk mencegah masuknya
limpasan air hujan. Bahan dinding bak kontrol terbuat dari batu bata atau
sejenisnya dan juga pemasangan bak kontrol bisa dilaksanakan dengan pabrikasi
(precast).
Berdasarkan gambar perencanaan IPAL komunal KSM Roda Mas,
terdapat 5 tipe bak kontrol yang digunakan diantaranya:
1) Bak kontrol primer Ø8” adalah bak kontrol yang berukuran 0,6 m x 0,6 m x
0,5 m terdapat 2 lubang pipa induk berukuran 8”. Gambar rencana bak
kontrol sekunder dapat dilihat pada Gambar 2.5

(Sumber: Gambar rencana IPAL komunal KSM Roda Mas)


Gambar 2.5 Bak kontrol primer Ø8”
2) Bak kontrol primer Ø6” adalah bak kontrol yang berukuran 0,6 m x 0,6 m x
0,5 m terdapat 2 lubang pipa induk berukuran 6”. Gambar rencana bak
kontrol sekunder dapat dilihat pada Gambar 2.6.

(Sumber: Gambar rencana IPAL komunal KSM Roda Mas)


Gambar 2.6 Bak kontrol primer Ø6”
17

3) Bak kontrol sekunder Ø4”adalah bak kontrol yang berukuran 0,6 m x 0,6 m x
0,5 m terdapat 2 lubang pipa persil (semi induk) berukuran 4”. Gambar
rencana bak kontrol sekunder dapat dilihat pada Gambar 2.7

(Sumber: Gambar rencana IPAL komunal KSM Roda Mas)


Gambar 2.7 Bak kontrol sekunder Ø4”
4) Bak kontrol sambungan rumah Ø4” dan Ø3” adalah bak kontrol yang
berukuran 0,6 m x 0,6 m x 0,5 m terdapat 2 lubang untuk pipa persil
berukuran 4” dan 1 lubang untuk pipa sambungan rumah berukuran 3”.
Gambar rencana bak kontrol sambungan rumah 4” dan 3” dapat dilihat pada
Gambar 2.8

(Sumber: Gambar rencana IPAL komunal KSM Roda Mas)


Gambar 2.8 Bak kontrol sambungan rumah Ø4” dan Ø3”
5) Bak kontrol sambungan rumah Ø6”, Ø4” dan Ø3” adalah bak kontrol yang
berukuran 0,6 m x 0,6 m x 0,5 m terdapat 3 lubang untuk pipa persil
berukuran 6” dan 4” 1 lubang untuk pipa sambungan rumah berukuran 3”.
Bak kontrol ini diperuntukan 2-4 sambungan rumah. Gambar rencana bak
kontrol sambungan rumah 6”, 4” dan 3” dapat dilihat pada Gambar 2.9
18

(Sumber: Gambar rencana IPAL komunal KSM Roda Mas)


Gambar 2.9 Bak kontrol sambungan rumah Ø6”, Ø4” dan Ø3”
2.3.2 Kriteria Design Perpipaan IPAL Komunal
Sistem perpipaan IPAL komunal menyesuaikan ukuran buangan pipa yang
terdapat pada rumah yang akan direncakanan untuk penyambungan pipa menuju
IPAL, baik perpipaan black water maupun grey water. Desain ukuruan pipa untuk
perencanaan baru maupun pengembangan jaringan pipa mengikuti standar
kebutuhan daya tampung yang diperuntukan untuk sambungan rumah, pipa
layanan dan pipa utama. Kemiringan pipa pada sambungan rumah, pipa layanan
ataupun pipa utama yang akan dilayani jaringan IPAL memiliki standar
kemiringan, berdasarkan Rencana Teknik Rinci Sistem Pengolahan Air Limbah
Domestik 2018 (SPALD) ukuran pipa dan kemiringan pipa dapat dilihat pada
Tabel 2.2 berikut.
19

Kemiringan Daya Tampung


Diameter Keterangan
(%) (Jiwa)
3” 1–2 25 SR
4” 0,7 – 1 150 Pipa Layanan
6” 0,5 – 0,7 400 Pipa Utama
Tabel 2.2 Kriteria perencanaan pemasangan jaringan perpipaan IPAL komunal
(Sumber: Rencana teknik rinci SPALD peningkatan kapasitas TFL sanimas IDB 2018)
Terdapat beberapa jenis material pipa yang dapat digunakan dalam sub-
sistem pengumpulan air limbah domestik. Dalam melakukan pemilihan material
pipa yang akan digunakan, perlu memenuhi kriteria perencanaan sebagai berikut:
1) Kuat dan tahan lama untuk menahan sifat abrasif dan korosif dari air limbah
domestik
2) Sanggup menahan tekanan dari permukaan dan material tanah di sekeliling
pipa
3) Sambungan antar segmen pipa harus fleksibel namun cukup kuat untuk
mencegah kebocoran yang berlebihan
4) Pipa air memiliki ukuran dan geometri yang standar. Hal ini juga dapat
memenuhi kebutuhan perlengkapan pendukung di antaranya manholes, sifon,
stasiun angkat, dan flow meter.
Pipa air limbah domestik dengan jenis plastik (PVC, uPVC, dan HDPE)
pada umumnya digunakan untuk sub-sistem pelayanan skala permukiman
dan/atau kawasan. Pada skala perkotaan, pipa ini digunakan pada sub-sistem
pelayanan, jaringan pipa lateral, atau pipa service. Untuk pipa dengan ukuran
diameter yang besar umumnya menggunakan material beton karena memiliki
kekuatan yang lebih baik. Pemilihan jenis pipa harus mempertimbangkan aspek
teknis dan non teknis, karena terkait dengan biaya investasi.
1) Pipa Poly Vinyl Chloride (PVC)
Pipa PVC adalah pipa yang terbuat dari gabungan material vinyl plastik yang
menghasilkan pipa yang kuat dan ringan. Tidak dianjurkan untuk saluran pipa
apir pana. Adapun diameter ukuran pipa yang umumnya digunakan yaitu 6”,
20

5”, 4”, 2½”, 1½”, 1¼”, 1”, ¾”, ½”, dan ¼. Bentuk pipa PVC dapat dilihat
pada Gambar 2.10.

(Sumber: Pedoman perencanaan teknik terinci SPALD-T ditjen cipta


karya 2018)
Gambar 2.10 Bentuk pipa PVC
2) Pipa High Density Poly Ethylene (HDPE)
Pipa HDPE adalah pipa yang terbuat dari bahan poly ethylene yang
mempunyai kepadatan tinggi sehingga jenis pipa HDPE ini dapat menahan
daya tekan yang lebih tinggi. Karakteristik pipa HDPE ini adalah kuat, lentur
dan tahan terhadap bahan kimia. Adapun diameter ukuran pipa yang
umumnya digunakan antara lain 24”, 22”, 20”, 18”, 16”, 14”, 12”, 10”, 6”, 5”,
4”, 3”, 2.5”, 2”, 1.5”, 1.25”, 1”, ¾” dan ½”. Bentuk dari pipa HDPE dapat
dilihat pada Gambar 2.11.

(Sumber: Pedoman perencanaan teknik terinci SPALD-T


ditjen cipta karya 2018)
21

Gambar 2.11 Bentuk Pipa HDPE


Jenis-jenis dari bahan material pipa memiliki kelebihan dan kekurangan,
baik segi kekuatan maupun potensi korosi dan erosi bahan. Kelebihan dan
kekurangan jenis pipa dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Kelebihan dan kekurangan bahan material pipa

N Potensi Korosi
Jenis Material Kekuatan
o dan Erosi

Plain Concrete Ya Baik


Plain Reinforced Concrete Ya Baik
1 Reinforced Concrete Cylinder Ya Baik
Mortar Lined (&coated steel)
Ya Baik
Concrete
Ductile Iron (Optional cement mortar
2 Ya Sangat baik
lined or Optional epoxy coated)
3 Coorugated and plains steel Ya Baik
Plastic Tidak Baik
Gravity Tidak Baik
4
Pressure Tidak Baik
Cast Iron Ya Sangat baik
(Sumber: Buku pendoman rencana teknik rinci SPALD 2018)

2.4 Prinsip Penyaluran Air Limbah dalam Pipa


Berdasarkan Panduan Perencanaan Teknik Terinci Sistem Pengelolaan Air
Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T) (2018:19), secara umum pengaliran air
limbah domestik pada sub-sistem pelayanan maupun sub-sistem pengumpulan
diupayakan dengan menggunakan metode aliran gravitasi. Metode aliran gravitasi
dilakukan dengan merekayasa kemiringan pipa sehingga air limbah domestik
dapat mengalir berdasarkan beda elevasi. Kecepatan aliran air limbah domestik di
dalam perpipaan harus dirancang agar memiliki kemampuan self-cleansing guna
mengurangi endapan padatan atau pasir yang berpotensi terjadi di sepanjang
jaringan perpipaan. Pada kondisi aliran parsial atau setengah penuh, kecepatan
aliran air limbah domestik harus didesain pada minimum 0,6 m/detik dan
maksimum 3 m/detik. Kecepatan aliran air limbah domestik juga direncanakan
22

tidak melebihi kecepatan maksimum untuk meminimalkan potensi adanya gerusan


terhadap permukaan pipa.

2.5 Perhitungan Kecepatan Pengaliran Air Limbah pada Pipa


Analisis pengaliran didasarkan pada rumus aliran saluran terbuka dimana
penampang saluran berbentuk lingkaran (pipa bulat).
1. Debit melalui saluran dengan penampang lingkaran
Debit saluran merupakan perkalian dari kecepatan aliran dan luas penampang
yang dialiri (Bambang Triatmodjo, 1995). Sehingga debit saluran dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Q=V . A (2.1)
1
V = . R 2/ 3 . S 1/ 2 (2.2)
n
∆H
S= (2.3)
L
Keterangan :
Q = Debit yang mengalir di saluran (m3/dt)
V = Kecepatan aliran (m/dt)
A = Luas penampang saluran yang dialiri (m2)
R = Jari-jari hidrolis (m)
S = Slope/Kemiringan
n = Koefisien kekasaran dinding saluran (Koefisien Manning)
∆H = Selisih ketinggian/elevasi (m)
L = Panjang pipa (m)
Koefisien Manning (n) untuk aliran melalui pipa dapat dilihat pada Tabel 2.4
dibawah ini:
Tabel 2.4 Koefisien manning (n) untuk aliran melalui pipa
Koefisien Kekasaran Manning
No Jenis Saluran
(n)
1 Pipa besi tanpa lapisan 0,012 – 0,015
1.1 Dengan lapisan semen 0,012 – 0,013
1.2 Pipa berlapis gelas 0,011 – 0,017
2 Pipa asbestos semen 0,010 – 0,015
23

Koefisien Kekasaran Manning


No Jenis Saluran
(n)
3 Saluran pasangan batu bata 0,012 – 0,017
4 Pipa beton 0,012 – 0,016
5 Pipa baja spiral & pipa 0,013 – 0,017
kelingan
6 Pipa plastik halus ( PVC) 0,002 – 0,012
7 Pipa tanah liat (Vitrified clay) 0,011 – 0,015

2. Jari-jari hidrolis saluran


Jari-jari hidrolis merupakan perbandingan antara luas penampang yang dialiri
air dengan keliling basah saluran (Bambang Triatmodjo, 1995), jari-jari
hidrolis dapat dicari dengan rumus berikut:
R=A / P (2.4)
P=2 rθ (2.5)
sin 2 θ
A=r 2 (θ− ) (2.6)
2
r −d
θ=arccos (2.7)
r
Keterangan:
R = Jari-jari hidrolis (m)
A = Luas penampang yang dialiri(m2)
P = Keliling basah (m)
r = Jari-jari pipa saluran (m)
� = Sudut aliran (rad)
d = Tinggi air di saluran (m)

2.6 Ketentuan Debit Rencana Air Limbah


Menurut Pedoman Perencanaan Teknik Terinci Sistem Pengelolaan Air
Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T) 2018 perhitungan debit air limbah
domestik yang bersumber dari permukiman dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan populasi terhadap pemakaian air minum yang menjadi air limbah
24

domestik pada setiap blok pelayanan. Adapun persentase timbulan air limbah
domestik yakni sebesar 60-80% dari pemakaian air minum.
Tabel 2.5 Pemakaian Air Minum Kawasan
Pemakaian
No Penggunaan Gedung Satuan
Air
1 Rumah Susun 100 L/penghuni/hari
2 Asrama 120 L/penghuni/hari
3 Sekolah Dasar 40 L/siswa/hari
4 SLTP 50 L/siswa/hari
5 SMU/SMK 80 L/siswa/hari
6 Ruko/Rukan 100 L/penghuni dan pegawai/hari
7 Kantor/Pabrik 50 L/pegawai/hari
8 Toserba/Toko Pengecer 5 L/m3
9 Restoran 15 L/kursi
10 Hotel Berbintang 250 L/tempat tidur/hari
11 Stasiun/Terminal 3 L/penampung tiba dan pergi
12 Peribadatan 5 L/orang
(Sumber: Pedoman perencanaan teknik terinci sistem pengolahan air limbah domestik terpusat
keementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat direktorat jenderal cipta karya direktorat
pengembangan penyehatan lingkungan permukiman cetakan pertama, 2018)
Perhitungan untuk menentukan jumlah debit air limbah yang dihasilkan
baik dari grey water maupun black water dan sedimentasi dari penggunaan air
bersih pada aktivitas rumah tangga adalah sebagai berikut:
1) Kebutuhan air/orang/hari yang ditentuan.
2) Volume air limbah (q) yang dihasilkan akibat aktivitas rumah tangga
ditentukan besarnya adalah 80%, sehingga nilai Q menjadi:
Q=80 % x Volume penggunaan air bersih (2.8)
Keterangan:
Q = Volume air limbah (liter/hari/jiwa)
3) Debit air limbah yang dihasilkan dengan perencanaan dalam hitungan jiwa:
Qlimbah =Jiwa x jiwa (2.9)
Keterangan:
Qlimbah = Debit air limbah yang dihasilkan (m3/hari)
4) Limbah padat/slude/lumpur, ditentukan besarnya adalah 6%:
Qlumpur =6 % x volume limbah (2.10)
25

Keterangan:
Qlumpur = Limbah padat/slude/lumpur (m3/hari)

2.7 Kepadatan Penduduk


Kepadatan penduduk dihitung berdasarkan jumlah penduduk suatu daerah
per luas wilayah daerah tersebut, sehingga dapat diketahui nilai kepadatan
penduduk dalam satuan jiwa/ha. Ketentuan dalam klasifikasi untuk tingkat
kepadatan penduduk di perkotaan berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang tata
cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan digambarkan dalam Tabel
2.6 berikut.
Tabel 2.6 Klasifikasi tingkat kepadatan penduduk
No Kepadatan Penduduk Klasifikasi
1 <150 jiwa/ha Rendah
2 121 – 200 jiwa/ha Sedang
3 200 – 400 jiwa/ha Tinggi
4 >400 jiwa/ha Sangat Tinggi
(Sumber: SNI 03-1733-2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan)
Untuk mengetahui klasifikasi kepadatan penduduk di suatu daerah digunakan
rumus sebagai berikut:
Jumlah Penduduk
Kepadatan=
Luas Wilayah
(2.11)
Keterangan:
Jumlah Penduduk= Jiwa
Luas Wilayah = Ha
Kepadatan = Jiwa/Ha
2.8 Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographical Information System
(GIS) adalah sebuah alat bantu manajemen berupa informasi berbantuan komputer
yang berkait erat dengan sistem pemetaan dan analisis terhadap segala sesuatu
serta peristiwa yang terjadi di muka bumi. Teknologi SIG mengintegrasikan
operasi pengolahan data berbasis database yang biasa digunakan saat ini, seperti
pengambilan data berdasarkan kebutuhan serta analisis statistik dengan
26

menggunakan visualisasi yang khas serta berbagai keuntungan yang mempu


ditawarkan melalui analisis geografis melalui gambar petanya. Dari definisi yang
ada, dapat diambil satu definisi yang dapat mewakili SIG secara umum, yaitu
sistem informasi yang digunakan untuk memasukan, menyimpan, memanggil
kembali, mengolah, menganalisa dan menghasilkan data bereferensi geografis
atau data geospasial untuk mendukung pengambilan keputusan dalam
perencanaan dan pengolahan seperti penggunaan lahan, sumber daya alam,
lingkungan transportasi, perencanaan kota, pelayanan umum dan penentuan
lokasi.
Adanya perkembangan pemanfaatan komputer dalam penanganan data
secara umum mendorong pemanfaatan untuk penanganan data geografis. Salah
satu aplikasi yang berkembang selaras dengan perkembangan tersebut adalah
Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG sebagai sistem komputer yang digunakan
untuk memanipulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan
perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang berfungsi untuk akusisi dan
verifikasi data, kompilasi data, penyimpanan data, perubahan dan pembaharuan
data, manajemen dan pertukaran data, manipulasi data, pemanggilan dan
presentasi data serta analisa data. Kemampuan dasar dari SIG adalah
mengintegrasikan berbagai operasi basis data seperti query, menganalisisnya serta
menampilkannya dalam bentuk pemetaan berdasarkan letak geografisnya. Inilah
yang membedakan SIG dengan sistem informasi lain (Prahasta, 2002).
2.8.1 Perangkat Lunak ArcGIS
Sejak akhir 1990-an, aplikasi perangkat lunak SIG telah berkembang pesat
dengan hadirnya produk-produk baru yang berorientasi jauh ke depan. Salah satu
produk yang paling menonjol dan populer sejak pertengahan 2000-an adalah
ArcGIS berserta GeoDatabase-nya. Tidak seperti kebanyakan SIG yang lahir
pada 1980-an, ArcGIS merupakan SIG yang terbilang besar. SIG menyediakan
kerangka kerja bersifat scalable untuk mengimplementasikan aplikasi SIG.
ArcGIS merupakan integrasi dari produk-produk software dengan tujuan untuk
membangun sistem SIG yang lengkap. Pengembang merancang sedemikian rupa
ArcGIS terdiri dari framework yang siap berkembang untuk mempermudah
27

pembuatan aplikasi SIG yang sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Adapun


framework ArcGIS tersebut diantaranya adalah:
1) ArcGIS Desktop, yaitu kumpuan aplikasi SIG profesional yang terintegrasi.
2) ArcGIS Engine, yaitu kumpulan komponen SIG yang bisa di-embed-kan
untuk membangun aplikasi SIG.
3) ArcGIS Server / Server GIS, yaitu kumpulan aplikasi yang berfungsi sebagai
server SIG di lingkungan ArcGIS.
4) Mobile GIS, yaitu aplikasi ArcGIS yang bekerja pada platform tablet PC
Computing.

Anda mungkin juga menyukai