Anda di halaman 1dari 5

SISTEM PENANGANAN BANJIR DI KOTA GORONTALO

DENGAN PENDEKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT

NAMA : AULINA SAIRA


NIM : 048582705
MATA KULIAH : PRASARANA WILAYAH DAN KOTA
Latar Belakang
Salah satu Provinsi di lndonesia yang memiliki potensi rawan bencana banjir yaitu Provinsi
Gorontalo. penyebab banjir di Provinsi Gorontalo dikarenakan bentuk topografi lahannya yang
berbentuk seperti mangkuk. Oleh sebab itu Provinsi ini rawan terkena banjir saat musim hujan
terjadi. Kawasan Rawan Banjir di Provinsi Gorontalo berada pada semua kabupaten dan kota yang
ada, salah satunya pada Kota Gorontalo. Kota Gorontalo merupakan ibukota Provinsi Gorontalo
yang memiliki fungsi kawasan yang strategis ditinjau dari perkembangan perekonomian Provinsi
Gorontalo, namun kejadian banjir terus menerus terjadi dari tahun ke tahun berdampak pada
kehidupan masyarakat. Peningkatan aktivitas penduduk serta pembangunan infrastruktur Kota
Gorontalo sebagai ibu Kota Provinsi berdampak pada peningkatan kebutuhan lahan yang besar
untuk menampung keseluruhan. Hal ini membawa dampak pada peningkatan kebutuhan lahan dan
permintaan untuk pemenuhan penyediaan perumahan permukiman, infrastruktur kota sehingga
terjadi alih fungsi lahan dari lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun. Pengalihfungsian
lahan dilaksanakan oleh pemerintah dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur
ekonomi dan sosial Alih fungsi lahan di Kota Gorontalo terjadi pada kawasan bantaran sungai dan
lahan pertanian, sulit untuk dihindari mengingat luas wilayah Kota Gorontalo masih didominasi
oleh lahan pertanian yaitu 4836,28 ha (61,20%). Peningkatan perubahan tata guna lahan baik di
daerah resapan air maupun di hulu berdampak pada degradasi lingkungan, seperti terjadinya
bencana alam dan hilangnya ruang terbuka yang berfungsi sebagai daerah resapan.
Upaya perencanaan yang dibuat dalam menanggulangi bencana yang kemudian disebut
dengan mitigasi, merupakan runtutan struktur pengendalian lingkungan dalam upaya mengurangi
potensi kerugian terbesar yang dapat diakibatkan oleh bencana. Mitigasi bencana dilakukan pada
sebelum, saat, dan sesudah bencana terjadi. Dalam pelaksanaannya, mitigasi dilakukan secara
struktural dan non struktural. Secara struktural yaitu dengan melakukan upaya teknis, baik secara
alami maupun buatan mengenai sarana dan prasarana mitigasi. Secara non struktural adalah upaya
non teknis yang menyangkut penyesuaian dan pengaturan tentang kegiatan manusia agar sejalan
dan sesuai dengan upaya mitigasi struktural maupun upaya lainnya.
Salah satu Upaya mitigasi dapat dilakukan dengan memmbuat sistem penanganan banjir,
sehingga kerugian akibat bencana dapat berkurang. Upaya ini tidak hanya membutuhkan
pemerintah sebagai pembuat kebijakan , akan tetapi juga membutuhkan partisipasi Masyarakat
sebagai pelaksana kebijakan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis tertarik dengan sistem
penanganan banjir di Kota Gorontalo dengan memanfaatkan sistem pendekatan partisipatif
Masyarakat.
Profil Singkat Kota Gorontalo
Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari propinsi Gorontalo yang luas
wilayahnya 64,79 KM atau sekitar 0,53% dari luas Propinsi Gorontalo. Curah hujan di
wilayah ini tercatat sekitar 11mm S/D 266mm pertahun. secara umum, suhu udara di
Gorontalo rata@ pada siang hari 32 c, sedangkan suhu udara rata-rata pada malam hari 23
c. Kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata 79,9%. Secara geografis wilayah Kota
Gorontalo terlerak antara 000 28' 17" - 000 35' 56" lintang utara (LU) dan 1220 59' 44" -
1230 05' 59" bujur timur (BT).

Sistem Penanganan Banjir di Kota Gorontalo


Sistem Penanganan Banjir

Pada hakekatnya pengendalian banjir merupakan suatu yang kompleks. Dimensi rekayasanya
melibatkan banyak disiplin ilmu teknik antara lain : hidrologi, hidraulika, erosi DAS, teknik
sungai, morfologi & sedimentasi sungai, rekayasa sistem pengendalian banjir, sistem drainase
kota, bangunan air dll. Di samping itu suksesnya program pengendalian banjir juga tergantung dari
aspek lainnya yang menyangkut sosial, ekonomi, lingkungan, institusi, kelembagaan, hukum dan
lainnya. Politik juga merupakan aspek yang penting, bahkan kadang menjadi paling penting.
Dukungan politik yang kuat dari berbagai instansi baik eksekutif (Pemerintah), legislatif
(DPR/DPRD) dan yudikatif akan sangat bepengaruh kepada solusi banjir kota.
Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun yang penting
adalah dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari sistem yang paling optimal. Kegiatan
pengendalian banjir menurut lokasi/daerah pengendaliannya dapat dikelompokkan menjadi dua :

• Bagian hulu : yaitu dengan membangun dam pengendali banjir yang dapat memperlambat
waktu tiba banjir dan menurunkan besarnya debit banjir, pembuatan waduk lapangan yang
dapat merubah pola hidrograf banjir dan penghijauan di Daerah Aliran Sungai.
• Bagian hilir : yaitu dengan melakukan perbaikan alur sungai dan tanggul, sudetan pada alur
yang kritis, pembuatan alur pengendali banjir atau flood way, pemanfaatan daerah
genangan untuk retarding basin dan sebagainya.

Sedangkan menurut teknis penanganan pengendalian banjir dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
Pertama : Pendekatan yang mengutamakan fungsi koordinasi dalam pengelolaan air, tanah dan
sumber daya terkait, guna memaksimalkan hasil secara ekonomis dan kesejahateraan sosial, dalam
pola yang tidak mengorbankan keberlangsungan ekosistem vital (Global Water Partnership,
2000).

Kedua : Pengendalian banjir secara non infrastruktur (metode non-struktur) Permasalahan :


kurangnya kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah dan perusahaan membuang
limbah Tujuan dari kegiatan ini adalahPenanganan sampah; Penambahan daerah resapan;
Penanganan limbah ke sungai.

Ketiga : Pengendalian banjir dengan pembangunan infrastruktur (metode struktur) Permasalahan


: penanganan dengan infrastruktur cenderung membutuhkan biaya yang besar

Semua kegiatan tersebut dilakukan pada prinsipnya dengan tujuan :

• Menurunkan serta memperlambat debit banjir di hulu, sehingga tidak mengganggu daerah-
daerah peruntukan di sepanjang sungai
• Mengalirkan debit banjir ke laut secepat mungkin dengan kapasitas cukup di bagian hilir
• Menambah atau memperbesar dimensi tampang alur sungai
• Memperkecil nilai kekasaran alur sungai
• Pelurusan atau pemendekan alur sungai pada sungai berbelok atau bermeander. Pelurusan
ini harus sangat hati-hati dan minimal harus mempertimbangkan geomorfologi sungai
• Pengendalian transpor sedimen
Peran Pemerintah :

1. Fasilitator : mendorong partisipasi masyarakat


2. Regulator : peraturan menata pengendalian banjir perkotaan
3. Developer : pembangunan infrastruktur fisik /non fisik berupa rencana tata ruang, rencana
induk hingga rencana detail, kajian sosek, Kajian Larap dan dokumen lingkungan.

Partisipasi Pemangku Kepentingan :

1. Peran masyarakat didorong dalam penanganan sampah rumah tangga.


2. Peningkatan daerah resapan air.
3. Pengurangan daerah kedap air.

Sistem Penanganan Banjir dengan Pendekatan Partisipasi Masyarakat

Sumber Daya : Keterampilan dan sumber daya yang memadai untuk terlaksananya partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan air, termasuk dalam manajemen system pengelolaan air.

Dana : Keterampilan dan sumber daya yang memadai untuk terlaksananya partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan air, termasuk dalam manajemen system pengelolaan air.

Organisasi : Hubungan organisasi yang kooperatif harus dikembangkan sehingga baik


individu/kelompok masyarakat dapat berpartisipasi dalam merencanakan dan pengelolaan air.

Proses : Proses yang efektif dan memadai dalam OP pengelolaan drainase dan sungai

Teknologi : Teknologi yang efisien agar pemnfaatan sumber daya bisa lebih efektif

Pemantauan : Sistem pemantauan, umpan balik dan evaluasi harus dikembangkan dan diperkuat.
Sehingga dalam penanganan banjir perkotaan ini perlu kolaborasi dan sinergi antar pemangku
kepentingan serta peran aktif masyarakat dalam pengendalian sampah dan solusi pemanfaatan
sampah sebagai pembangkit listrik.

Adapun Penanganan banjir ini memanfaatkan alternatif penanggulangan banjir secara non
structural yang dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Reboisasi DAS di bagian Hulu.

2. Tata ruang dan pembudidayaan dataran banjir.

3. Pemindahan penduduk dari bantaran sungai.

4. Prakiraan banjir dan peringatan dini.

5. Pengelolaan pembuangan sampah yang baik.

6. Volume aliran permukaan dapat dipertahankan walaupun ada pembangunan.

Kesimpulan
Bencana banjir disebabkan oleh beberapa faktor. Di Kota Gorontalo sendiri banjir
disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, kemiringan lereng, serta sistem drainase yang belum
memadai. Dengan adanya bencana ini, maka pemerintah Gorontalo harus dengan segera membuat
sistem penanganaan untuk pengendalian bencana banjir. Hal ini dapat dilakuakn dengan sistem
penanganan pengendalian banjir dengan pendekatan masyarakat. Dimana dalam hal ini masyarakat
dapat berperan secara aktif melalui metode non struktural seperti melakukan reboisasi,
pengelolaan pembuangan sampah, dll. Sehingga diharapkan dengan adanya sistem penanganan
yang baik ini menjadi cara mitigasi banjir di Kota Gorontalo.

Anda mungkin juga menyukai