net/publication/338533739
CITATIONS READS
0 405
2 authors:
All content following this page was uploaded by Andi Rinaldi on 30 January 2020.
STUDI PENELITIAN
STUDI PERBANDINGAN METODE ANALISIS DEBIT
BANJIR RENCANA KRUENG SEUNAGAN - ACEH
Alfiansyah Yulianur1, dan Andi Rinaldi2*
1
Prodi Magister Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala
2
Pemerintah Kabupaten Nagan Raya
*andi.rinal@mhs.unsyiah.ac.id
Intisari
Banjir merupakan masalah utama dari sungai Kreung Seunagan yang memiliki
panjang 95,7 km dan luas daerah aliran sungai (DAS) mencapai 1089,73 km2.
Banjir ini bukan hanya berdampak kerugian kepada masyarakat umum saja, namun
juga pemerintah daerah maupun pemerintah pusat terutama dalam memperbaiki
fasilitas-fasilitas umum yang rusak. Penanggulangan masalah ini membutuhkan
ketelitian yang tinggi terutama dalam memprediksi besarnya debit banjir rencana
sehingga menghasilkan bangunan air yang optimal. Untuk itu perlu dilakukan studi
analisa debit banjir rencana Krueng Seunagan dengan menggunakan beberapa
metode.
Keterbatasan data pencatatan debit sungai Krueng Seunagan didekati dengan
menggunakan data curah hujan dari 4 stasiun hujan, dimana analisis hujan rencana
masing-masing stasiun hujan menggunakan analisis distribusi frekuensi.
Selanjutnya hujan rencana wilayah menggunakan metode poligon Thiessen.
Sedangkan untuk analisa debit banjir rencana menggunakan metode Hasper,
Melchior, Hidrograf Satuan Sintesis (HSS) Snyder dan HSS Nakayasu.
Studi penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang besarnya debit
banjir rencana Krueng Seunagan dengan menggunakan metode analisa yang
berbeda. Selanjutnya diharapkan dari hasil penelitian ini akan menjadi bahan
masukan dan pertimbangan pihak terkait dalam perencanaan untuk penanggulangan
banjir Krueng Seunagan di masa yang akan datang.
Kata Kunci: Banjir, Thiessen, Hidrograf, Seunagan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Krueng Seunagan merupakan sungai di Kabupaten Nagan Raya yang memiliki luas
DAS sebesar 1089,73 km2, dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2012 tentang penetapan wilayah sungai (WS) telah ditetapkan sebagai
bagian dari WS Strategis Nasional Woyla – Batee (WS 01.04.A3). Banjir
merupakan masalah utama dari sungai Krueng Seunagan, dimana hampir setiap
tahunnya luapan sungai Krueng Seunagan mengakibatkan kerugian ekonomi
kepada masyarakat. Pengelolaan sumber daya air oleh pihak pemerintah
menunjukkan hasil yang belum optimal. Ini dimungkinkan karena selama ini
Landasan Teori
1. Hujan rencana
Menurut Kamiana (2010), hujan rencana adalah hujan dengan nilai tertentu yang
diperkirakan akan terjadi di suatu daerah pengaliran pada satu waktu tertentu di
masa datang yang akan disamai 1 kali dalam jangka waktu tersebut, dimana
besarnya hujan rencana tergantung dari jenis distribusi probabilitas set data.
2. Hujan rencana wilayah
Hujan rencana wilayah adalah hujan rencana rata-rata dari beberapa stasiun hujan
yang berada diseluruh daerah yang akan ditinjau (Sosrodarsono dan Takeda, 1985).
Metode poligon Thiessen merupakan metode yang baik digunakan apabila stasiun
hujannya tidak tersebar secara merata di dalam DAS, dimana perhitungannya
menganggap hujan masing-masing stasiun akan mewakili luasan disekitarnya
(Triatmodjo, 2008), lihat Gambar 1.
Adapun analisa nya menggunakan persamaannya berikut ini:
( A1 *R 1 ) ( A 2 * R 2 ) ... ( A n * R n )
R (1)
A1 A 2 ... A n
dengan :
̅
R : hujan rerata kawasan (mm);
R1, R2,.., Rn : hujan stasiun 1, 2,...,n (mm);
A1, A2,.., An : luas daerah yang mewakili stasiun 1, 2,..., n (km2);
n : jumlah stasiun hujan.
b. Metode Melchior
Metode Melchior juga bisa digunakan untuk menghitung debit banjir rencana yang
persamaannya disajikan pada persamaan berikut ini (Kamiana, 2010);
QT x x I T x A (7)
T 3
tp
(17)
a 8
tp
T (18)
D 5,5
Apabila durasi hujan efektif (Tr) tidak sama dengan durasi standar dari hujan efektif
(TD), maka;
Tp R tp 0,25 * (Tr TD ) (19)
Qp * tp
Qp R (20)
tpR
dengan :
Qp : debit puncak untuk durasi TD (m3/dt);
tp : waktu dari titik berat durasi hujan efektif ke puncak hidrograf satuan (jam);
Ct : koefisien yang tergantung kemiringan DAS (1,4 hingga 1,7);
L : panjang sungai utama terhadap titik control yang ditinjau (km);
Lc : jarak antara titik kontrol ke titik terdekat dengan titik berat DAS (km);
Cp : koefisien yang tergantung pada karakteristik DAS (0,15 hingga 0,19);
A : luas DAS (km2);
Ta : waktu dasar hidrograf satuan (jam);
TD : durasi standar dari hujan efektif (jam).
TpR : waktu dari titik berat durasi hujan Tr ke puncak hidrograf satuan (jam);
QpR : debit puncak untuk durasi Tr (m3/dtk).
METODOLOGI STUDI
Lokasi Penelitian
Berdasarkan letak geografisnya, DAS Krueng Seunagan membentang antara 04 o
01’ 16,987” - 04o 26’ 0,940” LU dan 96o 11’ 45,417” - 96o 51’ 4,000” BT dengan
luas mencapai 1.089,73 km2. Peta DAS Krueng Seunagan dapat dilihat pada
Gambar 2 dibawah ini.
Hujan Rencana
Berdasarkan Rinaldi dkk (2018), distribusi Generalized Pareto (GPO) merupakan
jenis distribusi frekuensi data hujan harian maksimum tahunan dari 4 stasiun hujan
yang digunakan. Kemudian dihitung besarnya hujan rencana masing-masing
stasiun hujan. Hasil analisa hujan rencana periode ulang untuk masing-masing
stasiun hujan disajikan pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Hujan Rencana Periode Ulang Masing-masing Stasiun Hujan.
Hujan Rencana Periode Ulang, RT (mm)
No Nama Stasiun Hujan
5 10 25 50 100
1. Klimatologi TND 210,91 229,78 241,14 249,54 253,05
2. BPP Pulo Ie 176,58 222,43 270,94 339,42 394,74
3. BPP Seunagan 144,78 160,51 173,01 185,69 193,03
4. BPP Beutong 134,88 158,50 180,32 206,62 224,75
Berdasarkan tabel 3 diatas, Stasiun BPP Beutong memiliki pengaruh luas poligon
terbesar yaitu 730,76 Km2. Selanjutnya stasiun BPP Seungana, BPP Pulo Ie dan
Klimatologi TND masing-masing 186,23 Km2, 126,97 Km2, dan 45,77 Km2.
Sementara untuk hidrograf satuan Kueng Seunagan dengan metode HSS Snyder
dapat dilihat pada Gambar 4, dimana menghasilkan besarnya nilai Qp dan Tp
masing-masing yaitu 9,70 m3/dtk/mm dan 21,35 jam. Sementara Ta adalah 116,58
jam atau 95,23 jam setelah mencapai puncak banjir Qp.
Dari Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa debit puncak banjir sungai
Krueng Seunagan menggunakan metode HSS Nakayasu relatif hampir sama dengan
metode HSS Snyder, namun waktu yang dibutuhkan untuk mencapai debit puncak
banjir dan waktu surut banjirnya metode HSS Nakayasu lebih cepat dibandingkan
HSS Snyder.
Penentuan metode analisa yang tepat untuk diterapkan pada Kreung Seunagan
dipilih berdasarkan karakteristik DAS maupun debit banjir rencana yang
dihasilkan. Hal ini juga dilakukan dalam penelitian pada beberapa sungai di
Indonesia. Tri S. Budi dkk (2017) melakukan penelitian pada 4 DAS di Wilayah
Sungai Indragiri-Akuaman yaitu DAS Antokan, Andaman, Tiku dan Gasang
Gadang. Hasil analisa disimpulkan bahwa berdasarkan karakteristik masing-masing
DAS, maka metode HSS Nakayasu lebih sesuai digunakan pada 4 DAS tersebut
dibandingkan dengan metode HSS SCS, Gama I dan Snyder.
Selanjutnya Sarminingsih (2018) melakukan analisis debit banjir rencana Sungai
Lampis pada DAS Coyo, Kabupaten Grobogan. Berdasarkan karakteristik DAS
Coyo, maka metode HSS Nakayasu lebih sesuai dibandingkan metode HSS Snyder.
Ariyani dan Riadhi (2019), melakukan analisa debit banjir rencana pada Sungai
Ciherang Hulu. Hasil analisa menunjukkan bahwa metode HSS Nakayasu
menghasilkan debit banjir rencana yang lebih besar dari metode HSS Gama I.
Sehingga metode HSS Nakayasu dapat digunakan dalam perencanaan bangunan air
pada Sungai Ciherang Hulu.
Analisa debit banjir rencana Krueng Seunagan dengan metode HSS Nakayasu
menghasilkan nilai lebih besar dibandingkan metode Melchior, HSS Snyder dan
Hasper. Berdasarkan hasil tersebut, maka metode HSS Nakayasu dapat digunakan
pada perencanaan bangunan air yang lebih optimal dalam usaha pengelolaan
sumber daya air Krueng Seunagan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa metode
HSS Nakayasu menghasilkan debit banjir rencana Krueng Seunagan yang lebih
besar dari metode Melchior, HSS Snyder dan Hasper. Selanjutnya metode HSS
Nakayasu dapat digunakan pada perencanaan bangunan air yang lebih optimal
dalam usaha pengelolaan sumber daya air Krueng Seunagan.
Saran
Untuk menghasilkan metode analisis debit banjir rencana yang paling mendekati
dengan keadaan sebenarnya, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan
membandingkan debit banjir rencana yang berasal dari data pencatatan debit
sungai. Selanjutnya metode tersebut dapat direkomendasikan untuk diterapkan pada
sungai Krueng Seunagan.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyani, D., dan Riadhi, H., 2019, Perbandingan Hasil Analisa Debit Banjir dengan
Menggunakan Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayashu dan Gama 1 di
DAS Ciherang Hulu, Spirit of Civil Engineering (SPRING) Journal, Vol
1(01): 1-7 ISSN 2528-6234.
Azwar, M., 2015, Pengaruh Karakteristik DAS di WS Woyla-Bateue Terhadap
Besaran Debit Puncak Banjir, Tesis, Prodi Magister Teknik Sipil Universitas
Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.
Badan Standardisasi Nasional, 2016, Tata Cara Perhitungan Debit Banjir Rencana
SNI 2415 – 2016, Jakarta.
Kamiana, I., M., 2010, Teknik Perhitungan Debit Banjir Rencana Bangunan Air,
PT. Graha Ilmu, Jakarta.
Rinaldi, A., Yulianur, A., dan Yulizar, 2018, Analisis Frekuensi Curah Hujan
Ekstrim di Kabupaten Nagan Raya Menggunakan Kaedah L-Moment,
disajikan pada Konferensi Nasional Teknik Sipil (KoNTekS) 12, 18-19
September 2018, Batam.
Sarminingsih, A., 2018, Pemilihan Metode Analisis Debit Banjir Rancangan
Embung Coyo Kabupaten Grobogan, Jurnal Presipitasi : Media Komunikasi
dan Pengembangan Teknik Lingkungan Vol 15(1): 53-61 ISSN 2550-0023.
Soemarto, C., D., 1987, Hidrologi Teknik, Usaha Nasional, Surabaya.
Sosrodarsono, S., dan Takeda, K., 1985, Hidrologi Untuk Pengairan, Idea Dharma,
Bandung.
Triatmodjo, B., 2008, Hidrologi Terapan, Beta Offset, Yogyakarta.
Tri S. Budi, Andy Hendri, dan Manyak Fauzi, 2017, Kesesuaian Model Hidrograf
Satuan Sintesik (HSS) Berdasarkan Karakteristik Daerah Aliran Sungai di
Wilayah Sungai Indragiri-Akuaman, Jom FTEKNIK Vol 4(2): 1-13 ISSN
2355-6870.