Anda di halaman 1dari 16

BAB III

PEMBAHASAN
3.1. Banjir
a. Pengertian Banjir
Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan
merendam daratan. Dalam arti "air mengalir", kata ini juga dapat berarti masuknya
pasang laut. Banjir diakibatkan oleh meningkatnya volume air di sungai atau danau
sehingga air keluar dari bendungan atau batas alaminya. Banjir umumnya terjadi
karena saluran air yang ada tidak mampu menampung limpahan air, pada daerah yang
relatif datar dan dekat daerah aliran sungai (DAS). Gelombang banjir berjalan kearah
hilir sistem sungai yang berinteraksi dengan kenaikan muka air dimuara akibat badai.
b. Teori Terjadinya Banjir
Banjir adalah air yang melimpas dari badan air seperti selokan, saluran,
drainase, sungai, situ atau danau, dan menggenangi bantaran serta kawasan sekitarnya
(Siswoko, 2002). Definisi lain menyebutkan bahwa banjir merupakan keadaan aliran
air dan atau elevasi muka air dalam sungai atau kali atau kanal yang lebih besar atau
lebih tinggi dari normal. Banjir menimbulkan masalah dan menjadi bencana akibat
banjir dapat terjadi karena faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yang dimaksud
adalah hujan dan pengaruh air pasang (rob), sedangkan faktor manusia adalah
pengaruh perilaku dan perlakuan masyarakat terhadap alam serta lingkungannya yang
antara lain mengakibatkan perubahan pada tata guna lahan. Perubahan penggunaan
lahan, dapat memberi dampak pada aliran permukaan (run-off).
Air hujan yang jatuh ke bumi, menurut Kodotie dan Sjarief (2006: 165-166),
akan mengalami dua hal : meresap ke dalam tanah; atau menjadi aliran permukaan di
atas tanah. Kecepatan aliran permukaan berkisar antara 0,1 m/s 1 m/s, tergantung
pada kemiringan lahan aliran dan penutup lahan. Kecepatan air yang meresap ke
dalam tanah tergantung pada jenis tanah. Pada lahan dari jenis tanah lempung (clay),

kecepatan aliran atau resapan di dalam tanah sangat kecil. Pada tanah jenis pasir
kecepatan aliran atau resapan lebih besar dari tanah lempung.
c. Penyebab Terjadinya Bencana Banjir
Apabila diklasifikasikan berdasarkan asalnya, penyebab banjir dapat dibagi
menjadi 2 macam, yaitu: banjir akibat tindakan manusia dan akibat kejadian alam.
Berikut ini beberapa penyebab banjir akibat tindakan manusia.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Perubahan tata guna lahan (land-use).


Pembuangan sampah
Kawasan kumuh di sepanjang sungai/drainase
Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat.
Penurunan tanah dan rob
Tidak berfungsinya sistem drainase lahan
Bendung dan bangunan air
Kerusakan bangunan pengendai banjir

Kemudian yang termasuk sebab sebab alami diantaranya adalah :


1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Erosi dan Sedimentasi


Curah Hujan
Pengaruh fisiografi/geofisik sungai
Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai
Pengaruh air pasang
Penurunan tanah dan rob
Drainase lahan
Banjir yang kerap melanda berbagai wilayah di Indonesia juga dapat

disebabkan karena sistem drainasi di wilayah tersebut yang buruk. Serta


perkembangan pemukiman yang tidak terkendali di daerah sekitar aliran sungan yang
menyebabkan meningkatnya volume sampah yang dibuang ke badan sungai.
Penyebab dari bencana banjir baik yang disebabkan alam dan ulah manusia
sebenarnya memperlihatkan bahwa kurangnya kesadaran manusia itu sendiri akan
pentingnya menjaga lingkungan.

3.2. Menanggulangi Banjir dengan Sistem Polder


a. Pengertian Sistem Polder

Polder adalah sekumpulan dataran rendah yang membentuk kesatuan


hidrologis artifisial yang dikelilingi oleh tanggul. Pada daerah polder, air buangan (air
kotor dan air hujan) dikumpulkan di suatu badan air (sungai, situ) lalu dipompakan ke
badan air lain pada polder yang lebih tinggi posisinya, hingga pada akhirnya air
dipompakan ke sungai atau kanal yang langsung bermuara ke laut. Tanggul yang
mengelilingi polder bisa berupa pemadatan tanah dengan lapisan kedap air, dinding
batu, bisa juga berupa konstruksi beton dan perkerasan yang canggih.
Polder juga bisa diartikan sebagai tanah yang direklamasi. Sistem polder
banyak diterapkan pada reklamasi laut atau muara sungai, dan juga pada manajemen
air buangan (air kotor dan drainase hujan) di daerah yang lebih rendah dari muka air
laut dan sungai.

Gambar Skema Sistem Folder


Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan
bangunan sarana fisik, yang meliputi saluran drainase, kolam retensi, pompa air, yang
dikendalikan sebagai satu kesatuan pengelolaan. Dengan sistem polder, maka lokasi
rawan banjir akan dibatasi dengan jelas, sehingga elevasi muka air, debit dan volume
air yang harus dikeluarkan dari sistem dapat dikendalikan. Oleh karena itu, sistem
polder disebut juga sebagai sistem drainase yang terkendali.
Latar belakang dikembangkannya sistem Polder antara lain :

1) Pengembangan kota kota pantai di Indonesia seperti Jakarta dan Semarang


seringkali lebih didasarkan pada kepentingan pertumbuhan ekonomi.
2) Pengembangan kawasan kawasan ini menimbulkan banjir yang menunjukkan
ketidakseimbangan pembangunan.
3) Perlu upaya peningkatan atau pengembangan aspek teknologi dan manajemen,
untuk pengendalian banjir dan Rob di kota kota pantai di Indonesia, untuk sistem
i.
ii.
iii.

polder dikembangkan karena menggunakan paradigm baru, yaitu :


Berwawasan lingkungan (Environment Oriented).
Pendekatan Kewilayahan (Regional Based).
Pemberdayaan masyarakat pengguna.

Ada 5 tipe polder menurut asalnya, tujuannya, maupun bentuknya, diantaranya :


1) Polder diperoleh dengan cara reklamasi suatu daerah rawa, air payau, dan tanah2)
3)
4)
5)

tanah basah.
Polder yang dilindungi tanggul memanjang searah sungai.
Polder akibat pembendungan atau penanggulan pada muara sungai.
Polder akibat pengendapan sedimen pada muara.
Polder yang terbentuk dari proses land subsidence perlahan-lahan dari muka
tanah menjadi tanah rendah di bawah muka air laut rata-rata.

b. Sejarah Sistem Polder


Sistem polder ini telah direncanakan oleh Herman van Breen dan tim (dengan
banjir kanal barat dan timur) ketika merancang kota sebagai respon terhadap banjir
besar yang melanda Batavia tahun 1918. Namun sayangnya rencana yang bagus ini
belum bisa terealisasi sepenuhnya hingga saat ini. Di Jakarta sendiri sistem polder ini
sebenarnya sudah diterapkan di kawasan perumahan elit di tepi laut Jakarta Utara.
Polder identik dengan negeri kincir angin Belanda yang seperempat
wilayahnya berada di bawah muka laut dan memiliki lebih dari 3000 polder. Sebelum
ditemukannya mesin pompa, kincir angin digunakan untuk menaikkan air dari suatu
polder ke polder lain yang lebih tinggi. Bicara tentang banjir kita perlu banyak belajar
dari negara ini yang sudah kenyang bergulat memerangi banjir sejak abad ke-17
karena morfologi alamnya sebagian besar yang berupa rawa dan dataran rendah.

Di negara ini, ancaman banjir datang secara rutin dari laut melalui gelombang
pasang dan ganasnya badai Laut Utara, ataupun dari luapan sungai Ijssel, Maar, dan
Rijn akibat mencairnya es di hilir sungai pada akhir musim dingin. Sistem polder
dipakai untuk mengeluarkan air dari dataran rendah dan juga menangkal banjir di
wilayah delta dan daerah aliran sungai. Di negara ini, rencana penanganan banjir
ditetapkan pada level nasional, provinsi, dan kotapraja. Terdapat Badan Manajemen
Air yang sejajar dengan pemerintahan lokal dan berperan khusus dalam perencanaan,
manajemen aktivitas yang berkait dengan air, juga upaya mitigasi bencana banjir.
Upaya penanganan banjir juga melibatkan masalah penyediaan perumahan, tempat
kerja, suplai air minum, pertanian, lingkungan ekologis, galian mineral, bahkan
pariwisata dan rekreasi. Sungai Rijn (Rheine) yang menyebabkan banjir adalah
lintasan jalur wisata perahu pesiar yang bermula di Swis, melewati Jerman, dan
berakhir di Belanda.
Berkaitan dengan aspek ruang, bermacam kemungkinan terjadinya banjir
(ketinggian, daerah tergenang) dari beragam periode ulang (return period) dikaji untuk
menentukan sistem pengaliran air dan batas polder. Ada beberapa daerah di sekitar
badan sungai yang memang disiapkan untuk digenangi ketika banjir besar (periode
yang lebih lama) melanda. Daerah ini biasanya dimanfaatkan untuk fungsi pertanian
atau daerah hijau. Ketentuan sempadan sungai dan tanggul juga diterapkan untuk
menjamin tidak ada bangunan pada daerah tersebut. Kontrol pada pemanfaatan lahan
agar sesuai dengan peruntukannya amatlah ketat, dimulai dari kelayakan pada saat
perijinan, pengawasan rutin, hingga penggunaan foto udara kawasan. Selain ditunjang
sumberdaya manusia, teknologi, dan finansial, upaya penegakan hukum dan peraturan
merupakan salah satu kunci keberhasilan penanggulangan banjir di negara ini.
Untuk menerapkan sistem polder di Semarang, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan.
1) Pemanfaatan lahan di sekitar tanggul harus dikontrol seketat mungkin, paling tidak
sepanjang bantaran sungai dan tanggul kanal harus bebas dari bangunan dan
permukiman liar. Daerah ini memiliki resiko tertinggi bila terjadi banjir. Alternatif
pemanfaatannya bisa berupa taman ataupun jalan. Berkait dengan tata ruang secara

umum, penegakan ketentuan tata ruang seperti guna lahan (land use) dan koefisien
dasar bangunan (KDB) juga harus benar-benar dilaksanakan, tidak sekadar
menjadi proyek untuk menghabiskan anggaran pemerintah.
2) Ketika semua air buangan dialirkan ke laut, ancaman banjir dari laut juga perlu
diperhatikan. Bukan tidak mungkin gelombang pasang akan membanjiri kota
melalui kanal banjir yang ada. Mungkin saja diperlukan pintu atau gerbang kanal
yang bisa dibuka-tutup sewaktu-waktu.
3) Sistem polder amatlah bergantung pada lancarnya saluran air, kanal, sungai, serta
kinerja mesin-mesin yang memompa air keluar dari daerah polder. Aspek
perawatan (sumber daya manusia dan peralatan) perlu mendapat perhatian dalam
bentuk program kerja dan anggaran. Yang terjadi selama ini kita lebih pandai
mengadakan sarana dan prasarana publik ketimbang merawatnya.
4) Resapan air hujan perlu lebih dimaksimalkan melalui daerah resapan mikro seperti
taman, kolam, perkerasan yang permeabel, dan sumur resapan. Prinsipnya adalah
mengurangi buangan air hujan ke sungai dan memperbanyak resapannya ke dalam
tanah. Disini, peran arsitek, kontraktor, dan pemilik properti amatlah penting untuk
mengalokasikan sebagian lahannya untuk fungsi resapan seperti taman rumput
(bertanah) dan sumur resapan. Daerah resapan yang tidak terlalu luas namun jika
banyak jumlahnya dan tersebar di seluruh penjuru kota tentu akan memberikan
kontribusi yang signifikan untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah. Sistem
polder merupakan upaya struktural penanggulangan banjir yang konsekuensinya
jelas adalah biaya yang amatlah besar dan waktu yang lama, baik untuk
pembebasan tanah, pembangunan fisik, maupun untuk pengadaan dan perawatan
mesin-mesin dan peralatan. Selain itu, yang tak kalah pentingnya adalah upaya
non-struktural yang berkaitan dengan pendidikan publik. Upaya membangun
kesadaran seperti tidak membuang sampah di saluran air, memperbanyak
penanaman pohon, menggunakan perkerasan grass-block dan paving-block yang
permeabel, atau bahkan bagaimana bersikap ketika banjir datang akan jauh lebih
berguna untuk mencegah banjir dan meminimalisir kerugian akibat banjir yang
bisa datang setiap tahun.
c. Konsep
1) Konsep Sistem Polder

a) Tanggul
Tanggul merupakan suatu batas yang mengelilingi suatu badan air atau
daerah/wilayah tertentu dengan elevasi yang lebih tinggi daripada elevasi di
sekitar kawasan tersebut, yang bertujuan untuk melindungi kawasan tersebut
dari limpasan air yang berasal dari luar kawasan. Dalam bidang perairan, laut
dan badan air merupakan daerah yang memerlukan tanggul sebagai pelindung
di sekitarnya. Jenis jenis tanggul, antara lain : tanggul alamiah, tanggul
timbunan, tanggul beton dan tanggul infrastruktur.
Tanggul alamiah yaitu tanggul yang sudah terbentuk secara alamiah
dari bentukan tanah dengan sendirinya. Contohnya bantaran sungai di
pinggiran sungai secara memanjang. Tanggul timbunan adalah tanggul yang
sengaja dibuat dengan menimbun tanah atau material lainnya, di pinggiran
wilayah. Contohnya tanggul timbunan batuan di sepanjang pinggiran laut.
Tanggul beton merupakan tanggul yang sengaja dibangun dari campuran
perkerasan beton agar berdiri dengan kokoh dan kuat. Contohnya tanggul
bendung, dinding penahan tanah ( DPT ).
Tanggul infrastruktur merupakan sebuah struktur yang didesain dan
dibangun secara kuat dalam periode waktu yang lama dengan perbaikan dan
pemeliharaan secara terus menerus, sehingga seringkali dapat difungsikan
sebagai sebuah tanggul, misal jalan raya.
b) Kolam Retensi
Kolam retensi merupakan suatu cekungan atau kolam yang dapat
menampung atau meresapkan air didalamnya, tergantung dari jenis bahan
pelapis dinding dan dasar kolam. Kolam retensi dapat dibagi menjadi 2 macam,
yaitu kolam alami dan kolam non alami.
i. Kolam alami yaitu kolam retensi yang berupa cekungan atau lahan resapan yang sudah
terdapat secara alami dan dapat dimanfaatkan baik pada kondisi aslinya atau dilakukan
penyesuaian. Pada umumnya perencanaan kolam jenis ini memadukan fungsi sebagai

kolam penyimpanan air dan penggunaan oleh masyarakat dan kondisi lingkungan
sekitarnya. Kolam jenis alami ini selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan, juga
dapat meresapkan pada lahan atau kolam yang pervious, misalnya lapangan sepak bola
( yang tertutup oleh rumput ), danau alami, seperti yang terdapat di taman rekreasi dan
kolam rawa.
ii. Kolam non alami yaitu kolam retensi yang dibuat sengaja didesain dengan bentuk dan
kapasitas tertentu pada lokasi yang telah direncanakan sebelumnya dengan lapisan bahan
material yang kaku, seperti beton. Pada kolam jenis ini air yang masuk ke dalam inlet
harus dapat menampung air sesuai dengan kapasitas yang telah direncanakan sehingga
dapat mengurangi debit banjir puncak (peak flow) pada saat over flow, sehingga kolam
berfungsi sebagai tempat mengurangi debit banjir dikarenakan adanya penambahan
waktu kosentrasi air untuk mengalir dipermukaan.
2) Konsep Pengeringan Polder
a) sistem Pompa
Di dalam stasiun pompa terdapat pompa yang digunakan untuk
mengeluarkan air yang sudah terkumpul dalam kolam retensi atau junction
jaringan drainase ke luar cakupan area. Prinsip dasar kerja pompa adalah
menghisap air dengan menggunakan sumber tenaga, baik itu listrik atau
diesel/solar. Air dapat dibuang langsung ke laut atau sungai/banjir kanal yang
bagian hilirnya akan bermuara di laut. Biasanya pompa digunakan pada suatu
daerah dengan dataran rendah atau keadaan topografi atau kontur yang cukup
datar, sehingga saluran-saluran yang ada tidak mampu mengalir secara
gravitasi. Jumlah dan kapasitas pompa yang disediakan di dalam stasiun pompa
harus disesuaikan dengan volume layanan air yang harus dikeluarkan. Pompa
yang menggunakan tenaga listrik, disebut dengan pompa jenis sentrifugal,
sedangkan pompa yang menggunakan tenaga diesel dengan bahan bakar solar
adalah pompa submersible.
Perencanaan pompa harus diperhatikan mengenai tinggi tekan pompa
dan pengaruh kehilangan tenaga yang akan mempengaruhi daya pompa yang
dibutuhkan. Secara mendasar formula yang digunakan adalah sebagai berikut :

Selain itu perencanaan kolam retensi memiliki keterikatan dengan


pompa yang akan digunakan semakin besar volume tampungan yang tersedia,
semakin kecil kapasitas pompa yang dibutuhkan dan sebaliknya.

Gambar Perpompaan Pada Polder


b) Pompa
Pompa Drainase Perkotaan ( Stormwater Pumping ) adalah pompa air
yang umum dipakai untuk membantu mengalirkan aliran dari satu bidang ke
bidang lainnya yang lebih tinggi. Jenis Pompa yang ada dan biasa
dipergunakan adalah sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)

Poros Tegak ( Vertikal propeiier and mixed flow)


Pompa dalam air ( Submersible vertical dan horizontal )
Centrifugal (horizontal non clog )
Skrup (screw)

5) Volute or Angle flow ( Vertical)


Secara umum pompa-pompa tersebut adalah pompa yang menggunakan
tenaga listrik tetapi ada juga yang menggunakan diesel.
Pengoperasian pompa pada system folder lebih ditentukan oleh kondisi
Muka Air di waduk/long storage /kolam yang disebabkan oleh hujan atau
buangan domestik.

Gambar Kondisi Muka Air dan Arah Aliran Air


Pompa yang alirannya dibuang ke Laut akan sedikit berbeda dengan
yang dibuang di Kanal. Pompa yang membuang kelaut tidak terlalu
terpengaruh oleh pasang surutnya air laut., tetapi yang membuang ke kanal
umumnya perbedaan tinggi tanggul kanal dapat menjadi kendala.
Beberapa kondisi keduanya adalah sebagai berikut :

i.

1) Pemompaan dari polder ke laut Kondisi muka air di waduk sbb:


Muka Air Rendah (normal) pada kondisi tidak hujan, pompa diistirahatkan untuk
dilakukan pengecekan ringan, pemberian pelumas, pengecekan kelancaran arus listrik

ii.

dari sumber dan panel.


Muka Air naik karena buangan air domestik masuk biasanya waktu pagi dan sore hari.

iii.

Pompa dioperasikan sampai muka air di waduk kembali normal.


Terjadi hujan ringan pompa dioperasikan jika tinggi muka air terjadi kenaikan.

iv.

Terjadi hujan lebat diarea folder otomatis tinggi muka air akan naik maka poma harus
dioperasikan secara maksimal untuk mengembalikan kondisi tinggi muka air menjadi

v.

normal kembali.
Untuk menjaga agar supaya pompa tidak memompa sampai kering dan akan merusak
baling baling (propeller) rusak maka harus ditentukan batas tinggi muka air terendah.

vi.

Tinggi muka air terendah ini berada beberapa centimeter diatas mulut bawah pompa.
Tinggi muka air normal berada pada level tinggi muka air tanah. Sekalipun waduk dibuat
dalam maka setelah dipompa muka air akan kembali ke level normal lagi. Volume waduk
yang operasional untuk musim kemarau dimulai dari muka air normal sampai muka air
maksimal. Untuk musim hujan volume waduk operasioanal mulai darimuka air terendah
mulut pompa sebab volume tampungan dibutuhkan lenbih besar sesuai bsarnya debit
yang masuk lewat inlet.
2) Pemompaan ke kanal Pemompaan ke badan air berupa kanal atau sungai
prosedurnya sama denagan ke laut. Hanya saja terkadang untuk
meletakkan pompa terkendala oleh adanya tanggul. Apalagi kalau
diameter pompanya besar dapat mengganggu lalu lintas diatasnya jika
pompa harus diletakkan diatas tanggul.
c) Pemeliharaan Pompa
Gedung instalasi sekalipun dibangun dengan konstruksi beton bertulang
tetap harus dipelihara agar jangan terkesan angker dan kumuh untuk itu secara
rutin petugas harus menjaga kebersihan lingkungan Instalasi.
Secara berkala gedung harus dicat agar dari segi estatika indah nyaman
untuk dijadikan sarana rekreasi bila perlu.
Sewaktu Pompa tidak dioperasikan periksa kelengkapan saringan
sampah dibagian depan pompa. Terutama dari sampah- sampah plastik yang
dapat merusak poros dan propeller pompa.
Untuk waduk yang ditumbuhi oleh gulma seperti eceng gondok., bila
perlu ajak pihak swasta untuk memanfaatkan eceng gondok menjadi komoditi

yang berguna seperti pembuatan tas, tikat serta mungkin dapat diolah menjadi
gas bio.
Periksa secara rutin panel operasi jangan sampai ada kabel yang putus
karena termakan usia arau oleh binatang pengerat seperti tikus dll.
Perhatikan engsel-engsel pintu instalasi agar jangan sampai kering .
Sebab semua petugas operasional pompa harus tetap siaga menjaga
kemungkinan terjadi banjir dadakan
Sistem polder (non gravitasi) adalah suatu sistem dimana kawasan
tersebut diisolasi terhadap pengaruh muka air banjir/muka air laut pasang yang
ada di luar kawasan reklamasi dan juga elevasi muka air banjir yang terjadi
akibat hujan lokal yang turun di dalam kawasan tersebut dapat dikendalikan.
Komponen drainase sistem polder terdiri dari :
i. Tanggul berfungsi untuk mengisolasi kawasan tersebut terhadap limpasan/bocoran dari
luar sistem, seperti banjir dan air laut pasang.
ii. Pintu air berfungsi untuk menahan air banjir/air laut pasang dari luar sistem agar tidak
masuk ke kolam retensi/saluran dan untuk menyalurkan debit banjir keluar sistem pada
saat terjadi kerusakan pompa dan muka air di luar sistem lebih rendah dari muka air di
dalam system.
iii. Pompa air berfungsi untuk menyalurkan debit banjir ke luar sistem pada saat terjadi
hujan.
iv. Kolam retensi berfungsi untuk menampung debit banjir pada saat terjadi hujan.
v. Jaringan saluran drainase berfungsi untuk menyalurkan debit banjir dari seluruh sistem ke
kolam retensi/stasiun pompa.
Contoh polder:
i. Tanah yang direklamasi dari badan air misalnya danau yang dikeringkan dan dijadikan
kawasan tertentu.
ii. Dataran banjir yang dipisahkan dari laut atau sungai menggunakan tanggul, rawa yang
dikelilingi air yang kemudian dikeringkan.

Tanah dasar berupa rawa yang dikeringkan akan surut seiring


berjalannya waktu, namun seluruh polder akan dengan cepat berada dibawah
muka air di sekitarnya bila terjadi kenaikan muka air, misalnya ketika pasang
atau banjir. Air di sekitar polder akan mulai meresap perlahan ke bawah
tanggul dan keluar ke permukaan di dalam lingkungan polder melalui aliran air
tanah untuk menyeimbangkan air tekanan air, sehingga lama2 polder akan
tergenang. Ini berarti polder mengalami kelebihan air yang harus dipompa
keluar atau dikeringkan dengan membuka pintu air pada saat muka air laut
surut. Namun, pengaturan muka air dalam tanah tidak boleh terlalu rendah.
Tanah polder yang terdiri dari peat / tanah turf(bekas rawa) akan
memperlihatkan percepatan pemampatan akibat dekoposisi tanah turf pada saat
kondisi kering.
d) Manfaat Sistem Polder
Polder senantiasa berada pada bahaya banjir, dan tanggul yang
mengelilinginya harus dijaga. Tanggul-tanggul tersebut biasanya dibangun
dengan material yang tersedia di daerah tersebut. Tanggul dari pasir rawan
runtuh

akibat oversaturation (tanah

terlampau

jenuh

air),

sementara

tanah peat kering malah lebih ringan daripada air sehingga berpotensi tidak
stabil pada musim kering. Beberapa jenis binatang dapat menggali dan
membuat terowongan dan sarang pada struktur tanggul. Polder seringkali
diketemukan di delta sungai dan daerah tepi pantai, walaupun tidak selalu ada.
Sistem ini dipakai untuk daerah-daerah rendah dan daerah yang berupa
cekungan, ketika air tidak dapat mengalir secara gravitasi. Agar daerah ini
tidak tergenang, maka dibuat saluran yang mengelilingi cekungan. Air yang
tertangkap dalam daerah cekungan itu sendiri ditampung di dalam suatu
waduk, dan selanjutnya dipompa ke kolam tampungan.
Polder adalah suatu kawasan yang didesain sedemikian rupa dan
dibatasi dengan tanggul sehingga limpasan air yang berasal dari luar kawasan
tidak dapat masuk. Dengan demikian hanya aliran permukaan atau kelebihan

air yang berasal dari kawasan itu sendiri yang akan dikelola oleh sistem polder.
Di dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah
tangkapan air alamiah, akan tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali
pada pembuangannya dengan penguras atau pompa yang berfungsi
mengendalikan kelebihan air. Muka air di dalam sistem polder tidak
bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya karena polder
mempergunakan tanggul dalam operasionalnya sehingga air dari luar kawasan
tidak dapat masuk ke dalam sistem polder.
Fungsi utama polder adalah sebagai pengendali muka air di dalam
sistem polder tersebut. Untuk kepentingan permukiman, muka air di dalam
Sistem dikendalikan supaya tidak terjadi banjir/genangan. Air di dalam sistem
dikendalikan sedemikian rupa sehingga jika terdapat kelebihan air yang dapat
menyebabkan banjir, maka kelebihan air itu dipompa keluar sistem polder.

Polder merupakan salah satu Sistem Tata Saluran Pembuang di Rawa yang
disebut Sistem Tertutup.

Gambar Desain Polder

Kondisi hidrologi dan tata air dalam sistem ini dapat dikontrol sepenuhnya oleh
manusia. Biasanya sistem ini berupa sistem yang dilengkapi bangunan pengendali muka
air, misalnya pintu klep otomatis, biasanya sistem pembuangannya menggunakan pompa.
Kelengkapan sarana fisik pada sistem polder antara lain : saluran air atau kanal
atau tampungan memanjang dan waduk, tanggul, serta pompa. Saluran air atau
tampungan memanjang dan waduk dibangun sebagai sarana untuk mengatur penyaluran
air ketika elevasi air di titik pembuangan lebih tinggi dari elevasi saluran di dalam
kawasan. Yang kedua ialah tanggul yang dibuat di sekeliling kawasan yang berguna
untuk mencegah masuknya air kedalam kawasan, baik yang berasal dari luapan sungai,
limpasan permukaan atau akibat naiknya muka air laut. Sebaliknya dengan adanya
tanggul, air yang ada di dalam kawasan tidak dapat keluar. Tanggul dibuat dengan ukuran
yang lebar, besar, dan tinggi serta dapat difungsikan sebagai jalan. Yang ketiga ialah
pompa air yang berfungsi sebagai pengering air pada badan air, dan bekerja secara
otomatis apabila volume atau elevasi air melebihi nilai perencanaan.
Gambar Cara Kerja Sistem Polder

(Sumber:http://kompetiblog2011.studidibelanda.com/news/2011/05/1/656/holland_is_the_best_technology
_in_water_management.html)

d. Keunggulan Sistem Polder


Sistem Polder mampu mengendalikan banjir dan genangan akibat aliran dari
hulu, hujan setempat naiknya muka air laut (ROB). Selain dapat mengendalikan air,
sistem polder juga dapat digunakan sebagai obyek wisata atau rekreasi, lahan
pertanian, perikanan, dan lingkungan industri serta perkantoran.

e. Kelemahan Sistem Polder


Sistem kerja pada polder sangat bergantung pada pompa. Jika pompa mati,
maka kawasan akan tergenang. Sehingga diperlukan adanya pengawasan pada pompa.
Selain itu, biaya operasi dan pemeliharaannya relatif mahal.
Problema penanganan banjir di lapangan untuk kota kota di Indonesia cukup
rumit karena ruang terbuka untuk resapan air semakin langka. Kondisi tersebut
merupakan akibat dari Tata Ruang Wilayah dan Kawasan tidak dikelola secara
memadai dan alih fungsi lahan menjadi permukiman penduduk semakin tidak
terkendali. Sehingga pemerintah perlu mengoptimalkan sistem polder dengan
memasang tanggul pengaman untuk kawasan rendah dan mengembangkan drainase di
perkotaan yang masih memiliki gravitasi, guna mengurangi kawasan banjir akibat
genangan. Dalam mengembangkan sistem polder perkotaan harus dilakukan secara
terintegrasi antara rencana tata ruang dan tata air utamanya pada kota-kota pantai yang
memiliki cekungan.
Setiap tetes air buangan yang jatuh pada kawasan polder harus didrainase
dengan bantuan pompa, dan untuk itu perlu disosialisasikan konsep pengendalian
pengembangan sistem polder berkelanjutan sebagai langkah antisipasi terhadap
perubahan akibat pembangunan yang sangat mempengaruhi dan berdampak pada
lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai