Anda di halaman 1dari 3

NAMA: AULINA SAIRA

NIM: 048582705

JAWABAN SOAL NOMOR 1

A. Rencana struktur ruang wilayah kota merupakan kerangka sistem pusat-pusat pelayanan kegiatan
kota yang berhierarki dan satu sama lain dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah kota.
Rencana struktur ruang wilayab kota terdiri atas:
1. Pusat kegiatan di wilayab kota;
a. pusat pelayanan kota, untu k melayani selurub wilayab kota dan/atau regional;
b. sub pusat pelayanan kota, melayani regional, sub wilayab kota dan pusat lingkungan; dan c.
pusat pelayanan lingkungan, melayani skala lingkungan.
2. Sistem jaringan prasarana wilayab kota
a sistem jaringan transportasi; Sistem JaringanTransportasi terdiri atas : a. sistem Jairingan
transportasi darat; dan b. sistem Jaringan transportasi laut, yang terdiri atas a. pelabuhanan laut;
dan b. alur pelayaran
b. sistem jaringan energi; terdiri atas: a. Jaringa n infrastruktur minyak dan gas bumi; dan b.
Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan.
c. sistem jaringan telekomunikasi; terdiri atas: a. jaringan tetap; dan b. jaringan bergerak.
d. sistem jaringan sumber daya air ; terdiri atas : a. sistem jaringan sumber daya ai r lintas negara
dan lintas provinsi yang berada di wilayab kota; b. sistem jaringan sumber daya air lintas
kabupaten/kota yang berada di wilayah kota; dan c. sistem. jaringan sumber daya ai r kota.
e. sistem jaringan prasarana lainnya., terdiri atas: a. sistem penyediaan air minum (SPAM); b.
sistem pengelolaan air limbab (SPAL); c. sistem jaringan persampaban wilayab; d. sistem jaringan
evakuasi bencana; e. sistem drainase; f. sistem jaringan jalan pejalan kaki ; dan g. sistem jaringan
prasarana lainnya.

B.

Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Gorontalo melalui Bidang Penataan Ruang
melaksanakan Peraturan Wali Kota Nomor 44 Tahun 2021 Tentang Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) Kota Gorontalo Tahun 2021-2041 . Pentingnya RDTR adalah untuk menentukan kesesuaian
dokumen perencanaan dengan implementasi pembangunan di lapangan. RDTR merupakan dasar
acuan dari diterbitkannya dokumen perizinan terkait bangunan di Kota Gorontalo. Fungsi dari
dilaksanakannya RDTR antara lain:
1. Sebagai penentu lokasi berbagai kegiatan yang mempunyai kesamaan fungsi dan lingkungan
permukiman dengan karakteristik tertentu;
NAMA: AULINA SAIRA
NIM: 048582705

2. Alat operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan pengawasan pelaksanaan pembangunan


fisik kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta,
dan/atau masyarakat;
3. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk setiap bagian wilayah sesuai dengan fungsinya
di dalam struktur ruang kabupaten/kota secara keseluruhan; dan
4. Ketentuan bagi penetapan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun program
pengembangan kawasan dan pengendalian pemanfaatan ruangnya pada tingkat BWP atau
Sub BWP.

JAWABAN SOAL NOMOR 2

Mengacu pada pengertian profesi secara umum, bahwa perencana wilayah dan kota merupakan suatu
profesi karena dilandasi oleh pendidikan keahlian tertentu. Untuk menjadi seorang perencana wilayah dan
kota, seseorang harus menempuh pendidikan pada tingkat sarjana shingga dia mempunyai kompetensi
untuk merencana wilayah dan kota. Hal ini dapat dipenuhi karena selama pendidikannya, para calon
perencana tersebut harus memahami dan/atau menguasai aspek-aspek sebagai berikut.

1. Teori perencanaan, baik yang bersifat substanstif maupun prosedural.

Teori perencanaan subastantif pada dasarnya terkait dengan pengetahuan tentang objek perencanaan
(wilayah, kota); sedangkan teori prosedural menyangkut pengetahuan/pemahaman terhadap proses
perencanaan

2. Metoda/keterampilan, yang menyangkut analisis dan metoda perencanaan, sintesis, kreativitas dan
desain, serta komunikasi (tulisan, lisan dan grafis)

3. Judgement (good sense), yang mencakup interaksi komunikatif serta sikap.

JAWABAN SOAL NOMOR 3

A. Pembahasan tentang isu atau masalah lingkungan pada bagian ini dibatasi hanya pada persoalan
tantangan yang dihadapi dalam menciptakan lingkungan hidup yang baik atau pembangunan yang
berkelanjutan. Masalah utama dalam menciptakan pembangunan yang bekelanjutan adalah
masalah keserakahan manusia. Manusia yang serakah, yang ingin mengambil sebanyak-banyaknya
dari alam demi kehidupan yang kaya raya masa kini, tanpa memperhitungkan bahwa alam juga
dapat habis. Bahwa alam diciptakan yang mahakuasa bukan hanya untuk manusia masa kini, akan
tetapi juga untuk generasi-generasi berikutnya yang entah kapan mencapai batasnya. Alam
diciptakan oleh yang mahakuasa bukan hanya untuk keuntungan segelintir orang, akan tetapi
untuk kesejahteraan seluruh umat manusia. Keserakahan-keserakahan semacam inilah yang
menyebabkan kerusakan lingkungan serta pembangunan tidak dapat berlanjut. Apabila keadaan
sumber daya alam tidak dapat berlanjut maka kehidupan sosial serta ekonomi manusia pun sukar
untuk dapat berlanjut. Dengan demikian, maka tantangan bagi pera parencana adalah
menghilangkan keserakahan-keserakahan tadi. Sebagian besar, mungkin tidak dapat dilakukan
oleh perencana sendiri. Ini adalah tugas pemuka agama, pemuka masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat (LSM), atau bahkan badan-badan pemberantasan korupsi. Sebagian, berada dalam
tugas perencana. Contohnya, pemberian batas yang tegas terhadap kawasan-kawasan yang harus
NAMA: AULINA SAIRA
NIM: 048582705

tetap merupakan kawasan lindung. Perencanaan tata ruang (baik wilayah maupun kota) yang
mengatur agar sumber daya alam terbarukan terjaga kelestariannya, perencanaan tata ruang yang
baik, agar kawasan-kawasan bekas eksploitasi sumber daya alam yang tak terbarukan dapat
direklamasi dengan baik, dan sebagainya. Berusaha agar RTRW provinsi atau kabupaten yang telah
disusun dengan baik untuk kelestarian lingkungan dapat benar-benar dapat dilaksanakan dengan
konsekuen. Ini adalah tantangan yang harus dihadapi para perencana.
B. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang telah mengamanatkan bahwa
setiap kota dalam rencana tata ruang wilayahnya diwajibkan untuk mengalokasikan sedikitnya
30% dari ruang atau wilayahnya untuk RTH, dimana 20% diperuntukkan bagi RTH publik dan 10%
diperuntukkan bagi RTH privat pada lahan-lahan yang dimiliki oleh swasta atau masyarakat.
Pengembangan, penataan, dan pemenuhan ruang terbuka hijau bagi seluruh komponen
lingkungan hidup perkotaan menjadi tanggung jawab seluruh pemangku kepentingan baik
pemerintah pusat, provinsi, atau daerah, swasta, dan masyarakat. Penyediaan RTH merupakan
amanat dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dimana di dalamnya
diisyaratkan bahwa luas RTH kota minimal harus sebesar 30% dari luas total wilayah perkotaan.
pada kenyataannya terjadi penurunan kuantitas RTH yang sangat signifikan di kawasan perkotaan
yang menyebabkan menurunnya kualitas ruang terbuka publik perkotaan. Oleh karena itu, salah
satu langkah yang harus diambil terutama oleh para pembuat keputusan yaitu menyusun
kebijakan hijau. MENURUT SAYA PENETAPAN LUASAN MINIMAL RTH BELUM TERIMPLEMENTASI
DENGAN BAIK DI INDONESIA, hal ini disebabkan oleh banyak factor, di antaranya:
: (a) lemahnya pengawasan terhadap penggunaan lahan dan bangunan; (b) harga tanah yang
mahal; (c) peningkatan lahan terbangun; dan (d) kurangnya sosialisasi kepada masyarakat
mengenai arti pentingnya ruang terbuka hijau bagi kehidupan masyarakat perkotaan

Contoh Kasus:

Terselenggaranya penyediaan ruang terbuka hijau Jakarta Selatan yang sesuai dengan ketentuan dan
RTRW yang ada tidaklah semata-mata menjadi perhatian dan tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga
membutuhkan peran serta dari masyarakat dan swasta. Pengelolaan lingkungan hidup khususnya
pengelolaan ruang terbuka hijau tidak akan berjalan optimal apabila hanya berharap dan bertumpu pada
pemerintah saja, tetapi juga kepatuhan dan daya tanggap dari masyarakat sangat dibutuhkan untuk
keberhasilan penyelenggaraan kebijakan ini. Berdasarkan data RTRW Jakarta Selatan bahwa penggunaan
lahan yang ada di Jakarta Selatan oleh masyarakat lebih dominan diperuntukkan sebagai perumahan
maupun bangunan-bangunan umum, sementara untuk ruang terbuka hijau masih sangat kurang yakni
baru sekitar 5%. Ini menunjukkan bahwa daya tanggap dan peran serta dari masyarakat untuk
mewujudkan ketersediaan Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan proporsi yang telah diamanatkan dalam
undangundang masih sangat kurang. Implementasi kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah dalam
Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Administrasi Jakarta Selatan masih belum optimal dan baru
terealisasi sebesar 5%. Hal ini dikarenakan penggunaan lahan yang tersedia untuk RTH tidak difungsikan
sebagaimana peruntukannya. Sementara itu, proses kebijakan penyediaan RTH itu masih berada pada
tataran formulatif yaitu dengan dirumuskannya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah 2030 tetapi secara implementatif sebagaimana Perda itu dijalankan oleh Suku Dinas
Pertamanan dan Pemakaman sebagai leading sector dalam upaya penyediaan RTH masih banyak menemui
kendala.

Anda mungkin juga menyukai