Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Negara Republik Indonesia dilihat dari letak geografisnya rawan dengan

bencana, maka tugas dari negara untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh

tumpah darah Indonesia dari segala bentuk bencana. Hal tersebut sebagaimana

tujuan negara yang dimuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara

lain adalah “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum”.

Pemerintah telah beberapa kali mengeluarkan kebijakan baik di tingkat

pusat, di tingkat provinsi, maupun ditingkat kabupaten. Kebijakan tersebut antara

lain adalah Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008, tentang Penyelenggaraan

Penanggulangan Bencana, dan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan

Bencana Nomor 11 Tahun 2008, tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi

pasca bencana.

Peraturan-peraturan tersebut ternyata belum menjamin pembangunan

kembali fasilias masyarakat yang rusak akibat bencana dapat berjalan lancar.

Suatu kebijakan publik akan dikatakan lancar dan mempunyai makna apabila

kebijakan itu dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, dan dapat memenuhi

keinginan dari masyarakat.

1
2

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, tentang

Penanggulangan Bencana, yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah

dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana antara lain adalah “melindungi

masyarakat dari dampak bencana dan pengalokasian dana penanggulangan

bencana dalam Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) yang

memadai”. Selanjutnya kebijakan tentang penanggulangan bencana tersebut perlu

diimplementasikan sesuai dengan tujuan dirumuskannya kebijakan tersebut.

Pemanfaatan sumberdaya sering tidak diikuti dengan kesadaran untuk

mengelolanya secara bertanggung jawab. Pergeseran wewenang dari pusat ke

daerah sering kali tidak diiringi dengan pengalihan tanggung jawab pelayanan dan

perlindungan kepada masyarakat. Akibatnya pada saat bencana terjadi tanggapan

daerah cenderung lambat dan sering kali tergantung pada pemerintah pusat.

Keadaan ini menjadi semakin rumit apabila bencana tersebut terjadi pada

beberapa tempat dalam satu daerah. Di lain pihak, pada saat bencana terjadi

kurangnya koordinasi antar tataran pemerintah masih masih sering terhambat

dalam melaksanakan tanggapan yang cepat, optimal dan efektif.

Pemerintah Daerah sampai dengan sekarang belum maksimal dalam

mengimplementasikan kebijakan yang telah ditetapkan baik oleh Pemerintah

Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah sendiri. Berbagai kebijakan maupun

program yang diimplementasikan ternyata masih jauh dari harapan, masih banyak

kebijakan dan program yang masih menemui kesulitan dalam pelaksanaannya.

Belum maksimalnya pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan

adalah salah satu bentuk kerugian negara dalam bentuk tenaga, biaya, dan material
3

yang harus dipertanggung jawabkan kepada masayarkat. Pada dasarnya biaya

yang timbul untuk melaksanakan program pemerintah adalah bersumber dari

masyarakat. Dana yang sedemikian besar akan menjadi sia-sia manakala

implementasinya tidak dikerjakan dengan baik. Oleh karena itu maka pemerintah

seharusnya dalam merumuskan kebijakan dan mengimplementasikan kebijakan

harus memperhatikan kepentingan masyarakat, termasuk dalam kepentingan

masyarakat yang terkena dampak kerusakan bencana.

Hal tersebut memerlukan peran dari kepala daerah untuk menciptakan

koordinasi antar pihak. Tugas dari kepala daerah sendiri yaitu memimpin jalannya

pemerintahan daerah. Kepala daerah berupaya memberikan perhatian besar dalam

upaya penanggulangan bencana. Kepala daerah melakukan pembentukan

penyelenggaraan penanggulangan bencana meruakan serangkaian upaya yang

meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana.

Penanggulangan bencana merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah

daerah yang memerlukan peran dari kepala daerah itu sendiri.

Dimensi baru dari rangkaian peraturan terkait dengan bencana adalah:

1. Penanggulangan bencana sebagai sebuah upaya menyeluruh dan proaktif

dimulai dari prabencana seperti mitigasi, kesiagaan.


2. Penanggulangan bencana sebagai upaya yang dilakukan bersama para

pemangku kepentingan dengan peran dan fungsi yang saling melengkapi


3. Penanggulangan bencana sebagai bagian dari proses pembangunan sehingga

mewujudkan ketahanan terhadap bencana.

Salah satu bencana yang menjadi perhatian peneliti dalam mengatasinya

adalah mengenai penanggulangan bencana banjir yang setiap tahunyya pasti


4

terjadi. Bencana banjir berkaitan dengan sistem drainase yang buruk. Secara

umum, sistem drainase di Kota Bandung terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu

drainase makro dan drainase mikro. Saluran pembuangan makro adalah saluran

pembuangan yang secara alami sudah ada di Kota Bandung, yang terdiri dari 15

sungai sepanjang 265,05 km. Saluran pembuangan mikro adalah saluran yang

sengaja dibuat mengikuti pola jaringan jalan. Namun, sekitar 30% ruas jalan

belum memiliki saluran drainase sehingga beberapa daerah menjadi rawan banjir

dan genangan.

Gambar 1.1
Banjir di Ruas Jalan di Jembatan Pasopati Bandung

Penyebab terjadinya daerah rawan banjir adalah karena tertutupnya street

inlet oleh beberapa aktivitas sehingga air hujan tidak bisa masuk ke dalam saluran

drainase, adanya pendangkalan di beberapa bagian saluran, konstruksi drainase

yang tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan, serta pengalihfungsian lahan dari

kondisi alami menjadi lahan dengan fungsi komersil seperti pertokoan, mall,

jalan, perumahan, dan lain-lain sehingga tutupan lahan pun berubah yang

meningkatkan debit limpasan.


5

Banjir yang terjadi di Kota Bandung tidak hanya disebabkan oleh

infrastruktur yang buruk. Sebenarnya drainase Kota Bandung relative siap namun

pemanfaatannya kurang optimal karena terhambat oleh sampah dan memang Kota

Bandung sendiri memiliki intensitas hujan yang tinggi. Sampah yang menghambat

aliran air dikarenakan ulah masyarakat yang membuang sampah tidak pada

tempatnya bahkan dibuang ke sungai. Disini terlihat bahwa kurangnya kesadaran

dari manusia itu sendiri yang tidak menjaga alam. Selain pembuangan sampah ke

sembarangan, masyarakat menggunakan lahan dengan tidak tepat dimana

masyarakat membangun pemukiman di daerah bantaran sungai dan di daerah

resapan air.

Setiap kali turun hujan dengan intensitas yang cukup tinggi, maka terjadi

banjir dibeberapa ruas jalan di Kota Bandung. Tentunya banjir ini menimbulkan

berbagai masalah, diantaranya adalah kemacetan lalu lintas, kerugian ekonomi,

masalah kesehatan dan lain sebagainya. Kemacetan terjadi cukup panjang di

beberapa ruas jalan. Genangan air juga mengacaukan pengaturan rambu lalu lintas

di banyak persimpangan jalan, membuat kemacetan yang ada sulit diuraikan.

Polusi udara semakin menambah komplit masalah yang ada. Hal tersebut

dikarenakan banjir menimbulkan bau tidak sedap akibat tercampur dengan

sampah.

Potensi kerusakan jalan di Bandung jauh lebih besar pada saat kondisi

basah dibandingkan pada kondisi kering. Hal ini disebabkan air sering tidak

tertampung dan menggenangi banyak segmen jalan, baik saluran pinggir jalan

maupun saluran-saluran pembuangan lainnya. Kawasan yang sering Terjadi


6

Banjir, terutama daerah-daerah yang dilewati oleh 5 aliran sungai yaitu aliran

sungai Cipaku, Cikapundung, Cibeunying, Cipamokolan, dan Cipadung.

Dalam kondisi ini peran dari Kepala daerah dituntut proaktif dalam

mengatasi banjir terutama dalam pelaksanaan penanggulangan bencana banjir

yang ternyata memiliki beberapa kendala pada saat pelaksanaan penanggulangan

bencana tersebut yang diakibatkan oleh sarana dan prasarana pendukung dalam

menanggulangi banjir, serta APBD yang terlambat cair untuk memperbaiki sistem

drainase yang rusak.

Terhadap permasalahan-permasalahan sebagaimana dikemukakan di atas,

karena permasalahan penanggulangan banjir ini masih sangat luas untuk diteliti

dan di amati meliputi pra bencana, mitigasi bencana, logistik, tanggap darurat,

rehabilitasi dan rekonstruksi kerusakan pasca bencana. Akan tetapi yang paling

menjadi perhatian bagi peneliti untuk diungkapkan adalah mengapa kerusakan-

kerusakan yang diakibatkan oleh bencana terutama bencana banjir sampai saat ini

belum ada penanganan secara sungguh-sungguh terutama oleh Pemerintah Kota

Bandung. Apa yang menjadi penyebab permasalahan sehingga kerusakan-

kerusakan akibat bencana belum ditanggulangi.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengambil judul

tesis tentang “Peran Kepala Daerah Dalam Mengatasi Banjir di Kota Bandung”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka untuk mempermudah arah dan

pembahasan, peneliti mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:


7

1. Bagaimana upaya Kepala Daerah dalam mengidentifikasikan masalah banjir di

Kota Bandung?

2. Bagaimana upaya Kepala Daerah dalam mendukung penetapkan tujuan dan

kebijakan mengatasi banjir di Kota Bandung?

3. Bagaimana upaya Kepala Daerah menggerakkan partisipasi masyarakat dalam

mengatasi banjir di Kota Bandung?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian


1.3.1. Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis peran Kepala Daerah

dalam mengatasi banjir di Kota Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui peran Kepala Daerah dalam mengatasi banjir di Kota

Bandung.

1.4. Kegunaan Penelitian


1.4.1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini untuk memberikan masukan, sumbangan pemikiran dalam

melakukan penilaian bagi perkembangan Ilmu Pemerintahan mengenai peran dari

Kepala Daerah.

1.4.2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi

pihak-pihak yang berkepentingan terutama pemerintah Kota Bandung dalam


8

mengatasi bencana banjir serta solusi terhadap penanggulangan banjir yang selalu

terjadi setiap tahunnya.

Anda mungkin juga menyukai