PEMBAHASAN
3.1. Banjir
a. Pengertian Banjir
Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan
merendam daratan. Dalam arti "air mengalir", kata ini juga dapat berarti masuknya
pasang laut. Banjir diakibatkan oleh meningkatnya volume air di sungai atau danau
sehingga air keluar dari bendungan atau batas alaminya. Banjir umumnya terjadi
karena saluran air yang ada tidak mampu menampung limpahan air, pada daerah yang
relatif datar dan dekat daerah aliran sungai (DAS). Gelombang banjir berjalan kearah
hilir sistem sungai yang berinteraksi dengan kenaikan muka air dimuara akibat badai.
b. Teori Terjadinya Banjir
Banjir adalah air yang melimpas dari badan air seperti selokan, saluran,
drainase, sungai, situ atau danau, dan menggenangi bantaran serta kawasan sekitarnya
(Siswoko, 2002). Definisi lain menyebutkan bahwa banjir merupakan keadaan aliran
air dan atau elevasi muka air dalam sungai atau kali atau kanal yang lebih besar atau
lebih tinggi dari normal. Banjir menimbulkan masalah dan menjadi bencana akibat
banjir dapat terjadi karena faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yang dimaksud
adalah hujan dan pengaruh air pasang (rob), sedangkan faktor manusia adalah
pengaruh perilaku dan perlakuan masyarakat terhadap alam serta lingkungannya yang
antara lain mengakibatkan perubahan pada tata guna lahan. Perubahan penggunaan
lahan, dapat memberi dampak pada aliran permukaan (run-off).
Air hujan yang jatuh ke bumi, menurut Kodotie dan Sjarief (2006: 165-166),
akan mengalami dua hal : meresap ke dalam tanah; atau menjadi aliran permukaan di
atas tanah. Kecepatan aliran permukaan berkisar antara 0,1 m/s 1 m/s, tergantung
pada kemiringan lahan aliran dan penutup lahan. Kecepatan air yang meresap ke
dalam tanah tergantung pada jenis tanah. Pada lahan dari jenis tanah lempung (clay),
kecepatan aliran atau resapan di dalam tanah sangat kecil. Pada tanah jenis pasir
kecepatan aliran atau resapan lebih besar dari tanah lempung.
c. Penyebab Terjadinya Bencana Banjir
Apabila diklasifikasikan berdasarkan asalnya, penyebab banjir dapat dibagi
menjadi 2 macam, yaitu: banjir akibat tindakan manusia dan akibat kejadian alam.
Berikut ini beberapa penyebab banjir akibat tindakan manusia.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
tanah basah.
Polder yang dilindungi tanggul memanjang searah sungai.
Polder akibat pembendungan atau penanggulan pada muara sungai.
Polder akibat pengendapan sedimen pada muara.
Polder yang terbentuk dari proses land subsidence perlahan-lahan dari muka
tanah menjadi tanah rendah di bawah muka air laut rata-rata.
Di negara ini, ancaman banjir datang secara rutin dari laut melalui gelombang
pasang dan ganasnya badai Laut Utara, ataupun dari luapan sungai Ijssel, Maar, dan
Rijn akibat mencairnya es di hilir sungai pada akhir musim dingin. Sistem polder
dipakai untuk mengeluarkan air dari dataran rendah dan juga menangkal banjir di
wilayah delta dan daerah aliran sungai. Di negara ini, rencana penanganan banjir
ditetapkan pada level nasional, provinsi, dan kotapraja. Terdapat Badan Manajemen
Air yang sejajar dengan pemerintahan lokal dan berperan khusus dalam perencanaan,
manajemen aktivitas yang berkait dengan air, juga upaya mitigasi bencana banjir.
Upaya penanganan banjir juga melibatkan masalah penyediaan perumahan, tempat
kerja, suplai air minum, pertanian, lingkungan ekologis, galian mineral, bahkan
pariwisata dan rekreasi. Sungai Rijn (Rheine) yang menyebabkan banjir adalah
lintasan jalur wisata perahu pesiar yang bermula di Swis, melewati Jerman, dan
berakhir di Belanda.
Berkaitan dengan aspek ruang, bermacam kemungkinan terjadinya banjir
(ketinggian, daerah tergenang) dari beragam periode ulang (return period) dikaji untuk
menentukan sistem pengaliran air dan batas polder. Ada beberapa daerah di sekitar
badan sungai yang memang disiapkan untuk digenangi ketika banjir besar (periode
yang lebih lama) melanda. Daerah ini biasanya dimanfaatkan untuk fungsi pertanian
atau daerah hijau. Ketentuan sempadan sungai dan tanggul juga diterapkan untuk
menjamin tidak ada bangunan pada daerah tersebut. Kontrol pada pemanfaatan lahan
agar sesuai dengan peruntukannya amatlah ketat, dimulai dari kelayakan pada saat
perijinan, pengawasan rutin, hingga penggunaan foto udara kawasan. Selain ditunjang
sumberdaya manusia, teknologi, dan finansial, upaya penegakan hukum dan peraturan
merupakan salah satu kunci keberhasilan penanggulangan banjir di negara ini.
Untuk menerapkan sistem polder di Semarang, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan.
1) Pemanfaatan lahan di sekitar tanggul harus dikontrol seketat mungkin, paling tidak
sepanjang bantaran sungai dan tanggul kanal harus bebas dari bangunan dan
permukiman liar. Daerah ini memiliki resiko tertinggi bila terjadi banjir. Alternatif
pemanfaatannya bisa berupa taman ataupun jalan. Berkait dengan tata ruang secara
umum, penegakan ketentuan tata ruang seperti guna lahan (land use) dan koefisien
dasar bangunan (KDB) juga harus benar-benar dilaksanakan, tidak sekadar
menjadi proyek untuk menghabiskan anggaran pemerintah.
2) Ketika semua air buangan dialirkan ke laut, ancaman banjir dari laut juga perlu
diperhatikan. Bukan tidak mungkin gelombang pasang akan membanjiri kota
melalui kanal banjir yang ada. Mungkin saja diperlukan pintu atau gerbang kanal
yang bisa dibuka-tutup sewaktu-waktu.
3) Sistem polder amatlah bergantung pada lancarnya saluran air, kanal, sungai, serta
kinerja mesin-mesin yang memompa air keluar dari daerah polder. Aspek
perawatan (sumber daya manusia dan peralatan) perlu mendapat perhatian dalam
bentuk program kerja dan anggaran. Yang terjadi selama ini kita lebih pandai
mengadakan sarana dan prasarana publik ketimbang merawatnya.
4) Resapan air hujan perlu lebih dimaksimalkan melalui daerah resapan mikro seperti
taman, kolam, perkerasan yang permeabel, dan sumur resapan. Prinsipnya adalah
mengurangi buangan air hujan ke sungai dan memperbanyak resapannya ke dalam
tanah. Disini, peran arsitek, kontraktor, dan pemilik properti amatlah penting untuk
mengalokasikan sebagian lahannya untuk fungsi resapan seperti taman rumput
(bertanah) dan sumur resapan. Daerah resapan yang tidak terlalu luas namun jika
banyak jumlahnya dan tersebar di seluruh penjuru kota tentu akan memberikan
kontribusi yang signifikan untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah. Sistem
polder merupakan upaya struktural penanggulangan banjir yang konsekuensinya
jelas adalah biaya yang amatlah besar dan waktu yang lama, baik untuk
pembebasan tanah, pembangunan fisik, maupun untuk pengadaan dan perawatan
mesin-mesin dan peralatan. Selain itu, yang tak kalah pentingnya adalah upaya
non-struktural yang berkaitan dengan pendidikan publik. Upaya membangun
kesadaran seperti tidak membuang sampah di saluran air, memperbanyak
penanaman pohon, menggunakan perkerasan grass-block dan paving-block yang
permeabel, atau bahkan bagaimana bersikap ketika banjir datang akan jauh lebih
berguna untuk mencegah banjir dan meminimalisir kerugian akibat banjir yang
bisa datang setiap tahun.
c. Konsep
1) Konsep Sistem Polder
a) Tanggul
Tanggul merupakan suatu batas yang mengelilingi suatu badan air atau
daerah/wilayah tertentu dengan elevasi yang lebih tinggi daripada elevasi di
sekitar kawasan tersebut, yang bertujuan untuk melindungi kawasan tersebut
dari limpasan air yang berasal dari luar kawasan. Dalam bidang perairan, laut
dan badan air merupakan daerah yang memerlukan tanggul sebagai pelindung
di sekitarnya. Jenis jenis tanggul, antara lain : tanggul alamiah, tanggul
timbunan, tanggul beton dan tanggul infrastruktur.
Tanggul alamiah yaitu tanggul yang sudah terbentuk secara alamiah
dari bentukan tanah dengan sendirinya. Contohnya bantaran sungai di
pinggiran sungai secara memanjang. Tanggul timbunan adalah tanggul yang
sengaja dibuat dengan menimbun tanah atau material lainnya, di pinggiran
wilayah. Contohnya tanggul timbunan batuan di sepanjang pinggiran laut.
Tanggul beton merupakan tanggul yang sengaja dibangun dari campuran
perkerasan beton agar berdiri dengan kokoh dan kuat. Contohnya tanggul
bendung, dinding penahan tanah ( DPT ).
Tanggul infrastruktur merupakan sebuah struktur yang didesain dan
dibangun secara kuat dalam periode waktu yang lama dengan perbaikan dan
pemeliharaan secara terus menerus, sehingga seringkali dapat difungsikan
sebagai sebuah tanggul, misal jalan raya.
b) Kolam Retensi
Kolam retensi merupakan suatu cekungan atau kolam yang dapat
menampung atau meresapkan air didalamnya, tergantung dari jenis bahan
pelapis dinding dan dasar kolam. Kolam retensi dapat dibagi menjadi 2 macam,
yaitu kolam alami dan kolam non alami.
i. Kolam alami yaitu kolam retensi yang berupa cekungan atau lahan resapan yang sudah
terdapat secara alami dan dapat dimanfaatkan baik pada kondisi aslinya atau dilakukan
penyesuaian. Pada umumnya perencanaan kolam jenis ini memadukan fungsi sebagai
kolam penyimpanan air dan penggunaan oleh masyarakat dan kondisi lingkungan
sekitarnya. Kolam jenis alami ini selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan, juga
dapat meresapkan pada lahan atau kolam yang pervious, misalnya lapangan sepak bola
( yang tertutup oleh rumput ), danau alami, seperti yang terdapat di taman rekreasi dan
kolam rawa.
ii. Kolam non alami yaitu kolam retensi yang dibuat sengaja didesain dengan bentuk dan
kapasitas tertentu pada lokasi yang telah direncanakan sebelumnya dengan lapisan bahan
material yang kaku, seperti beton. Pada kolam jenis ini air yang masuk ke dalam inlet
harus dapat menampung air sesuai dengan kapasitas yang telah direncanakan sehingga
dapat mengurangi debit banjir puncak (peak flow) pada saat over flow, sehingga kolam
berfungsi sebagai tempat mengurangi debit banjir dikarenakan adanya penambahan
waktu kosentrasi air untuk mengalir dipermukaan.
2) Konsep Pengeringan Polder
a) sistem Pompa
Di dalam stasiun pompa terdapat pompa yang digunakan untuk
mengeluarkan air yang sudah terkumpul dalam kolam retensi atau junction
jaringan drainase ke luar cakupan area. Prinsip dasar kerja pompa adalah
menghisap air dengan menggunakan sumber tenaga, baik itu listrik atau
diesel/solar. Air dapat dibuang langsung ke laut atau sungai/banjir kanal yang
bagian hilirnya akan bermuara di laut. Biasanya pompa digunakan pada suatu
daerah dengan dataran rendah atau keadaan topografi atau kontur yang cukup
datar, sehingga saluran-saluran yang ada tidak mampu mengalir secara
gravitasi. Jumlah dan kapasitas pompa yang disediakan di dalam stasiun pompa
harus disesuaikan dengan volume layanan air yang harus dikeluarkan. Pompa
yang menggunakan tenaga listrik, disebut dengan pompa jenis sentrifugal,
sedangkan pompa yang menggunakan tenaga diesel dengan bahan bakar solar
adalah pompa submersible.
Perencanaan pompa harus diperhatikan mengenai tinggi tekan pompa
dan pengaruh kehilangan tenaga yang akan mempengaruhi daya pompa yang
dibutuhkan. Secara mendasar formula yang digunakan adalah sebagai berikut :
i.
ii.
iii.
iv.
Terjadi hujan lebat diarea folder otomatis tinggi muka air akan naik maka poma harus
dioperasikan secara maksimal untuk mengembalikan kondisi tinggi muka air menjadi
v.
normal kembali.
Untuk menjaga agar supaya pompa tidak memompa sampai kering dan akan merusak
baling baling (propeller) rusak maka harus ditentukan batas tinggi muka air terendah.
vi.
Tinggi muka air terendah ini berada beberapa centimeter diatas mulut bawah pompa.
Tinggi muka air normal berada pada level tinggi muka air tanah. Sekalipun waduk dibuat
dalam maka setelah dipompa muka air akan kembali ke level normal lagi. Volume waduk
yang operasional untuk musim kemarau dimulai dari muka air normal sampai muka air
maksimal. Untuk musim hujan volume waduk operasioanal mulai darimuka air terendah
mulut pompa sebab volume tampungan dibutuhkan lenbih besar sesuai bsarnya debit
yang masuk lewat inlet.
2) Pemompaan ke kanal Pemompaan ke badan air berupa kanal atau sungai
prosedurnya sama denagan ke laut. Hanya saja terkadang untuk
meletakkan pompa terkendala oleh adanya tanggul. Apalagi kalau
diameter pompanya besar dapat mengganggu lalu lintas diatasnya jika
pompa harus diletakkan diatas tanggul.
c) Pemeliharaan Pompa
Gedung instalasi sekalipun dibangun dengan konstruksi beton bertulang
tetap harus dipelihara agar jangan terkesan angker dan kumuh untuk itu secara
rutin petugas harus menjaga kebersihan lingkungan Instalasi.
Secara berkala gedung harus dicat agar dari segi estatika indah nyaman
untuk dijadikan sarana rekreasi bila perlu.
Sewaktu Pompa tidak dioperasikan periksa kelengkapan saringan
sampah dibagian depan pompa. Terutama dari sampah- sampah plastik yang
dapat merusak poros dan propeller pompa.
Untuk waduk yang ditumbuhi oleh gulma seperti eceng gondok., bila
perlu ajak pihak swasta untuk memanfaatkan eceng gondok menjadi komoditi
yang berguna seperti pembuatan tas, tikat serta mungkin dapat diolah menjadi
gas bio.
Periksa secara rutin panel operasi jangan sampai ada kabel yang putus
karena termakan usia arau oleh binatang pengerat seperti tikus dll.
Perhatikan engsel-engsel pintu instalasi agar jangan sampai kering .
Sebab semua petugas operasional pompa harus tetap siaga menjaga
kemungkinan terjadi banjir dadakan
Sistem polder (non gravitasi) adalah suatu sistem dimana kawasan
tersebut diisolasi terhadap pengaruh muka air banjir/muka air laut pasang yang
ada di luar kawasan reklamasi dan juga elevasi muka air banjir yang terjadi
akibat hujan lokal yang turun di dalam kawasan tersebut dapat dikendalikan.
Komponen drainase sistem polder terdiri dari :
i. Tanggul berfungsi untuk mengisolasi kawasan tersebut terhadap limpasan/bocoran dari
luar sistem, seperti banjir dan air laut pasang.
ii. Pintu air berfungsi untuk menahan air banjir/air laut pasang dari luar sistem agar tidak
masuk ke kolam retensi/saluran dan untuk menyalurkan debit banjir keluar sistem pada
saat terjadi kerusakan pompa dan muka air di luar sistem lebih rendah dari muka air di
dalam system.
iii. Pompa air berfungsi untuk menyalurkan debit banjir ke luar sistem pada saat terjadi
hujan.
iv. Kolam retensi berfungsi untuk menampung debit banjir pada saat terjadi hujan.
v. Jaringan saluran drainase berfungsi untuk menyalurkan debit banjir dari seluruh sistem ke
kolam retensi/stasiun pompa.
Contoh polder:
i. Tanah yang direklamasi dari badan air misalnya danau yang dikeringkan dan dijadikan
kawasan tertentu.
ii. Dataran banjir yang dipisahkan dari laut atau sungai menggunakan tanggul, rawa yang
dikelilingi air yang kemudian dikeringkan.
terlampau
jenuh
air),
sementara
tanah peat kering malah lebih ringan daripada air sehingga berpotensi tidak
stabil pada musim kering. Beberapa jenis binatang dapat menggali dan
membuat terowongan dan sarang pada struktur tanggul. Polder seringkali
diketemukan di delta sungai dan daerah tepi pantai, walaupun tidak selalu ada.
Sistem ini dipakai untuk daerah-daerah rendah dan daerah yang berupa
cekungan, ketika air tidak dapat mengalir secara gravitasi. Agar daerah ini
tidak tergenang, maka dibuat saluran yang mengelilingi cekungan. Air yang
tertangkap dalam daerah cekungan itu sendiri ditampung di dalam suatu
waduk, dan selanjutnya dipompa ke kolam tampungan.
Polder adalah suatu kawasan yang didesain sedemikian rupa dan
dibatasi dengan tanggul sehingga limpasan air yang berasal dari luar kawasan
tidak dapat masuk. Dengan demikian hanya aliran permukaan atau kelebihan
air yang berasal dari kawasan itu sendiri yang akan dikelola oleh sistem polder.
Di dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah
tangkapan air alamiah, akan tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali
pada pembuangannya dengan penguras atau pompa yang berfungsi
mengendalikan kelebihan air. Muka air di dalam sistem polder tidak
bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya karena polder
mempergunakan tanggul dalam operasionalnya sehingga air dari luar kawasan
tidak dapat masuk ke dalam sistem polder.
Fungsi utama polder adalah sebagai pengendali muka air di dalam
sistem polder tersebut. Untuk kepentingan permukiman, muka air di dalam
Sistem dikendalikan supaya tidak terjadi banjir/genangan. Air di dalam sistem
dikendalikan sedemikian rupa sehingga jika terdapat kelebihan air yang dapat
menyebabkan banjir, maka kelebihan air itu dipompa keluar sistem polder.
Polder merupakan salah satu Sistem Tata Saluran Pembuang di Rawa yang
disebut Sistem Tertutup.
Kondisi hidrologi dan tata air dalam sistem ini dapat dikontrol sepenuhnya oleh
manusia. Biasanya sistem ini berupa sistem yang dilengkapi bangunan pengendali muka
air, misalnya pintu klep otomatis, biasanya sistem pembuangannya menggunakan pompa.
Kelengkapan sarana fisik pada sistem polder antara lain : saluran air atau kanal
atau tampungan memanjang dan waduk, tanggul, serta pompa. Saluran air atau
tampungan memanjang dan waduk dibangun sebagai sarana untuk mengatur penyaluran
air ketika elevasi air di titik pembuangan lebih tinggi dari elevasi saluran di dalam
kawasan. Yang kedua ialah tanggul yang dibuat di sekeliling kawasan yang berguna
untuk mencegah masuknya air kedalam kawasan, baik yang berasal dari luapan sungai,
limpasan permukaan atau akibat naiknya muka air laut. Sebaliknya dengan adanya
tanggul, air yang ada di dalam kawasan tidak dapat keluar. Tanggul dibuat dengan ukuran
yang lebar, besar, dan tinggi serta dapat difungsikan sebagai jalan. Yang ketiga ialah
pompa air yang berfungsi sebagai pengering air pada badan air, dan bekerja secara
otomatis apabila volume atau elevasi air melebihi nilai perencanaan.
Gambar Cara Kerja Sistem Polder
(Sumber:http://kompetiblog2011.studidibelanda.com/news/2011/05/1/656/holland_is_the_best_technology
_in_water_management.html)