Anda di halaman 1dari 17

BAB IV

KONSEP PENGELOLAAN DRAINASE PERKOTAAN TERPADU


BERWAWASAN LINGKUNGAN

4.1 Pengelolaan Drainase Kota Secara Umum

Pengelolaan air limpasan dan air limbah melalui penyedia fasilitas drainase yang
baik dan aman mempunyia posisi stategis dalam pengembangan permukiman,
khususnya wilayah perkotaan. Pengelolaan (penanganan) drainase yang ada tidak
baik sering kali menjadi pangkal masalah, mana kala rasa aman dan nyaman
penduduk (pemukim) dari gangguan banjir dan pencemaran tidak terpenuhi.

Pengelolaan drainase yang tidak baik seringkali timbul dan berkaitan dengan
masalah sosial, ekonomi. Dan budaya masyarakat. Kota Makassar sebagai kota
yang sedang berkembang pesat tidak luput dari permasalahan di atas.

Penanganan masalah diatas, memerlukan suatu pendekatan yang menyeluruh,


karena pada dasarnya sistem drainase adalah suatu sistem yang mengatur
penyaluran dan mengendalikan limpasan air hujan sesuai dengan karakteristiknya
(pola dan intensitasnya) ke badan penerima air.

Pengelolaan drainase harus didekati dari sisi konservasi, bukan semata


membuang kelebihan air secepat dan sebanyak-banyaknya, namun penyaluran
kelebihan air hanya dilakukan jika usaha mengendalikan (menahan dan
memanfaatkan) air hujan telah dilakukan secara optimal. Inilah yang dinamakan
pengelolaan drainase berwawasan lingkungan.

4.2 Kondisi Eksisting Dan Permasalahan Keterkaitan Persampahan, Air


Limbah Dengan Drainase Kota Makassar

Dari hasil survey lapangan dan informasi dari beberapa instansi terkait dengan
pekerjaan ini, lokasi-lokasi genangan sebagian besar adalah merupakan
lingkungan pemukiman umum, dan sebagian kecil merupakan lingkungan
perumahan yang dibangun oleh pengembang. Fasilitas air limbah dan
persampahan pada lingkungan tersebut sebagian besar telah disediakan oleh
pemerintah kabupaten, dengan mengikuti pola pengelolaan sampah dan air limbah
Kota Makassar.

4.2.1 Permasalahan Drainase Akibat Persampahan

a. Pola Penanganan Sampah Saat ini.

Pola penanganan persampahan di tiap pemukiman atau perumahan yang


ada adalah pola komunal tidak langsung, artinya setiap penduduk
mengumpulkan timbunan sampah di setiap TPS (Tempat Penampungan
Sampah Sementara) atau Container kemudian dari TPS/Container diangkut
ke Tempat Penampungan Akhir (TPA) Sampah dengan menggunakan Truck
atau Dump Truck.

b. Permasalahan

Permasalahan sistem drainase yang disebabkan oleh sampah di saluran-


saluran drainase baik tersier, sekunder maupun primer menimbulkan
dampak negatif terhadap kelancaran aliran pembuangan air hujan, yang
mana pada akhirnya akan menimbulkan genangan bahkan tidak menutup
kemungkinan akan terjadi banjir.

Di Kota Makassar saluran drainase terutama di badan penerima air banyak


ditemukan sampah-sampah yang menumpuk dipinggiran sungai dan bahkan
badan sungai. Hal ini tentunya akan menimbulkan dampak negatif, juga dari
segi estetika kurang nyaman untuk dilihat. Bertumpuknya sampah di sungai
antara lain sebagai akibat penduduk yang berdomisili di pinggir sungai
membuang sampah ke badan penerima air, juga adanya kiriman sampah
dari beberapa wilayah yang terlintasi oleh sungai tersebut dan akibat adanya
keterlambatan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA sampah untuk
masyarakat yang ada di perumahan yang pada akhirnya penduduk
perumahan membuang langsung sampah ke badan penerima air.

4.2.2 Permasalahan Drainase Akibat Air Limbah

a. Pola Penanganan Air Limbah Saat Ini

Limbah domestik terbagi menjadi 2 jenis air limbah yaitu :

1. Air bekas (grey water), yaitu air yang berasal dari mandi, urinoir,
dan kegiatan lainnya selain yang menimbulkan air bekas.
2. Air kotor (black water), air yang berasal dari kegiatan WC yang
menghasilkan limbah tinja.

Pola penanganan air limbah domestik yang ada diperumahan saait ini
dilakukan dengan sistem Pengolahan Setempat (On Site Sanitation)
yaitu pengolahan limbah dilakukan ditempat secara biologis yaitu
dengan memanfaatkan mikroorganisme an aerob untuk menguraikan
limbah domestik menjadi zat organik yang sempurna.

Limbah air bekas dialirkan ke bangunan kedap air yang mana luapan
dari bangunan itu masuk ke bidang resapan dan ada yang langsung
masuk ke badan penerima air.

Limbah air kotor dari masing-masing rumah ditampung di septik tank


dan limpasannya masuk ke resapan kemudian dalam periode ulang
tertentu dilakukan penyedotan lumpur tinja dengan truk tinja oleh Dinas
Kebersihan Kota untuk langsung dibuang ke IPLT (Instalasi pengolahan
lumpur tinja) yang telah ada.

b. Permasalahan

Penanganan air limbah seperti ini tentunya tidak dapat diterapkan ke


semua wilayah, mengingat lahan yang tersedia dan akses jalan untuk
truk penyedot lumpur tinja tidak bisa masuk ke lokasi septik tank,
terutama lokasi diluar daerah perumahan yang padat penduduknya,
sehingga dengan demikian ada sebagian penduduk di luar perumahan
yang berdekatan dengan sungai ada yang membuang limbah
domestiknya ke sungai.

Kondisi tersebut diatas apabila tidak diantisipasi akan mengakibatkan


kualitas air sungai akan tercemar, dan akumulasi lumpur akan semakin
bertambah selain akibat sedimentasi lainnya dari kikisan tanah dasar
sungai akibat debit banjir.

4.3 Konsep Pengelolaan Drainase Kota Berwawasan Lingkungan


4.3.1 Pengertian / Definisi

Maryono (2001), mengusulkan Konsep Eko-Drainage Concept) yaitu, eko-


drainase diartikan suatu usaha membuang/mengalirkan air kelebihan ke
sungai dengan waktu seoptimal mungkin sehingga tidak menyebabkan
terjadinya masalah kesehatan dan banjir di sungai terkait (akibat kenaikan
debit puncak dan pemendekan waktu mencapai debit puncak). Dari
pengertian ini dapat diuraikan ada 2 (dua) pendekatan yang digunakan
dalam konsep eko-drainase, yakni pendekatan eko-hidraulik, yakni
pengelolaan drainase yang dilakukan dengan memperhatikan fungsi
hidraulik dan fungsi ekologi, serta pendekatan kualitas air, yakni upaya
meminimalkan dan atau meniadakan pencemaran air yang dapat
menyebabkan masalah kesehatan bagi manusia dan flora-fauna.

4.3.2 Konsep Penanganan Air Limbah

Tujuan pengolahan limbah cair adalah untuk menurunkan kadar zat-zat


pencemar yang terkandung didalam air limbah sampai memenuhi
persyaratan effluent yang berlaku. Proses pengolahan air limbah apapun
tidak mungkin dapat menghilangkan sama sekali kadar zat pencemar,
melainkan hanya dapat menurunkan sampai batas-batas yang
diperkenankan oleh peraturan yang berlaku. Dalam menentukan sistem
pengolahan air limbah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut :

a. Peraturan tentang air limbah

Peraturan yang berlaku terhadap badan penerima air yang


bersangkutan. Peraturan ini tergantung dari peruntukan (beneficial use)
badan penerima air yang dimaksud. Pada dasarnya terdapat dua
peraturan, yaitu :

 Stream standard (peraturan kualitas badan penerima air)


 Effluent standard (peraturan yang mengatur air limbah yang akan
dibuang ke badan penerima air).

Stream standard lebih cocok daripada effluent standard, sebab dalam


stream standard yang diatur adalah beban airnya, yang lebih mudah
mengontrolnya. Disamping itu yang dimanfaatkan oleh masyarakat
adalah badan penerima air bukan limbahnya. Sedangkan effluent
standard jauh lebih sulit mengontrol pelaksanaannya, karena
menyangkut banyak sekali hal yang harus diawasi.
Tetapi mengingat kondisi badan penerima air yang ada di tanah air kita,
khususnya di kota-kota besar, badan penerima airnya sudah tercemar,
maka stream standard belum dapat dilaksanakan. Sehingga effluent
standardlah yang diberlakukan.

b. Konsep penanganan air limbah domestik

Konsep penanganan air limbah dalam pekerjaan ini adalah menjaga agar
air limbah yang dihasilkan tidak mencemari kualitas air yang ada di
saluran drainase. Konsep penanganan drainase berwawasan lingkungan
merupakan konsep yang paling tepat dilakukan untuk mengantisipasi
permasalahan tersebut dia atas.

Konsep penanganan air limbah tentunya tidak mudah dilakukan


mengingat kondisi lapangan sudah sangat sulit dilakukan karena
keterbatasan lahan yang tersedia. Oleh karena itu diperlukan upaya
semua pihak yang terkait dengan permasalahan tersebut diatas.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah :

1. Adanya peraturan daerah yang jelas dan tegas terhadap pelaku


penghasil pencemar.
2. Diperlukan pola penanganan air limbah dengan melibatkan
masyarakat sebagai pelaku program dan instansi/dinas terkait yang
akan memberi arahan mengenai cara dan bentuk pengolahan yang
akan diterapkan, proyek itu diantaranya SANIMAS (sanitasi
berbasis masyarakat).

Proyek ini cukup unik karena bekerja berdasarkan inisiatif masyarakat


dan bukan inisiatif pemerntah. Proyek ini bertujuan membantu
masyarakat madani dan pemerintah daerah menerapkan sanitasi
berbasis masyarakat di Indonesia, memberikan demontrasi di wilayah-
wilayah baru, dan mengembangkan permodalan untuk meningkatkan
perencanaan pembangunan kota terpadu.

Dengan adanya pengembangan program pembangunan prasarana dan


sarana sanitasi yang berbasis pada masyarakat diharapkan dapat
melengkapi dan menambah prasarana dan sarana sanitasi yang
dibangun dan diusahakan dengan inisiatif dari masyarakat, termasuk
dalam pengelolaan, pengoperasian dan pemeliharaan.
Penanganan permasalahan pembangunan prasarana dan sarana
sanitasi yang berbasis pada masyarakat (SANIMAS) dilakukan dengan
metode Spply Driven Approach/memberi pengarahan dengan
pendekatan kepada keinginan masyarakat. Pertimbangan-pertimbangan
yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Kebutuhan dari masyarakat adalah bagian dari pertimbangan


b. Pengguna diletakkan pada proses, sehingga mempunyai rasa
memiliki yang besar
c. Ada usaha untuk mengatur, mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan masyarakat
d. Dampak positif yang besar
e. Kepuasan pengguna yang besar
f. Berkesinambungan (sustainable)

Partisipasi Masyarakat dan Rencana Aksi Masyarakat (Community


Action Plan) berupa kegiatan :

a. Pelatihan dan transfer pengetahuan/keterampilan


b. Pembiayaan dan pengadaan bahan/peralatan
c. Konstruksi dan supervisi
d. Pelaporan

Sedangkan hasil yang diharapkan adalah :

a. Peningkatan kesehatan masyarakat, perilaku masyarakat,


pelayanan kesehatan masyarakat
b. Ketersediaan, cost-effective, kemudahan dalam akses pelayanan
air bersih dan sanitasi
c. Kesinambungan (sustainability) dan efektifitas melalui partisipasi
masyarakat.

c. Rencana penanganan limbah domestik

Rencana penanganan air limbah domestik diusulkan mengikuti pola


pengolahan limbah yang ada yaitu on site sanitation. Pembuangan air
limbah yang berasal dari WC disalurkan ke septic tank yang dilengkapi
dengan tempat bidang resapan atau bisa menggunakan sistem wet land.
Sedang air limbah yang berasal dari urinoir, tempat cuci, dll disalurkan
keruang penampungan dan luapannya disalurkan ke ruang resapan
ataupun ke wet land.

Pelaksanaan sistem ini tentunya tidak terlepas dari kesadaran


masyarakat dalam upaya meningkatkan tingkat kesehatan, hal mana
pelaksanaan proyek ini akan membutuhkan lahan yang cukup luas
dalam penempatan posisinya. Lumpur tinja yang tertampung di septik
tank dalam periode ulang tertentu disedot menggunakan mobil tinja
untuk diangkut kelokasi pengolahan limbah domestik yang ada (IPLT),
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

d. Rencana penanganan limbah industri

Rencana penanganan limbah industri mengikuti pola pengolahan limbah


yang direncanakan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota.

Rencana sistem penyaluran air limbah industri yang memiliki bahan


berbahaya beracun diharuskan melalui proses pengolahan di IPAL
(Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri) sebelum dialirkan ke badan
penerima air.

4.3.3 Konsep Pengolahan Sampah


1. Pengertian dan klasifikasi sampah

Sampah adalah limbah yang bersifat padat atau setengah padat, yang
terdiri dari zat organik dan anorganik, berasal dari kegiatan manusia,
yang dianggap tidak berguna lagi. Sampah disini tidak termasuk kotoran
padat manusia dan sampah harus dikelola agar tidak membahayakan
kesehatan masyarakat dan mencemari lingkungan serta untuk
menyelamatkan investasi pembangunan.

Sumber sampah diantaranya meliputi :

 Daerah permukiman (rumah tangga)


 Daerah komersil (pasar dan pertokoan)
 Daerah industri
 Perkantoran, pariwisata, sarana umum
 Kandang hewan atau pemotongan hewan
 Jalan dan taman, dan lain-lain.
2. Sampah sungai
Sampah yang diproduksi oleh permukiaman, daerah perkantoran dan
perdagangan, dan fasum dan fasos di perkotaan dan perdesaan tidak
semua dapat terangkut ke Tempat Pengolahan Akhir (TPA) atau
tereduksi dengan kegiatan 3R (Reduce, Reuse, Recicle) dan
komposting, ternyata masih ada sebagian dari prosentase sampah
tersebut yang dibuang ke badan penerima air (sungai, danau dan
pantai/laut).

Jenis sampah yang sering dibuang ke sungai dan saluran-saluran


drainase tersebut diantaranya adalah sampah basah seperti sampah
sisa-sisa makanan dan sayur-mayur, buah-buahan; sampah kering
seperti kayu, plastik, pakaian, kasur, dan bantal, logam, kaca, keramik;
sampah balokan seperti batang pohon tumbang, balok kayu; sampah
bangkai binatang; sampah industri pertanian dan perkebunan seperti
sisa-sisa pestisida dan herbisida.

Sampah-sampah tersebut ada yang kondisi terapung, melayang dan


berada didasar saluran/sungai/waduk. Hal ini terjadi tergantung pada
sifat-sifat fisik sampah, yang mana akan menentukan konsep
penanganan pemeliharaan dan operasional sarana (O&P) dan
prasarana drainase. Sampah-sampah tersebut selain menyebabkan
dibutuhkannya kegiatan kegiatan O&P seperti kegiatan pengerukan,
pembuatan saringan samah, juga menyebabkan peningkatan biaya
pemeliharaan prasarana dan sarana drainase dan pengendalian banjir.

3. Konsep Penanganan Sampah

Penanganan permasalahan sampah sedang dilakukan oleh Pemerintah


Daerah. Program pengelolaan sampah dari sumber timbulan sampah
sudah dilakukan untuk mengantisipasi berlebihnya pengangkutan
sampah ke TPA Sampah. Kegiatan yang sedang dilaksanakan adalah
salah satunya metode 3R.

Konsep penanganan sampah 3R (Reuse, Recicle, Reduce) ini sangat


efektif dilaksanakan di daerah perkotaan selain dapat mengurangi
beban TPA sampah juga hasilnya dapat menambah pendapatan
masyarakat.

Kegiatan-kegiatan dalam metode 3R, diantaranya sebagai berikut :


1. Meminimalkan penggunaan plastik/kertas pembungkus;
2. Meminimalkan penggunaan berbagai bahan pembungkus makanan /
minuman / barang pada industri kecil/rumah tangga seperti;
penggunaan daun pisang/pepaya/kelapa dan lainnya;
3. Pemanfaatan kembali plastik / kertas pembungkus untuk
penggunaan lainnya;
4. Pemanfaatan ember / kaleng / botol / ban bekas sebagai pot bunga
atau hiasan rumah/kerajinan lainnya;
5. Pembuatan bubur kertas dari kertas bekas, kertas karton, dus, dsb;
6. Composting;

Upaya teknis lainnya yang dapat mengurangi sampah didalam


saluran/sungai adalah dengan pembangunan saringan sampah.
Peletakannya saringan sampah dapat pada permukaan saja (surface
area) yang sifatnya mengapung atau terkonstruksi sampai dengan dasar
saluran. Ukuran saringan sampah disesuaikan dengan target sampah
yang akan ditangkap/dihalangi. Disekitar bangunan saringan sampah
juga dibangun bak sampah permanen/non permanen sebagai
penampung sampah yang disaring yang kemudian dibawa oleh petugas
kebersihan menuju ke TPS.

Dalam pekerjaan ini peletakan saringan sampah diletakkan di setiap out


fall saluran drainase dari lingkungan perumahan dengan dimensi sesuai
rencana saluran drainase. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbunan
sampah dari perumahan masuk ke badan penerima air.

4.3.4 Konsep Pengurangan polusi; Potensi Banjir dan Perbaikan


lingkungan Biofilter

Biofilter atau biasa disebut parit tumbuhan adalah saluran alamiah yang
sedemikian rupa dimana terdapat tumbuh-tumbuhan yang berfungsi
mengelola pengaliran limpasan sehingga lebih lambat mengalir diantara
tumbuhan untuk saluran alamiah/ sungai yang tidak mendatangkan banjir.

Biofilter efektif jika arus lambat dan dangkal pada saluran parit alamiah.
Kondisi ini dapat dicapai bila kontur kawasan dan kemiringan lereng
mendukung pengaliran limpasan diatas. Untuk sistem biofilter, kondisi yang
menyebabkan konsentrasi aliran, seperti tahanan dan belokan, dan saluran
yang langsung menyeberang ke seberang jalan, harus diperkecil. Gerakan
melambat dari aliran melalui tumbuh-tumbuhan menyediakan kesempatan
untuk terjadinya sedimentasi dan tersaringnya partikular dan degradasi
oleh aktifitas biologi. Dala berbagai jenis tanah, biofilter juga menyebabkan
terjadinya penyerapan hujan ke dalam tanah, lebih lanjut mengurangi
polusi air dan mengurangi debit limpasan (yang akhirnya mengurangi
potensi banjir).

Aliran lambat, aliran limpasan halus dapat dijaga dengan biofilter yang
dibangun dengan menjaga kemiringan kedua sisi (kemiringan maksimum
3:1, minimal kemiringan memanjang (direkomendasikan 1 – 2%, dengan
check dam untuk kemiringan yang lebih curam), dan suatu alur pengaliran
(flowpath) panjangnya sedikitnya 3 meter. Konsep utamanya adalah
menggerakkan aliran air dengan lambat melalui tumbuh-tumbuhan.

Bioremediasi

Bioremediasi adalah teknik pengurangan atau penghilangan tingkat


toksitas, mobilitas dan kuantitas bahan pencemar (kontaminan) pada
sumber air dan tanah terkontaminasi menggunakan mikroorganisme.

Dalam pekerjaan ini ada kemungkinan muncul pekerjaan pengerukan


sedimen di saluran drainase dengan kapasitas yang cukup besar.

Dari hasil kunjungan lapangan banyak ditemukan pengerukan lumpur


disaluran drainase ditumpuk dipinggir saluran sehingga dengan kondisi
tersebut apabila terjadi hujan ada kemungkinan sedimen tersebut terbawa
kembali ke saluran.

Berangkat dari kondisi terebut maka perlu adanya pengolahan mulai


penyimpanan sampai pemanfaatan kembali sedimen/lumpur yang
dihasilkan. Mengingat lahan ada sekarang disekitar saluran drainase yang
sempit maka proses pengolahan harus dilakukan di lahan / tempat lain (ex
situ). Proses pengolahan yang akan diterapkan adalah dengan cara Land
Farming.

Pengolahan ex situ tentunya membutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk


pengangkutan sedimentasi ke lokasi land farming, selain itu membutuhkan
tempat yang cukup luas.
4.3.5 Konsep Pengurangan Debit Limpasan

a. Danau Resapan

Konsep pengurangan debit limpasan di lokasi perumahan yang terkena


genangan / banjir belum banyak ditemukan. Salah satu alternatif yang
bisa dilaksanakan adalah dengan menyediakan danau resapan di
lokasi-lokasi yang memungkinkan. Keberadaan danau dipergunakan
untuk menampung limpasan air hujan yang terjadi. Disamping itu,
danau-danau tersebut juga bisa digunakan sebagai kolam ikan atau
kolam pemancingan. Untuk menjaga agar sedimen tidak banyak masuk
ke danau, maka perlu dilengkapi dengan penampungan lumpur sebelum
masuk danau resapan.

b. Sumur Resapan

Disamping danau resapan untuk penanganan pengurangan debit


limpasan adalah dengan membuat sumur resapan. Pelaksanaannya
dapat dilakukan dengan mengharuskan setiap perumahan menyediakan
sumur-sumur resapan, dan ini akan bisa terlaksana apabila didukung
dengan Perda (Peraturan Daerah).

Fungsi sumur resapan adalah sebagai berikut :

1) Menambah jumlah air yang masuk ke dalam tanah.


2) Untuk menjaga keseimbangan hidrologi air tanah sehingga
mencegah intrusi air laut.
3) Dapat mereduksi dimensi saluran drainase.
4) Menurunkan konsentrasi pencemaran air tanah
5) Mempertahankan tinggi muka air tanah.
6) Mengurangi debit limpasan sehingga mencegah banjir.

Sebagai acuan dasar untuk menentukan volume air resapan dalam


pekerjaan ini dengan kondisi permeabilitas tanah rendah dapat dilihat
pada Tabel 4.1. berikut.
Tabel 4.1. Volume Resapan Pada Kondisi Permeabilitas Rendah
VOLUME RESAPAN
VOLUME RESAPAN
TIDAK ADA
LUAS KAV ADA SALURAN
NO. SALURAN
(M2) DRAINASE
DRAINASE
PELIMPAHAN (M3)
PELIMPAHAN (M3)
1 50 1.3 – 2.1 2.1 – 4
2 100 2.6 – 4.1 4.1 – 7.9
3 150 3.9 – 6.2 6.2 – 11.9
4 200 5.2 – 8.2 8.2 – 15.8
5 300 7.8 – 12.3 12.3 – 23.4
6 400 10.4 – 16.4 16.4 – 31.6
7 500 13 – 20.5 20.5 – 39.6
8 600 15.6 – 24.6 24.6 – 47.4
9 700 18.2 – 28.7 28.7 – 55.3
10 800 20.8 – 32.8 32.8 – 63.2
11 900 23.4 – 36.8 36.8 – 71.1
12 1000 26 - 41 41 - 79
Sumber: SK Gubernur No. 17 Tahun 1992

c. Biopori

Biopori adalah suatu upaya untuk menyerapkan air hujan kedalam tanah
dengan pembuatan lubang-lubang berpori setiap 2 m2. Dimensi biopori
lubang dengan diameter 30 cm kedalaman 100 cm.

Lubang-lubang ini nantinya dipakai untuk menampung buangan sampah


organik.

Lubang-lubang pori-pori tanah akan terbentuk setelah terjadi pembusukan


sampah dalam periode ulang tertentu sebagai akibat adanya binatang tanah
seperti cacing yang memerlukan sampah yang sudah membusuk.

Pembuatan biopori bisa menggunakan pipa paralon yang


dilubangi/perforated. Lebih jelasnya tampak atas peletakan biopori dapat
dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.2
Contoh peletakan sumur resapan Kolektif
Gambar 4.3 Gambar tampak atas Biopori
d. Persinggungan Antara Komponen Drainase dengan Kelestarian
Lingkungan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan kegiatan yang dapat dilakukan terkait
dengan hubungan persinggungan antara komponen drainase dan
persampahan sebagai berikut :

1) Pembangunan saringan sampah (manual) diletakkan disetiap out fall


pada sistem drainase utama untuk mengurangi sampah padat yang
dapat menyebabkan degradasri kapsitas saluran drainase yang pada
akhirnya menyebabkan banjir dan genangan.
2) Pengembangan konsep 3R dikawasan atau daerah bantaran sungai
yang termasuk dalam daerah potensial sumber pembuang sampah ke
badan penerima air. Usaha ini melibatkan peran serta masyarakat.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan terkait dengan hubungan


persinggungan antara komponen drainase dan kelestarian lingkungan yaitu :

1) Penanaman pohon/rumput yang berfungsi sebagai biofilter.


2) Pembuatan sumur-sumur resapan dan biopori, yang berfungsi
mengurangi debit limpasan air hujan yang masuk ke badan air, karena
sebagian air akan menyerap kedalam tanah dan mempertahankan
kestabilan kondisi air tanah.
Berikut ini disampaikan beberapa usulan kegiatan penanganan saluran
drainase di lokasi prioritas dan lokasi yang menyusul akan diatangani
sebagai kegiatan lanjutan dari kegiatan ini dengan konsep Eco-Drainase.

a. Tipikal Saluran Drainase

Mengingat lokasi proyek yang relatif datar dan lahan cukup sempit maka
design tipikal saluran drainase diusulkan adalah dengan adanya ruang atau
tempat terakumulasinya lumpur dan stabilitas aliran bisa mengalir terus,
selain itu penampang basah saluran menjadi lebih besar.

Sedangkan alternatif saluran drainase primer yang diusulkan adalah


menggunakan proteksi proteksi tebing dengan bronjong atau pasangan batu
kosong dengan maksud agar pada suatu saat akan tumbuh rumput-rumput
yang bisa menambah kekuatan bronjong itu sendiri.

b. Usulan Penataan Bantaran Saluran Drainase

Di daerah penampah basah tidak dibenarkan ada pohon besar atau ditanami
pohon besar, karena pada saat banjir dikhawatirkan akan tumbang akibat
gerusan air, oleh karena itu dianjurkan memakai perkuatan bronjong. Lebih
jelasnya lihat Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Penggunaan Perkerasan Tebing dengan Bronjong dan


Menanam Vegetasi untuk Renaturalisasi Sungai
Perkuatan tebing konstruksi ekologis biasanya terbentur oleh keberadaan
luas lahan yang tersedia. Dengan demikian pada tempat tertentu perkuatan
tebing tetap menggunakan konstruksi non ekologis seperti terlihat pada
Gambar 7.5.

Gambar 4.5 Perkuatan Tebing


Bagian kanan harmoni antara pembangunan dan karakteristik sungai (talud
ramah lingkungan) sedang bagian kiri tidak harmoni antara pembangunan
dan karakteristik sungai (talud tidak ramah lingkungan).

Anda mungkin juga menyukai