Anda di halaman 1dari 58

BAB - 4

ANALISA
PENGEM
BANGAN
WILAYA
HA. Analisis Struktur Internal WP

PERENCA
1. Analisis Sistem Pusat Pelayanan
2. Analisis Sistem Jaringan Jalan dan Pola Pergerakan
NAAN3. Analisis Intensitas Pengembangan Ruang Kota Kendari

B. Analisis Sistem Penggunaan Lahan (Land Use)


1. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan dikawasan strategis Kota Kendari sangat dinamis dan dan terus
mengalami peningkatan setiap tahunnya . Diketahui bahwah

2. Analisis Simpangan Pola Ruang dan Penggunaan Lahan


Deviasi pola ruang dengan penggunaan lahan yang terwujud sesui pola ruang.

3. Analisis Tutupan Lahan Dan Run-Off Yang Ditimbulkan

IV - 1
Debit air limpasan adalah volume air hujan per satuan waktu yang tidak mengalami
infiltrasi sehingga harus dialirkan melalui saluran drainase. Debit air limpasan terdiri dari
tiga komponen yaitu Koefisien Run Off (C), Data Intensitas Curah Hujan (I), dan
Catchment Area (A). Koefisien yang digunakan untuk menunjukkan berapa bagian dari air
hujan yang harus dialirkan melalui saluran drainase karena tidak mengalami penyerapan ke
dalam tanah (infiltrasi).

Menurut USSCS (1973), salah satu metode umum digunakan untuk memperkirakan laju
aliran puncak (debit rencana) yaitu Metode Rasional. Metode rasional dikembangkan
berdasarkan asumsi bahwa curah hujan yang terjadi mempunyai intensitas seragam dan
merata di seluruh daerah pengaliran. Persamaan matematik Metode Rasional adalah
sebagai berikut:
Q=0,278 X C X I X A

Dimana:
Q = Debit Limpasan (m³/detik)
Konstanta = 0,278
C = Koefisien Aliran
I = Intensitas curah hujan waktu konsentrasi (mm/jam)
A = Luas daerah aliran (km²)

Perhitungan debit limpasan ditunjukkan untuk mengetahui seberapa besar debit aliran yang
dapat terjadi di Kawasan Strategis Kota Kendari :

Tabel 4.1. Penggunaan Lahan Menurut di Kawasan Strategis Kota Kendari di Wilayah
Perencanaan
Debit air
Luas Lahan Intensitas limpasan
No Guna Lahan C Koefisien
(Ha) (m/jam) maks
(m3/detik)
1 Belukar
2 Kebun campuran
3 Permukiman
Sawah Irigasi tadah
4
hujan
5 tambak
6 Alang- alang
7
Jumlah
Sumber:

4. Analisis kepemilikan tanah


Analisis Kepemilikan tanah dilakukan untuk mengontrol penguasaan hak atas tanah dan
dapat membantu pemerintah dalam pengambilan keputusan bagi pemerintah terkait dengan
penguasaan lahan. Penguasaan lahan diwujudkan dalam hak atas lahan yang meliputi Hak
Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), hak milik, hak pakai, hak wakaf, dan

IV - 2
tanpa kepemilikan lahan. Dalam analisis ini, area bangunan dioverlay dengan kepemilikan
lahan atau hak atas lahan, sehingga dapat diidentifikasi berapa luasan bangunan yang tidak
memiliki hak kepemilikan tanah terhadap total luas wilayah.

Peruntukan lahan lahan untuk pemanfaatan ruang prifat dan ruang publik

C. Analisis Kedudukan Dan Peran WP Dalam Wilayah Yang Lebih Luas


1. Analisis Kedudukan Dan Keterkaitan Sosial-Budaya Dan Demografi WP Pada
Wilayah Yang Lebih Luas
Kondisi sosial budaya yang ada di Kota Kendari yaitu beraneka ragam suku dan budaya,
yaitu Suku Tolaki, Suku Muna, Suku Buton, Suku Maronene, serta Suku Wawonii. Suku
yang paling mendominasi adalah Suku Tolaki yang mana suku ini merupakan suku dari
penduduk asli Kota Kendari.

Suku Tolaki ini adalah salah satu suku yang besar di Sulawesi Tenggara, sehingga kultur
dan budaya dari Suku Tolaki ini tidak hanya dianut di Kota Kendari tapi di beberapa
daerah di Sulawesi Tenggara. Implementasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu masyarakat
memakai konsep “Kalo Sara” yang berasal dari kebudayaan Tolaki. “Kalo Sara” adalah
nilai-nilai luhur kebudayaan Tolaki yang dilaksanakan pada setiap unsur kehidupan.

2. Analisis Kedudukan Dan Keterkaitan Ekonomi WP Pada Wilayah Yang Lebih Luas
Potensi ekonomi Kawasan Strategis Kota Kendari cukup besar. Meskipun terjadi
penurunan indeks pada tahun 2020 dikarenakan beberapa faktor, namun potensi beberapa
sektor cukup baik. Potensi sektor yang dimaksud yaitu pada sektor Jasa Perusahaan,
Industri, Penyediaan akomodasi dan makan minum, serta beberapa sektor basis lainnya.
Perkembangan ekonomi mengikuti perkembangan arah tumbuhnya Kawasan Perencanaan,
yang ke arah Utara, Timur, Selatan, dan Barat,. Berkembangnya Kawasan Perencanaan
membuat Kawasan Perencanaan menjadi lebih luas terkait dengan banyaknya fasilitas kota
yang berada di Kecamatan lain sekitar Kawasan Perencanaan.

Dengan dikembangkannya potensi ekonomi tersebut, maka akan berdampak pada


peningkatan ekonomi masyarakat, utamanya berpengaruh pada tingkat Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Kota Kendari. Selanjutnya dengan meningkatnya pendapatan daerah akan
berdampak pada indeks struktur ekonomi kota kendari sehingga mendapatkan hasil postif
terhadap nilai provinsi.

3. Analisis Kedudukan Dan Keterkaitan Sistem Prasarana Wilayah Perencanaan


Dengan Wilayah Yang Lebih Luas
Perkembangan Kawasan Startegis Kota Kendari haruslah selaras dengan ketersediaan
prasarana dan sarana wilayah. Semakin perkembangnya wilayah maka akan berbanding
lurus dengan pertumbuhan penduduk, sehingga akan timbul permasalahan kompleks terkait
ketersediaan fasilitas. Peranan Kawasan strategis Kota Kendari ini akan memberikan
pelayanan dan penyediaan prasarana perkotaan bagi pemenuhan kebutuhan masyarakatnya,
yang mana untuk penentuan pusat-pusat kegiatan dan fungsinya didasarkan pada hal-hal
yang mencakup peningkatan intensitas pembangunan bagi fungsi yang telah berkembang
pada Kawasan ini utamanya untuk mengantisipasi perkembangan kota yang akan datang,

IV - 3
sehingga dapat mengefisiensikan fungsi-fungsi kota yang cenderung berkembang dengan
tidak teratur.

Untuk itu diperlukan suatu perencanaan kebutuhan prasarana perkotaan serta dalam rangka
pemanfatan secara optimal dan perbaiakan kualitas pelayanan yang diperlukan sebagai
wadah dalam memberikan pelayanan. Prasarana ini nantinya juga akan memudahkan
segala akses terhadap daerah-daerah sekitar yangakan berdampak pada pembangunan kota
seperti kegiatan ekonomi dan sebagainya.

4. Analisis Kedudukan Dan Keterkaitan Aspek Lingkungan (Pengelolaan Fisik Dan


SDA) WP Pada Wilayah Yang Lebih Luas
Pengelolaan fisik dan Sumber daya alam kawasan strategis Kota Kendari membutuhkan
penanganan khusus guna menghindari pemanfaatan yang melebihi kemampauan daya
dukungnya dan atau tidak sesuai dengan peruntukannya. Jika tidak dilakukan penanganan,
dikhawatirkan kawasan ini akan menyebabkan terjadinya bencana yang akan berdampak
buruk baik kawasan tersebut, kawasan bawahannya, maupun kawasan sekitarnya.

Berdasarkan wujud fisiknya, SDA dapat dibedakan menjadi 4 klasifikasi yaitu:


a) Sumberdaya Lahan
b) Sumberdaya Hutan
c) Sumberdaya Air
d) Sumberdaya Mineral

Diperlukan penanganan pengelolaan fisik dan sumber daya alam melalui rehabilitasi
sumberdaya alam. Pengelolaan tersebut perlu dilakukan dengan tujuan menghindari
permasalahan lahan antara lain kondisi lahan gundul sehingga tidak ada vegetasi yang
menutupinya dan Masing-masing kawasan merupakan daerah tangkapan air bagi sumber-
sumber air di Bagian Wilayah Perkotaan Kawasan Kota Baru Satelit Mandai dan
Sekitarnya. Beberapa penanganan yang mungkin dapat dilakukan, diantaranya:
a) Mengintegrasikan sistem saluran drainase dengan sungai,
b) Melindungi sumber-sumber air yang ada dalam kawasan,
c) Menjaga dan melestarikan kawasan DAS,
d) Meningkatkan kesadaran masyarakat sekitar berkaitan dengan pengelolaan sumber
daya air berkelanjutan.

Dengan menerapkan program penanganan tersebut, maka akan terciptanya lingkungan


yang lestari. Kelestarian lingkungan di daerah ini akan berimbas pada terlindunginya
kelestarian Bagian Wilayah Perkotaan Kawasan strategis Kota Kendari dan Sekitarnya,
sehingga dapat meminimalisir dari ancaman bahaya banjir, longsor dan kelangkaan air
baku.

5. Analisis Kedudukan Dan Keterkaitan Aspek Pertahanan Keamanan WP


Aspek pertahanan keamanan merupakan suatu kondisi dinamik kehidupan dengan membina
potensi kekuatan wilayah dengan memberikan rasa aman.
Dalam perencanaan kawasan strategis Kota Kendari dilakukan dengan memperhatikan
aspek pertahanan kemanan dengan tujuan untuk mensinergikan pembangunan tata ruang

IV - 4
dengan tata ruang wilayah pertahananan  sehingga dapat mengakomodir aspek
kesejahteraan masyarakat.

Selain itu juga adanya konflik pemanfaatan ruang untuk kepentingan pembangunan sering
terjadi. Hal ini mengakibatkan hubungan kerjasama masih sangat terbatas. sehingga
dibutuhkan strategi dari stakeholder terkait untuk mensinergikan penataan wilayah
pertahanan dengan unsur kelembagaan dipusat dan di daerah.

6. Analisis Kedudukan Dan Keterkaitan Aspek Pendanaan WP


Aspek pendanaan adalah salah satu aspek yang sangat berpengaruh terhadap tujuan
pembangunan daerah pada umumnya, dengan tujuan:
a) Memanfaatkan potensi yang ada di setiap daerah untuk pengembangan daerah yang
bersangkutan;
b) Mengusahakan agar daerah-daerah yang secara relatif masih terbelakang dapat
berkembang dengan laju yang lebih cepat daripada daerah daerah lainnya, sehingga
dapat dikurangi kesenjangan yang menyolok dalam tingkat kemajuan antar-daerah dan
pendapatan antar-golongan masyarakat di dalam masing-masing daerah, agar tercapai
pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya secara regional; dan
c) Mengusahakan agar peranan daerah-daerah yang relatif terbelakang makin lama makin
besar dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan nasional.

Pembangunan daerah dan pembangunan sektoral perlu selalu dilaksanakan dengan selaras,
sehingga pembangunan sektoral yang berlangsung di daerah-daerah benar-benar sesuai
dengan potensi dan prioritas daerah, sedang keseluruhan pembangunan daerah juga benar-
benar merupakan satu kesatuan, sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan di dalam mewujudkan tujuan pembangunan khususnya di Kawasan
Kota Baru Satelit Mandai dan Sekitarnya dan Sekitarnya.

Kemudian untuk menyelaraskan pembangunan ke seluruh Kawasan Kota Kendari dan


meningkatkan keserasian pembangunan sektoral dan regional dan pertumbuhan antar
kecamatan serta partisipasi dalam pembangunan maka kegiatan program bantuan
pembangunan harus lebih dioptimalkan lagi. Dana pembangunan yang disalurkan melalui
program bantuan pembangunan daerah. Bantuan pembangunan daerah, baik yang
bersumber dari dana daerah atau dana pusat yang merupakan bantuan dari Pemerintah atas
beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Bantuan tersebut diberikan dengan tujuan
untuk meningkatkan partisipasi dalam Pembangunan, agar tercapai keselarasan
pembangunan sektoral dan regional serta keserasian laju pertumbuhan ekonomi.

7. Analisis Spesifik Terkait Kekhasan Kawasan


Kota Kendari secara geografis terletak di tenggara pulau sulawesi, yang sebagian besar
wilayah kotanya terdiri dari perairan teluk dan vegetasi tanaman mangrove, memiliki
potensi daya tarik wisata serta mendorong aktifitas sosial masyarakat dan ekonomi
perkotaan. Kawasan Teluk Kendari merupakan salah satu aset yang dimiliki oleh Kota
Kendari dan Provinsi Sulawesi Tenggara yang memiliki karakteristik yang unik. Salah satu
keunikan yang menonjol dan menjadikan kawasan ini berbeda dengan kawasan lain adalah
kondisi fisik kawasan ini yang menyerupai suatu estuaria.

IV - 5
Hal yang khas dari Kota Kendari yaitu budaya yang dianut. Kota Kendari disebut juga
sebagai Kota Lulo yang berasal dari Suku Tolaki yang disingkat Lulo. Lulo adalah sebuah
tarian tradisional Suku Tolaki yang mendiami Kota Kendari dan menjadi kebudayaan
paling khas dan dibanggakan.

Kota Kendari juga memiliki beberapa peninggalan-peninggalan jaman Kolonial Belanda


dan jepang sehingga menjadi suatu khas Kota Kendari dan menjadi daya tarik untuk wisata.

D. Analisis Sumberdaya Alam Dan Fisik Atau Lingkungan WP


1. Analisis Sumber Daya Air

2. Analisis Sumber Daya Tanah

3. Analisis Topografi Dan Kelerengan

4. Analisis Geologi Lingkungan

5. Analisis Klimatologi

6. Analisis Sumber Daya Alam (Zona Lindung)

7. Analisis Sumber Daya Alam Dan Fisik Wilayah Lainnya (Zona Budidaya)

E. Analisis Sosial Budaya


1. Analisis Urban Heritage
Urban Heritage atau yang biasa disebut dengan warisan budaya merupakan peninggalan
budaya masa lalu berupa bangunan-bangunan gedung maupun kawasan peninggalan
sejarah dan purbakala yang mana menjadi aset daerah yang dapat diandalkan sebagai
identitas daerah.

Kota Kendari juga memiliki Urban Heritage yaitu Kawasan Kota Lama Kendari. Pada
kawasan kota lama Kendari, masih terdapat bangunan tua yang cukup menonjol seperti
bioskop dan eks sekolah. Juga terdapat bangunan bergaya pesisiran dan bangunan bergaya
kolonial Belanda. Potensi kawasan kota lama Kendari tersebut bisa dilihat dari aspek
historis, potensi geografis dan ekologis, potensi sosial budaya, potensi ekonomi.

Diantara berbagai potensi yang ada di kawasan kota lama Kendari tersebut, terdapat potensi
untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Selain strategis untuk kegiatan pelabuhan
dan perdagangan, Kawasan kota lama Kendari juga tetap memberdayakan potensi sosial
budaya dan ekonomi masyarakatnya.

2. Analisis Land Mark Kota


Landmark menjadi penanda suatu kawasan yang biasanya paling menonjol pada kawasan
tersebut sehingga sering dijadikan patokan dalam mengenali tempat tersebut. Biasanya
landmark merupakan benda fisik seperti tugu, bangunan, toko, tanda, dan sebagainya.

Terdapat tiga unsur penting landmark, yaitu:

IV - 6
a) Tanda fisik berupa elemen visual,
b) Informasi yang memberikan gambaran tepat dan pasti, serta
c) Jarak yang dikenal.

Di Kota Kendari sendiri terdapat landmark yang menjadi suatu ikon yang menonjol yaitu
Tugu MTQ. Tugu ini dbangun setinggi 99 meter yang terletak
di Korumba, Mandonga, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.Lokasi tugu ini cukup strategis
dengan berada di kawasan . dikarenakan letak tugu yang cukup strategis ditengah kota dan
berada disekitaran taman kota maka cukup menjadi alasan sebagai salah satu fasilitas sosial
yang biasanya dipergunakan masyrakat sebagai tempat berkumpul, seperti jogging, rekreasi
dan sebagainya.

3. Analisis Kultur dan Budaya Masyarakat


Kultur dan budaya merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok
masyarakat, yang mencakup cara berfikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam
wujud fisik maupun abstrak.

Kota Kendari dihuni oleh penduduk dari beberapa suku. Penduduk asli Kota Kendari
adalah Suku Tolaki. Kebudayaan yang dimiliki masyarakat Kota Kendari bersumber dari
kebudayaan Suku Tolaki.

Implementasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu masyarakat memakai konsep “Kalo Sara”
yang berasal dari kebudayaan Tolaki. “Kalo Sara” adalah nilai-nilai luhur kebudayaan
Tolaki yang dilaksanakan pada setiap unsur kehidupan. Contohnya dalam interaksi sosial,
hukum adat, ekonomi, agama, budi pekerti, dan kesenian. Bagi masyarakat Kota Kendari,
“Kalo Sara” merupakan penyelaras dalam berinteraksi dengan alam dan Tuhan.

4. Partisipasi dan Peran Masyarakat


Di dalam sejarah Kota Kendari telah dijelaskan jika Kota Kendari sudah ada sejak abad ke-
19 sebagai ibukota Kerajaan Laiwoi. Kota Kendari menjadi sebuah kota Perdagangan
dengan dibukanya pelabuhan perdagangan di Teluk Kendari oleh Pemerintah Belanda.

Hingga kini sebagian besar mata pencaharian masyarakat Kota Kendari masih berada pada
perdagangan. Dalam hal perdagangan ini, budaya masyarakat Kota kendari dapat dilihat
melalui produk-produk kebudayaannya. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam hal kultur
dan budaya dapat dilihat contohnya dari upacara perkawinan, pakaian adat, kesenian tari,
serta kesenian musik. Hingga saat ini, peran dan partisipasi masyarakat masih cukup aktif.

F. Analisis Kependudukan
1. Analisis Pertumbuhan dan Proyeksi Jumlah Penduduk
Masalah kependudukan selalu menjadi salah satu objek yang perlu dianalisis dalam
merencanakan suatu wilayah. Salah satu dasar pertimbangan untuk mengetahui
karakteristik perkembangan jumlah penduduk yaitu dengan menentukan perkiraan jumlah
penduduk pada beberapa tahun mendatang (proyeksi penduduk). Sesuai dengan proyeksi
penduduk, maka akan dapat dilihat besar pertumbuhan penduduk. Semakin besar
pertumbuhan penduduk, maka semakin besar kebutuhan lahan.

IV - 7
Pada wilayah perencanaan Kawasan Strategis Kota Kendari, maka dilakukan proyeksi
penduduk untuk 20 tahun mendatang. Pertumbuhan penduduk ini juga dipengaruhi oleh
beberapa hal seperti angka kelahiran, kematian dan migrasi penduduk. Berikut tabel rinci
hasil proyeksi penduduk di wilayah perencanaan.

Tabel 4.2. Proyeksi Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Wilayah Perencanaan


Jumlah Penduduk (Jiwa)
No Kecamatan
2023 2027 2032 2037 2042
1 Baruga 37.649 43.725 51.320 58.915 66.510
2 Poasia 45.926 53.338 62.603 71.867 81.132
3 Abeli 19.080 22.159 26.008 29.857 33.706
4 Kambu 27.376 31.794 37.317 42.839 48.362
5 Nambo 12.397 14.398 16.899 19.400 21.900
Jumlah 142.428 165.414 194.146 222.878 251.610
Sumber: Hasil Proyeksi 2022

Dari data di atas dapat dilihat jika proyeksi penduduk untuk 20 tahun kedepan memiliki
kenaikan jumlah yang signifikan, hal ini berbanding lurus dengan besarnya jumlah
pertumbuhan penduduk.

Tabel 4.3. Pertumbuhan Penduduk di Wilayah Perencanaan


Jumlah
Pertambahan
No Tahun Penduduk Pertumbuhan (%)
(Jiwa)
(Jiwa)
1 2023 142,428 - -
2 2027 165,414 22,986 3.60
3 2032 194,146 28,732 3.05
4 2037 222,878 28,732 2.65
5 2042 251,610 28,732 2.34
Sumber: Hasil Analisis 2022

2. Analisis Distribusi dan Kepadatan Penduduk


Sebaran penduduk (distribusi penduduk) juga dipengaruhi oleh laju pertumbuhan
penduduk. Berikut data rinci distribusi dan kepadatan penduduk di wilayah perencanaan,
dapat dilihat pada tabel dibawah:

Tabel 4.4. Distribusi Dan Kepadatan Penduduk Wilayah Perencanaan


No Tahun Luas (Km2) Jumlah Penduduk Distribusi Kepadatan
(Jiwa) (%) (jiwa/Km2)
1 Baruga 49,41 34.241 26,4 693
2 Poasia 42,91 41.769 32,2 973
3 Abeli 13,90 17.353 13,4 1248
4 Kambu 22,10 24.898 19,2 1127
5 Nambo 25,32 11.275 8,7 445
Jumlah 153,64 129.536 100 843

IV - 8
Sumber: Hasil Analisis 2022

Dari data diatas dapat dilihat jika kepadatan tertinggi berada pada Kecamatan Abeli
sebanyak 1.248 Jiwa/km2, dan distribusi terbesar berada di Kecamatan Poasia sebesar
32,2%.

3. Analisis Daya Tampung Ruang Penduduk


Konsep daya tampung ruang mempunyai kedudukan yang strategis sebagai salah satu
instrumen penilai kelayakan kebijakan. Perhitungan daya tampung ini dilakukan untuk
mengetahui apakah jumlah penduduk saat akhir tahun perencanaan masih bisa bermukim di
wilayah perencanaan. Berdasarkan hasil dari perhitungan, jika nilai daya tampung (DPPm)
lebih dari 1 maka lahan yang ada masih dapat menampung penduduk untuk bermukim.
Analisis daya tampung ini menggunakan rumus sebagai berikut:

LPm/JP
DPPm =
a
Keterangan:
DPPm : Daya Tampung
LPm : Luas lahan yang bisa dibangun
Jp : Jumlah Penduduk
A : koefsien luas kebutuhan ruang (SNI 03-1733-2004 sebesar 26m
atau 0,026 ha)
Hasil:
<1 : Tidak mampu menampung penduduk untuk bermukim di
wilayah tersebut
=1 : Terjadi keseimbangan antara penduduk yang bermukim dengan
luas wilayah tersebut
>1 : mampu menampung penduduk untuk bermukim di wilayah
tersebut

Tabel 4.5. Daya Tampung Penduduk Berdasarkan Kemampuan Lahan


Daya Tampung Penduduk Berdasarkan Kemampuan Lahan
Jumlah Lahan Koefisien
Daya
No Kecamatan Penduduk yang bisa luas
Tampung Keterangan
Tahun dibangun kebutuhan
Penduduk
2042 (Jiwa) (Ha) ruang (Ha)
1 Baruga 66,510 0,026
2 Poasia 81,132 0,026
3 Abeli 33,706 0,026
4 Kambu 48,362 0,026
5 Nambo 21,900 0,026
Sumber: Hasil Analisis, Tahun 2022

Dari hasil ananlisis diatas dapat diketahui jika ……….

G. Analisis Ekonomi dan Sektor Unggulan

IV - 9
1. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kota Kendari
Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu tolak ukur yang dapat dipakai untuk meningkatkan
adanya pembangunan suatu daerah dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak
langsung menggambarkan tingkat perubahan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB pada satu tahun
tertentu (PDRBt) dengan PDRB sebelumnya (PDRBt – 1). Berikut hasil analisis untuk
pertumbuhan ekonomi Kota Kendari dapat dilihat pada tabel dibawah:

Tabel 4.6. Pertumbuhan Ekonomi Kota Kendari


No Lapangan Usaha Pertumbuhan Ekonomi (%)
2018 2019 2020 2021
1 Pertanian Kehutanan dan Perikanan 9.29 7.58 (1.36) 0.06
2 Pertambangan dan Penggalian 6.70 4.93 (2.87) 0.28
3 Industri Pengolahan (0.41) 4.11 (5.41) 0.07
4 Pengadaan Listrik dan Gas 1.54 7.56 (2.06) 4.24
5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
3.56 2.78 (2.39) 2.36
Limbah dan Daur Ulang
6 Konstruksi 7.93 7.01 (2.76) 0.04
7 Perdagangan Besar dan Eceran;
4.82 6.88 (5.08) 0.04
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
8 Transportasi dan Pergudangan 9.25 9.24 (5.00) 0.06
Penyediaan Akomodasi dan Makan
6.28 3.28 (6.43) 0.54
Minum
9 Informasi dan Komunikasi 9.21 7.12 8.80 0.07
10 Jasa Keuangan dan Asuransi 2.39 4.55 3.02 0.10
11 Real Estat 1.80 1.39 0.05 0.34
12 Jasa Perusahaan 5.77 3.57 (3.88) 0.78
13 Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jasminan Sosial 5.75 5.14 3.57 0.14
Wajib
14 Jasa Pendidikan 7.16 7.54 3.76 0.08
15 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.50 8.06 9.87 0.55
16 Jasa Lainnya 2.14 1.82 (5.02) 0.39
Rata-rata 5.28 5.44 (0.78) 0.60
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2022

Dari tabel diatas dapat dilihat jika pada tahun 2020 terjadi penurunan yang sangat
signifikan. Beberapa faktor yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi diantaranya:
a) Jumlah dan mutu penduduk tenaga kerja,
b) Barang-barang modal dan tingkat teknologi, serta
c) Sistem sosial dan sikap masyarakat.

IV - 10
Pertumbuhan Ekonomi Kota
Kendari
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
-
(1.00) 2018 2019 2020 2021
(2.00)

2. Analisis Struktur Perekonomian Kota Kendari


Untuk menganalisis struktur pertumbuhan ekonomi Kota Kendari, maka digunakan
Analisis Shift Share (SS). Analisis SS merupakan teknik yang sangat berguna dalam
menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah yang ada di Kota Kendari dibandingkan
dengan perekonomian yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara. Tujuan analisis ini sendiri
adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah Kota
Kendari dengan membandingkanya dengan daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. Berikut
hasil analisis untuk struktur ekonomi kota kendari menggunakan metode Analisis SS.

Tabel 4.7. Komponen Shift Share Kota Kendari Tahun 2018-2021


Tahun Nij Mij Cij Dij
2018-2019 1089.08 53.15 (53.08) 1089.15
2019-2020 (106.61) 215.30 (290.15) (181.46)
2020-2021 703.55 220.44 (888.36) 35.63
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2022

Dampak rill pertumbuhan ekonomi daerah atau hasil penjumlahan dari


 Pengaruh pertumbuhan provinsi : Dij = Nij + Mij + Cij atau Dij = Eij* -Eij.
 Pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional : Nij = Eij * rn.
 Pergeseran proporsional (proportional shift) atau pengaruh bauran industri : Mij = Eij
(rin-rn).
 Pengaruh keunggulan kompetitif : Cij = Eij (rij-rin).

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu 2018-2021 PDRB Kota Kendari
mendapatkan hasil postif namun pada pertengahan tahun 2019-2020 didapatkan hasil
negatif terhadap nilai Dij.

3. Analisis Sektor/Sub Sektor Unggulan Kawasan


Terdapat 17 sektor yang dapat diukur dalam menentukan sektor unggulan suatu kawasan.
Untuk mengetahui sektor unggulan kawasan tersebbut, maka digunakan Analisis Location
Quotient (LQ). Analisis LQdigunakan untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi yang
termasuk sektor basis atau berpotensi dan yang bukan termasuk sektor basis.

IV - 11
Jika nilai LQ lebih dari satu (LQ >1) maka sektor tersebut merupakan sektor basis, serta
jika nilai LQ kurang dari satu (LQ<1) maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis.
Berikut hasil perhitungan Location Quotient Kota Kendaritahun 2018-2021, dapat dilihat
pada tabel dibawah:

Tabel 4.8. Analisis Location Quotient (LQ) Kota Kendari


Tahun LQ
Sektor-Sektor Rata-
2018 2019 2020 2021
rata
Pertanian Kehutanan dan Perikanan 0.4475 0.4586 0.4531 0.4479 0.4518
Pertambangan dan Penggalian 0.1087 0.1067 0.1093 0.1110 0.1089
Industri Pengolahan 1.5681 1.4734 1.3080 1.2648 1.4036
Pengadaan Listrik dan Gas 2.9080 2.9271 2.8951 2.7823 2.8781
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang 1.4554 1.4397 1.3695 1.3649 1.4074
Konstruksi 1.3649 1.4151 1.3969 1.3574 1.3836
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor 1.3001 1.2898 1.2875 1.2736 1.2877
Transportasi dan Pergudangan 2.0212 2.1125 2.1324 2.1436 2.1024
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2.1839 2.1499 2.1078 2.1254 2.1418
Informasi dan Komunikasi 3.3725 3.3512 3.3961 3.2946 3.3536
Jasa Keuangan dan Asuransi 2.7426 2.6817 2.6943 2.6902 2.7022
Real Estat 1.2362 1.2075 1.2110 1.1808 1.2089
Jasa Perusahaan 3.9408 3.8802 3.9031 3.9343 3.9146
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jasminan Sosial Wajib 0.8860 0.8995 0.9079 0.9293 0.9057
Jasa Pendidikan 1.5720 1.5804 1.5901 1.6002 1.5856
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.0775 1.0743 1.0992 1.0946 1.0864
Jasa Lainnya 1.2354 1.2032 1.1974 1.2394 1.2188
Sumber: Hasil Analisis tahun 2022

Berdasarkan pada tabel diatas, dari 17 sektor yang terdapat di Kota Kendari, 14
diantaranya merupakan sektor basis yaitu
 Industri Pengolahan;
 Pengadaan listrik dan gas;
 Pengadaan air, pengolahan sampah, limbah dan daur ulang;
 Konstruksi;
 Perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor;
 Transportasi dan pergudangan;
 Penyediaan akomodasi dan makan minum;
 Informasi dan komunikasi;
 Jasa keuangan dan asuransi;
 Real estate;
 Jasa perusahaan;
 Jasa pendidikan;
 Jasa kesehatan dan kegiatan sosial; serta

IV - 12
 Jasa lainnya.

Sektor Jasa perusahaan merupakan sektor dengan indeks rata-rata tertinggi yaitu
39.146, kemudian disusul oleh sektor informasi dan komunikasi dengan indeks
rata-rata 33.536, serta sektor basis dengan indeks terendah yaitu sektor jasa
kesehatan dan kegiatan sosial dengan indeks rata-rata 10.864.

Dengan demikian, sektor basis ini sangat berpengaruh terhadap peningkatan


pertumbuhan ekonomi Kota Kendari serta sektor ini sudah mampu memenuhi
kebutuhan di daerahnya bahkan berpotensi ekspor. Atas dasar pemahaman tersebut,
sektor ini merupakan sektor yang potensial dimana sektor ini dapat ditingkatkan
menjadi lebih baik lagi.

4. Analisis Investasi dan Sumber-Sumber Pendapatan Daerah


Pendapatan daerah yaitu semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih dalamsatu tahun anggaran. Pendapatan daerah terdiri atas:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
b. Dana Perimbangan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Salah satu analisis rasio di dalam pengukuran kinerja keuangan daerah yang dikembangkan
berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD yaitu Derajat Desentralisasi.
Derajat desentralisasi dapat dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah asli daerah
dengan total penerimaan daerah. Rasio ini menunjukan derajat kotribusi PAD terhadap total
penerimaan daerah.

Tabel 4.9. Derajat Desentralisasi Kota Kendari Tahun 2017-2020


Tahun Pendapatan Asli Total Penerimaan Derajat Desentralisasi (%)
Daerah (PAD) Daerah (TPD)
2017 218 340 629,00 1.131.987.995,00 19.29
2018 176 116 069,00 1.232.806.862,00 14.29
2019 215 330 974,59 1.315.816.538,99 16.36
2020 138 247 638,49 1.161.191.044,34 11.91
Rata-rata 15.46
Sumber: Hasil Analisis, Tahun 2022

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, kemampuan keuangan daerah Kota Kendari dari
tahun ke tahun mengalami fluktuatif. Jika dilakukan rata-rata rasio derajat desentralisasi
selama lima tahun terakhir, maka angka rasio ini hanya mencapai 15,46%. Angka ini
menunjukkan jumlah Pendapatan Asli Daerah masih relatif kecil dibandingkan dengan total
pendapatan daerah atau derajat desentralisasi fiskalnya berada pada tingkat kemampuan
kurang, sehingga kinerja keuangan daerah dinilai masih rendah.

Gambar 4.1. Perbandingan PAD dan Total Pendapatan Daerah Kotan Kendari Tahun
2017-2020

IV - 13
1,800,000,000
1,600,000,000
1,400,000,000
1,200,000,000
1,000,000,000
800,000,000
600,000,000
400,000,000
200,000,000
0
2017 2018 2019 2020

Pendapatan Asli Daerah Total Pendapatan Daerah

Kemudian terdapat beberapa investasi-investasi di Kota Kendari, namun penyumbang


terbesar yaitu dalam bidang industri. Dari data DPM-PTSP Kota Kendari, tercatat salah
satu industri yaitu Industri Baterai yang akan dibangun di lahan seluas 1.700 ha akan
menyumbang investasi sebesar Rp1,4 triliun, sehingga akan memenuhi target investasi
Kota Kendari sebesar Rp1,2 triliun.

5. Analisis Kesempatan Kerja dan Usaha Mikro


Usaha mikro juga mempunyai peran penting dalam menggerakkan roda perekonomian Kota
Kendari. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam
UndangUndang ini. Usaha Mikro ini memiliki kriteria yaitu asset maksimalnya sebesar 50
juta dan omzet maksimalnya 300 juta. Selanjutnya Tenaga kerja merupakan salah satu
faktor produksi yang sangat penting untuk dapat menghasilkan barang dan jasa.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan dijelaskan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat.

Berikut data perusahaan industri kecil dan rumah tangga (mikro) dan jumlah tenaga kerja
yang tercatat di Kota Kendari

Tabel 4.10. Jumlah Perusahaan Industri Kecil dan Rumah Tangga (Mikro) dan Jumlah
Tenaga Kerja yang Tercatat di Kota Kendari
No Kecamatan Jumlah Perusahaan Jumlah Tenaga Kerja
1 Baruga 44 151
2 Poasia 50 159
3 Abeli 20 93
4 Kambu 55 165
5 Nambo* - -
Jumlah 169 568
Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kota Kendari
Catatan: *data masih tergabung dalam Kecamatan Abeli

IV - 14
Dengan demikian dapat dilihat jika jumlah unit usaha akan sangat berpengaruh kepada
jumlah kesempata kerja. Penambahan unit usaha kedepannya akan membutuhkan tenaga
kerja dan membuka lebih banyak kesempatan kerja.
H. Analisis Transportasi (Pergerakan)
1. Analisis Sistem Kegiatan
2. Analisis Sistem Jaringan Transportasi
3. Analisis Sistem Pergerakan

I. Analisis Sumber Daya Buatan


1. Analisis Rekayasa Lahan
Keterkaitan dengan Aspek Fisik Lahan cut and file

2. Analisis Sistem Pengaman Lahan


Biopori dan dari data SKL kemudahan d kerjakan

3. Analisis Sistem Infrastruktur Sumberdaya Air

4. Analisis Sistem Pengendali Banjir


Kegiatan pengendalian banjir menurut lokasi/daerah pengendaliannya dapat
dikelompokkan menjadi dua:
- Bagian hulu: yaitu dengan membangun dam pengendali banjir yang dapat
memperlambat waktu tiba banjir dan menurunkan besarnya debit banjir, pembuatan
waduk lapangan yang dapat merubah pola hidrograf banjir dan penghijauan di Daerah
Aliran Sungai.
- Bagian hilir: yaitu dengan melakukan perbaikan alur sungai dan tanggul, sudetan pada
alur yang kritis, pembuatan alur pengendali banjir atau flood way, pemanfaatan daerah
genangan untuk retarding basin dsb.

Sedangkan menurut teknis penanganan pengendalian banjir dapat dibedakan menjadi dua
yaitu:
- Pengendalian banjir secara teknis (metode struktur).
- Pengendalian banjir secara non teknis (metode non-struktur).

a. Metode Struktur (Bangunan) Pengendali Banjir


1) Kolam Retensi/Penampungan
Kolam penampungan (retention basin) berfungsi untuk menyimpan sementara
debit sungai sehingga puncak banjir dapat dikurangi, retention berarti
penyimpanan. Tingkat pengurangan banjir tergantung pada karakteristik hidrograf
banjir, volume kolam dan dinamika beberapa bangunan outlet. Wilayah yang
digunakan untuk kolam penampungan biasanya di daerah dataran rendah atau
rawa. Dengan perencanaan dan pelaksanaan tataguna lahan yang baik, kolam
penampungan dapat digunakan untuk pertanian. Untuk strategi pengendalian yang
andal diperlukan:
a) Pengontrolan yang memadai untuk menjamin ketepatan peramalan banjir.
b) Peramalan banjir yang andal dan tepat waktu untuk perlindungan atau
evakuasi.

IV - 15
c) Sistem drainase yang baik untuk mengosongkan air dari daerah tampungan
secepatnya setelah banjir reda.
Dengan manajemen yang tepat, penanggulangan sementara dapat berakibat positif
dari segi pertanian, seperti berikut ini:
a) Melunakkan tanah.
b) Mencuci tanah dari unsur racun.
c) Mengendapkan lumpur yang kaya akan unsur hara

2) Pembuatan check dam (penangkap sedimen)


Check dam adalah bangunan kecil temporer atau tetap yang dibangun melintang
saluran/sungai untuk memperkecil kemiringan dasar memanjang sungai sehingga
bisa mereduksi kecepatan air, erosi dan membuat sedimen bisa tinggal di bagian
hulu bangunan. Sehingga bangunan ini bisa menstabilkan saluran atau sungai.

3) Bangunan pengurang kemiringan sungai


Bangunan ini bisa berupa drop structure atau groundsill. Manfaatnya adalah bisa
mengurangi kecepatan air, dan untuk groundsill juga dapat mencegah scouring
pada hilir bendung atau pilar jembatan.

4) Retarding basin
Retarding basin adalah suatu kawasan (cekungan) yang didesain dan dioperasikan
untuk tampungan (storage) sementara sehingga bisa mengurangi puncak banjir dari
suatu sungai. Dapat dikatakan pula suatu tampungan (reservoir) yang mengurangi
puncak banjir melalui simpanan sementara.

Dalam cara ini daerah depresi (daerah rendah) sangat diperlukan untuk
menampung volume air banjir yang datang dari hulu, untuk sementara waktu dan
dilepaskan kembali pada waktu banjir surut. Dengan demikian kondisi lapangan
sangat menentukan dan berdasarkan survei lapangan, peta topografi dan foto udara
dapat diidentifikasi lokasi untuk retarding basin. Biasanya retarding basin
(pond/kolam) dibuat pada bagian hilir pada suatu daerah sungai. Sedangkan daerah
cekungan/depresi yang dapat dipergunakan untuk kolam banjir adalah dengan
memperhatikan:
a) Pemanfaatan retarding basin untuk mengendalikan banjir dan bermanfaat
efektif untuk daerah yang ada di bagian hilirnya.
b) Daerah tersebut mempunyai potensi dan efektif untuk dijadikan kolam
penampungan banjir sementara.
c) Daerah tersebut mempunyai head/energi yang cukup (perbedaan muka air
banjir antara di sungai dan muka air banjir di kolam).
d) Daerah tersebut mempunyai area ataupun volume tampungan yang besar untuk
banjir.

Langkah-langkah atau pertimbangan teknis yang harus diperhatikan adalah:


Pola hidrograf inflow dan outflow banjir dengan adanya retarding basin.

IV - 16
a) Daerah cekungan/depresi yang akan dipakai kolam penampungan banjir
sementara.
b) Tanggul kolam penampungan banjir sementara.
c) Bangunan pintu banjir sementara.

5) Pembuatan polder
Polder adalah sebidang tanah yang rendah, dikelilingi oleh embankment baik bisa
berupa tanah urugan/timbunan atau tanggul pasangan beton atau batu kali yang
membentuk semacam kesatuan hidrologis buatan, yang berarti tidak ada kontak
dengan air dari daerah luar polder selain yang dialirkan melalui saluran buatan
manusia bisa berupa saluran terbuka atau pipa

Polder berfungsi sementara untuk menampung aliran banjir ketika sungai atau
saluran tak bisa mengalir ke hilir secara gravitasi karena di sungai tersebut terjadi
banjir dan ada air pasang di laut untuk daerah pantai. Bila mana polder penuh
maka dipakai pompa untuk mengeluarkan air di dalam polder tersebut sehingga
daerah yang dilindungi tidak kebanjiran

b. Sistem Perbaikan dan Pengaturan Sungai


1) River Improvement
River improvement dilakukan terutama berkaitan erat dengan pengendalian banjir,
yang merupakan usaha untuk memperbesar kapasitas pengaliran sungai. Hal ini
dimaksudkan untuk menampung debit banjir yang terjadi untuk dialirkan ke hilir
atau laut, sehingga tidak terjadi limpasan. Pekerjaan ini pada dasarnya dapat
meliputi kegiatan antara lain:
a) Perbaikan bentuk penampang melintang.
b) Mengatur penampang memanjang sungai.
c) Menurunkan angka kekasaran dinding alur sungai.
d) Melakukan sudetan pada alur sungai meander.
e) Melakukan rekonstruksi bangunan di sepanjang sungai yang tidak sesuai dan
mengganggu pengaliran banjir.
f) Menstabilkan alur sungai.
g) Pembuatan tanggul banjir.

Hal-hal penting dalam river improvement diantaranya adalah:


a. Perencanaan penampang melintang sungai,
b. Hidrologi dan hidraulika banjir,
c. Elevasi, talud dan lebar tanggul,
d. Stabilitas terhadap erosi dan longsoran,
e. Perkuatan tebing sungai (revetment),
f. Efek pengaruh back water akibat bangunan dan pasang surut.

2) Tanggul
Tanggul adalah penghalang yang didesain untuk menahan air banjir di palung
sungai untuk melindungi daerah di sekitarnya. Tanggul juga berfungsi untuk

IV - 17
melokalisir banjir di sungai, sehingga tidak melimpas ke kanan dan ke kiri sungai
yang merupakan daerah peruntukan.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan, antara lain:


a) Dampak tanggul terhadap regim sungai,
b) Tinggi jagaan dan kapasitas debit sungai pada bangunan-bangunan sungai
misalnya jembatan,
c) Ketersediaan bahan bangunan setempat,
d) Syarat-syarat teknis dan dampaknya terhadap pengembangan wilayah,
e) Hidrograf banjir yang lewat,
f) Pengaruh limpasan, penambangan, longsoran dan bocoran,
g) Pengaruh tanggul terhadap lingkungan,
h) Elevasi muka air yang lebih tinggi di alur sungai,
i) Lereng tanggul dengan tepi sungai yang relatif stabil.

3) Sudetan (by pass/short cut)


Sudetan (by pass) adalah saluran yang digunakan untuk mengalihkan sebagian atau
seluruh aliran air banjir dalam rangka mengurangi debit banjir pada daerah yang
dilindungi. Faktor-faktor yang penting sebagai pertimbangan dalam desain saluran
by pass adalah sebagai berikut:
a) Biaya pelaksanaan yang relatif mahal.
b) Kondisi topografi dari rute alur baru.
c) Bangunan terjunan mungkin diperlukan di saluran by pass untuk mengontrol
kecepatan air dan erosi.
d) Kendala-kendala geologi timbul sepanjang alur by pass (contoh: membuat
saluran sampai batuan dasar sungai).
e) Penyediaan air dengan program pengembangan daerah sekitar sungai.
f) Kebutuhan air harus tercukupi sepanjang aliran sungai asli di bagian hilir dari
lokasi percabangan.
g) Pembagian air akan berpengaruh pada sifat alami daerah hilir mulai dari lokasi
percabangan by pass

Perbaikan alur sungai biasanya termasuk perbaikan alignment atau jalur sungai,
melalui pekerjaan sudetan. Pada alur sungai yang berbelok-belok sangat kritis,
sebaiknya dilakukan sudetan, agar air banjir dapat mencapai bagian hilir atau laut
dengan cepat, dengan mempertimbangkan alur sungai stabil. Hal ini dikarenakan
jarak yang ditempuh oleh aliran air banjir tersebut lebih pendek, kemiringan sungai
lebih curam dan kapasitas pengaliran bertambah atau akan mengalami perubahan
hidrograf banjir.
alasan melakukan sudetan dalam kaitan dengan pengendalian banjir adalah:
a) Sungai yang berkelok-berkelok atau bermeander kritis, adalah merupakan alur
yang relatif tidak stabil, dengan adanya sudetan akan lebih baik.
b) Dengan adanya sudetan akan terjadi bentuk hidrograf banjir antara di bagian
hulu dan hilir sudetan, sehingga akan menguntungkan daerah di bagian
hulunya.

IV - 18
4) Floodway
Floodway berfungsi untuk mengalirkan sebagian debit banjir pada waktu banjir,
sehingga debit banjir pada alur sungai lama akan berkurang dan akan menurunkan
tingkat resiko banjir. Kondisi pada umumnya, bahwa alur lama melewati kota,
sehingga menjadi rawan banjir. Sedangkan lahan pada kawasan pemukiman di
kota sangat mahal dan sulit untuk pembebasan lahan, sehingga perbaikan alur
sungai untuk memenuhi debit mengalami kesulitan.

Untuk mengatasi banjir dengan floodway, di samping aspek rekayasa/engineering,


aspek non teknis juga perlu dipertimbangkan. Jadi sebagian banjir akan dilewatkan
melalui floodway sebelum masuk daerah yang dilindungi atau daerah kota dan bisa
langsung dialirkan ke laut. Perubahan aliran banjir lewat floodway tersebut, jangan
sampai menimbulkan masalah sosial ekonomi di masa mendatang terutama dari
masyarakat yang dilalui floodway tersebut.

5) Sistem drainase khusus


Sistem drainase khusus sering diperlukan untuk memindahkan air dari daerah
rawan banjir karena drainase yang buruk secara alami atau karena ulah manusia.
Sistem khusus tipe gravitasi dapat terdiri dari saluran-saluran alami. Alternatif
dengan pemompaan mungkin diperlukan untuk daerah buangan dengan elevasi air
di bagian hilir yang terlalu tinggi. Sistem drainase khusus biasanya digunakan
untuk situasi berikut:
a) Daerah perkotaan dimana drainase alami tidak memadai.
b) Digunakan untuk melindungi daerah pantai dari pengaruh gelombang.
c) Daerah genangan/bantaran banjir dengan bangunan flood wall/dinding
penahan banjir.

Desain dari sistem drainase khusus berdasarkan pertimbangan berikut:


a) Topografi, karakteristik infiltrasi dan luas daerah yang akan dilindungi.
b) Kecepatan dan waktu hujan serta aliran permukaan.
c) Volume dari air yang ditahan.
d) Periode banjir.

Adapun kriteria yang digunakan dalam pemilihan bangunan adalah:


a) Apabila elevasi air buangan lebih rendah dari elevasi daerah yang dilindungi,
dapat digunakan outlet sederhana.
b) Apabila fluktuasi perubahan elevasi air berubah-ubah diperlukan pintu-pintu
otomatis.
c) Stasiun pompa diperlukan apabila elevasi air buangan lebih tinggi dari daerah
yang dilindungi.

c. Metode Non-Struktur
1) Pengelolaan DAS

IV - 19
Pengelolaan DAS berhubungan erat dengan peraturan, pelaksanaan dan pelatihan.
Kegiatan penggunaan lahan dimaksudkan untuk menghemat dan menyimpan atau
menahan air dan konservasi tanah. Pengelolaan DAS mencakup aktivitas-aktivitas
berikut ini:
a) Pemeliharaan vegetasi di bagian hulu DAS.
b) Penanaman vegetasi untuk mengendalikan atau mengurangi kecepatan aliran
permukaan dan erosi tanah.
c) Pemeliharaan vegetasi alam, atau penanaman vegetasi tahan air yang tepat,
sepanjang tanggul drainase, saluran-saluran dan daerah lain untuk
pengendalian aliran yang berlebihan atau erosi tanah.
d) Mengatur secara khusus bangunan-bangunan pengendali banjir (misal check
dam) sepanjang dasar aliran yang mudah tererosi.
e) Pengelolaan khusus untuk mengatisipasi aliran sedimen yang dihasilkan dari
kegiatan gunung berapi yang dikenal dengan nama debris flow.
Sasaran penting dari kegiatan pengelolaan DAS adalah untuk mencapai
keadaankeadaan berikut:
a) Mengurangi debit banjir di daerah hilir.
b) Mengurangi erosi tanah dan muatan sedimen di sungai.
c) Meningkatkan produksi pertanian yang dihasilkan dari penataan guna tanah
dan perlindungan air.
d) Meningkatkan lingkungan di DAS dan daerah sempadan sungai.

2) Pengaturan Tata Guna Lahan


Pengaturan tata guna lahan di DAS dimaksudkan untuk mengatur penggunaan
lahan, sesuai dengan rencana pola tata ruang yang ada. Hal ini untuk menghindari
penggunaan lahan yang tidak terkendali, sehingga mengakibatkan kerusakan DAS
yang merupakan daerah tadah hujan. Pada dasarnya pengaturan penggunaan lahan
di DAS dimaksudkan untuk:
a) Untuk memperbaiki kondisi hidrologis DAS, sehingga tidak menimbulkan
banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.
b) Untuk menekan laju erosi daerah aliran sungai yang berlebihan, sehingga dapat
menekan laju sedimentasi pada alur sungai di bagian hilir

Penataan masing-masing kawasan, proporsi masing-masing luas penggunaan lahan


dan cara pengelolaan masing-masing kawasan perlu mendapat perhatian yang baik.
Daerah atas dari daerah aliran sungai yang merupakan daerah penyangga, yang
berfungsi sebagai recharge atau pengisian kembali air tanah, perlu diperhatikan
luasan masing-masing kawasan. Misalnya untuk luasan kawasan hutan
minimum/kira-kira 30% dari luas daerah aliran sungai.

Sedangkan untuk mencegah adanya laju erosi DAS yang tinggi perlu adanya cara
pengelolaan yang tepat, untuk masing-masing kawasan. Pengelolaan lahan tersebut
dapat meliputi, sistem pengelolaan, pola tanam dan jenis tanaman yang disesuaikan
jenis tanah, kemampuan tanah, elevasi dan kelerengan lahan. Karena dengan
adanya erosi lahan yang tinggi akan menentukan besarnya angkutan sedimen di

IV - 20
sungai dan mempercepat laju sedimentasi di sungai, terutama di bagian hilir.
Dengan adanya sedimentasi di sungai akan merubah penampang sungai dan
memperkecil kapasitas pengaliran sungai.

3) Pengendalian Erosi
Pengendalian erosi pada prinsipnya merupakan tindakan-tindakan untuk mencegah
dan mengendalikan erosi baik di DAS maupun di tebing sungai. Beberapa cara
pengendalian erosi di DAS diantaranya:
a) Terasering
b) Buffer strip (garis penyangga)
c) Rotasi penanaman (perubahan pola tanam)
d) Crop cover atau penutupan lahan (dengan tanaman lebat) mengurangi erosi
e) Bila tak ada penggundulan hutan → erosi sangat kecil

4) Pengembangan dan Pengaturan Daerah Banjir/Genangan


Masalah yang timbul dari penggunaan lahan daerah genangan diantaranya adalah
sebagai berikut:
a) Masyarakat yang bermukim pada daerah-daerah genangan akan kehilangan
pencaharian yang ditimbulkan banjir.
b) Pemanfaatan intensif daerah-daerah genangan untuk mata pencaharian,
industri dan kegiatan lain akan meningkatkan potensi bagi kerusakan-
kerusakan yang diakibatkan banjir.

Langkah pertama dalam peningkatan pengendalian daerah genangan di daerah


yang beresiko banjir dan daerah kritis ditentukan diantaranya oleh faktor-faktor
berikut:
a) Besarnya banjir yang terjadi.
b) Waktu peringatan efektif.
c) Pengetahuan tentang banjir.
d) Tingkat luapan banjir.
e) Kedalaman dan kecepatan banjir.
f) Lamanya banjir.
g) Masalah-masalah pengungsian.
h) Akses (kemudahan).
i) Potensi kerusakan banjir.

Dua tahapan yang perlu dilaksanakan, kaitannya dengan program pengendalian


banjir adalah sebagai berikut ini:
a) Tahap I: Melarang adanya pemanfaatan di daerah bantaran banjir, seperti
pendirian gedung, rumah ataupun pengusahaan tanaman.
b) Tahap II: Pengaturan pengendalian penggunaan lahan untuk mengurangi
kerusakan-kerusakan yang disebabkan banjir.

5) Penanganan Kondisi Darurat

IV - 21
Penanggulangan banjir perlu dilakukan untuk menangani penanggulangan banjir
dalam keadaan darurat, terutama untuk bangunan pengendalian banjir yang rusak
dan kritis. Hal ini terutama untuk menangani banjir tahunan yang perlu
penanganan tahunan pada waktu musim hujan atau banjir. Perencanaan
penanggulangan banjir perlu dibuat sebelumnya, berdasarkan pengalaman yang
telah lalu. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan penanggulangan
banjir:
a) Identifikasi masalah.
b) Kebutuhan bahan dan peralatan penanggulangan.
c) Kebutuhan tenaga penanggulangan.

6) Peramalan (Forcasting) dan Sistem Peringatan Banjir (Flood Warning System)


Peramalan banjir adalah merupakan bagian dari sistim pengendalian banjir suatu
sistem sungai. Maka dalam penyusunan sistim peramalan dan peringatan dini
banjir DAS perlu memperhatikan:
a) Bangunan pengendalian banjir.
b) Operasional bangunan sistim pengendalian banjir.
c) Hidrologi.
d) Karakteristik DAS.
e) Karakteristik daerah rawan banjir.
f) Kemungkinan kerugian akibat banjir.
g) Waktu perambatan banjir.

7) Law Enforcement
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam
lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara (Asshiddiqie, 2011). Dalam wikipedia disebutkan bahwa penegakan
hukum adalah sesuatu yang merefer (merujuk) pada suatu sistem dimana anggota
masyarakat berlaku/bertindak secara terorganisir untuk berpromosi tunduk kepada
hukum atau peraturan yang berlaku

8) Penyuluhan Pada Mayarakat


Permasalahan banjir adalah merupakan permasalahan umum, terutama di daerah
bawah, maka sudah saatnya masyarakat yang berada pada daerah tersebut peduli
akan pencegahan terhadap bahaya banjir. Disamping itu pihak yang berwenang
termasuk instansi yang terkait, harus betul-betul melaksanakan pembinaan,
pengawasan, pengendalian dan penanggulangan terhadap banjir secara intensif dan
terkoordinasi.
a) Penyuluhan oleh pihak yang berwenang, bagaimana cara menghindari bahaya
banjir, supaya kerugian yang timbul tidak terlalu besar.
b) Meningkatkan kesadaran masyarakat, bahwa kerusakan daerah aliran sungai
yang diakibatkan oleh umat manusia, dapat mengakibatkan banjir yang lebih
parah.

IV - 22
c) Mengembangkan sikap masyarakat bahwa membuang sampah dan lain-lain di
sungai adalah tidak baik dan akan menimbulkan permasalahan banjir.
d) Meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa aktivitas di daerah alur sungai,
misalnya tinggal di bantaran sungai adalah mengganggu dan dapat
menimbulkan permasalahan banjir.
e) Meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa tinggal di daerah bawah atau
daerah dataran banjir, perlu mentaati peraturan-peraturan dan mematuhi
larangan yang ada, untuk menghindari permasalahan banjir dan menghindari
kerugian banjir yang lebih besar.

J. Analisis Kondisi Lingkungan Binaan (Cluster)

1. Analisis Karakteristik Kawasan Figure And Ground


Teori figure-ground dipahami dari tata kota sebagai hubungan tekstural antara bentuk yang
dibangun berupa blok-blok dari massa bangunan yang solid (figure) dan ruang terbuka
yang terbentuk di antara blok-blok massa tersebut sebagai ruang luar (open space) yang
dipahami sebagai void (ground). Teori figure- ground dapat digunakan sebagai dasar untuk
membentuk ruang luar yang mempunyai hierarki. Struktur jalan dan plasa merupakan
suatu susunan, serta bangunan yang mengikuti pola tersebut. 2. Merencanakan kota agar
lebih terintegrasi, karena terdapat struktur jalan dan ruang terbuka yang mempengaruhi
orientasi bangunan. 3. Mengupayakan agar juga terbentuk ruang yang teratur.

Analisa figure-ground adalah alat yang sangat baik untuk mengidentifikasikan sebuah
tekstur dan pola-pola sebuah tata ruang perkotaan (urban fabric), serta mengidentifikasikan
masalah ketidakteraturan massa/ruang perkotaan. Analisis Figure dapat dijadikan
pandangan pertama dengan memperhatikan konfigurasi figure atau dengan kata lain,
konfigurasi massa atau blok yang dilihat secara figuratif. Artinya, perhatian diberikan pada
figure massanya.

Kawasan Strategis Kota Kendari merupakan wilayah yang bersifat heterogen jika dilihat
dari sisi susunan kawasan. Disana terdapat berbagai macam fungsi bangunan, mulai dari
area peniagaan seperti ruko, pasar, area aksesibilitas transportasi seperti terminal angkutan
darat, area hingga permukiman warga.

Pada beberapa bagian di Kawasan Kota Strategis Kota Kendari yaitu Kawasan Pelabauhan
Perikanan Samudra Kendari, Kawasan Gubernur, Kawasan Universitas Halu Oleo, dan
Kawasan Citra Land, Kwasan Wisata Kebun Raya Kendari yang mengekspresikan sebuah
konfigurasi kawasan.

2. Analisis Aksesibilitas Pejalan Kaki Dan Pesepeda


a. Aksesibilitas Pejalan Kaki
Aksesibilitas meliputi kemudahan waktu, biaya, dan usaha dalam melakukan
perpindahan antar tempat-tempat atau kawasan. Aksesibilitas juga difokuskan pada
kemudahan bagi penderita cacat untuk menggunakan fasilitas seperti pengguna kursi
roda harus bisa berjalan dengan mudah di trotoar ataupun naik keatas angkutan umum.

IV - 23
Secara ketersediaan, jalur khusus pedestrian dapat dikembangkan di Kawasan Strategis
Kota Kendari walauput secara eksisting tidak seluruh jalan memiliki jalur pedestrian
tetapi sudah tersedia bagian jalan yang dapat dikembangkan sebagai jalur pedestrian.

Berikut adalah ilustrasi- ilustrasi penataan jalur pejalan kaki ideal untuk diterapkan.
1) Pembagian Zona Pada Jalur pejalan kaki
Pembagian zona pada pejalan kaki dilakukan untuk mengelompokan dan
membatasi masing-masing ruang yang terdapat pada jalur pejalan kaki. Jalur
sirkulasi utama pejalan kaki tidak boleh terhalang dan harus memenuhi
persyaratan-persyaratan teknis yang ditentukan. Pembagian jalur pejalan kaki ini
juga bertujuan untuk mengatur peletakan elemen-elemen pendukung yang
membuat pejalan kaki semakin nyaman untuk digunakan.

Gambar 4.2. Pembagian Zona Pada Jalur Pejalan Kaki

Gambar 4.3. Contoh Jalur Pejalan Kaki

IV - 24
2) Koneksi/Hubungan dengan Halte
Keberadaan pemberhentian sementara atau halte tidak boleh mengurangi lebar
efektif trotoar. Halte dapat ditempatkan di depan ataupun belakang lajur pejalan
kaki. Jalur bagi pejalan kaki berkebutuhan khusus (penyandang disabilitas) juga
wajib disediakan pada jalur pejalan kaki.

Halte juga harus dilengkapi dengan akses pejalan kaki berkebutuhan khusus dan
fasilitas pendukung seperti tempat duduk, atap peneduh, dan kelengkapan
lainnya.Jarak yang umumnya digunakan penentuan jarak antara halte dan/atau
tempat pemberhentian bis adalah 300 m. Untuk detil jarak antar halte dan/atau
tempat pemberhentian bis mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal
Perhubungan Darat No. 271/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis
Perekayasaan Tempat Perhentian Kendaraan Penumpang Umum.

Gambar 4.4. Sketsa Halte Yang Terletak di Jalur Pejalan Kaki

Gambar 4.5. Sketsa Akses Pejalan Kaki Berkebutuhan Khusus

Jalur pedestrian bagi penyandang disabilitas adalah jalur yang digunakan untuk
berjalan kaki atau berkursi roda bagi penyandang cacat, yang dirancang

IV - 25
berdasarkan kebutuhan orang untuk bergerak aman, nyaman dan tak terhalang.
Persyaratan pedestrian bagi penyandang disabilitas adalah:

3) Permukaan
Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak licin.
Hindari sambungan atau gundukan pada permukaan, kalaupun terpaksa ada,
tingginya harus tidak lebih dari 1,25 cm. Apabia menggunakan karpet, maka
ujungnya harus kencang dan mempunyai trim yang permanen.
4) Kemiringan
Kemiringan maksimum 7° dan pada setiap jarak 9 m disarankan terdapat
pemberhentian untuk istirahat.
5) Area istirahat
Terutama digunakan untuk membantu pengguna jalan penyandang cacat.
Pencahayaan Berkisar antara 50-150 lux tergantung pada intensitas pemakaian,
tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.
6) Perawatan Dibutuhkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan.
7) Drainase Dibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman maksimal 1,5
cm, mudah dibersihkan dan perletakan lubang dijauhkan dari tepi ramp.
8) Ukuran Lebar minimum jelur pedestrian adalah 120 cm untuk jalur searah dan 160
cm untuk dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang rambu-rambu
dan benda-benda pelengkap jalan yang menghalang.
9) Tepi pengaman Penting bagi penghentian roda kendaraan dan tongkat tuna netra ke
arah area yang berbahaya. Tepi pengaman dibuat setinggi minimum 10 cm dan
lebar 15 cm sepanjang jalur pedestrian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar berikut ini:

Gambar 4.6. Ukuran dan Detail Penerapan Fasilitas Bagi Pejalan Kaki Berkebutuhan
Khusus

IV - 26
b. Aksesibilitas Pesepeda
Secara umum ketentuan fungsi jalur pesepeda adalah sebagai berikut:
1) Merupakan lajur yang diprioritaskan bagi sepeda.
2) Merupakan jalur yang dikhususkan bagi sepeda.
3) Direncanakan hanya melayani arus sepeda pada perjalanan jarak dekat serta
perjalanan dalam kota.
4) Memenuhi aspek-aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan kelancaran lalu
lintas yang diperlukan dan mempertimbangkan faktor teknis dan lingkungan.
5) Kendaraan tidak bermotor seperti becak, andong atau delman tidak diperbolehkan
menggunakan lajur atau jalur sepeda.

Secara umum ketentuan Penempatan jalur pesepeda adalah sebagai berikut:


1) Apabila terdapat lajur sepeda motor, maka jalur sepeda berada di sisi kiri dari lajur
sepeda motor.
2) Apabila terdapat tempat parkir bagi kendaraan bermotor di sisi jalan, maka lajur
atau jalur sepeda berada di sisi kiri (dalam) dari tempat parkir bagi kendaraan
bermotor.
3) Jalur sepeda dapat ditempatkan di atas trotoar. Penempatannya berada di sisi kanan
dari lajur pejalan kaki dengan syarat tidak mengurangi lebar minimal lajur bagi
pejalan kaki, serta memperhatikan keselamatan pejalan kaki.
4) Lajur atau jalur sepeda yang ditempatkan di badan jalan, syarat penempatannya
tidak boleh mengurangi lebar minimal yang disyaratkan bagi kendaraan bermotor.
5) Alinyemen horizontal dan vertikal dapat mengikuti alinyemen eksisting bagi jalur
kendaraan roda empat atau lebih, namun untuk alinyemen vertikal perlu
memperhatikan kelandaian ideal bagi pesepeda.
6) Apabila jalan bagi kendaraan bermotor memiliki arus lalu lintas satu arah bagi
kendaraan bermotor, maka lajur atau jalur sepeda dapat ditempatkan untuk dua
arah.

Lebar lajur atau jalur sepeda memerlukan beberapa kriteria penting dalam penentuan,
yang lebarnya meliputi lebar sepeda dan jarak kebebasan samping, serta ruang bagi
pesepeda untuk menyiap pesepeda lainnya. Pemilihan lebar satu lajur sepeda dapat
dipilih apabila volume sepeda maksimal 120 sepeda/jam/lajur. Sedangkan apabila
lebih itu maka dapat dipilih lebar dua lajur sepeda sehingga dapat menampung volume
sepeda maksimal 240 sepeda/jam/2 lajur.

Gambar 4.7. Perspektif Jalur Pejalan Kaki dan Pesepeda

IV - 27
3. Analisis Ketersediaan Dan Dimensi Jalur Khusus Pedestrian
Dalam menentukan besaran dimensi pedestrian terdapat ketentuan-ketentuan teknis dan
perhitugan yang perlu dilakukan sebagai berikut :
a. Lebar efektif lajur pejalan kaki berdasarkan kebutuhan satu orang adalah 60 cm
dengan lebar ruang gerak tambahan 15 cm untuk bergerak tanpa membawa barang,
sehingga kebutuhan total lajur untuk dua orang pejalan kaki bergandengan atau dua
orang pejalan kaki berpapasan tanpa terjadi persinggungan sekurang- kurangnya 150
cm.
b. Penghitungan lebar trotoar minimal menggunakan Persamaan.
V
W= +N
35
Keterangan:
W : lebar efektif minimum trotoar (m)
V : volume pejalan kaki rencana/dua arah (orang/meter/menit)
N : adalah lebar tambahan sesuai dengan keadaan setempat (meter).

Tabel 4.11. Nilai N


N (Meter) Keadaan Keterengan
Jalan di daerah dengan Arus pejalan kaki > 30
1,0 bangkitan pejalan kaki orang/menit/meter, atau dapat
tinggi berupa daerah pasar atau terminal
arus pejalan kaki 15-30
Jalan di daerah dengan
orang/menit/meter, atau dapat
0,5 bangkitan pejalan kaki
berupa daerah perbelanjaan bukan
sedang
pasar
Jalan di daerah dengan arus pejalan kaki < 15
0,5 bangkitan pejalan kaki orang/menit/meter, atau dapat
rendah berupa daerah lainnya
Sumber : Hasil Analisis 2022

c. Bila pada trotoar akan dipasang fasilitas tambahan, maka dimensi trotoar yang
seyogianya disediakan dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 4.12. Penentuan Dimensi Trotoar Berdasarkan Lokasi Arus Pejalan Kaki
Zona Dimensi
Arus Pejalan
Jalur Leber Bagian Total
Lokasi Kaki
Kerb Fasilita Efekti Depan (Pembula
Maksimum
s f Gedung tan)
Jalan Pusat Kota 30 Pejalan 0,15 m 1,2 m 0,75 m 5-6 m
Arteri (CBD) Kaki/ menit
Sepanjang
taman,
sekolah, serta

IV - 28
Zona Dimensi
Arus Pejalan
Jalur Leber Bagian Total
Lokasi Kaki
Kerb Fasilita Efekti Depan (Pembula
Maksimum
s f Gedung tan)
pusat
pembangkit
pejalan
kaki utama
lainnya
Jalan Puasat Kota
Kolekt (CBD)
or
Sepanjang
taman,
15 Pejalan
sekolah, serta 0,15 m 0,9 m 0,35 m 3,5-4 m
Kaki/menit
pusat
pembangkit
pejalan
kaki utama
lainnya
Jalan Lokal 8 pejalan
0,15 m 0,9 m 0,15 m 3m
kaki/menit
Jalan Lokal dan 4 pejalan
0,15 m 0,9 m 0,15 m 2,5 m
Lingkungan kaki/menit
Sumber : Hasil Analisis 2022
Keterangan: bila kondisi lahan eksisting memiliki keterbatasan ruang dengan arus
pejalan kaki maksimum pada jam puncak <50 pejalan kaki/menit, lebar dapat
disesuaikan dengan justifikasi yang memadai dengan memperhatikan kebutuhan lebar
lajur minimum pejalan kaki.

Kebutuhan minimum jalur pejalan kaki di kawasan perkotaan berdasarkan tata guna lahan,
fungsi dan tipe jalan dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 4.13. Kebutuhan Minimum Jalur Pejalan Kaki


Batas
Fungsi Sistem Kecepatan Tipe Jenis Jalur Jenis
Jalan Jalan Operasional Jalan Pejalan Kaki Penyebrangan
Lalulintas
Trotoar berpagar
Sebidang dengan
dengan akses
2/2 Tak APILL (Pelican
≤40 pada
Arteri terbagi crossing) atau tidak
penyeberangan
dan Primer sebidang
dan halte bus
Kolektor
Trotoar berpagar sebidang dengan
4/2 Tak
≤40 dengan akses APILL (Pelican
terbagi
pada crossing) atau tidak

IV - 29
Batas
Fungsi Sistem Kecepatan Tipe Jenis Jalur Jenis
Jalan Jalan Operasional Jalan Pejalan Kaki Penyebrangan
Lalulintas
penyeberangan
sebidang
dan halte bus
Trotoar berpagar
dengan akses
sebidang dengan
pada
4/2 APILL (Pelican
≤60 penyeberangan
Terbagi crossing) atau
dan halte bus
tidak sebidang
(berdeda dengan
6/2)
Trotoar berpagar
dengan akses
sebidang dengan
pada
6/2 APILL (Pelican
≤80 penyeberangan
Terbagi crossing) atau
dan halte bus
tidak sebidang
(berbeda dengan
4/2)
sebidang (zebra
2/2 Tak
Lokal ≤30 trotoar cross, pedestrian
terbagi
platform)
sebidang (zebra
2/2 Tak trotoar atau bahu
≤30 cross, pedestrian
terbagi diperkeras
platform)
sebidang dengan
APILL(Pelican
crossing) sebidang
4/2 Tak
Arrteri ≤30 trotoar dengan petugas
terbagi
dan pengatur
Kolektor penyebrangan
Sekunder
atau tak sebidang
sebidang dengan
APILL (Pelican
4/2
≤30 trotoar crossing) dengan
Terbagi
lapak tunggu atau
tak sebidang
sebidang (zebra
2/2 Tak
Lokal ≤30 trotoar cross, pedestrian
terbagi
platform)
Sumber : Hasil Analisis 2022

Keterangan: Jalan merupakan jalan dengan sistem sekunder atau primer yang
melintasi kawasan perkotaan

IV - 30
Berdasarkan pertimbangan di atas untuk ruas jalan Kawasan Strategis Kota Kendari yang
membutuhkan pendestrian

Tabel 4.14. Analisis Kebutuhan Pejalan Kaki Berdasarkan Fungsi Jalan di Kawasan
Strategis Kota Kendari
Kebutuhan Pejalan kaki
No Fungsi Jalan Labar Arus Pejalan Jenis Jalur Jenis
(m) Kaki Penyebrangan
30 Pejalan Kaki/ Trotoar sebidang dengan
menit berpagar APILL (Pelican
dengan akses crossing) atau
1 Jalan Arteri Sekunder 4-5 pada tidak sebidang
penyebranga
n dan halte
bus
15 Pejalan Kaki/ Trotoar sebidang dengan
menit berpagar APILL(Pelican
dengan akses crossing)
2 Jalan Kolektor 2 – 3,5 pada sebidang dengan
penyebranga petugas pengatur
n dan halte penyebrangan
bus atau tak sebidang
8 Pejalan Kaki/ trotoar sebidang (zebra
3 Jalan Lokal 1,5 - 2 menit cross, pedestrian
platform)
Sumber : Hasil Analisis 2022

4. Analisis Karakteristik Kawasan (Langgam Bangunan)


Langgam arsitektur memiliki banyak jenis, seperti langgam arsitektur modern, langgam
arsitektur post-modern, langgam arsitektur dekontruksi, langgam arsitektur klasik, langgam
arsitektur vernakular dan lainnya. (Diesty, 2012). Analisis karakateritik kawasan atau
langgam bangunan dimaksudkan untuk mengetahui pola sebaran arsitektur berdasarkan
jenis langgamnya. Melalui pola sebaran, maka dapat ditentukan penetapan langgam
bangunan pada kawasan tersebut.

Pengaturan jenis langgam arsitektur menjadi hal penting untuk menjaga keserasian maupun
keseimbangan bentuk dan visual kawasan. Selain itu, sebagai bentuk pelestarian budaya
melalui konservasi bangunan-bangunan yang memiliki sejarah.

Dalam Kawasan Strategis Kota Kendari terdapat beberapa kelompok langgam bangunan
anatara lain:

a. Arsitek Venakular
Saat ini istilah arsitektur vernakular merupakan istilah yang lazim di kalangan praktisi
arsitektur. Namun, pengertian yang utuh dan komprehensif masih diwacanakan dan
belum mampu memuaskan keingintahuan para pekerja seni bangunan (arsitek) pada

IV - 31
umumnya. Dalam translasi konotatifnya, arsitektur vernakular sering disebut sebagai
"anonymous architecture" atau "arsitektur tanpa arsitek".

Terminologi arsitektur vernakular semakin memperoleh momentumnya sejak


didefinisikan oleh Amos Rapoport (1982) melalui diferensiasi tipologi bangunan atas
yang hadir melalui suatu tradisi disain tingkat tinggi dan yang hadir dengan tradisi
rakyat (folk tradition)”. Distinksi ini lebih sering dikenal dengan dikotomi “high class
style vs low class style”. Dalam kelompok yang kedua, Rapoport menyebut bangunan
primitif dan bangunan vernakular sebagai bagian yang utama, sementara arsitektur
moderen menjadi kasus spesial untuk kelompok pertama. Berangkat dari taksonomi ini,
Rapoport kemudian membedakan bangunan vernakular atas “pre- industrial vernacular”
dan “modern vernacular”. Kategori yang pertama lebih menunjuk pada buah evolusi
bangunan primitif, sementara yang kedua lebih berasosiasi pada komunitas masyarakat
yang melatarbelakangi kehadiran bangunan vernakular tersebut. Bagi Rapoport, disain
(arsitektur) vernakular lebih merupakan suatu penyesuaian model dengan variasi
individual yang lebih beragam dari bangunan-bangunan primitif.

Bangunan bergaya vernakular sangat lekat dengan identitas dari masyarakat lokal
daerah khususnya rumah adat……. Rumah adat …… sangat identik dengan ciri
arsitektur yang diterapkan oleh masyarakat di Kawasan Strategis Kota Kendari.
Gambar 4.8. Langgam Bangunan Arsitektur Tradisional-venakular di Kawasan Strategis
Kota Kendari

b. Arsitektur Neo-Klasik
Gaya ini mengadopsi gaya dari arsitektur klasik kuno, prinsip-prinsip Vitruvian, dan
karya arsitek Italia Andrea Palladio. Di Eropa tengah dan timur, gaya ini biasanya
disebut sebagai Klasisisme (dalam Bahasa Jerman Klassizismus). klasik muncul sebagai
keinginan untuk kembali merasakan “kemurnian” dari seni Roma dan Yunani kuno,
dengan persepsi yang lebih jelas dan ideal. Arsitektur Neoklasik merupakan reaksi
terhadap gaya arsitektur Rococo dan Baroque. Banyaknya penemuan dari peninggalan
arsitektur Yunani dan Romawi juga memicu munculnya gaya arsitektur neo klasik. Pada
abad ke-18 banyak orang yang tertarikuntuk melakukan penggalian pada situs-situs
lama, terutama situs Yunani. Terdapat bebeberapa bangunan dalam deliniasi yang
mengambil bentuk dari arsitektue neo-klasik Rowami. Salah satunya adalah gaya
asitektur …..yang sejarah bentukan mengadopsi bentuk dari arsitektur romawi. Gaya
arsitektur ini dipilih untuk memberikan kesan mewah kepada pengguna bangunan.

Gambar 4.9. Langgam Bangunan Arsitektur Neo-Klasik di Kawasan Strategis Kota


Kendari

5. Analisis Land Use

IV - 32
6. Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau dan Non Hijau
a. Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang menyebutkan
bahwa 30% wilayah kota harus berupa RTH yang terdiri dari 20% publik dan 10%
privat. RTH publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah
kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.

Pada tahap analisis Ruang Terbuka Hijau, merupakan estimasi pemanfaatan lahan
untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kawasan Strategis Kota Kendari, yang didasarkan
pada luas Kawasan Strategis Kota Kendari. Adapun ketentuan Penyediaan RTH
berdasarkan luas kawasan perkotaan adalah sebagai berikut:
- Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari Ruang Terbuka Hijau Publik dan
RTH privat;
- Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri
dari 20% ruang terbuka hijau publik dan privat, 10% terdiri dari ruang terbuka
hijau hutan kota;
- Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah
memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku,
maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya

7. Analisis Vista Kawasan (Pelataran Pandang)


Vista merupakan view yang terbatas, biasanya ke arah elemen-elemen yang dominan atau
menonjol. Susunan yang baik dari sebuah vista mempunyai keseimbangan, ritme, dan
simfoni yang menawan. Vista mempunya 3 bidang enframent, secara keseluruhan biasanya
paling bagus diperlihatkan secara sederhana dalam bentuk, tekstur dan warna. Vista
bersifat menerus, sebuah petunjuk daya tarik untuk pengalaman visual (daya tarik mata),
oleh karena itu vista berfungsi visual sebagai rencana menarik sumbu.

Vista yang berhubungan dengan path, edge, district, dan node akan sangat mempengaruhi
citra kota. Path atau jalur yang vital seperti jalur transportasi menurut Kevin Lynch
(Perancangan Kota Secara Terpadu (Markus Zahnd, 2006)) adalah sesuatu yang mewakili
gambaran kota secara keseluruhan. Edge adalah batas wilayah yang dapat berupa dinding,
sungai, atau pantai. District adalah kawasan kota dalam skala dua dimensi yang
mempunyai kemiripan dalam bentuk, pola dan fungsinya. Node adalah sebuah titik temu
berbagai aktivitas ataupun arah pergerakan penduduk kota, seperti persimpangan, pasar,
square, dan sebagainya.

Perencanaan vista kawasan nantinya akan sangat mempengaruhi view secara keseluruhan
karena akan sangat memberikan nilai estetika terhadap kawasan tersebut. Vista kawasan
erat kaitannya dengan kontur, gaya bangunan, jalur jalan dan elemen-elemen seperti
softscape dan hardscape pada penataan landskap, taman kota, public area, dan masih
banyak hal lainnya yang dapat membentuk vista kawasan.

8. Analisis Tata Massa Bangunan

IV - 33
Tata massa bangunan merupakan pengaturan penempatan bangunan yang
mempertimbangkan faktor-faktor pembatas yang terdapat pada sekitanya, antara lain
sempadan bangunan, sungai, mata air, waduk, danau, dan pantai.

9. Analisis Intensitas Bangunan


Wujud fisik suatu kota sangat mudah dikenali dengan mengamati kawasan dan bangunan
yang ada. Dari bentuk fisik inilah kiranya akan terlihat bagaimana proses pembangunan
dalam sebuah kota. Para pendatang dan penduduk kota itu sendiri akan dapat menilai suatu
kota dengan melihat tingkat keindahan dan kenyamanan kota dengan melihat bagaimana
tingkat kepadatan lingkungan, ketersediaan ruang-ruang terbuka publik berupa taman-
taman, ketinggian bangunan pada bagian-bagian tertentu dalam kota tersebut. Meskipun ini
bukan menjadi satu-satunya indikator utama yang mempengaruhi tingkat kenyamanan
masyarakt dan pengunjung kota. Namun tata kawasan dan bangunan fisik inilah dapat
dengan mudah disaksikan dan dirasakan dampaknya.

Untuk menilai tentang tata kawasan dan bangunan di Kawasan Strategis Kota Kendari ini
akan dijelaskan dengan pengamatan terhadap beberapa aspek meliputi aspek tata kawasan,
kepadatan bangunan, ketinggian dan perpetakan bangunan, kawasan dan bangunan
bersejarah serta masalah garis sempadan.

a. Analisa Pola Perletakan Bangunan


Perpetakan suatu bangunan biasanya dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan lahan
pengembangan dan fungsi atau kegiatan yang berlangsung pada suatu petak bangunan.
Bangunan merupakan unsur masif yang memiliki nilai fungsi sebagai wadah kegiatan
manusia dan memberikan suatu kehadiran massa dan volume obyek pada jalan dan
tapak.

Perpetakan bangunan di Kawasan Strategis Kota Kendari memperlihatkan kondisi yang


bervariasi sesuai dengan fungsi bangunan itu sendiri, secara umum karakteristik petak
bangunan yang ada tidak banyak berbeda. Sebagian besar kawasan permukiman tumbuh
secara swadaya dan belum menunjukkan keteraturan bangunan, hal ini disebabkan oleh
pembangunan permukiman yang belum terencana, sehingga pola perletakan
menyesuaikan dengan petak persil lahan yang ada. Kawasan perumahan yang dibangun
oleh pengembang belum tersedia, sehingga ke depan perlu regulasi yang mengatur
ketentuan lahan pengembangan perumahan.

b. Koefisien Dasar Bangunan dan Koefisien Lantai Bangunan


1) Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka prosentase berdasarkan
perbandingan luas lantai dasar bangunan terhadap luas tanah perpetakan. Koefisien
dasar bangunan diperlukan untuk membatasi luas lahan yang tertutup dengan
bangunan, sebagai upaya untuk melestarikan ekosistem, sehingga dalam lingkungan
yang bersangkutan sisa tanah sebagai ruang terbuka masih menyerap atau
mengalirkan air hujan ke dalam tanah. Batasan Koefisien Dasar Bangunan adalah :
 Batasan KDB adalah suatu nilai hasil perbandingan antara luas seluruh lantai
dasar bangunan dan luas daerah perencanaan

IV - 34
 Batasan KDB dinyatakan dalam persen (%)
Adapun pendekatan untuk menentukan KDB adalah :
LuasLantai Dasar Bangunan
KDB=
LuasKapling

Gambar 4.10. Skema Perletakan Bangunan


Berdasarkan hasil identifikasi bangunan di kawasan perencanaan untuk mengetahui
tingkat koefisien dasar bangunan yang lebih tinggi lebih cenderung terdapat pada sisi
jaringan jalan utama. Umumnya untuk KDB yang relatif lebih tinggi pada bagian
pusat kawasan perkotaan yang semakin mengarah keluar pusat kota kecenderungan
koefisien dasar bangunan semakin rendah. Untuk mengantisipasi persoalan terhadap
kemorosotan lingkungan akibat rendahnya ruang terbuka maka perlu penetapan
ketentuan KDB di kawasan perencanaan sebagai upaya pengendalian pemanfaatan
ruang. Meskipun demikian dalam upaya pengendalian perkembangan eksting,
revitalisasi dan pembangunan baru perlu berpedoman pada ketentuan KDB sebagai
tabel berikut:
Tabel 4.15. Pedoman KDB Maksimum Menurut Fungsi Bangunan dan Jalan
KDB maksimum
Fungsi Fungsi Jalan
Arteri Kolektor Lokal
Lindung 2% 2% 2%
Budidaya
a. Perumahan Bangunan tinggi 25 % 20 % 15 %
Bangunan sedagng 25 % 25 % 25 %
Bangunan rendah - - -
Kepadatan tinggi 60 % 70 % 80 %
Kepadatan Sedang 50 % 60 % 60 %
Kepadatan Rendah 40 % 50 % 60 %
b. Jasa Luas > 10.000 m2 25 % 40 % 50 %
Luas > 5.000 m2 25 % 40 % 50 %
Luas 1.000-5.000 m2 50 % 50 % 50 %
Luas 200 -.1.000 m2 60 % 60 % 60 %
Pusat primer 50 % 50 % 50 %
Pusat sekunder 50 % 50 % 50 %
c. Pemerintahan Luas > 5.000 m2 40 % 50 % 50 %
d. Perdagangan Grosir 50 % - -

Bangunan IV - 35
A
Bangunan KDB = x 100%
AB
Bangunan KDB = x 100%
A m2 B m2
Persil
AB
Bangunan KDB = x 100%
Persil A m2 B m2
AB
Bangunan KDB = x 100%
Persil A m2 B m2
AB
KDB = x 100%
Persil A m2 KDB maksimum
B m2
Fungsi Fungsi Jalan B
AArteri
m2 B m2Kolektor Lokal
Eceran aglomerasi (mall) 50 % 60 % -
Eceran aglomerasi linier 50 % 60 % -
Eceran tunggal (toko) 50 % 60 % 60 %
Pusat primer 70 % 70 % 70 %
Pusat sekunder 70 % 70 % 60 %
e. Industri Besar 40 % - -
Sedang 40 % 40 % -
Kecil - 60 % 60 %
Rumah Tangga - 60 % 60 %
f. Perguruan tinggi 50 % 50 %
g. Fasilitas umum 50 % 50 % 60 %

Koefisien Dasar Bangunan pada dasarya diperoleh dari perhitungan kebutuhan akan
ruang terbuka hijau, yang mana ditunjukan oleh Koefisien Dasar Hijau (KDH).
Koefisien Dasar Hijau ditentukan oleh kebutuhan akan infiltrasi air pada sebidang
lahan, yang setara dengan besaran ruang terbuka.

I inf
Ruang Terbuka (%) =
Qinf
Ha

dimana Iinf adalah Indeks Infiltrasi


Qinf adalah Kemampuan Infiltrasi
Ruang tertutup atau besaran tutupan lahan (%) = 100% - ruang terbuka(%)

KDB atau besaran tutupan lahan mengandung komponen-komponen :


 Lantai dasar gedung
 Akses dari jalan menuju gedung (jalan dalam kavling)
 Perkerasan lainnya seperti plaza, tempat parkir (carport), teras, setapak,
pelataran dan sebagainya

Penetapan KDB di kawasan perdagangan atau komersial dapat melebihi perhitungan


KDB rata-rata yang berlaku di suatu kawasan dengan tetap memperhatikan
persyaratan garis sempadan dan keamanan terhadap bahaya kebakaran. Pada
kawasan perdagangan yang berkepadatan tinggi, luas tutupan lahan dapat mencapai
70-80%. Pada kasus di kawasan pusat kota yang relatif padat, peraturan tata
bangunan dapat memperbolehkan KDB untuk perdagangan hingga 100%, selama
memperhatikan syarat-syarat keamanan dan keselamatan bangunan, serta terdapat
area-area terbuka di sekitarnya. Dan sebaliknya, pada kawasan-kawasan yang
berkepadatan rendah, besaran lantai dasar bangunan (1 lantai) dapat dibatasi hingga
20%, sehingga sebagian besar area tutupan dapat dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhan parkir.

IV - 36
Dengan pertimbangan diatas untuk mencapai tingkat infiltrasi air yang diperlukan di
suatu wilayah atau kawasan, Peraturan KDB perlu dibedakan antara KDB Kavling
(atau tapak), KDB blok, dan KDB kawasan, dimana semakin kecil area perencanaan
akan semakin ketat peraturannya dan semakin besar area perencanaan, maka akan
semakin luwes ketentuannya. Namun demikian, KDB kawasan akan menentukan
penetapan KDB Blok dan seterusnya. Lebih jelasnya mengenai KDB di Kawasan
perencanaan dapat dilihat pada Gambar 4.40.

Gambar 4.11. Ilustrasi KDB (Tutupan Lahan)

2) Koefisien Lantai Bangunan (KLB)


Koefisien Lantai Bangunan merupakan suatu perbandingan luas keseluruhan lantai
bangunan atau bangunan-bangunan terhadap luas lahan.
Luas Lantai Total Pada Suatu Tapak
KLB =
Luas Lahan Tapak

KLB yang ditetapkan di suatu kawasan akan menunjukan tingkat intensitas


penggunaan lahan (LUI – Land Use Intensity) di kawasan tersebut. Chiara
merumuskan hubungan KLB dengan LUI sebagai berikut:

1,903 + Log KLB


LUI =
0,301

IV - 37
Secara umum, besaran KLB akan menentukan tinggi suatu bangunan. Bersama-sama
dengan KDB, maka ketinggian suatu bangunan dapat diperkirakan sebagai berikut :
Total Luas Lantai
Tinggi Bangunan = x tinggi per lantai
Luas Lantai Dasar

Gambar 4.12. Ilustrasi Ketinggian Bangunan Berlantai

Namun demikian, batas ketinggian bangunan rata-rata di suatu wilayah perlu juga
ditetapkan mengingat perhitungan KDB bukan semata-mata hanya untuk lantai dasar
bangunan. Ketentuan mengenai sempadan bangunan podium dan sempadan
bangunan menara pada gedung bertingkat tinggi akan menyebabkan luas lantai dasar
dengan luas lantai tipikal bangunan bertingkat menjadi berbeda.

Gambar 4.13. Pola Penentuan Ketinggian Bangunan Berlantai

Sama halnya dengan KDB, ketentuan untuk KLB dapat dibedakan antara KLB
kavling, KLB blok dan KLB kawasan. Penentuan KLB kawasan akan menjadi
pedoman dalam penetapan KLB blok, selanjutnya KLB blok akan menjadi pedoman
dalam penetapan KLB kavling.

3) Ketinggian Bangunan
Penentuan/penetapan ketinggian maksimum bangunan dapat dilakukan melalui :
 Konsep 450 atau ½ ROW jalan .
 Konsep Skyline Kota dan Kawasan.
 Bangunan Khusus (Landmark).
 Konsep Keselamatan Operasional Penerbangan.
 Konsep Ekologi Bangunan.

IV - 38
Pengamatan kondisi ketinggian bangunan dilakukan untuk memperoleh gambaran
awal serta input bagi proses perhitungan Koefisien Lantai Bangunan (KLB).
Ketinggian bangunan adalah jumlah lantai penuh dalam satu bangunan dihitung
mulai lantai dasar sampai dengan lantai tertinggi. Tinggi bangunan adalah jarak dari
lantai dasar sampai puncak atap atau bangunan yang dinyatakan dalam meter.
Pengaturan ketinggian bangunan didasarkan pada daya dukung tanah setempat.
Dasar-dasar pertimbangan penentuan ketinggian bangunan meliputi (1) keadaan fisik
dasar kawasan seperti kemiringan lahan, struktur geologi dan hidrologi, (2) jenis dan
intensitas penggunaan ruang, (3) nilai lahan, dan (4) aspek urban design seperti
kesan proporsi antara lebar dan tinggi bangunan, kesan ritmik, monumental, sudut
sinar matahari, kesesuaian dengan lingkungan sekitarnya, dan lain-lain. Ketinggian
dari bangunan-bangunan bertingkat perlu diatur dengan memperhatikan daerah
pengawasan jalan yang telah ditentukan. Bagi kawasan yang daerah pengawasan
jalannya berhimpit dengan daerah milik jalan, maka ketinggian bangunannya
ditentukan atas lebar daerah milik jalan, agar pemakai jalan tidak kehilangan ruang
bebas dan keleluasaan ruang pribadi terhadap lingkungan.

Ruang bebas pandangan manusia normal membentuk sudut kira-kira 60 O ke atas dan
20O ke bawah. Dengan berpedoman pada besarnya sudut bebas pandangan serta lebar
daerah milik jalan adalah pada bidang penyinaran, usahakan jatuh tepat di sisi jalan
lainnya, maka dapat diperkirakan ketinggian bangunan maksimum yang
diperkenankan. Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan masalah ketinggian
bangunan adalah sebagai berikut:

a) Ketinggian Peil Lantai Dasar


 Bagi daerah bukan rawa/empang diperkenankan mencapai 1,20 meter di
atas tinggi rata-rata.
 Tanah asli pada perpetakan tersebut, asal keserasian lingkungan tetap
terpelihara.
 Bagi daerah rawa/empang ketinggian peil tanah lantai dasar minimal 15
cm dari muka air pasang maksimum.
 Untuk kasus-kasus dimana bangunan menghadap jalan lebih dari satu,
ketinggian peil diperhitungkan dari jalan utama yang lebih tinggi
tingkatannya.
G.S.B
G.S.B

“X”
As Jalan

“Y”

H2

H3

H1
H3 H2

Gambar 4.14. Ketentuan Umum Ketinggian Bangunan

IV - 39
Keterangan :
- H1 = Ketinggian bangunan maksimum pada garis sempadan bangunan
yang ditentukan
- Bila akan dibangun suatu bangunan dengan ketinggian H2 atau H3,
maka jarak minimum dari sumbu jalan adalah sebesar H2 atau H3
- “X” = Batas ketinggian bangunan yang diperbolehkan (“X” = H3)
- “Y” = Batas ketinggian bangunan yang diperbolehkan (“Y” = H2)

b) Perhitungan Ketinggian Bangunan


 Ketinggian ruang (jarak vertikal) dari lantai dasar ke lantai penuh di
atasnya disesuaikan dengan fungsi ruang dan arsitektur bangunannya. Jika
jarak vertikal dari lantai dasar ke lantai penuh lebih dari 5 meter, maka
ketinggian bangunan dianggap sebagai 2 lantai.
 Mezzanine yang luasnya melebihi 50% dari luas lantai dasar, dianggap
sebagai lantai penuh.
 Ruangan-ruangan tertutup pada lantai atap dasar yang luasnya lebih dari
50% dari luas atap tersebut, dianggap sebagai satu lantai penuh.

c) Ketentuan Tinggi Bangunan


 Tinggi puncak suatu atap bangunan tidak bertingkat maksimum 8 meter
dari lantai dasar.
 Tinggi puncak atap suatu bangunan dua lantai maksimum 12 meter.
Dalam pengaturan ketinggian bangunan, terdapat beberapa kriteria yang
dipertimbangkan :
 Ketinggian bangunan ditetapkan berdasarkan pertimbangan faktor-faktor :
- Daya dukung dan daya tampung ruang
- Intensitas pemanfaatan lahan
- Sifat lingkungan dan karakteristik lokasi
- Keserasian lingkungan/estetika
- Potensi sarana/prasarana lingkungan yang bersangkutan
- Kendala teknis berupa keselamatan jalur penerbangan, jalur
telekomunikasi dan geologi teknik
- Keselamatan bangunan itu sendiri apabila tertimpa bencana
 Batasan ketinggian bangunan dapat berupa batasan lapis/ tingkat
bangunan atau dalam satuan ketinggian (meter), baik yang membatasi
ketinggian lantai yang dapat digunakan, maupun yang membatasi
ketinggian bangunan yang tidak digunakan (seperti antena dll).
 Apabila pada daerah perencanaan terdapat lebih dari satu nilai ketetapan
batasan ketinggian bangunan, maka nilai paling besar dan nilai batasan
ketinggian bangunan yang ada menjadi ketinggian bangunan yang baru
dan berlaku pada keseluruhan daerah perencanaan tersebut.
 Ketinggian bangunan lebih dari 32 lantai dimungkinkan pada lokasi-lokasi
tengeran kota, sentra primer kawasan dan kawasan strategis yang telah
memiliki KLB sama dengan 5 atau lebih, apabila total luas lantai
bangunan diperhitungkan tidak melebihi nilai KLB yang telah ditetapkan.

IV - 40
 Apabila terdapat pelampauan ketinggian bangunan maka pengenaan
denda/sanksi pelampauan ketinggiannya diperhitungkan secara proposal
terhadap luas lantai yang melanggar tersebut.

Rata-rata, di memiliki ketinggian bangunan yang berbeda. Namun secara


umum dapat kita lihat bahwa untuk bangunan rumah tinggal, ketinggiannya
tidak lebih dari 3 lantai. Beberapa karakter ketinggian di kawasan
Perencanaan dapat terlihat pada daftar di bawah ini :
 Perumahan : 1-3 lantai
 Perkantoran : 1-3 lantai
 Perdagangan dan jasa : 1-3 lantai

10. Analisis Land Value Capture (Pertambahan Nilai Lahan)


Analisis NJOP Kenaikan status lahan, kenaikan pajak, kenaikan harga lahan.
Penentuan Insentif dan disentif.

11. Analisis Kebutuhan Prasarana Dan Sarana Sesuai Standar


Pelayanan kawasan perkotaan pada dasarnya adalah merupakan pelayanan minimal yang
diberikan kepada masyarakat di kawasan perkotaan, terkait dengan aspek tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, aspek
pelayanan sosial, dan aspek kegiatan ekonomi. Keempat aspek tersebut menjadi tolok ukur
tingkat pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat terkait
dengan kebutuhan sarana dan prasarana dasar minimal yang sesuai dengan tipologi dan
klasifikasi kawasan perkotaan.
a. Jalan

b. Drainase
Pengelolaan drainase perkotaan yang berkalanjutan sangatlah penting dalam
peningkatan kualitas permukiman, di mana drainase merupakan pengaliran dari
buangan limbah cair yang bersumber dari limbah rumah tangga, air buangan dan
pengaruh pasang surutnya air sungai yang kesemuanya diatur dalam suatu sistem
pengaliran dengan mengutamakan tinggi permukaan tanah (kontur tanah) sehingga
pengaliran air limbah dapat mengalir dengan baik ke saluran drainase pembuang
dengan semaksimal mungkin.

Saluran drainase di Kawasan Strategis Kota Kendari berperan sebagai jaringan sisa
buangan kegiatan permukiman. Sistem yang digunakan pada jaringan ini adalah
memanfaatkan kelerengan lahan dengan menyesuaikan topografi dan mengalirkan ke
sungai. Namun dalam kondisi di lapangan, saluran drainase di Kawasan Kota Baru
Satelit Mandai dan Sekitarnya pada umumnya masih belum berfungsi sebagaimana
mestinya, di mana masih terdapat saluran drainase yang tidak mengaliri air dengan
baik akibat penumpukan sampah, beberapa drainase yang rusak dan beberapa kondisi
drainase yang tidak sesuai standar.

IV - 41
Berdasarkan status pengalirannya, drainase di Kawasan Strategis Kota Kendari
dibedakan atas:
1) Drainase Primer : Merupakan drainase utama yang berfungsi sebagai tumpahan air
dari drainase sekunder dan tersier. Drainase ini juga merupakan aliran-aliran
sungai utama yang ada di Kawasan Strategis Kota Kendari
2) Drainase Sekunder : Merupakan wadah pengaliran dari drainase tersier ke drainase
primer. Drainase sekunder ini dapat berupa anak sungai dari drainase primer.
3) Drainase Tersier : Drainase yang merupakan wadah pengaliran yang umumnya
merupakan saluran pembuangan rumah tangga yang berada di lingkungan
permukiman maupun perkotaan.

Pengembangan sistem drainase pada Kawasan Strategis Kota Kendari yaitu dengan
menggunakan saluran beton pracetak (U–Ditch) seperti pada penjelasan gambar
berikut. Pemilihan jenis konstruksi tersebut didasari pada kondisi lahan yang terbatas,
memudahkan penentuan elevasi kemiringan, pemeliharaan cukup mudah, kekuatan
lebih terjamin dari pasangan batu, waktu pelaksanaan relatif lebih cepat.

Menurut Sunjoto, 1987 konsepsi perancangan drainase air hujan yang berasaskan pada
konservasi air tanah pada hakekatnya adalah perancangan suatu sistem drainase yang
mana air hujan jatuh di atap/perkerasan, ditampung pada suatu sistem resapan air,
sedangkan hanya air dari halaman bukan perkerasan yang perlu ditampung oleh sistem
jaringan drainase. Pada pengertian ini langkah struktural tipe peresapan adalah dengan
menggunakan Sumur Resapan Air Hujan (SRAH) dan Lubang Biopori.
1) Sumur Resapan Air Hujan
Salah satu langkah struktural dalam konsep sistem drainase yang berwawasan
lingkungan adalah pembuatan Sumur Resapan Air Hujan (SRAH) seperti disajikan
pada gambar berikut

2) Lubang Biopori
Lubang biopori adalah salah tindakan struktural tipe resapan yang paling mudah
dilaksanakan oleh masyarakat, yaitu dengan membuat lubang dengan diameter 10
cm dan kedalaman rata‐rata 100 cm, kemudian lubang tersebut diisi dengan
sampah organik seperti yang disajikan pada gambar berikut.

Sistem drainase Kawasan Perencanaan saat ini merupakan sistem drainase campuran di
mana penggunaannya untuk pembuangan limbah rumah tangga dan limpasan air hujan,
sehingga kapasitas saluran harus dapat menampung limpasan air hujan dan air buangan
rumah tangga. Sebagian besar saluran drainase di Kawasan Perencanaan berupa
saluran terbuka dengan kondisi saluran yang belum semua diperkeras. Kondisi tersebut
dapat menjadi faktor pendukung berkurangnya kapasitas saluran terutama karena
endapan dan vegetasi yang tumbuh pada dinding saluran yang terbuat dari tanah.
Selain itu, kebiasaan buruk masyarakat yang sering membuang sampah di saluran
drainase juga membuat kapasitas saluran berkurang. Berkurangnya kapasitas saluran

IV - 42
berakit terjadinya banjir/genangan karena saluran tidak mampu menampung air
hujan/air buangan rumah tangga.
1) Perbaikan dimensi dan ukuran saluran sehingga dapat menampung kapasitas lebih
besar
2) Peningkatan mutu konstruksi saluran drainase, khususnya pada saluran drainase di
jalan-jalan utama lingkungan permukiman.
3) Membersihkan saluran drainase dari sampah dan timbunan tanah dengan
pengerukan.

c. Persampahan

d. Jaringan Listrik
Berdasarkan tingkat pelayanan eksisting, prasarana listrik oleh PLN untuk Kawasan
Strategis Kota Kendari sudah seluruhnya terlayani. Sumber kebutuhan energi listrik di
Kawasan Strategis Kota Kendari antara lain untuk keperluan domestik dan non
domestik. Untuk keperluan domestik, kebutuhan energi listrik dibedakan berdasarkan
tipe rumahnya, dengan asumsi bahwa semakin besar tipe rumah, kebutuhan listriknya
akan besar pula demikian pula sebaliknya. Standar yang digunakan dalam perhitungan
kebutuhan energi listrik domestik dan non domestik di Kawasan Strategis Kota
Kendari yaitu:
1) Rumah tipe kecil, daya yang disalurkan sebesar 900 watt tiap rumah.
2) Rumah tipe sedang, daya yang disalurkan sebesar 1.300 watt tiap rumah.
3) Rumah tipe besar, daya yang disalurkan sebesar 2.200 watt tiap rumah.
Untuk pelayanan umum maka dipertimbangkan pula penerangan jalan umum sebesar
10% dan fasilitas sosial ekonomi 20% dari total kebutuhan domestik. Besarnya
kebutuhan energi listrik pada dasarnya adalah berbeda-beda untuk setiap jenis
kegiatan. Dalam hal ini, kebutuhan listrik dalam standar perencanaan prasarana listrik
yang digunakan untuk melakukan proyeksi di Kawasan Strategis Kota Kendari dibagi
menjadi :
1) Kebutuhan Domestik. Kebutuhan domestik atau kebutuhan listrik untuk rumah
tangga diklasifikasikan atas jenis persil di kawasan perencanaan, meliputi :
a) Perumahan besar : kebutuhan listrik adalah 2.200 watt/KK;
b) Perumahan sedang : kebutuhan listrik adalah 1.300 watt/KK;
c) Perumahan kecil : kebutuhan listrik adalah 900 watt/KK.
2) Kebutuhan Non Domestik. Kebutuhan non domestik terdiri dari kegiatan sosial,
ekonomi dan pelayanan umum seperti pendidikan, kesehatan, peribadatan,
perdagangan, pos hansip, balai pertemuan, penerangan jalan dan lain-lain. Total
kebutuhan listrik untuk seluruh kegiatan tersebut adalah 30% dari kebutuhan
rumah tangga.

e. Jaringan telekomunikasi
Salah satu prasarana yang dibutuhkan dalam pelayanan komunikasi dan informasi
adalah jaringan telepon. Pelayanan kebutuhan prasarana komunikasi di Wilayah
Perencanaan hingga saat ini sudah cukup memadai, namun untuk masa perencanaan 20
tahun kedepan namun diperlukan penambahan atau perintisan jaringan telepon untuk

IV - 43
pelayanan penduduk pada seluruh bagian. Penyediaan sambungan telepon ditentukan
dengan pertimbangan jumlah permintaan dan strata ekonomi penduduk.

Salah satu alternatif dalam peningkatan pelayanan prasarana telekomunikasi di


Kawasan Strategis Kota Kendari adalah dengan mengembangkan BTS (Based
Tranceiver Station). Untuk memperkirakan kebutuhan telepon di Kawasan Strategis
Kota Kendari akan digunakan asumsi sebagai berikut:
1) Kebutuhan telepon untuk rumah tipe besar dengan target pelayanan 80%.
2) Kebutuhan untuk tipe rumah tipe Sedang dan Kecil dengan target pelayanan 20%.
3) Kebutuhan telepon untuk kegiatan sosial ekonomi sebesar 30% dari total
kebutuhan domestik.
4) Kebutuhan telepon untuk telepon umum sebesar 10% dari total kebutuhan
domestik.

Kemajuan teknologi menciptakan satu inovasi baru yang memudahkan seseorang


untuk melakukan komunikasi tanpa terbatas oleh dimensi spasial yang berbeda.
Telepon merupakan sarana yang penting dalam mengatasi keterbatasan berhubungan
dengan wilayah yang berbeda. Untuk mendukung sarana tersebut perlu direncanakan
suatu jaringan telekomunikasi yang baik dalam hal kuantitas, kualitas dan
distribusinya. Jaringan telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur yang
memiliki arti penting dalam mendukung kehidupan, keberlangsungan dan pertumbuhan
ekonomi dan sosial suatu masyarakat atau komunitas. Arti penting tersebut antara lain
sebagai salah satu stimulan dan indikator pertumbuhan wilayah. Jaringan
telekomunikasi juga memiliki peranan penting dalam pengembangan kualitas
masyarakat, terutama dalam segi sosial dan kebudayaan.

Seiring dengan perkembangan setiap wilayah, kapasitas yang ada masih terbatas.
Umumnya jaringan telekomunikasi tersebut terdapat pada fasilitas perkantoran,
perdagangan dan jasa serta sebagian lingkungan perumahan. Untuk memenuhi
kebutuhan layanan telepon, perlu ditambah kapasitas layanan dengan
mempertimbangkan laju pertumbuhan penduduk, meningkatnya taraf pendapatan
masyarakat dan kebutuhan akan informasi dan komunikasi. Pada Kawasan Strategis
Kota Kendari prasarana telepon kabel telah tersebar di setiap kelurahan.

Untuk mengantisipasi kebutuhan akan telekomunikasi di masa yang akan datang, perlu
dilakukan proyeksi guna mengetahui perkiraan kebutuhan sambungan telepon. Sebagai
dasar perkiraan kebutuhan sambungan telepon digunakan pendekatan sebagai berikut :
1) Proyeksi kebutuhan sambungan telepon untuk kebutuhan domestik dilakukan
berdasarkan proyeksi kebutuhan rumah.
2) Kebutuhan Domestik, kebutuhan untuk rumah skala besar target pelayananya
adalah 80%, kebutuhan rumah tipe sedang dan kecil target pelayanannya adalah
20%.
3) Kebutuhan Non Domestik, kebutuhan Non Domestik terdiri dari kebutuhan untuk
kegiatan sosial ekonomi sebesar 30% dan kebutuhan telepon umum sebesar 10%
dari kebutuhan domestik.

f. Jaringan Air Bersih

IV - 44
Kebutuhan akan penyediaan air minum untuk kebutuhan penduduk hingga akhir tahun
dengan memperhatikan potensi sumber air yang dapat dimanfaatkan. Sumber air baku
potensi untuk digunakan antara lain :
1) PDAM
2) Menggunakan sumber air tanah dalam
3) Menggunakan sungai sebagai sumber air, diolah dalam bak penampungan.

Distribusi jaringan air minum didasarkan atas beberapa pertimbangan berdasarkan


konsumen yang menggunakan air bersih antara lain: kebutuhan air bersih rumah
tangga, dan kebutuhan air bersih aktivitas sosial ekonomi

Kebutuhan air minum kegiatan aktivitas ditujukan untuk melayani pusat kegiatan/sub
pusat kegiatan, dan pusat kota antara lain : perkantoran, terminal, perdagangan,
pendidikan dan aktifitas kegiatan lainnya. Standar baku kebutuhan air minum masing-
masing komponen kegiatan sebagai berikut :
1) Kebutuhan air minum rumah tangga 60 liter/hari/orang.
2) Kebutuhan air minum fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum 1/8 x kebutuhan
penduduk.
3) Kebutuhan air minum fasilitas perdagangan/komersil 1/6 x kebutuhan penduduk
4) Kebocoran pipa dan pemadam kebakaran antara 10-20 %

Kebutuhan dan distribusi air minum (water flow) pada dasarnya menggunakan sistem
pompanisasi dan gravitasi, disesuaikan dengan keadaan topografi setempat. Untuk
memudahkan pelaksanakan dan pengawasan, pola distribusi jaringan air minum
mengikuti pola jaringan jalan.

Pelayanan kebutuhan air minum akan disesuaikan dengan kebutuhan penduduk dan
fasilitas sosial ekonomi. Kebutuhan air minum untuk setiap jenis fasilitas kegiatan
sebagai berikut :
1) Kebutuhan air minum untuk fasilitas perumahan
2) Kebutuhan air minum perumahan dihitung sengan asumsi perorang/liter/hari.
Dengan demikian kebutuhan air minum akan menggunakan ketentuan standart
kebutuhan air minum untuk satu orang sebesar 60 liter/hari dan didasarkan pada
klasifikasi dan type perumahan.

1) Kebutuhan Air Minum Fasilitas Pendidikan


Standar kebutuhan air minum untuk fasilitas pendidikan dihitung berdasarkan
kebutuhan dan jumlah murid.
a) TK jumlah murid maksimum 80 murid, dengan kebutuhan air minum 400
liter/unit/hari.
b) SD jumlah murid maksimum 240 orang membutuhkan air minum 1.200
liter/unit/hari.
c) SLTP jumlah siswa maksimum 360 orang membutuhkan air minum 1.800
liter/unit/hari.
d) SMU jumlah siswa maksimum 360 orang membutuhkan air minum 1.800
liter/unit/hari.

IV - 45
e) Perguruan Tinggi jumlah siswa maksimum 360 orang membutuhkan air
minum 1.800 liter/unit/hari.

2) Kebutuhan Air Minum Fasilitas Kesehatan


Puskesmas pembantu akan membutuhkan 1.000 ltr/unit/hr. Kebutuhan air minum
untuk fasilitas kesehatan adalah 1.500 Ltr/hr ditambah dengan asumsi kebocoran
10% dari kebutuhan.

3) Kebutuhan Air Minum Fasilitas Peribadatan


Jenis sarana peribadatan antara lain mesjid, mushollah, dan gereja. Kebutuhan air
minum untuk mesjid berdasarkan standar perencanaan adalah 5.000 ltr/unit/hr
dengan pertimbangan dimanfaatkan setiap hari. Mushollah membutuhkan 1.000 ltr/
unit/hari dan Gereja membutuhkan 1.000 ltr/ unit/hari.

4) Kebutuhan Air Minum Fasilitas Perdagangan


Sesuai dengan standar kebutuhan air minum untuk fasilitas perdagangan meliputi;
pasar umum dengan kebutuhan air minum 10.000 ltr/unit/hr. Pelelangan Ikan
10.000 ltr/unit/hr, sedang Perdagangan Lainya (Kios, Toko, Warung) sebanyak
100 ltr/unit/hr.

5) Kebutuhan Air Minum Fasilitas Pelayanan Umum


Kebutuhan air minum untuk fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum
menggunakan standar 1.000 ltr/unit/hr. Sedangkan untuk fasilitas olah raga dan
taman bermain, dan gedung serba guna dengan standar kebutuhan air minum
sebesar 1.000 ltr/unit/hr.

g. Pendidikan
Untuk mengukur tingkat pelayanan eksisting sarana pendidikan, dalam analisis ini
acuan yang digunakan adalah SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan
Kawasan Perumahan di Perkotaan. Standar pelayanan minimal sarana pendidikan
sesuai dengan acuan ini adalah sebagai berikut.
Tabel 4.16. Standard Kebutuhan Sarana Pendidikan
Kebutuhan Per satuan sarana
Jumlah Standar
No Jenis Sarana Luas Lantai Min. Luas Lahan
Penduduk (m2/jiwa)
(m2) Min. (m2)

1 Taman Kanak- 216 (termasuk


kanak 1.250 rumah 500 0,28
penjaga 36 m2)

2 Sekolah Dasar 1.600 633 2.000 1,25

3 SLTP 4.800 2.282 9.000 1,88

IV - 46
4 SMU 4.800 3.835 12.500 2,6

5 Taman Baca 2.500 72 150 0,09

Sumber : SNI No. 03-1733-2004

Dengan acuan SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Perumahan, maka
kebutuhan akan sarana pendidikan di masa yang akan datang.

Untuk penentuan lokasi tiap jenis sarana pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut
yang berdasarkan SNI 03-1733 Tahun 2004.

Tabel 4.17. Standard Radius Pelayanan Dan Penentuan Lokasi Sarana Pendidikan
Jangkauan Pelayanan

Jenis Sarana Radius


Lokasi dan Penyelesaian
(m)

Taman Kanak- Di tengah kelompok warga.


500
kanak Tidak menyeberang jalan raya.
Bergabung dengan taman sehingga
Sekolah Dasar 1000
terjadi pengelompokan kegiatan
Pendidikan
SLTP 1000 Dapat dijangkau dengan kendaraan
umum.

SMU 1000 Disatukan dengan lapangan olah raga.


Tidak selalu harus di pusat lingkungan

Sumber : SNI No. 03-1733-2004

Tabel 4.18. Proyeksi Kebutuhan Sarana Pendidikan Kawasan Strategis Kota Kendari

Eksisting Penambahan Jumlah Kebutuhan


No Jenis Fasilitas
(Unit) (Unit) (Unit) Ruang (Ha)
1 TK 14 6 20 0,72
2 SD 13 2 15 0,72
3 SLTP 3 2 5 1,20
4 SLTA 4 1 5 0,60
5 Perguruan Tiggi 1 1 2 0,12
Jumlah 35 12 47 3,36
Sumber : Hasil Analisis

IV - 47
h. Kesehatan
Untuk mengukur tingkat pelayanan eksisting sarana kesehatan, dalam analisis ini acuan
yang digunakan adalah SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan
Perumahan di Perkotaan. Standar pelayanan minimal sarana kesehatan sesuai dengan
acuan ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.19. Standard Kebutuhan Sarana Kesehatan
Kebutuhan Per satuan sarana
Jumlah Standar
No Jenis Sarana Luas Lantai Min. Luas Lahan
Penduduk (m2/jiwa)
(m )2
Min. (m2)

1 Posyandu 1.250 36 60 0,048

2 Balai Pengobatan
2.500 150 300 0,12
Warga

3 BKIA/Klinik
30.000 1.500 3.000 0,1
Bersalin

4 Puskesmas
Pembantu dan Balai
30.000 150 300 0,006
pengobatan
Lingkungan

5 Puskesmas dan
120.500 420 1.000 0,008
Balai Pengobatan

6 Tempat Praktek
5.000 18 - -
Dokter

7 Apotek/Rumah Obat 30.000 120 250 0,025

Sumber : SNI No. 03-1733-2004

Untuk penentuan lokasi tiap jenis sarana kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut yang
berdasarkan SNI 03-1733 Tahun 2004.

Tabel 4.20. Standard Radius Pelayanan Dan Penentuan Lokasi Sarana Kesehatan
Jangkauan Pelayanan

Jenis Sarana Radius


Lokasi dan Penyelesaian
(m)

Kesehatan Posyandu 500 Di tengah kelompok tetangga.

IV - 48
Jangkauan Pelayanan

Jenis Sarana Radius


Lokasi dan Penyelesaian
(m)

Balai Pengobatan 1000 tidak menyeberang jalan raya.

BKIA/Klinik Bersalin 1000

Puskesmas Pembantu dan


Balai Pengobatan 1000
Dapat dijangkau dengan
Lingkungan
kenderaan umum
Puskesmas dan Balai
Pengobatan

Tempat Praktek Dokter

Apotek/ Rumah Obat

Dengan acuan SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Perumahan, maka
kebutuhan akan sarana kesehatan di masa yang akan datang (sampai 20 tahun ke
depan) dapat diproyeksikan. Hasil proyeksi sarana kesehatan dengan metode alamiah
pada akhir tahun perencanaan (2041) yaitu totalnya mencapai 468 unit. Selengkapnya
mengenai hasil proyeksi kebutuhan sarana kesehatan serta luas lahan yang dibutuhkan
di WP Mandai dan Sekitarnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.21. Proyeksi Kebutuhan Sarana Kesehatan di Kawasan Strategis Kota Kendari

Eksisting Penambahan Jumlah Kebutuhan


No Jenis Fasilitas
(Unit) (Unit) (Unit) Ruang (Ha)

1 RSUD 1 0 1 0,00
2 Balai Pengobatan - 1 1 0,03
3 Puskesmas/Pustu 2 1 3 0,24
4 Apotik 2 4 6 0,14
5 Dokter Praktek - 1 1 0,06
6 Posyandu 11 1 12 0,01
7 BKIA/RS Bersalin 1 3 4 0,11
Jumlah 17 11 28 0,59

i. Peribadatan

IV - 49
Sarana peribadatan merupakan sarana kehidupan untuk mengisi kebutuhan rohani yang
perlu disediakan di lingkungan perumahan yang direncanakan selain sesuai peraturan
yang ditetapkan, juga sesuai dengan keputusan masyarakat yang bersangkutan.

Penduduk Kawasan Strategis Kota Kendari mayoritas beragamaIslam, saat ini sarana
peribadatan musholla/mesjid telah tersebar hampir di seluruh desa/kelurahan yang ada
di kawasan Strategis Kota Kendari.

Menurut SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan di


Perkotaan. Standar pelayanan minimal sarana peribadatan disesuaikan dengan struktur
penduduk menurut agama yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.22. Standard Kebutuhan Sarana Peribadatan


Kebutuhan Per satuan sarana
Jumlah Standar
No Jenis Sarana Luas Lantai Luas Lahan
Penduduk (m2/jiwa)
Min. (m2) Min. (m2)

1 Mushollah/ 100 bila


Langgar 250 45 Bangunan 0,36
tersendiri

2 Masjid Warga 2.500 300 3.600 0,24

3 Masjid
Lingkungan 30.000 1.800 5.600 0,12
(Kelurahan)

4 Masjid Kecamatan 120.000 3.600 5.400 0,03

5 Sarana Pribadatan Tergantung


agama lain Sistem Tergantung Tergantung
Kekerabatan/ Kebebasan Kebiasaan -
Hirarki Setempat Setempat
Lembaga

Sumber : SNI No. 03-1733-2004

Tabel 4.23. Standard Radius Pelayanan dan penentuan Lokasi Sarana Peribadatan
Jangkauan Pelayanan
No Jenis Sarana
Radius (m) Lokasi dan Penyelesaian

1 Mushollah/ Langgar 100 m Di tengah kelompok tetangga.

IV - 50
Jangkauan Pelayanan
No Jenis Sarana
Radius (m) Lokasi dan Penyelesaian

Dapat merupakan bagian dari bangunan


sarana lain

2 Masjid Warga Di tengah kelompok tetangga


Tidak menyeberang jalan raya.
Dapat bergabung dalam lokasi balai warga.

3 Masjid Lingkungan
1.000 m Dapat dijangkau dengan kendaraan umum
(Kelurahan)

4 Masjid Kecamatan Berdekatan dengan pusat lingkungan /


Kelurahan.
Sebagian sarana berlantai 2, KDB 40%

5 Sarana Pribadatan
- -
agama lain

Sumber : SNI No. 03-1733-2004

Hasil proyeksi sarana peribadatan dengan metode alamiah pada akhir tahun
perencanaan (2041) yaitu untuk sarana mushola dibutuhkan 18 unit, Masjid 4 unit, dan
Gereja sebanyak 4 unit, tempat ibadah seperti masjid kondisi eksisting saat ini belum
mencukupi hingga akhir tahun perencanaan. Adapun proyeksi jumlah luas

Tabel 4.24. Proyeksi Kebutuhan Sarana Peribadatan di Kawasan Strategis Kota Kendari

j. Perdagangan Dan Jasa


Sarana perdagangan dan jasa ini tidak selalu berdiri sendiri dan terpisah dengan
bangunan sarana yang lain. Dasar penyediaan selain berdasarkan jumlah penduduk
yang akan dilayaninya, juga mempertimbangkan pendekatan desain keruangan dan
unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya hal ini dapat terkait dengan
bentukan grup bangunan/blok yang nantinya terbentuk sesuai konteks lingkungannya.
Sedangkan penempatan penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan
radius area layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk
melayani pada aera tertentu.

Berdasarkan SNI 03-1733-2004, standar pelayanan minimal sarana perdagangan dan


niaga adalah sebagai berikut.

Tabel 4.25. Standard Kebutuhan Sarana Pedagangan

IV - 51
Kebutuhan Per satuan sarana
Jumlah Standar
No Jenis Sarana Luas Lantai Min. Luas Lahan
Penduduk (m2/jiwa)
(m )
2
Min. (m ) 2

1 Toko/ Warung 100 bila


50 (termasuk
250 Berdiri 0,4
Gudang)
tersendiri

2 Pertokoan 6.000 1.200 3.000 0,5

3 Pusat Pertokoan +
30.000 13.500 10.00 0,33
Pasar Lingkungan

4 Pusat Perbelanjaan
dan Niaga (Toko +
120.000 36.000 36.000 0,03
Pasar + Bank +
Kantor)

Sumber : SNI No. 03-1733-2004


Berdasarkan hasil analisis kebutuhan sarana perdagangan di WP Perkotaan Satelit
Mandai dan Sekitarnya termasuk kedalam kategori “Kurang” Dengan acuan SNI 03-
1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Perumahan, maka kebutuhan akan sarana
perdagangan di masa yang akan datang (sampai 20 tahun ke depan) dapat
diproyeksikan. WP Perkotaan Satelit Mandai dan Sekitarnya pada akhir perencanaan
tahun 2040 memiliki kebutuhan sarana perdagangan seperti warung sebanyak 91 unit
dan took local sebanyak 4 unit yang tersebar di seluruh wilayah di WP Mandai dan
Sekitarnya.

Adapun proyeksi jumlah luas lantai dan luas lahan sarana perdagangan dan jasa di WP
Perkotaan Satelit Mandai dan Sekitarnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.26. Proyeksi Kebutuhan Sarana Perdagangan dan Jasa di Kawasan Strategis
Kota Kendari

k. Sarana Sosial Budaya


Proyeksi Sarana Sosial Budaya diperhitungkan berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan
Perumahan di Perkotaan. Pada tabel berikut dapat dilihat standar pemenuhan sarana
sosial budaya pada suatu kawasan.

IV - 52
Tabel 4.27. Standard Kebutuhan Sarana Sosial Budaya
Kebutuhan Per satuan sarana
Jumlah Standar
No Jenis Sarana Luas Lantai Min. Luas Lahan
Penduduk (m2/jiwa)
(m2) Min. (m2)

1 Balai Warga/
2.500 150 300 0,12
Pertemuan

2 Balai Serbaguna/
Balai Karang 30.000 250 500 0,017
taruna

3 Gedung serba Guna 120.000 1.500 3.000 0,025

4 Gedung Bioskop 120.000 1.000 2.000 0,017

Sumber : SNI No. 03-1733-2004

Tabel 4.28. Proyeksi Kebutuhan Sarana Sosial Budaya di Kawasan Strategis Kota
Kendari

l. Sarana Ruang terbuka, Taman dan Lapangan Olah Raga


Pada tahap analisis Ruang Terbuka Hijau, merupakan estimasi pemanfaatan lahan
untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kawasan Strategis Kota Kendari, yang didasarkan
pada luas Kawasan Strategis Kota Kendari. Adapun ketentuan Penyediaan RTH
berdasarkan luas kawasan perkotaan adalah sebagai berikut:
1) Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari Ruang Terbuka Hijau Publik dan
RTH privat;
2) Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri
dari 20% ruang terbuka hijau publik dan privat, 10% terdiri dari ruang terbuka
hijau hutan kota;
3) Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah
memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka
proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.
Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem
kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun
sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang
diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Berdasarkan dari ketetapan tersebut di atas dengan merujuk pada Undang-Undang
penataan Ruang nomor 26 tahun 2007, maka dapat diestimasikan bahwa dari luas total
kawasan perencanaan adalah ……….Ha, dimana dari luas tersebut dimanfaatkan
sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) atau sekitar …….Ha.

IV - 53
Proyeksi Sarana Olahraga diperhitungkan berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI) No. 03-1733 tahun 2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan
di Perkotaan. Pada tabel berikut dapat dilihat standar pemenuhan sarana olahraga pada
suatu kawasan.

Tabel 4.29. Standard Kebutuhan Taman dan Lapangan Olah Raga


Jumlah
No Jenis Sarana Kebutuhan Luas Standar (m2/jiwa)
Penduduk
1 Taman/ Tempat main 2.500 250 1
2 Taman/ Tempat Main 30.000 1.250 0,5
Taman dan Lapangan
3 120.000 9.00 0,3
Olah Raga
Taman dan Lapangan
4 120.000 24.000 0,2
Olah Raga
5 Jalur Hijau - - 15 m
6 Kuburan/ Pemakaman 120.000 - -
Sumber : SNI No. 03-1733-2004

Berdasarkan standar tersebut di atas, proyeksi pemenuhan sarana olahraga pada skala
kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.30. Proyeksi Kebutuhan Taman dan Lapangan Olahraga di Kawasan Strategis
Kota Kendari

m. Perumahan
Fasilitas perumahan dan permukiman merupakan wadah bagi penduduk untuk
melakukan aktivitas sehari-hari dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dan
membina keluarga. Untuk kebutuhan jumlah rumah menggunakan asumsi 1 KK terdiri
dari 5 orang anggota keluarga dan membutuhkan 1 unit rumah.

Sesuai ketentuan d an standar perencanaan perbandingan perumahan menganut konsep


1 : 3 : 6 dengan asumsi dasar 10% untuk tipe menengah ke atas, 30% tipe menengah
dan 60% untuk kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk type besar
direncanakan memanfaatkan kapling 600 m2 , type sedang seluas 300 m2, dan type
kecil seluas 150 m2. Kebutuhan perumahan berdasarkan tipe dan klasifikasinya di
wilayah perkotaan berdasarkan zona dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 4.31. Proyeksi Kebutuhan Taman dan Lapangan Olahraga di Kawasan Strategis
Kota Kendari

Kebutuhan Luas Kapling Luas Lahan


No Type Rumah
Rumah (Unit) (m2) (Ha)

1 Besar ( A ) 495 600 29,69

IV - 54
2 Sedang ( B ) 1.485 300 44,54
3 Kecil ( C ) 2.969 150 44,54
Jumlah 4949 - 118,77

12. Analisis Cagar Budaya

K. Analisis Kelembagaan
1. Analisis Kelembagaan Pemerintah
Analisis kelembagaan perlu dilakukan untuk memahami kapasitas pemerintah kota dalam
menyelenggarakan pembangunan yang mecakup struktur organisasi dan tata laksana
pemerintah, sumber daya manusia, sarana dan prasarana kerja, produk-produk pengaturan.
Dalam rangka mengakomodasikan kebuuhan ruang bagi masyarakat, maka lembaga
pemerintah mempunyai kewenangan dalam mengatur, membina, melaksanakan dan
mengawasi serta mengkoordinasikan penyelenggaraan tata ruang yang bersifat lintas
sektor, lintas wilayah dan lintas kepentingan. Selanjutnya, pemerintah akan mempunyai
peran sebagai wadah untuk melakukan koordinasi secara menyeluruh.

Lembaga yang berperan dalam hal ini, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) yang kemudian didukung oleh instansi/SKPD yang terkait, diantaranya:
a. Dinas Pekerjaan Umum dan Penatan Ruang
b. Badan Pertanahan Nasional
c. Dinas Perhubungan
d. Dinas Pertanian
e. Bidang Pemerintahan

Selanjutnya dibentuk Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD) atau


mengaktifkan fungsi dari TKPRD bagi daerah yang telah memiliki badan tersebut. TKPRD
adalah lembaga fungsional yang mempunyai fungsi sebagai wadah koordinasi dalam
penyelenggaraan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian rencana pemanfaatan
ruang melalui Rekomendasi Penataan Ruang. TKPRD juga mempunyai peran, yaitu:
a. Mengkoordinasikan penyusunan perundang-undangan di bidang penataan ruang, dan
pelaksanaan Rencana Tata Ruang Kota secara terpadu sebagai dasar bagi penentuan
perijinan dalam penataan kawasan kota.
b. Merumuskan pelaksanaan dan mengkoordinasikan masalah-masalah yang timbul
dalam penyelenggaraan penataan ruang di kawasan kota, serta memberikan arahan dan
pemecahannya.
c. Menyelenggarakan pembinaan dan standarisasi perpetaan tata ruang, serta pembinaan
penataan ruang kawasan kota dengan mensinkronkan RTRW Nasional, RTRW
Provinsi, RTRW Kota, serta RDTR.
d. Memaduserasikan penatagunaan tanah dan penatagunaan sumber daya alam lainnya
dengan RDTR serta Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang
dan penyusunan peraturan pelaksanaan lainnya.
e. Mengembangkan dan menetapkan prosedur pengelolaan tata ruang.
f. Membina kelembagaan dan sumber daya manusia penyelenggaraan penataan ruang.

IV - 55
g. Melakukan pemantauan (monitoring) tersebut untuk penyempurnaan RDTR Kota.

2. Analisis Kelembagaan Masyarakat


Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 65, masyarakat mempunyai peran
dalam penataan ruang, yang dapat dilakukan antara lain melalui:
a. Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang dan peran masyarakat sebagai pelaksana
pemanfaatan ruang, baik perseorangan maupun koperasi, antara lain mencakup
kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang;
c. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Peran masyarakat dalam hal ini digerakkan melalui kelembagaan masyarakat seperti
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Karang Taruna, dan lain-lain. Kelembagaan
masyarakat ini berperan memberikan pelayanan kepada masyarakat umum, sebagai
penggerak swadaya gotong-royong serta penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat
dalam pembangunan.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 2008 tentang Pedoman
Perencanaan Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa peran serta masyarakat dalam
penyusunan rencana, pelaksanaan, pengelolaan dan pengawasan perencanaan kawasan
perkotaan mengikutsertakan masyarakat yang dibentuk dalam suatu forum masyarakat.
Adapun tujuan peran serta masyarakat yang ingin dicapai, pada prinsipnya harus pula
dikondisikan pada suatu situasi dimana timbul keinginan masyarakat untuk berperan serta.
Hal ini akan sangat menentukan keberhasilan dan kegagalan pencapaian tujuan peran serta
masyarakat itu sediri.

Oleh karena itu dalam penyusunan tata ruang pada tingkat propinsi maupun
kabupaten/kota, terlebih lagi pada tingkat Penyusunan RDTR, masyarakat harus
diikutsertakan dalam proses penyusunannya.

3. Analisis Kelembagaan Usaha

L. Analisis Karakteristik Peruntukan Zona (Cluster)


1. …
Keterangan : Pembagian Zona
analisis ini, menjelaskan karakteristik setiap zona dan sub zona pada setiap kecamatan

M. Analisis Jenis Dan Karakteristik Kegiatan Yang Saat Ini Berkembang Dan Mungkin
Akan Berkembang Di Masa Mendatang
Keterangan :
analisis ini, menjelaskan tentang jenis-jenis kegiatan yang kemungkinan dapat membentuk dan
berkembang pada setiap kecatamatan

N. Analisis Kesesuaian Kegiatan Terhadap Peruntukan Zona/Sub Zona


Keterangan : Koridor jalan utama perdagangan koridor lingkungan hunian

IV - 56
analisis ini, menjelaskan tentang kesesuaian kegiatan yang dapat diarahkan pada setiap zona, dapat
dilengkapi dengan analisis hubungan fungsional (piamida fungsi ruang)

O. Analisis Dampak Kegiatan Terhadap Jenis Peruntukan/Zona/Sub Zona


Diperlukan kajian analisis dampak kegiatan yang diprediksi akan memberikan pengaruh
terhadap jenis peruntukan/zona/subzona, merupakan suatu proses yang akan memberikan
gambaran pada setiap kegiatan akan memberikan pengaruh terhadap kawasannya. Kajian
analisis dampak kegiatan dalam perencanaan kawasan strategis Kota Kendari, dibagi kedalam
5 (lima) kelompok, yakni; dampak sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.
Untuk lebih jelasnya, sebagaimana pada tabel berikut;

Tabel 4.32. Analisis Dampak Kegiatan


No Jenis Kegiatan Analisis Dampak Kegiatan
Sangat Rendah Sedang Tingggi Sangat
Rendah Tiggi

Sumber: Hasil Olah Data Tahun 2022

P. Analisis Pertumbuhan Dan Pertambahan Penduduk Pada Suatu Zona


Keterangan :
analisis ini, menjelaskan tentang daya tampung ruang penduduk pada blok peruntukan sesuai
dengan intensitas/kepadatan permukiman, termasuk kebutuhan sarana dan prasarana pendukung

Q. Analisis Gap Antara Kualitas Peruntukan/Zona/Sub Zona Yang Diharapkan Dengan


Kondisi Yang Terjadi Di Lapangan
Analisis gap antar kualitas zona dengan kondisi eksisiting bertujuan untuk membandingkan
kualitas zona yang diharapak dengan kondisi eksisiting pada kawasan. Analisis ini dilakukan
dengan membandingkan kegiatan yang ada dengan zona/sub zona yang akan di rencana selama
20 tahun kedepan.

Analisis GAP antara kualitas zona dan kondisi eksisiting dilakukan dengan:
a) Mengamati kondisi eksisting kawasan pada masing-masing kegiatan yang ada;
b) Melihat masalah/isu pembangunan pada kawasan perencanaan;
c) Memprediksi / memberikan gambaran kualitas apa yang diharpaka pada masing-
masing zona yang akan dibentuk; dan
d) Menganalisis ketimpangan antara zona dan kegiatan ekeksiting pada kawasan

R. Analisis Karakteristik Spesifik Lokasi

S. Analisis Ketentuan Dan Standar Setiap Sektor Terkait


Dapat mengacu pada SNI 03-1733-2004 dan ketentuan sector-sektor lainnya

IV - 57
T. Analisis Kewenangan Dalam Perencanaan, Pemanfaatan Ruang Dan Pengendalian
Pemanfaatan Ruang

U. Analisis Daya Dukung Dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Untuk Pembangunan

V. Analisis Perkiraan Mengenai Dampak Dan Resiko Lingkungan Hidup

W. Analisis Kinerja Layanan Atau Jasa Ekosistem

X. Analisis Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya Alam

Y. Analisis Tingkat Kerentanan Dan Kapasitas Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim

Z. Analisis Ketahanan dan Potensi Keanekaragaman Hayati

Keterangan
Arul
Susan
Arief

IV - 58

Anda mungkin juga menyukai