BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Bagi manusia air sangat penting terutama untuk proses menanam padi.
Kebutuhan pangan di indonesia terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
penduduknya, maka untuk memenuhi produksi bahan makanan pokok berupa padi
dan palawija. Untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok tersebut, dilaksanakan
pengoptimalan lahan pertanian yang telah ada dan pembukaan lahan baru. Salah satu
kegiatan pembukaan lahan dilakukan pada daerah Dung Watu, Desa Ngelewan,
Kecamatan Sambit, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur. Sistem pengairan
terpadu sesuai kriteria perencanaan (KP) Irigasi sangat diperlukan bagi
keberlangsungan pertanian pada daerah tersebut. Hal ini berkaitan dengan kelancaran
pasokan air agar hasil pertanian meningkat.
Daerah Irigasi Bendo memiliki luas 3.757 Ha, dengan rencana pola tanam padi
– padi – palawija . Proses irigasi memanfaatkan air dari Sungai Keyang yang
dibendung oleh Bendung Tambak Watu. Terdapat saluran sekunder Tambak Watu
kanan dan Tambak Watu kiri.
Dalam studi ini, penulis merencanakan sistem irigasi petak tersier Dung Watu
pada Daerah Irigasi Bendo. Luas area petak tersier tersebut 53,7 Ha. Aspek-aspek
yang perlu direncanakan antara lain jaringan irigasi, pola tanam, kebutuhan air irigasi
dan saluran pembuang.
dapat menghasilkan sistem irigasi, perhitungan kebutuhan air, dan dimensi saluran
sesuai dengan Kriteria Perencanaan (KP) Irigasi, serta Rencana Anggaran Biaya
(RAB) secara ekonomis.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam kajian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Berapa besarnya kebutuhan air irigasi di petak sawah tersier Dung Watu pada
Daerah Irigasi Bendo Kabupaten Ponorogo?
2. Berapa dimensi saluran pembawa dan pembuang petak tersier Dung Watu
pada Daerah Irigasi Bendo Kabupaten Ponorogo?
3. Berapa jumlah boks dan pelengkap pada petak tersier Dung Watu di Daerah
Irigasi Bendo Kabupaten Ponorogo?
4. Berapa Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang diperlukan untuk
pembangunan jaringan irigasi petak tersier Dung Watu pada Daerah Irigasi
Bendo Kabupaten Ponorogo ?
1.4 Tujuan
1.5 Manfaat
Merencanakan jaringan petak tersier Dung Watu pada Daerah Irigasi Bendo
Kabupaten Ponorogo dengan pola tanam padi-padi-palawija guna
meningkatkan hasil yang optimal dan berguna sebagai ilmu pengetahun bagi
masyarakat bahwa pentingnya sistem jaringan irigasi yang berhubungan
dengan pola tanam yang direncanakan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Irigasi
Di dalam irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur, air lebih
akan mengalir ke saluran pembuang. Para petani pemakai air itu tergabung dalam satu
kelompok jaringan irigasi yang sama, sehingga tidak memerlukan keterlibatan
pemerintah di dalam organisasi jaringan irigasi semacam ini. Persediaan air biasanya
berlimpah dengan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh karena itu
hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk sistem pembagian airnya.
Jaringan irigasi yang masih sederhana itu mudah diorganisasi tetapi memiliki
kelemahan-kelemahan yang serius. Pertama-tama, ada pemborosan air dan, karena
pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang itu tidak
selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur. Kedua, terdapat banyak
penyadapan yang memerlukan lebih banyak biaya lagi dari penduduk karena setiap
desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri. Karena bangunan
pengelaknya bukan bangunan tetap/permanen, maka umurnya mungkin pendek.
6
2.2.2Irigasi Semiteknis
Dalam banyak hal, perbedaan satu – satunya antara jaringan irigasi sederhana
dan jaringan semiteknis adalah bahwa jaringan semiteknis ini bendungnya terletak di
sungai lengkap dengan bangunan pengambilan dan bangunan pengukur di bagian
hilirnya. Mungkin juga dibangun beberapa bangunan permanen di jaringan saluran.
Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan sederhana. Adalah mungkin
bahwa pengambilan dipakai untuk melayani/ mengairi daerah yang lebih luas dari
daerah layanan pada jaringan sederhana. Oleh karena itu biayanya ditanggung oleh
lebih banyak daerah layanan. Organisasinya akan lebih rumit jika bangunan tetapnya
berupa bangunan pengambilan dari sungai, karena diperlukan lebih banyak
keterlibatan dari pemerintah, dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum.
7
Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan teknis adalah pemisahan antara
jaringan irigasi dan jaringan pembuang/ pematus. Hal ini berarti bahwa baik saluran
irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing, dari
pangkal hingga ujung. Saluran irigasi mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan
saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah-sawah ke saluran pembuang
alamiah yang kemudian akan diteruskan ke laut .
Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis. Sebuah
petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhan yang idealnya
maksimum 50 ha, tetapi dalam keadaan tertentu masih bisa ditolerir sampai seluas 75
ha. Perlunya batasan luas petak tersier yang ideal hingga maksimum adalah agar
8
pembagian air di saluran tersier lebih efektif dan efisien hingga mencapai lokasi
sawah terjauh.
Klasifikasi Jaringan
Sederha
Teknis Semi Teknis
na
Bangunan Banguna Bangunan permanen Bangun
atau semi permanen
1 Utama n an
permane sementa
n ra
2 Kemampuanbangunandal Baik Sedang Jelek
9
ammengukurdan
mengaturdebit
Saluran Saluran
irigasi irigasi
Saluran irigasibdan
3 Jaringan dan
pembuangtidaksepe
dan
saluran pembuan pembua
nuhnyaterpisah
g ng
terpisah jadi satu
Belum
Belumdikembangka adajarin
Dikemba
n gan
4 Petak tersier ngkan
atau terpisah
sepenuh
densitasbangunanter yang
nya
sier jarang dikemba
ngkan
Tinggi
Kurang
Efisiensi 50 – 60 Sedang
5 secara < 40%
% 40 – 50%
(Ancar-
keseluruhan (Ancar- (Ancar-ancar)
ancar
ancar)
Tak
instans
i
yang
menan ada
gani O&P
Dilaks
anakan
teratur
Sumber: (KP 01 2010: 21)
2.4Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi merupakan satu kesatuan bangunan dan saluran yang
dipergunakan untuk mengatur jalannya air irigasi, dimulai dari penyediaan,
pengambilan, pembagian, pemberian dan pemanfaatannya. Secara umum saluran atau
jaringan irigasi di bagi jadi jaringan utama dan tersier.
Saluran irigasi merupakan sarana penghubung antara sumber air dan petak
tanah pertanian atau persawahan . Saluran irigasi terdiri dari :
Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang sekunder
keluar daerah irigasi. Saluran pembuang primer sering berupa saluran pembuang alam
yang mengalirkan kelebihan air ke sungai, anak sungai, atau ke laut. Saluran
pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuangan tersier dan membuang
air tersebut ke pembuangan primer atau langsung ke pembuangan alam dan keluar
daerah irigasi.
14
Tetapi disadari bahwa sistem proposional tidak bisa diterapkan dalam irigasi
yang melayani lebih dari satu jenis tanaman dari penerapan sistem golongan. Untuk
15
kriteria ini menetapkan agar diterapkan tetap memakai pintu dan alat ukur debit
dengan memenuhi tiga syarat proporsional :
- Bangunan bagi terletak di saluran primer dan sekunder pada suatu titik cabang
dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih
- Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke
saluran tersier penerima
- Bangunan bagi dan sadap mungkin digabung menjadi satu rangkaian bangunan.
- Boks-boks bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluran atau lebih
(tersier, subtersier,dan/atau kuarter) (KP – 01, 1986 :21-22)
Aliran akan diukur di hulu (udik) saluran primer, dicabang saluran jaringan
primer dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier. Bangunan ukur dapat
dibedakan menjadi bangunan ukur aliran atas bebas (freeoverflow). Beberapa dari
bangunan pengukur dapat juga dipakai untuk mengatur aliran air. Bangunan ukur
yang dapat dipakai ditunjukkan pada Tabel 2.2
16
Cipoletti Atas
Romijn Atas
Ya
Bangunan ukur Aliran
Crump-de Gruyter Bawah
Ya
Bangunan sadap pipa Aliran
sederhana Bawah
Ya
17
4) Bangunan Pembawa
Bangunan-bangunan pembawa membawa air dari ruas hulu ke ruas hilir saluran.
Aliran yang melalui bangunan ini bisa superkritis atau subkritis.
- Bangunan Terjun
Dengan bangunan terjun, menurunnya muka air (dan tinggi energi) dipusatkan di
satu tempat bangunan terjun bisa memiliki terjun tegak atau terjun miring. Jika
perbedaan tinggi energi mencapai beberapa meter, maka konstruksi got miring
perlu dipertimbangkan.
- Got Miring
Daerah got miring dibuat apabila trase saluran melewati ruas medan dengan
kemiringan yang tajam dengan jumlah perbedaan tinggi energi yang besar. Got
miring berupa potongan saluran yang diberi pasangan (lining) dengan aliran
superkritis, dan umumnya mengikuti kemiringan medan alamiah.
- Gorong-Gorong
19
- Talang
Talang dipakai untuk mengalirkan air irigasi lewat diatas saluran lainnya, saluran
pembuang alamiah atau cekungan dan lembah-lembah. Aliran didalam talang
adalah aliran bebas.
- Sipon
- Jembatan Sipon
Jembatan sipon adalah saluran tertutup yang bekerja atas dasar tinggi tekan dan
dipakai untuk mengurangi ketinggian bangunan pendukung diatas lembah yang
dalam. (KP – 01, 1986:24-25)
5) Bangunan Pelengkap
- Pagar, rel pengaman dan sebagainya, guna memberikan pengaman sewaktu terjadi
keadaan-keadaan gawat;
- Sanggar tani sebagai sarana untuk interaksi antar petani, dan antara petani dan
petugas irigasi dalam rangka memudahkan penyelesaian permasalahan yang terjadi
di lapangan. Pembangunannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi petani
setempat serta letaknya di setiap bangunan sadap/offtake. (KP -01, 1986:27-28)
Sumber : Sidharta,1997:25
Air tersebut terkumpul dan mengalir yang akhirnya membentuk sungai yang
mengalir menuju laut.Baik aliran air yang berada di bawah tanah maupun air
permukaan keduanya menuju ke tubuh air di permukaan Bumi (laut, danau dan
waduk). Panasnya air laut didukung oleh sinar matahari karena matahari merupakan
kunci sukses dari siklus hidrologi sehingga mampu berjalan secara terus menerus
kemudian air berevoporasi, kemudian jatuh ke bumi sebagai prespitasi dengan bentuk
salju, gerimis atau atau kabut, hujan, hujan es dan salju dan hujan batu.
Dengan kata lain hidrosfer merupakan semua air yang berada di Bumi, baik
dalam bentuk cair yakni air, padat berupa es dan salju, maupun dalam bentuk gas
yakni berupa uap air.
dan membentuk uap air.Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat
berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian di intersepsi oleh
tanaman sebelum mencapai tanah. Uap air ini bergerak ke atas ke ketinggian yang
lebih tinggi membentuk awan. Tahapan proses terjadinya siklus hidrologi terus
bergerak secara berkelanjutan dalam berbagai tahapan yang berbeda.
- Evaporasi
- Transpirasi
Penguapan air ini bukan hanya terjadi di badan air dan tanah. Penguapan air
juga dapat berlangsung di jaringan makhluk hidup, seperti hewan dan tumbuhan.
Penguapan semacam ini dikenal dengan istilah transpirasi. selain itu, transpirasi juga
mengubah air yang berwujud cair dalam jaringan makhluk hidup menjadi uap air dan
membawanya naik ke atas menuju atmosfer. Akan tetapi, jumlah air yang menjadi
uap melalui proses transpirasi umumnya jauh lebih sedikit dan lebih kecil
dibandingkan dengan jumlah uap air yang dihasilkan melalui proses evaporasi.
- Kondensasi
24
Kondensasi merupakan proses berubahnya uap air menjadi partikel- partikel es.
Ketika uap air dari proses evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi, dan sublimasi
sudah mencapai ketinggian tertentu, uap air tersebut akan berubah menjadi partikel-
partikel es yang berukuran sangat kecil melalui proses konsendasi.Perubahan wujud
ini terjadi karena pengaruh suhu udara yang sangat rendah saat berada di ketinggian
tersebut. Partikel- partikel es yang terbentuk tersebut akan saling mendekati satu
sama lain dan bersatu hingga membentuk sebuah awan. Semakin banyak partikel es
yang bersatu, maka akan semakin tebal dan juga hitam awan yang terbentuk. Inilah
hasil dari proses kondensasi.
- Sublimasi
Tahapan yang lainnya adalah sublimasi yaitu proses naiknya uap air ke atas
atmosfer bumi. Sumblimasi merupakan proses perubahan es di kutub atau di puncak
gunung menjadi uap air, tanpa harus melalui proses pencairan. Sublimasi ini juga
tidak sebanyak penguapan (evaporasi maupun transpirasi), namun meski sedikit tetap
saja sublimasi ini tetap berkontribusi erat terhadap jumlah uap air yang naik ke
atmosfer, namun jumlah air yang di hasilkan menjadi lebih sedikit.Dibandingkan
dengan evaporasi maupun transpirasi, proses sublimasi ini berjalan lebih lambat dari
pada keduanya. Sublimasi ini terjadi pada tahap siklus hidrologi panjang.
- Adveksi
Adveksi merupakan perpidahan awan dari satu titik ke titik lainnya namun
masih dalam satu horizontal. Jadi setelah partikel- partikel es membentuk sebuah
awan yang hitam dan gelap, awan tersebut dapat berpindah dari satu titik ke titik yang
lain dalam satu horizontal.Proses adveksi ini terjadi karena adanya angin maupun
perbedaan tekanan udara sehingga mengakibatkan awan tersebut berpindah. Adveksi
adalah proses perpindahan awan dari satu titik ke titik lain dalam satu horizontal
akibat arus angin atau perbedaan tekanan udara. Proses adveksi ini memungkinkan
25
awan yang terbentuk dari proses kondensasi akan menyebar dan berpindah dari
atmosfer yang berada di lautan menuju atmosfer yang ada di daratan. Namun perlu
diketahui bahwa tahapan adveksi ini tidak selalu terjadi dalam proses hidrologi,
tahapan ini tidak terjadi dalam siklus hidrologi pendek.
- Runoff
Proses terjadinya siklus hidrologi selanjutnya ialah tahap run off. Tahapan run
off ini terjadi ketika sudah di permukaan Bumi. Run off (limpasan) ialah suatu proses
pergerakan air dari tempat yang tinggi menuju tempat rendah di permukaan
bumi.Proses pergerakan air ini berlangsung melalui saluran-saluran air contohnya
danau, got, muara, sungai, laut hingga samudra. Dalam proses inilah air yang
mengalami siklus hidrologi akan kembali ke lapisan hidrosfer.
- Infiltrasi
Proses selanjutnya adalah proses infiltrasi. Air yang sudah berada di bumi
akibat proses presipitasi, tidak semuanya mengalir di permukaan bumi dan
mengalami run off. Sebagian kecil dari air tersebut akan bergerak menuju ke pori-
pori tanah, merembes, dan menumpuk menjadi air tanah.Proses pergerakan air ke
dalam pori- pori tanah ini disebut sebagai proses infiltrasi. Proses infiltrasi akan
secara lambat membawa air tanah untuk menuju kembali ke laut.Setelah melalui
proses run off dan infiltrasi, kemudian air yang telah mengalami siklus hidrologi akan
kembali berkumpul ke lautan. Dalam waktu yang berangsur- angsur, air tersebut akan
kembali mengalami siklus hidrologi yang baru, dimana diawali dengan evaporasi.
Dan itulah beberapa dari tahapan siklus hidrologi.
2.7Analisis Hidrologi
26
dengan :
P = probilitas
n = jumlah data debit
2.7.3 Evapotranspirasi
Tabel 2.4 Nilai Angka Koefisien Bulanan (C), untuk rumus Penman
Bulan C
Januari 1,100
Pebruari 1,100
Maret 1,000
April 0,900
Mei 0,900
Juni 0,900
Juli 0,900
Agustus 1,000
September 1,100
Oktober 1,100
Nopember 1,100
Desember 1,100
Sumber: Suharjono, 1989: 49
30
Tabel 2.5 Besaran nilai angot (Rg) dalam evaporasi Ekivalen dalam
Hubunganya dengan Letak Lintang (mm/hari) (untuk Indonesia,
antara 5 ° LU sampai 10 ° LS
Maksimum 13.0 14.1 14.2 13.9 13.5 13.2 12.8 12.4 11.8
Rerata 15.7 15.5 15.6 15.7 15.7 15.8 16.0 16.1 16.1
Minimum 13.0 14.1 14.2 13.9 13.5 13.2 12.8 12.4 11.8
Tabel 2.6 Hubungan suhu (t) dengan nilai ea (mbar, w, (1-w) dan f(t)
Suhu Ea W (1-W)
F(t)
(T) mbar Elevasi 1-250 m
20 23.4 0.68 0.32 14.6
21 24.9 0.70 0.3 14.8
22 26.4 0.71 0.29 15
23 28.1 0.72 0.28 15.2
24 29.8 0.73 0.27 15.4
25 31.7 0.74 0.26 15.7
26 33.6 0.75 0.25 15.9
27 35.7 0.76 0.24 16.1
28 37.8 0.77 0.23 16.3
29 40.1 0.78 0.22 16.5
30 42.4 0.78 0.22 16.7
31 44.9 0.79 0.21 17
32 47.9 0.8 0.2 17.2
33 50.3 0.81 0.19 17.5
34 53.2 0.81 0.19 17.7
35 56.2 0.82 0.18 17.9
36 59.4 0.83 0.17 18.1
37 62.8 0.84 0.16 18.3
38 66.3 0.84 0.16 18.5
39 69.9 0.85 0.15 18.7
Sumber : Suhardjono, 1989:44
32
33
Bulan
No Uraian Satuan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
0
1 Temperatur (t) C 24.783 24.778 23.597 23.845 23.724 22.612 22.574 22.462 23.123 23.815 23.941 23.726
2 Kelembaban Relatif (Rh) % 90.791 90.832 92.013 92.575 91.183 93.001 89.966 91.200 87.583 87.017 87.587 91.122
3 Kecerahan matahri (n/N) % 48.622 50.532 60.409 67.405 73.172 72.942 75.653 73.861 69.793 64.633 60.548 54.634
4 Kecepatan Angin (u) km/hari 85.294 102.740 88.303 75.545 76.198 80.548 92.194 135.979 125.850 110.132 107.026 67.437
km/jam 3.554 4.281 3.679 3.148 3.175 3.356 3.841 5.666 5.244 4.589 4.459 2.810
m/dt 0.987 1.189 1.022 0.874 0.882 0.932 1.067 1.574 1.457 1.275 1.239 0.781
Perhitungan
5 Tekanan uap jenuh (ea) mbar 31.035 31.167 29.112 29.760 29.443 27.454 27.420 27.182 28.389 30.256 30.483 29.800
6 Tekanan uap sebenarnya (ed) mbar 28.177 28.310 26.787 27.550 26.847 25.532 24.669 24.790 24.864 26.328 26.699 27.154
7 Fungsi tekanan uap (f(ed)) 0.106 0.106 0.112 0.109 0.112 0.118 0.121 0.121 0.121 0.114 0.113 0.111
8 Tek. Uap jenuh - Tek. Uap sebenarnya (ea - ed) mbar 2.858 2.857 2.325 2.210 2.596 1.922 2.751 2.392 3.525 3.928 3.784 2.646
9 Fungsi kecepatan angin pada elevasi 2 m (f(U)) (m/dt) 0.500 0.547 0.508 0.474 0.476 0.487 0.519 0.637 0.610 0.567 0.559 0.452
10 Faktor yang berhubungan dengan suhu (w) 0.736 0.737 0.726 0.730 0.728 0.716 0.716 0.715 0.721 0.732 0.734 0.730
11 Fungsi waktu (f(t)) 15.595 15.616 15.328 15.400 15.358 15.124 15.120 15.092 15.234 15.472 15.508 15.402
12 Tekanan angot (Rg) 15.950 16.050 15.550 14.550 13.250 12.600 12.900 13.850 14.950 15.750 15.900 15.850
13 Radiasi gelombang pendek (Rs) mm/hari 8.175 8.392 8.960 8.933 8.548 8.113 8.495 8.987 9.372 9.434 9.174 8.639
14 Fungsi kecerahan matahari (f(n/N)) 0.538 0.555 0.644 0.707 0.759 0.756 0.781 0.765 0.728 0.682 0.645 0.592
15 Radiasi gel. Panjang Rn1 mm/hari 0.892 0.917 1.108 1.187 1.305 1.346 1.434 1.396 1.338 1.205 1.127 1.009
16 Angka koreksi (C) 1.100 1.100 1.100 0.900 0.900 0.900 0.900 1.000 1.100 1.100 1.100 1.100
17 Evaporasi (Eto*) mm/hari 4.134 4.266 4.310 4.231 3.962 3.583 3.825 4.132 4.536 4.735 4.636 4.229
18 Evaporasi potensian (Eto) mm/hari 4.547 4.692 4.741 3.808 3.566 3.225 3.443 4.132 4.989 5.208 5.100 4.652
Sumber: Hasil Perhitungan
34
b. Curah hujan efektif, yaitu sejumlah curah hujan yang jatuh pada suatu
daerah atau petak sawah semasa pertumbuhan tanaman dan dapat
dipakaiuntuk memenuhi kebutuhannya.
dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa curah hujan efektif
merupakan sebagian saja dari curah hujan nyata. Kegunaan curah hujan efektif
adalah :
a. Untuk perhitungan kebutuhan air irigasi.
b. Untuk merencanakan sistem saluran irigasidan drainase di lahan
irigasi.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan besarnya curah
hujan efektif, yaitu :
1. Metode Standar Perencanaan Irigasi
Rumus :
0,7 x R 80
Re = ……………………………..………………………...(2.13)
hari
Dimana
Re = Curah hujan efektif (mm)
R80 = curah hujan bulanan dengan probabilitas 80%
2.9Pengolahan Tanah
Untuk penanaman padi, tanah terlebih dahulu harus diolah,
untukpengolahan tanah diperlukan air agar tanah tersebut menjadi
lembek.Banyaknya air yang diperlukan dalam periode pengolahan tanah
berkisarantara 150-250 mm. Banyaknya air irigasi yang paling banyak adalah
saatterjadi pengolahan tanah, apalagi bila tidak terjadi turun hujan atau
waktuuntuk pengolahan tanah tersebut sangat sempit.
Pengolahan tanah pada umumnya dilakukan 20-30 hari
sebelumpenanaman dimulai pengolahan tanah ini dilakukan dalam 2 tahap,
yaitupembajakan dan panggarukan.Sebagai pedoman diambil jangka waktu
1,5bulan untuk menyelesaikan penyiapan lahan diseluruh petak tersier.
36
Perhitungan kebutuhan bersih air di sawah untuk tanaman padi sawah dapat
dibedakan menjadi kebutuhan pada masa pengolahan lahan dan kebutuhan air
pada masa pertumbuhan. Kebutuhan air untuk tanaman padi dapat ditentukan
dengan persamaan (Standar Perencanaan Irigasi KP-01, 1986) berikut ini :
NFR = lr –Re ( Penyiapan lahan) ……………………………….…...….(2.14)
NFR = ETc + Wlr + P -Re (Untuk masa pertumbuhan) …………….…..(2.15)
Sementara untuk menghitung kebutuhan air di sawah untuk tanaman palawija
ditentukan dengan menggunaan persamaan (Standar Perencanaan Irigasi KP-01,
1986):
NFR = ETc + P -Re ……………………………………………………..(2.16)
Keterangan :
NFR = kebutuhan bersih air tanaman padi disawah (mm/hari)
Ir = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari)
Re = hujan efektif (mm/hari)
ETc = kebutuhan air untuk pengunaan konsumtif tanaman (mm/hari)
Wlr = kebutuhan air untuk penggantian lapisan air (mm/hari),
P = kebutuhan air untuk perkolasi dan rembesan (mm/hari).
k
e
I=M k ……………………………………………..………..…..(2.17)
e −1
Keterangan:
Ir = Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan
M = Kebutuhan untuk pengganti air yang hilang akibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang telah jenuh
E = Bilangan eksponen 2.7182
M = E0 + P ……………………………..……………………….………(2.18)
E0 = Evaporasi air terbuka yang diambil1,1 x ET0 selama penyiapan lahan
P = Perkolasi (mm/hari)
K = (MxT)/S …………………………………………………....………(2.19)
T = Jangka waktu penyiapan lahan yang digunakan 30 hari
S = Air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah lapisan air 50 mm.
Tabel 2.8Kebutuhan Airuntuk PenyiapanLahanPadi Sawah
T= 30 Hari T= 45 Hari
E0+ S=250mm S=300mm S=250mm S=300mm
P I I I I I I(lt/ I I(lt/
(mm/ (mm/ (lt/d (mm/ (lt/d (mm/ dt/ (mm/ dtk/
hari) hari) t/ha hari) t/ha hari) hari hari) hari
5,0 11,1 1,28 12,70 1,47 8,40 0,97 9,05 1,10
5,5 11,4 1,32 13,00 1,50 8,80 1,02 9,08 1,13
6,0 11,7 1,35 13,30 1,54 9,10 1,05 10,10 1,17
6,5 12,0 1,39 13,60 1,57 9,40 1,09 10,40 1,20
7,0 12,3 1,43 13,90 1,61 9,80 1,13 10,80 1,25
7,5 12,7 1,46 14,20 1,64 10,10 1,17 11,10 1,28
8,0 13,0 1,50 14,50 1,68 10,50 1,22 11,40 1,32
8,5 13,3 1,54 14,80 1,71 10,80 1,25 11,80 1,36
9,0 13,6 1,57 15,20 1,76 11,20 1,30 12,10 1,41
9,5 14,0 1,62 15,50 1,79 11,60 1,34 12,50 1,45
10,0 14,3 1,65 15,80 1.83 12,00 1,39 12,90 1,48
10,5 14,7 1,70 16,20 1,88 12,40 1,44 13,20 1,53
11,0 15,0 1,73 16,50 1,91 12,80 1,48 13,60 1,57
(Sumber: KP-05, 2010)
dimana,
ETc = evapotranspirasi tanaman, mm/hari
ETo = evapotranspirasi tanaman acuan, mm/hari
Kc = koefisien tanaman (tabel)
Harga koefisien tanaman padi dapat dilihat pada Tabel 2.9 dan untuk tanaman
non padi dapat dilihat pada Tabel 2-10.
Tabel 2.9 Koefisien Tanaman Padi
Nedeco/Prosida FAO
Periode 15 hari ke
Variates Biasa Variatas Unggul Variatas Biasa Variatas Unggul
1 1.2 1.2 1.1 1.1
2 1.2 1.27 1.1 1.1
3 1.32 1.33 1.1 1.05
4 1.4 1.3 1.1 1.05
5 1.35 1.3 1.1 1.05
6 1.25 0 1.05 0.95
7 1.12 - 0.95 0
8 0 - 0 -
Sumber : KP-01 (1986)
Tabel 2.10 Koefisien Tanaman Palawija
1/2 bulan
Tanaman Jangka Tumbuh/hari
no 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kedelai 85 0,5 0,75 1,0 1,0 0,82 0,45
Jagung 80 0,5 0,59 0,96 1,05 1,02 0,95
Kacang tanah 130 0,5 0,51 0,66 0,85 0,95 0,95 0,95 0,55 0,55
Bawang 70 0,5 0,51 0,69 0,90 0,95
Buncis 75 0,5 0,64 0,89 0,95 0,88
2.10.4 Perkolasi
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari daerah tidak jenuh ke dalam
daerah jenuh. Laju perkolasi lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
Tekstur tanah
Permeabilitas tanah
- Rotasi permanen
Pengaturan dan pembagian air yang adil memerlukan pintu yang dapat
disetel sesuai dengan daerah hilir yang akan diberi air. Karena pembagian air ini
bisa berbeda-beda selama rotasi, maka setelan harus fleksibel. Fluktuasi debit
akan mempengaruhi pembagian air secara proporsional dipakai pintu sorong
untuk mengatur aliran selama pemberian air secara rotasi. (KP-05, 2010 : 24).
Total efisiensi irigasi untuk padi diambil sebesar 65% (Buku Petunjuk
Perencanaan Irigasi,10), dengan asumsi 90 % efisiensi pada saluran primer, 90 %
efisiensi pada saluran sekunder dan 80 % efisiensi pada jaringan tersier. Pada
41
tanaman padi efiensi pada lahan pertanian tidak diperhitungkan tapi untuk analisa
keseimbangan air diperhitungkan sebagai kebutuhan lahan. Efisiensi irigasi
keseluruhan untuk palawija diambil sebesar 50 % (KP-01, 1986).
NFR × A
Qt =
et
2.14Dimensi Irigasi
- Tanah
- Dapat juga menggunakan Beton Ferro cement
Pembuatan pasangan dari bahan-bahan lain tidak dianjurkan, dengan
alasan sulitnya memperoleh persediaan bahan, teknik pelaksanaan yang lebih
rumit dan kelemahan-kelemahan bahan itu sendiri.
Pasangan batu dan beton lebih cocok untuk semua keperluan, kecuali
untuk perbaikan stabilitas tanggul. Pasangan tanah hanya cocok untuk
pengendalian rembesan dan perbaikan stabilitas tanggul.
Dimana:
A
R =
P
.
…………………………
….……………..……. …………………………...(2.22)
P = B + 2h …..….. ……………………..
……………………………….…………..(2.23)
A = (B + m.h) h ……..…..……………………………………..................................
(2.24)
Dimana :
Q = debit saluran (m3/dt)
v = kecepatan aliran (m/dt)
A = luas penampang basah(m2)
R = jari-jari hidrolis(m)
P = keliling basah (m)
B = lebar dasar(m)
h = tinggi air (m)
s = kemiringan saluran
n = koefisien kekasaran menurut manning
m = kemiringan talud (1 vertikal : m horizontal) (KP – 05, 1986: 64 – 66)
e. Sedimen
Lempung kenyal,geluh
Tanah Lus CL, CH, MH 1-2
Lempung pasiran,tanah pasiran SC, SM
Kohesif SM 1,5 – 2,5
Pasir lanauan Pt 2-3
Gambut lunak 3–4
Sumber : KP – 03, 1986:31
2.14.3Tinggi Jagaan
Harga-harga tersebut diambil dari USBR. Tabel ini juga menunjukkan
tinggi jagaan tanggul tanah yang sama dengan tanggul saluran tanah tanpa
pasangan.
Tabel 2.14 Tinggi Jagaan untuk Saluran Pasangan
Debit Tanggul (F) Pasangan (F1)
m3/dt M M
< 0,5 0,40 0,20
0,5 – 1,5 0,50 0,20
1,5 – 5,0 0,60 0,25
0,5 – 10,0 0,75 0,30
10,0 – 15,0 0,85 0,40
> 15,0 1,00 0,50
Sumber : KP – 03, 1986:65
- Perkolasi tanah
46
- Luasnya daerah
dimana:
R(n)T = curah hujan dalam n hari berturut-turut dengan periode ulang T tahun,
mm
ET = evapotranspirasi, mm/hari
P = perkolasi, mm/hari
a. Dataran Rendah
b. Daerah Terjal
D(3)
Dm = lt/dt...............................................................................................(2.26)
3× 8,64
Debit drainase rencana dan sawah di petak tersier dihitung sebagai berikut:
Qd = f Dm A
dimana:
Untuk daerah-daerah sampai seluas 400 ha pembuang air per satuan luas
diambil konstan. Jika daerah-daerah yang akan dibuang airnya lebih besar, dipakai
harga per satuan luas yang lebih kecil (lihat KP - 03 Saluran). Jika data tidak
tersedia, dapat dipakai debit minimum rencana sebesar 7 lt/dt.ha.
48
Anggapan ini dapat dibenarkan hanya apabila jatah air untuk masing-masing
petak tersier sama dengan kebutuhan air untuk petakitu pada saat tertentu. Tetapi,
saluran primer dan saluran sekunder yang besar biasanya dioperasikan sedemikian
rupa sehingga saluran-saluran itu mengalirkan debit yang berkisar antara Q80 dan
Q100. Karena banyak jaringan irigasi yang ada tidak memiliki bangunan
pembuang di jaringan utama, maka ini berarti bahwa selama periode kebutuhan
air dibawah Q100 dan/atau selama masa-masa hujan lebat, kelebihan air harus
dialirkan ke jaringan pembuang intern melalui bangunan sadap tersier. Ada 3 cara
yang mungkin untuk mengalirkan air ke jaringan pembuang intern, yakni melalui:
b. Saluran kuarter
c. Petak sawah.
Ad.a
pembuang letaknya dekat dengan boks bagi tersier, maka boks itu diberi bukaan
khusus agar air lebih dapat langsung dibelokkan ke saluran pembuang.
Bergantung pada layout jaringan irigasi dan pembuang, kelebihan air dapat juga
dibuang lewat boks kuarter pertama atau kedua ke pembuang terdekat. Dalam hal
ini, saluran tersier dan boks bagi tersier hingga boks kuarter hendaknya punya
kapasitas cukup untuk membawa kelebihan air tersebut. Kelebihan air irigasi yang
akandibuang diperkirakan sebesar 70% dari debit maksimum. Bukaan khusus
pada boks sebaiknya direncana untuk 70% dari Qmaks. Bukaan boks dilengkapi
dengan pintu sorong, yang hanya boleh dioperasikan oleh ulu-ulu. Di hari bukaan
itu harus dibuat bangunan terjun dan saluran pembuang pendek. Bukaan ini tidak
mempunyai ambang, pintu sorong diletakkan pada dasar boks bagi. Bukaan
sebaiknya kecil saja agar kecepatan aliran di saluran tersier tidak menjadi terlalu
tinggi.
ad.b
ad.c
Apabila kelebihan air akan mengalir dari sawah ke saluran pembuang, maka
petani harus menggali saluran kecil diantara 2 deret tanaman padi. Tanggul sawah
sebaiknya mempunyai semacam bangunan pembuang guna mengontrol
kedalaman air di sawah. Cara yang terakhir ini berarti bahwa para petani tidak
diperkenankan menutup pengambilan air di sawah selama turun hujan lebat. Juga
selama padi menjadi masak, 2 sampai 3 minggu menjelang panen, sawah tidak
dapat dikeringkan sama sekali karena masih ada kelebihan air yang mengalir dari
sawah itu ke saluran pembuang. Cara b mempunyai beberapa keuntungan,karena
masing-masing saluran didalam petak tersier akan mengalirkan air sekurang-
kurangnya 70% dari Qmaks, maka para petani didalam petak kuarter bisa dengan
50
- Muka air harus cukup rendah agar kelebihan air dapat dibuang dari sawah-sawah
yang terendah di petak tersier, tapi juga mempertimbangkan tinggi muka air
yang diperlukan apabila saluran pembuang intern menuju pembuang sekunder
atau primer.
- Biaya pelaksanaan dan pemeliharaan harus diusahakan minimum. Hal ini berarti
bahwa tinggi muka air harus lebih rendah dari tinggi medan di sekitarnya; dan
kecepatan aliran dibatasi agar erosi tidak terjadi.
Kecepatan aliran sebaiknya tidak lebih dari 0,50– 0,60 m/dt agar saluran
pembuang tidak mengalami erosi. Jika kecepatan lebih tinggi, maka harus dibuat
bangunan terjun di saluran pembuang itu. Setelah kapasitas saluran pembuang
ditentukan, dimensi dapat dihitung dengan rumus Strickle
dimana:
1
Q= A R 2/3 I ½……………………………………………………………(2.27)
n
Dimana:
R = jari-jari hidrolis, m
Untuk saluran pembuang yang lebih besar serta saluran pembuang di daerah
datar (pantai), perbandingan berkisar antara 1 dan 3. Bagian dasar saluran
pembuang tersier akan direncana sekurang-kurangnya 0,60 m dibawah muka
tanah. Dimensi pembuang dibuat sama di seluruh panjang satu ruas saluran
pembuang.
Debit pembuang kelebihan air normal irigasi akan kecil saja. Kadang-
kadang masalah yang timbul adalah pengendapan sedimen, khususnya di saluran
pembuang yang lebih besar. Jika mungkin, saluran pembuang sebaiknya direncana
pada kemiringan minimum 0,5 % dengan kecepatan aliran diatas 0,45 m/dt. Di
tempat -tempat dimana saluran pembuang sejajar dengan saluran garis tinggi, hal
ini tidak selalu mungkin, lagipula akan diperlukan kegiatan pemeliharaan
tambahan. Dalam hal demikian, saluran garis tinggi sebaiknya direncana pada
batas interval yang lebih tinggi dari kecepatan yang diizinkan
Contoh :
Tabel 2.17 Contoh Perhitung Volume
Perhitungan Dimensi
No Uraian Pekerjaan Satuan Volume Gambar Kerja
L1 L2 h l
Pekerjaan Tanah
(2.28)
Bahan = bahan x harga satuan bahan………..
(2.29)
Harga bahan dan Upah = upah pekerja + bahan………………
(2.30)
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tinjauan Umum
Untuk melakukan perencanaan petak tersier pada daerah irigasi, data – data
yang dibutuhkan antara lain :
1. Peta Topografi
Peta ini berupa peta kontur, data ini diperlukan untuk mengetahui elevasi
dan untuk mengetahui analisis jaringan.
Skema ini merupakan data yang paling penting . Skema ini untuk
mengetahui nama petak dan luas petak yang akan direncanakan.
4. Data Klimatologi
Data ini berupa data suhu rata – rata, suhu maksimum, suhu minimum,
lama penyinaran matahari, kecepatan angina, dan kelembapan selama 10
tahun terakhir. Data ini digunakan untuk menghitung kebutuhan air irigasi.
Mulai
Merencanakan
Menghitung Menghitung
Skema Jaringan NFR Dimensi Saluran
Pembuang
Menghitung debit
saluran tersier
Menghitung Dimensi
Saluran pembawa
59
Tidak Sesuai
Menyusun RAB
Selesai
Gambar 3.1 Diagram Alir Metodelogi
rencana dengan kecepatan Fr izin. Selain itu, debit rencana juga dibandingkan
dengan debit kebutuhan dengan debit rencana. Jika ketiga variabel tadi sudah
sesuai standar, maka kegiatan dapat dilanjutkan dengan menyusun skema
bangunan dan jarigan.
BAB IV
DATA PERENCANAAN
4.1 Lokasi Perencanaan
Data curah hujan yang diambil merupakan 3 stasiun curah hujan terdekat
dengan lokasi perencanaan. Stasiun – stasiun tersebut yaitu Stasiun Ngrayun,
Stasiun Ponorogo, Stasiun Pulung. Periode data yang digunakan dari ke tiga
stasiun tersebut 10 tahun terakhir. Data tersebut berupa data harian, bulanan , atau
tengah bulan.
63
BAB V
PEMBAHASAN
TANGGAL JAN PEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOP DES
1 - - - 8 - - - - - - 7 -
2 7 5 66 - - - - - - - 9 -
3 1 39 1 9 - - - - - - 12 -
4 - 31 - 5 - - - - - - 25 -
5 - 14 - 2 47 - - - - - 12 -
6 - 9 1 - 32 - - - - - 62 -
7 2 - 9 35 17 - - - - - - 4
8 9 - - - - - - - - 3 18 3
9 21 1 71 6 - - - - - 16 31 1
10 1 - 49 - - - - - - 2 37 4
11 2 - - - - - - - - 1 19 -
12 10 69 4 3 - - - - - 8 - 2
13 - 7 22 13 - 3 - - - 12 3 -
14 59 3 - 1 - - - - - - 16 1
15 10 - 3 - - - - - - - 89 -
16 - 12 37 - - - - - - 5 5 2
17 8 12 24 - - - - - - - 17 -
18 - 28 1 3 - - - - - - 13 -
19 9 - 29 - 16 - - - - - 55 16
20 45 2 13 - - - - - - - 33 -
21 1 4 23 - - - - - - - 15 -
22 2 64 41 - - - - - - 18 1 8
23 18 38 49 - - - - - - - - 1
24 66 7 66 - - - - - - 2 - 1
25 3 23 - 35 - - - - - - 10 -
26 29 9 12 1 - - - - - - 2 5
27 32 58 4 - - - - - - 18 6 -
28 27 7 8 - - - - - - 1 - 1
29 2 - - - - - - - - 4 - -
30 - - 23 - - - - - - - - 4
31 21 - - - - - - - - - - 0
TOTAL 385 442 556 121 112 3 0 0 0 90 497 53
Hari Huj an 23 21 22 12 4 1 0 0 0 12 23 15
Huj an Max 66 69 71 35 47 3 0 0 0 18 89 16
To tal Setahun = 2259 mm rata-rata dalam 10 th terakhir = 1043 mm
67
Sumber : Data Hujan Tahunan Dinas Pengairan Kabupaten Ponorogo Tahun 2018
Total dari curah hujan hari hujan dari setiap bulan di STA Ngrayun,
Pulung dan Ponorogo di rekap menjadi satu tabel
Tabel 5.2 Rekapan Total Curah Hujan Setiap Bulan di STA
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
Tahun
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
2009 12.200 20.231 19.778 21.000 25.111 22.538 9.111 13.000 32.000 16.000 3.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 7.000 8.000 26.154 15.700 2.500 4.222
2010 6.111 14.000 17.889 16.714 18.100 21.077 18.600 17.000 9.692 11.818 11.250 6.500 17.571 10.000 21.000 2.000 38.250 13.583 13.750 12.100 15.545 7.571 18.571 10.083
2011 24.778 25.643 18.214 5.000 8.818 16.273 5.091 18.167 13.000 10.000 2.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 18.000 18.571 17.125 14.400 21.455
2012 13.308 18.818 5.857 31.200 20.714 13.000 9.800 27.667 11.750 18.750 1.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.000 1.000 11.400 1.333 22.625 20.600 23.667
2013 33.250 13.857 21.167 11.222 21.000 18.250 18.917 23.714 13.333 5.400 11.667 23.182 3.600 17.500 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 22.000 12.667 17.857 19.375 22.667
2014 26.500 26.600 8.800 15.500 13.286 12.857 11.750 4.500 14.200 0.000 0.000 24.000 5.375 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 7.000 12.500 26.875 26.364
2015 29.750 17.000 26.273 30.000 20.000 28.000 27.000 21.769 6.400 0.000 3.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 11.500 32.000 14.600 32.143
2016 24.000 13.182 19.538 10.455 8.667 19.500 21.143 19.714 18.875 29.200 18.167 10.000 3.000 4.571 16.714 7.333 7.167 27.111 16.857 8.500 17.727 19.500 12.357 8.143
2017 12.929 15.923 17.364 19.500 12.889 19.727 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
2018 13.182 17.071 18.923 31.000 28.222 17.143 7.000 6.000 0.000 2.000 0.000 7.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 16.800 12.800 7.125 14.833
Ngrayun
Sumber : Data Hasil Perhitungan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Tahun
I II Total I II Total I II Total I II Total I II Total I II Total I II Total I II Total I II Total I II Total I II Total I II Total
2009 6.111 13.182 19.293 5.857 5.000 10.857 8.667 12.857 21.524 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
2010 12.200 13.857 26.057 8.800 10.455 19.255 8.818 13.000 21.818 5.091 4.500 9.591 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.333 7.571 8.905 2.500 4.222 6.722
2011 12.929 14.000 26.929 17.364 11.222 28.586 12.889 16.273 29.162 12.889 16.273 29.162 6.400 0.000 6.400 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 7.000 12.500 19.500 7.125 8.143 15.268
2012 13.182 15.923 29.105 17.889 15.500 33.389 13.286 17.143 30.429 9.111 13.000 22.111 9.692 2.000 11.692 1.000 0.000 1.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 11.500 12.800 24.300 12.357 10.083 22.440
2013 13.308 17.000 30.308 18.214 16.714 34.929 18.100 18.250 36.350 9.800 17.000 26.800 11.750 5.400 17.150 2.000 0.000 2.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 8.000 8.000 12.667 15.700 28.367 14.400 14.833 29.233
2014 24.000 17.071 41.071 18.923 19.500 38.423 20.000 19.500 39.500 11.750 18.167 29.917 13.000 10.000 23.000 3.000 6.500 9.500 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 8.500 8.500 15.545 17.125 32.670 14.600 21.455 36.055
2015 24.778 18.818 43.596 19.538 21.000 40.538 20.714 19.727 40.442 18.600 19.714 38.314 13.333 11.818 25.152 3.000 7.000 10.000 3.000 0.000 3.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.000 11.400 12.400 16.800 17.857 34.657 18.571 22.667 41.238
2016 26.500 20.231 46.731 19.778 30.000 49.778 21.000 21.077 42.077 18.917 21.769 40.686 14.200 16.000 30.200 11.250 10.000 21.250 3.600 4.571 8.171 0.000 0.000 0.000 0.000 1.000 1.000 7.000 12.100 19.100 17.727 19.500 37.227 19.375 23.667 43.042
2017 29.750 25.643 55.393 21.167 31.000 52.167 25.111 22.538 47.650 21.143 23.714 44.857 18.875 18.750 37.625 11.667 23.182 34.848 5.375 10.000 15.375 16.714 2.000 18.714 7.167 13.583 20.750 13.750 18.000 31.750 18.571 22.625 41.196 20.600 26.364 46.964
2018 33.250 26.600 59.850 26.273 31.200 57.473 28.222 28.000 56.222 27.000 27.667 54.667 32.000 29.200 61.200 18.167 24.000 42.167 17.571 17.500 35.071 21.000 7.333 28.333 38.250 27.111 65.361 16.857 22.000 38.857 26.154 32.000 58.154 26.875 32.143 59.018
Setelah data curah hujan di urutkan maka data ketemu pada tahun 2011 .
Kemudian data tersebut di rata-rata sesuai bulan kemudian di kali 0,7 untuk padi
dan untuk palawija sebesar 0,5 disesuaikan oleh bulan jenis tanaman. Lalu
menghitung curah hujan efektif dengan persamaan sebagai berikut:
1. Menjumlahkan seluruh curah hujan pada bulan tersebut per hari hujan
2. Menentukan curah hujan efektif dengan : ( bulan januari di minggu I )
w = 0,728
ea =31,349 (hasil dari interpolasi Tabel 2.6)
Rh x ea
ed =
100
87,017 x 31,349
=
100
= 27,279 mbar
ea – ed = 31,349 – 27,279
= 4,070 mbar
f(ed) = 0,34 – (0,044 x ed1/2)
= 0,34 – (0,044 x 27,2791/2)
= 0,110
f(u) = 0,27 x (1 + 0,864 x u)
= 0,27 x (1 + 0,864 x 1,275)
= 0,567 m/dt
Rg =15,750 (hasil interpolasi Tabel 2.5)
n/ N
Rs = 0,25 + 0,54 x ( ) x Rg
100
64,633
= 0,25 + 0,54 x ( ) x 15,750
100
= 9,434 mm/hari
n/ N
F(n/N) = 0,1 + 0,9 x ( )
100
64,633
= 0,1 + 0,9 x ( )
100
= 0,682
F(t) = 15,363 (hasil interpolasi Tabel 2.6)
Rnl = f(ed) x f(t) x f(n/N)
= 0,110 x 15,363 x 0,682
= 1,154
Faktor Koreksi( c ) = 1,1 (Tabel 2.4 )
Evaporasi (Eto*) = w x (0,75 x Rs – Rnl) + (1 – w) x f(u) x (ea - ed)
= 0,738 x (0,75 x 9,434 – 1,154) + (1 – 0,728) x
71
0,567 x 4,070
= 4,768 mm/hari
Bulan Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September
No Besaran & Satuan
Periode I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
Data pola tanam petani untuk mementukan kebutuhan air bersih di sawah.
Bisa dilihat pada Tabel 5.6 . Pola tanam yang dipilih adalah padi – padi –
palawija, dengan masa tanam padi 3 bulan dan palawija (kedelai) 3 bulan. Dalam
pola tanam padi – padi – palawija membutuhkan penyiapan lahan dan pembibitan
(Pd) dengan jangka waktu 30 – 45 hari, masa istirahat (bero) selama 15 hari, dan
WLR penggantian lapisan genangan selama 15 hari.
Diprediksi oleh Badan Metereologi Klimatogi dan Geofisika pada tahun
2018, musim hujan dimulai ketika intensitas curah hujan mencapai lebih dari 50
mm. Sehingga, untuk tanaman padi, sesuai dengan intensitas curah hujan selama
10 tahun di mulai pada bulan oktober.
5.2.4 Perkolasi
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari daerah tidak jenuh ke dalam
daerah jenuhdiperuntukan kepada tanaman padi selama pengolahan lahan. Dalam
menentukan besarnya perkolasi tergantung dari jenis tanah dan medan di lokasi.
Pada daerah Dung Watu jenis tanahnya adalah clay. Sehingga didapatkan nilai
perkolasi sebesar 3 mm/hari.
= 8,770 mm/hari
T = 30 hari
S = 300 mm/hari, karena terdapat bero pada pola tanam di petak
Tersier Dung Watu.
M xT
K =
S
8,770 x 30
=
30
= 0,877
M x ek
Pd =
e k −1
0,887
8,770 x 2,7183
= 0,887
2,7183 −1
= 15,037 mm/hari
= 1,835 lt/dt/ha
5.3 Kebutuhan Air di Tiap Petak Sawah
Kebutuhan air di setiap petak sawah dipengaruhi oleh luas petak dan NFR
(kebutuhan air disawah netto), berikut perhitungan kebutuhan air di tiap petak
sawah Dung Watu dan kebutuhan rencana saluran :
Diketahui :
Petak A1 = 8,7 Ha
Petak A2 = 9,6 Ha
Petak B1 = 7,1 Ha
Petak B2 = 13 Ha
Petak B3 = 15,3 Ha
NFR = 1,835 lt/dt/ha (diambil paling maksimal)
Efisiensi saluran (Efk) tersier = 80%
Keb. Air petak A1 = Luas Petak x NFR x Efk
= 8,7 x 1,835 x 80%
= 12,76894 lt/dt
= 0,012769 m3/dt
Keb. Air petak A2 = Luas Petak x NFR x Efk
= 9,6 x 1,835 x 80%
= 14,08986 lt/dt
= 0,01409 m3/dt
Keb. Air petak B1 = Luas Petak x NFR x Efk
= 7,1 x 1,835 x 80%
= 10,42063 lt/dt
= 0,010421 m3/dt
Keb. Air petak B2 = Luas Petak x NFR x Efk
= 13 x 1,835 x 80%
= 19,08002 lt/dt
= 0,01908 m3/dt
Keb. Air petak B3 = Luas Petak x NFR x Efk
= 15,3 x 1,835 x 80%
78
= 22,45572 lt/dt
= 0,022456 m3/dt
Total kebutuhan debit petak yang masuk ke saluran tersier Dung Watu
adalah 0,078815 m3/dt. Berikut adalah contoh tabel kebutuhan air di tiap petak
sawah dan kebutuhan rencana saluran
NFR
Waktu
Luas (Ha) Rotasi (jam) Rotasi (hari) Debit air tersedia (lt/dt/ha)
(lt/dt/ha)
Hari dan Jam (WIB)
18.3 Terus Terus 98.51894797
Senin, 07.00 - Senin 07.00
35.4 Terus Terus
1.835
18.3 57.25139665 2 hari 7 Jam Senin, 07.00 - Rabu , 16.00
49.25947398
35.4 110.7486034 4 hari 4 jam Rabu , 16.00 - Minggu 20.00
Stasiun Ngrayun = 89 mm
78+145+89
Rata-rata curah hujan = = 104 mm
3
83
2
Urutan x p (%) TR (tahun) X-Xrata (X-Xrata) (X-Xrata)3 (X-Xrata)4
S =
√ ( x−x)2
n−1
= 10,967
n . ∑ ( X− X)3
Cs =
( n−1 ) . ( n−2 ) . S 3
= 0,527
n2 . ∑ ( X− X) 4
Ck =
( n−1 ) . ( n−2 ) . ( n−3 ) . S4
= 3,7164
Dari hasil perhitungan nilai Cs < 1.1396 dan nilai Ck , 5,4002, sehingga metode yang
digunakan adalah metode gumble
Nilai Yn = 0,4952
Nilai Sn = 09496
TR = 5 tahun
Yt = -ln .¿)
= 2,250
S
d rancangan = x̄ + (Yt – Yn) .
Sn
= 110,037
Setelah menghitung drancangan dengan kala ulang 5 tahun kemudian
menghitung uji simpang horizontal menggunakan metode smirnov-kolmogorov
dan uji simpang vertikal menggunakan metode chi-square. Berikut contoh
perhitungan :
Dalam uji horizontal ini hanya menarik garis horizontal dari hasil x
terhadap garis kemiringan d rancangan
86
Dengan menarik garis grafik seperti gambar di atas bisa menghitung ∆H.
dengan rumus sebagai berikut
= 9% -12% -
= -3%
e = 2,781
N = 10
Do = 41 %
|Dp|<Do = sesuai
87
Dalam uji horizontal ini hanya menarik garis vertikal dari hasil x
terhadap garis kemiringan d rancangan
88
Dengan menarik garis grafik seperti gambar di atas bisa menghitung ∆H.
dengan rumus sebagai berikut
Xempiris = 117
Xteoritis = 119
( Xempiris−Xteoritis)²
X2 =∑
Xteoritis
Ketentuan :
df =7
α = 5%
X2 critis = 14,067
Xempiri
Urutan Xteoritis X²
s
1 117.000 119 0.034
2 110.667 112 0.016
3 104.000 108 0.148
4 102.667 101 0.028
5 99.333 96 0.116
6 98.667 90 0.835
7 94.000 84 1.190
8 90.667 77.5 2.237
9 87.000 67.5 5.633
10 80.333 53 14.096
jumlah 984.333 908 6.417
n =3
Ds = 50 mm/hari
Dm = R(n)t + n (I – ET – P) – Ds
= 110,037 + 3 (0 – 0 – 3) – 50
= 1,96902 lt/dt/ha
Qd = f x Dm x A
= 1 x 1,96902 x 8,7
17,1305<¿ dt
=
1000
= 0,0171305 m3/dt
I ET P DS n Dm A Qd Qd
Petak f D(n)
(mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) (mm) (hari) (m3/dt/ha) (Ha) (lt/dt) (m3/dt)
A1 3.22456317 3.224563166 3 50 3 0.007 8.7 17.13047 1 1.96902 0.01713
A2 3.22456317 3.224563166 3 50 3 0.007 9.6 18.90259 1 1.96902 0.018903
B1 3.22456317 3.224563166 3 50 3 0.007 7.1 13.98004 1 1.96902 0.01398
B2 3.22456317 3.224563166 3 50 3 0.007 13 25.59726 1 1.96902 0.025597
B3 3.22456317 3.224563166 3 50 3 0.007 15.3 30.12601 1 1.96902 0.030126
b = 1 m (hasil coba-coba)
hair = 1,1 m (hasil coba-coba)
El. Awal Asli = 119,108 m
El. Akhir Asli = 119 m
El. Awal Rencana = 119,108 m (hasil coba-coba)
El. Akhir Rencana = 119 m (hasil coba-coba)
Tinggi Jagaan = 0,30 m
maka, dimensi saluran dapat dicari menggunakan rumus sebagai berikut :
A =bxh
=1x1
= 1 m2
s = 0,00048, didapatkan dari hasil coba-coba dengan nilai Q =
0,0189 m3/dt, selain itu agar V saluran memenuhi Vijin yang di tentukan serta
bilangan Froude kurang dari 0,55. Untuk V saluran dan bilangan Froude sudah
memenuhi kontrol yang ditentukan, dengan perhitungan sebagai berikut :
V = 1/n x R2/3 x s1/2
=1/0,017 x 0,3332/3 x 0,000481/2
= 0,62 m/dt (0,45 m/dt < V saluran < 0,7 m/dt)
V
Fr =
√ 9,81 x h
0,62
=
√ 9,81 x 1,3
= 0,197(Fr < 0,55 )
Pada perhitungan ini elevasi yang digunakan dalam perencanaan dimensi
pembawa yaitu elevasi rencana. Kemudian hitung berapa elevasi muka air, elevasi
dasar saluran, elevasi tanggul. Berikut contoh perhitungan saluran A2-B1 :
Elevasi Rencana Awal
El. Muka Air = El. Awal rencana + hair
= 119,108m +1 m
= 120,108 m
El. Dasar Saluran = El. Muka Air - hair
92
= 120,108 m - 1 m
= 119,108 m
El. Tanggul = El. Muka Air + tinggi jagaan
= 120,108 m + 0,3 m
= 120,408 m
Q = 1,45 x b x H2/3
0,013 = 1,45 x 0,6 x H2/3
0,013
H2/3 =
1,45 x 0,6
H = 0,06 m
T1-A1
Hrencana = 0,195 m
Q = 0,013 m3/dt
Q = 1,45 x b x 0,1952/3
0,013 = 1,45 x b x 0,1952/3
0,013
b =
1,45 x 0,336
b = 0,06 m
Untuk mencari elevasi muka air boks di pilih elevasi saluran yang paling
tertinggi dari kedua perhitungan.
Elevasi muka air boks
T1-K1 = El. Dasar muka air di saluran + hsaluran + 1/3 h
= 175 + 1,3 + 0,06/3
= 177,02 m
Elevasi muka ambang
Elevasi muka ambang = El.muka air boks – H
= 177,02 m – 0,06 m
= 176,96 m
P = Elevasi muka ambang – El.dasar
= 176,96–175,7
= 6,96 m
Kontrol = P/H
= 6,96 / 0,06
= 116 m > 2m OK
94
V ijin p Kontrol
Kontrol V Elevasi Peil Elevasi muka ambang Elevasi Dasar Boks
V Maks V min
2 0.2 ok
2 0.2 ok 154.0266667 154.9466667 149 5.946667 74.33333
2 0.2 ok
2 0.2 ok
175.02 176.96 170 6.96 116
2 0.2 ok
= Rp 155.069.566,30
Hasil perhitungan yang lain bisa dilihat pada Lampiran Data Perhitungan
97
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pengolahan data, perhitungan pola tanam terhadap
kebutuhan air dan dimensi saluran pada petak tersier Dung Watu diperoleh
kesimpulan :
1.) Kebutuhan debit air terbesar dengan pola tanam padi – padi – palawija
sebesar 1,835 lt/dt/ha
2.)Dimensi terbesar dan terkecil yang dibutuhkan untuk saluran irigasi tersier
sebesar (b) 4m & (h) 2 m pada saluran K1 – B3 dan (b) 1 m & (h) 0,7 m pada
saluran K1 – B2
3.) Jumlah bangunan pada petak tersier Dung Watu ada 2 Boks dan 1 talang
untuk irigasi
4.) Rencana Anggaran Biaya yang di butuhkan sebesar Rp 7.956.113.000 ,-
6.2 Saran
Untuk pengembangan lebih lanjut maka penulis memberikan saran yang
bisa bermanfaat dan membantu untuk masa yang akan datang, yaitu
1. Dalam melakukan perencanaan harus di perhatikan kontur pada daerah irigasi
atau petak , dalam perencanaan dimensi saluran irigasi yang dapat menjangkau
ke seluruh petak sawah, sehingga saluran irigasi yang direncakan dapat
berfungsi secara maksimal
2. Memperhatikan penempatan letak-letak bangunan irigasi secara efektif dan
efisien.
98
99
100