Anda di halaman 1dari 9

LAMPIRAN- B

ANALISIS KERUNTUHAN BENDUNGAN


Analisis keruntuhan bendungan (Dam Break Analysis) untuk bendungan besar didasarkan pada
beberapa kondisi, antara lain:
1. Kondisi hidrologi
Analisis keruntuhan dilakukan pada kondisi hidrologi sebagai berikut:
a. Keruntuhan pada cuaca cerah (Sunny-day breach), waduk terisi penuh setinggi
muka air normal;
b. Keruntuhan akibat peluapan (overtopping breach) atau kondisi muka air waduk
setinggi puncak bendungan;
c. Keruntuhan pada kondisi terjadi banjir desain (design flood breach), air waduk
setinggi muka air maksimum banjir desain, dimana inflow hidrograf sama dengan
inflow banjir desain.

Untuk bendungan yang telah didesain aman terhadap banjir maksimum boleh jadi
(PMF), tidak perlu dilakukan analisis keruntuhan bendungan pada butir b.
2. Daerah Hilir Bendungan
Pada kondisi keruntuhan bendungan akibat peluapan dan keruntuhan saat terjadi banjir
desain, debit banjir akibat keruntuhan di sungai hilir bendungan harus ditambah dengan
debit banjir dari anak-anak sungai dihilirnya yang berada dalam satu elip hidrologi (lihat
gambar 1). Gunakan ukuran, lokasi dan orientasi elips hidrologi yang sama, dengan
periode banjir desain yang sama pula untuk semua sungai yang berada dalam elip
hidrologi tersebut. Untuk anak-anak sungai, gunakan koefisien limpasan yang asma
dengan koefisien limpasan daerah tangkapan bendungan yang distudi. Apabila aliran banjir
keruntuhan bendungan mengalir ke ke sungai yang lebih besar, didalam penelusuran
(routing) banjir perlu mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:
- Apabila menggunakan program DAMBRK, program ini tidak dapat digunakan untuk
pemodelan sistem sungai dendritik (percabangan) dan hanya dapat digunakan secara
iteratif (berulang), dengan pemodelan secara terpisah antara sungai pertama (sungai
dimana bendungan berada) dan sungai ke dua (sungai penerima aliran dari sungai
pertama), lihat gambar 2. Tahapan hidrograf pada sungai ke dua akan berfungsi sebagai
batas dari aliran sungai pertama dan hidrograf aliran dari sungai pertama akan
berfungsi sebagai hidrograf inflow lateral bagi sungai ke dua. Proses iterasi dilanjutkan
sampai selesai. Program HEC-RAS dan FLDWAF dapat digunakan untuk sistem
percabangan dan biasanya lebih tepat.
- Aliran banjir dari bendungan runtuh yang mengalir ke sungai penerima (sungai ke dua)
cenderung akan menyebar kearah hilir dan hulu sungai. Akibatnya akan terlihat
terjadinya penurunan laju aliran atau bahkan terjadi aliran negatif menuju hulu sungai,
tergantung pada kondisi aliran sungai penerima. Oleh karena itu untuk pemodelan
diperlukan data potongan melintang sungai termasuk dibagian hulu percabangan untuk
meyakinkan fenomena ini.
- Apabila daerah tangkapan air (catchment area) sungai penerima terlalu besar untuk
dapat tercakup dalam elip hidrologi yang digunakan untuk menghitung banjir desain,
diperlukan asumsi aliran awal pada sungai penerima. Hal ini dapat diasumsikan bahwa
aliran pada anak sungai terjadi secara kebetulan, namun waktu dan besarnya banjir

Pedoman Rencana Tindak Darurat Bendungan 2013-Ketentuan Analisis Keruntuhan Bendungan B -1


tidak terkait dan tidak pasti. Oleh karena itu pada sungai penerima dapat diasumsikan
adanya hidrograf aliran yang konstan. Sebagai contoh, dapat diasumsikan dengan banjir
desain kala ulang 10, 50, atau 100 tahun tergantung pada ukuran relatif dua sungai
tersebut. Semakin besar rasio luas daerah tangkapan air (luas daerah tangkapan air
sungai penerima dibagi luas daerah tangkapan air bendungan yang distudi), semakin
kecil kala ulang banjir yang digunakan pada sungai penerima. Kala ulang banjir yang
diambil harus wajar sesuai rasio tersebut. Banjir pada sungai penerima yang terjadi
sebelum keruntuhan bendungan biasanya akan mengakibatkan peningkatan debit yang
besar pada banjir akibat keruntuhan bendungan. Semua ini perlu dipertimbangkan
dalam mengambil keputusan.

Gambar 1 : Contoh elip hidrologi daerah tangkapan sungai untuk


menghitung curah hujan desain dan curah hujan maksimum boleh jadi
(sumber HMR 52)

Lokasi bendungan yan distudi

Sungai pertama,
(tempat bendungan berada)

Sungai kedua/sungai
penerima aliran
(receiving stream) dari
sungai pertama

Gambar 2 : Contoh percabangan sistem sungai


3. Parameter rekahan
a. Lokasi rekahan pada bendungan
Lakukan analisis keruntuhan bendungan pada berbagai komponen bendungan untuk
mengetahui dampak kegagalan bendungan yang terburuk pada daerah hilir tanpa
memperhatikan berapa besar peluang terjadinya kegagalan tersebut. Analisis dilakukan
pada berbagai kondisi hidrologi tersebut diatas pada angka 1. Kaji kembali hasil analisis

Pedoman Rencana Tindak Darurat Bendungan 2013-Ketentuan Analisis Keruntuhan Bendungan B -2


masing-masing komponen utama bendungan untuk mengetahui debit keluaran yang
terbesar. Pengkajian dilakukan tanpa mempertimbangan seberapa besar kemungkinan
terjadinya kegagalan pada masing-masing komponen bendungan tersebut, tetapi harus
melihat konfigurasi rekahannya (breach) yang paling mungkin terjadi.
Didalam analisis keruntuhan masing-masing komponen-komponen bendungan, lebar
rekahan maksimum adalah sama dengan lebar lebar maksimum bagian struktur yang
dianalisis. Contoh rekahan pada tubuh bendungan urugan, apabila lebar rekahan 60 m,
lokasi rekahan hendaknya diletakkan pada bagian potongan memanjang bendungan
diatas tanah dasar kaki bendungan yang memiliki panjang 60 m.Tetapi apabila sungai di
hilir bendungan menyempit, misal menjadi selebar 20 m, debit banjir keruntuhan
bendungan yang mengalir ke hilir akan dikontrol oleh bagian sungai yang menyempit
tersebut.
b. Konfigurasi rekahan pada tubuh bendungan
Asumsikan konfigurasi rekahan pada tubuh bendungan tanpa memperhatikan
mekanisme kegagalan yang terjadi, lebar rekahan pada kondisi minimum diasumsikan
sebesar 3 (tiga) kali kedalaman air waduk, pada setiap kondisi hidrologi yang telah
dijelaskan sebelumnya, dengan kemiringan lereng rekahan vertikal, lihat gambar 3.
Berdasar pertimbangan teknis (engineering judgment), dalam analisis keruntuhan
bendungan dapat digunakan konfigurasi lain yang menghasilkan debit puncak yang lebih
besar yang mungkin lebih sesuai untuk suatu kondisi bendungan yang dianalisis.
c. Konfigurasi rekahan pada bagian struktur beton
Keruntuhan atau kegagalan bendungan juga dapat terjadi pada bagian struktur beton
seperti bangunan pelimpah atau pada bendungan beton gravity. Untuk analisis
keruntuhan pada bagian tersebut, lakukan kasus per kasus untuk setiap kondisi
hidrologi. Lebar minimum keruntuhan umumnya sesuai dengan lebar elemen bangunan
atau bagi bendungan beton gravity selebar monolith. Pelajari beberapa komponen yang
berdekatan dengan berbagai waktu kegagalan untuk memnentukan konfigurasi kritis
(yang menghasilkan puncak banjir terbesar).
Kegagalan bagian struktur beton dan bendungan beton gravity, umumnya berupa
keruntuhan tiba-tiba sebagian atau seluruh bangunan, atau pergeseran besar pada
bangunan. Kegagalan dapat terjadi karena:
- Kondisi beban ekstrim seperti banjir besar yang menyebabkan terjadinya peluapan
yang memicu keruntuhan bendungan akibat kegagalan fondasi atau tumpuan;
- Kondisi beban ekstrim yang menyebabkan kapasitas sistem drainasi tidak cukup
untuk mengalirkan air drainasi (overload), atau karen sistem drainasi mengalami
kegagalan sehingga mengakibatkan tekanan angkat (uplift) yang terlalu tinggi dan
pergeseran bendungan ke hilir;
- Deformasi yang terlalu besar karena terjadinya penurunan fondasi, atau kegagalan
bangunan karena hilangnya dukungan (loss of support) dari fondasi atau tumpuan.
d. Waktu keruntuhan tubuh bendungan urugan
Asumsikan konfigurasi keruntuhan pada bendungan urugan tanpa memperhitungkan
mekanisme keruntuhannya. Pada umumnya waktu atau durasi proses keruntuhan
bendungan akan berpengaruh pada debit puncak banjir. Dalam analisis, pilih durasi
proses keruntuhan yang menghasilkan debit banjir terbesar. Durasi keruntuhan diasumsi
berdasar pertimbangan ahli bendungan. Durasi yang lebih pendek mungkin lebih cocok
pada pada situasi tertentu. Durasi proses keruntuhan yang lebih lama dapat digunakan
Pedoman Rencana Tindak Darurat Bendungan 2013-Ketentuan Analisis Keruntuhan Bendungan B -3
dalam pemodelan apabila pemodelan memerlukan stabilitas dalam proses perhitungan
dan apabila durasi proses keruntuhan tidak banyak berpengaruh pada debit puncak
rekahan. Hal ini sering terjadi pada bendungan dengan volume tampungan besar
dimana perubahan elevasi muka air waduk relatif kecil selama proses keruntuhan
berlangsung.

e. Waktu keruntuhan pada komponen struktur beton


Tentukan waktu keruntuhan untuk setiap konfigurasi keruntuhan pada komponen
struktur beton satu demi satu. Ketika melakukan analisis keruntuhan pada satu elemen
komponen struktur beton, seperti satu penopang slab pada bendungan penopang
(buttress) atau satu monolith pada bagian bendungan beton gravity, keruntuhan harus
diasumsikan terjadi secara mendadak. Lakukan pula analisis keruntuhan pada
elemen/monolith yang berdekatan (di samping kiri dan kanan) dengan elemen pertama
(yang telah runtuh lebih dulu secara mendadak), dengan berbagai waktu proses
keruntuhan untuk memperoleh konfigurasi yang paling kritis. Durasi proses keruntuhan
ditentukan berdasar proses erosi pada fondasi yang memicu terjadi keruntuhan. Durasi
proses keruntuhan komponen struktur beton pada fondasi alluvial biasanya tidak lebih
dari 30 menit dan pada fondasi batuan biasanya tidak lebih dari 1 jam. Didalam
melakukan analisis, harus memperhitungkan kemungkinan terjadinya proses keruntuhan
secara bersamaan pada elemen di samping kiri dan kanan elemen pertama yang telah
runtuh lebih dulu.

Gambar 3 : Sketsa variable rekahan


Keterangan:
Bb : Lebar dasar rekahan
Bavg : Lebar rerata rekahan
Hb : Tinggi rekahan, jarak vertikal dari dasar rekahan sampai puncak bendungan
Hw : Kedalaman air waduk maksimum di belakang rekahan
Wavg : Lebar rerata tubuh bendungan
Wavg : Lebar rerata tubuh bendungan
Zb : Kemiringan lereng rekahan (Zb horisontal: 1 vertikal)

Pedoman Rencana Tindak Darurat Bendungan 2013-Ketentuan Analisis Keruntuhan Bendungan B -4


Gambar 4 : Sketsa variable lobang aliran buluh (piping)
Keterangan:
D : Lebar dan tinggi lobang aliran buluh
L : Panjang lobang aliran buluh
Hp : Tinggi dari titik pusat lobang aliran buluh sampai puncak bendungan= Hb- D/2
.

4. Pemodelan
Ketika menggunakan metode analisis keruntuhan penuh (full breach analysis), pilih model
yang cocok sehingga dapat menggambarkan dan menelusur gelombang banjir akibat
keruntuhan bendungan dengan baik. Untuk bendungan besar dengan kelas bahaya tinggi,
gunakan model gelombang dinamik unsteady (seperti HEC-RAS, DAMBRK atau FLDWAV)
untuk menentukan dampak di bagian hilir dan batas dari genangan banjir akibat
keruntuhan. Untuk bendungan kecil dengan tinggi kurang dari 30 m dan bendungan
memiliki kelas bahaya rendah, dapat menggunakan model yang lebih sederhana seperti
HEC 1 (HMS) namun akan diperoleh hasil yang kurang akurat. Tetapi unUntuk bendungan
kecil dengan kelas bahaya tinggi, tetap harus menggunkan metode analisis keruntuhan
penuh dengan menggunakan model gelombang dinamik.

5. Panjang Genangan Banjir


Pemodelan genangan banjir keruntuhan bendungan perlu dilakukan sampai jauh ke hilir
untuk mengetahui seluruh area yang terkena dampak banjir yang signifikan dan untuk
menyusun rencana evakuasi penduduk. Dalam analisis keruntuhan bendungan, penentuan
panjang luasan genangan banjir diperlukan pertimbangan dari ahli analisis keruntuhan
bendungan.

6. Bendungan Kaskade
Pada bendungan kaskade yang terdiri dari 2 (dua) bendungan dalam satu alur sungai,
analisis keruntuhan diasumsikan dengan kombinasi 2 macam, bendungan di hulu masih
aman dan bendungan di hilir mengalami keruntuhan dan bendungan dihulu mengalami
keruntuhan demikian bendungan di hilir.
Jika bendungan kaskade lebih dari 2 (dua) bendungan, analisis keruntuhan diasumsikan
dengan kombinasi dengan urutan sebagai berikut:
a. bendungan paling hilir mengalami keruntuhan tetapi dua bendungan di hulu masih
aman;

Pedoman Rencana Tindak Darurat Bendungan 2013-Ketentuan Analisis Keruntuhan Bendungan B -5


b. asumsikan bendungan ditengah mengalami keruntuhan demikian pula bendungan paling
hilir juga mengalami keruntuhan;
c. asumsikan bendungan di hulu mengalami keruntuhan, berlanjut pada bendungan bagian
tengah dan berlanjut pada keruntuhan bendungan di hilirnya.

7. Bendungan tailing
Material yang tersimpan di dalam waduk bendungan tailing (tailing dams) adalah endapan
tailing. Apabila bendungan tailing runtuh, endapan material tailing akan mengalir kehilir
dalam bentuk lumpur tailing (slurry) yang alirannya tidak mengikuti hukum Newtonian (non-
Newtonian flows), seperti air pada umumnya (air mengikuti hukum Newtonian flows).

Untuk analisis keruntuhan bendungan tailing, perangkat lunak/program yang digunakan


harus perangkat lunak yang mampu untuk memodelkan aliran non-Newtonian. Perangkat
lunak ini bisanya mampu melakukan analisis dengan mempertimbangkan parameter berat
isi aliran (fluid unit weights), viskositas dinamik (dynamic viscosity), kuat geser awal (initial
shear strength), dan laju tegangan-regangan (stress rate of strain), serta mampu
melakukan penelusuran (route) aliran super kritis, subkritis atau campuran super kritis da,
subkritis untuk cairan non-Newtonian. Contoh program yang mampu memodelkan cairan
non-Newtonian antara lain: DAMBRK, FLO-2D, FLDWAV, DAN-3D.

8. Peta Genangan
Didalam dokumen RTD, peta genangan banjir akibat keruntuhan bendungan sebaiknya
disajikan pada lembar kertas ukuran A3 yang dapat terdiri dari lebih dari satu lembar.
Sekala peta dipilih agar bangunan-bangunan penting tampak jelas di dalam peta dan
penggambaran zona bahaya banjir tidak mengalami kesulitan. Sekala peta yang digunakan
minimal 1:25.000. Hindari peta yang ruwet yang sulit difahami bagi orang-orang non teknis.
Foto udara dapat pula digunakan sebagai peta genangan banjir apabila sekalanya
memenuhi kebutuhan dan gambarnya cukup jelas.
Peta genangan, dilengkapi dengan keterangan waktu kedatangan banjir pada daerah
pemukiman dan prasarana penting (sekolah, rumah sakit, jalan besar yang memotong
sungai, jembatan, pusat perdangan, dll).

9. Metode Keruntuhan Sederhana


Untuk bendungan berukuran kecil dengan kelas bahaya sedang atau kecil, dapat
menggunakan metode ini untuk mengetahui perkiraan debit puncak banjir dan batas
genangan banjir. Debit puncak banjir keruntuhan bendungan, dengan menggunakan
asumsi kriteria keruntuhan bendungan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat
diperkirakan dengan persamaan berikut :

…. (Pers. 1)

Dimana : QB = debit puncak akibat keruntuhan bendungan, m 3/s


B = lebar dasar keruntuhan bendungan, diasumsikan 3H untuk
bendungan urukan atau ½ lebar pelimpah untuk bendungan beton, m
H = tinggi maksimum bendungan, m

Pedoman Rencana Tindak Darurat Bendungan 2013-Ketentuan Analisis Keruntuhan Bendungan B -6


Total debit air yang keluar adalah :

Dimana : Qs = kapasitas debit total dari spillway dengan kondisi muka air waduk
mendekati puncak bendungan
Tentukan genangan banjir pada daerah hilir dengan menggunakan perhitungan aliran
normal dan potongan melintang sungai dari peta yang tersedia. Persamaan Manning harus
digunakan untuk perhitungan aliran normal, dengan koefisien kekasaran yang digunakan
harus lebih tinggi 25% dari kondisi normal untuk menghitung turbulensi dan kehilangan
energy dalam kaitannya dengan gelombang banjir akibat keruntuhan bendungan.
Debit puncak diasumsikan akan menurun dengan laju yang linear dari debit puncak pada
kaki bendungan (QT) sampai ke Qs pada batas panjang genangan banjir di bagian hilir.
Panjang genangan banjir, LU, ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Dimana : LU = panjang genangan banjir, km


Ks = faktor koreksi untuk ukuran pelimpah
Ks = QB/QS; Nilai maksimum = 2,0
Nilai minimum = 0,5
C = kapasitas total waduk pada saat muka air setinggi puncak
bendungan, m3
H = tinggi bendungan dari dasar sungai, m
Apabila genangan bajir terus memanjang sampai bertemu sungai yang lebih besar, teruskan
perhitungan di sungai yang lebih besar sampai genangan banjir keruntuhan bendungan habis
atau sampai titik lokasi dimana aliran normal diperkirakan sekitar 75% di dalam saluran pada
kondisi tidak ada bangunan air yang merintangi aliran air.
Untuk lokasi-lokasi penting, tentukan batas genangan bajir dengan perhitungan aliran normal
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian gambarkan panjang genangan banjir yang
telah dihitung dan tentukan batas genangan banjir yang terjadi. Tentukan pula batas dari semua
struktur yang dapat diidentifikasi, seperti perumahan, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain.
Pada Untuk lokasi pertemuan dengan sungai penerima yang lebih besar di hilir, tentukan
elevasi muka air awal pada sungai penerima sebagai elevasi mulai terjadinya aliran balik (back
water) pada anak sungai dimana bendungan berada. Untuk analisis perhitungan di daerah hilir
pertemuan dapat digunakan model seperti HEC-RAS pada kondisi aliran langgeng (steady),
dengan interpolasi debit di sepanjang genangan banjir.
Kemudian gunakan hasil analisis peta genangan akibat keruntuhan bendungan untuk evaluasi
dampak, klasifikasi bahaya bendungan, dan pengembangan RTD. Karena dalam perhitungan
menggunakan metode sederhana tidak ada parameter waktunya, maka dalam menentukan
klasifikasi bahaya bendungan pertimbangkan bahwa semua bangunan yang terkena dampak
tidak punya waktu untuk pemberitahuan kondisi bahaya. Pada peta genangan banjir yang
dihasilkan dari metode perhitungan sederhana, tidak dicantumkan waktu datangnya banjir pada
peta genangan.
Pedoman Rencana Tindak Darurat Bendungan 2013-Ketentuan Analisis Keruntuhan Bendungan B -7
CONTOH DAFTAR SIMAK EVALUASI TAHUNAN RTD BENDUNGAN

Apakah pemeriksaan tahunan bendungan sudah YA Jika Ya, apakah RTD sudah direvisi YA
dilakukan? TIDAK dengan memasukkan tanda-tanda atau TIDAK
gejala keruntuhan yang ditemukan saat
pemeriksaan?
Apakah pembersihan tanaman, perbaikan YA Jika YA, jelaskan tindakan dan waktu pelaksanaannya
kerusakan akibat liang binatang atau kebutuhan TIDAK
pemeliharaan yang diperlukan sudah
dilaksanakan?
Apakah pintu pengeluaran dapat dioperasikan? YA Jika TIDAK, jelaskan tindakan yang dilakukan dan
TIDAK tanggal pelaksanaannya.

Apakah bagan alir pemberitahuan perlu direvisi? YA Jika YA, tanggal revisi dan lembar pemberitahuan harus
TIDAK dikirimkan kepada ybs.

(catatan:Jika pejabat pada bagan alir diganti, tidak perlu


pengesahan RTD, tetapi perlu disebarluaskan kepada
yang bersangkutan).
Apakah training pada petugas yang terlibat pada YA Jika YA, jelaskan jenis dan waktu training maupun
RTD dilakukan setiap tahun? TIDAK simulasi.

Apakah simulasi dilakukan setiap 5 tahun? YA Jika YA, jelaskan jenis dan waktu training maupun
TIDAK simulasi

Apakah catatan hasil pemeriksaan bendungan YA Jika YA, tuliskan tanggalnya.


sudah dimasukkan dalam RTD? TIDAK

Apakah catatan simulasi sudah dimasukkan YA Jika YA, tuliskan tanggalnya.


dalam RTD? TIDAK

Apakah dokumen RTD sudah di-review setiap 5 YA Jika YA, tuliskan tanggalnya.
tahun? TIDAK

Apakah RTD perlu dilakukan perubahan? YA Jika YA, tuliskan tanggal disetujui.
TIDAK

Pedoman Rencana Tindak Darurat Bendungan 2013-Ketentuan Analisis Keruntuhan Bendungan B -8


CONTOH POTENSI KERUSAKAN DAN KERUGIAN

1. PENDUDUK POTENSI TERKENA RISIKO (PENRIS)

Jumlah penduduk yang terkena risiko akibat keruntuhan bendungan, terdiri dari:
Laki-laki : Jiwa
Wanita : Jiwa
JUMLAH : Jiwa

2. SARANA DAN PRASARANA TERKENA RISIKO

Sarana dan prasarana yang terkena risiko akibat keruntuhan bendungan, terdiri dari:
a. Jembatan
b. Rumah Tinggal
c. Gedung Kantor, Pertokoan
d. Jalan dan Jembatan

3. KERUGIAN SECARA EKONOMI

Secara ekonomi, kerugian yang berpotensi akan terjadi akibat keruntuhan bendungan
dinilai secara ekonomi. Kerugian ini berguna untuk penanganan pemulihan keadaan lebih
lanjut.

Pedoman Rencana Tindak Darurat Bendungan 2013-Ketentuan Analisis Keruntuhan Bendungan B -9

Anda mungkin juga menyukai