Anda di halaman 1dari 10

DRAINASE SISTEM POLDER

PENULIS:

Prof. Dr. Ir. S. Imam Wahyudi, DEA

Dr. Henny Pratiwi Adi, ST, MT

1
BAB I
PRINSIP DASAR PERENCANAAN DRAINASE
PERKOTAAN

1.1. PEMANASAN GLOBAL DAN ELEVASI AIR LAUT


Pemanasan global berdampak terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai,
pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia. Indikasi dampak pemanasan
global terhadap cuaca yang begitu jelas dirasakan adalah kenaikan suhu yang ekstrem,
misalnya suhu di Kalimantan yang biasanya sekitar 35 derajat Celcius naik menjadi 39
derajat Celcius. Di Sumatra, yang biasanya berkisar pada 33-34 derajat naik menjadi 37
derajat, dan di Jakarta yang biasanya 32-34 naik menjadi 36 derajat Celcius. Ketika
atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga
volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan
mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak
volume air di laut. Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di
daerah pantai. Kenaikan 100 cm akan menenggelamkan 6% daerah Belanda, 17,5%
daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Ketika tinggi lautan mencapai muara
sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Perubahan tinggi rata-rata
muka air laut di dunia sejak Tahun 1889 hingga 2000 dapat dilihat pada Gambar 1.1.

2
Gambar 1.1 Perubahan Tinggi Rata-Rata Muka Laut Diukur Dari Daerah Dengan
Lingkungan Yang Stabil Secara Geologi
(Sumber : Wahyudi S. Imam, 2010)

Permasalahan banjir akibat air pasang terjadi karena adanya penurunan tanah dan
kenaikan muka air laut sebagai akibat pemanasan global. Permukaan tanah semakin
menurun akibat dari sifat atau karakteristik geologi tanah, beban statis bangunan yang
ada diatas tanah dan beban dinamis benda bergerak, gaya tektonis, serta pengambilan air
tanah yang berlebihan.

1.2. SISTEM DRAINASE PERKOTAAN


Drainase perkotaan adalah drainase di wilayah kota yang berfungsi
mengendalikan kelebihan air permukaan, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan
dapat memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan manusia. Sedangkan sistem
drainase perkotaan adalah jaringan drainase perkotaan dalam satu kesatuan wilayah
administrasi kota dan sekitarnya (urban) yang saling berhubungan.

Pada umumnya penanganan sistem drainase di Indonesia masih bersifat parsial,


sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas.
Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh, mengacu pada
SIDLACOM dimulai dari tahap Survey, Investigation (investigasi), Design
(perencanaan), Land Acquisation (pembebasan lahan), Construction (konstruksi),
Operation (operasi) dan Maintenance (pemeliharaan), serta ditunjang dengan
peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat. Peningkatan

3
pemahaman mengenai sistem drainase kepada pihak yang terlibat baik pelaksana
maupun masyarakat perlu dilakukan secara berkesinambungan, agar penanganan
permasalahan sistem drainase dapat dilakukan secara terus menerus dengan sebaik-
baiknya

Secara umum Sistem Drainase Perkotaan dapat ditinjau dari 2 (dua) sisi yaitu:
1. Satuan Wilayah Sungai
adalah kumpulan anak-anak sungai yang berada di lintas kabupaten/kota dalam
Satuan Wilayah Sungai yang tergolong mikro pada orde sungai tingkat 2 atau 3
yang sepenuhnya berada di dalam batas administratif Perkotaan. Dimana sungai
besarnya merupakan sungai lintas kabupaten/kota
2. Satuan Wilayah Sungai di Kabupaten/Kota
adalah kumpulan jaringan anak-anak sungai dan saluran pada masing-masing
daerah alirannya dimana wilayah sungainya menjadi kewenangan pemerintahan
kabupaten atau pemerintahan kota.

Sedangkan dari segi pengendalian banjir Sistem Drainase Perkotaan dapat dibagi
menjadi 2 areal pengendalian antara lain:
1. Daerah Permukiman Urban
adalah upaya untuk mengendalikan aliran banjir pada sungai yang melintasi kota
agar muka air banjir tidak melampau tanggul kanan dan tanggul kirinya
(overtopping) yang akan menyebabkan banjir/genangan di dalam kota
2. Daerah Area Produktif
adalah upaya untuk menghindari terjadinya banjir pada lahan-lahan produktif.

Dalam sistem drainase perkotaan perlu tempat yang berfungsi sebagai tempat
pengolahan air yang terakhir, yang dapat melakukan proses self purification
(memperbaiki diri sendiri), dapat berupa sungai, danau, rawa dan laut yang menerima
aliran dari sistem drainase perkotaan. Tempat pembuangan dari pengolahan air tersebut
dalam sistem drainase perkotaan disebut dengan istilah badan air. Selayaknya, kualitas
air sudah bagus sebelum dialirkan ke badan sungai.

1.3. FUNGSI DRAINASE PERKOTAAN


Fungsi drainase perkotaan antara lain adalah sebagai berikut:

4
1. Mengendalikan air permukaan akibat hujan sehingga dapat mengatasi genangan air
ataupun banjir.
2. Mengalirkan air dari permukiman melalui jaringan drainase
3. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan maupun infrastrujtur publik lainnya.
4. Menjaga kestabilan permukaan air tanah.

Berdasarkan pembagian kewenangan pengelolaan dan fungsi pelayanan untuk


sistem drainase perkotaan menggunakan istilah sebagai berikut:

A. Sistem Drainase Lokal (Minor Urban Drainage)


Adalah suatu sistem jaringan drainase yang berfungsi sebagai pemutus bagi suatu
daerah/area tertentu yang merupakan bagian dari suatu kota, misalnya kawasan
permukiman, kawasan industri, kawasan komersil, perkantoran, atau kawasan –
kawasan tertentu dari suatu kota, dimana pengurusan dan pengelolaannya menjadi
tanggung jawab pengelola atau pemilik dari kawasan tertentu tersebut.

B. Sistem Drainase Utama (Major Urban Drainage)


Suatu sistem jaringan drainase yang berfungsi sebagai pematus untuk suatu wilayah
perkotaan, yang pengurusan dan pengelolaannya menjadi tanggung jawab
Pemerintah Daerah kota/Kabupaten atau Pemerintah Provinsi. Sistem drainase
utama mengumpulkan dan mengeluarkan air dari sistem drainase lokal

5
Gambar 1.2 Skema Sistem Drainase Perkotaan
(Sumber: www.sanitasi.net)

➢ Pengendalian Banjir (Flood Control)


Pengendalian Banjir adalah upaya mengendalikan aliran permukaan dalam sungai
maupun dalam badan air yang lainnya agar tidak meluap serta limpas atau
menggenangi daerah perkotaan. Pengendalian banjir merupakan tanggung jawab
pemerintah kabupaten/kota, pemerintah propinsi atau pemerintah pusat sesuai
wilayah sungainya. Konstruksi atau bangunan air pada sistem flood control antara
lain berupa:
o Tanggul
o Bangunan Bagi
o Pintu Air
o Saluran Flood Way

6
Berdasarkan fisiknya, sistem drainase terdiri atas saluran primer, sekunder, tersier
sebagai berikut:
a) Sistem Saluran Primer
Saluran primer adalah saluran yang menerima masukan aliran dari saluran-
saluran sekunder. Saluran primer relatif besar sebab letak saluran paling hilir.
Aliran dari saluran primer langsung dialirkan ke badan air.
b) Sistem Saluran Sekunder
Saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dari saluran-
saluran tersier dan meneruskan aliran ke saluran primer.
c) Sistem Saluran Tersier
Saluran drainase yang menerima aliran air langsung dari saluran-saluran
pembuangan rumah tangga. Umumnya saluran tersier ini adalah saluran di kiri
kanan jalan perumahan.

1.4. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA BANJIR DI PERKOTAAN


Secara umum proses terjadinya banjir diakibatkan oleh faktor kondisi alam dan
ulah manusia sebagai berikut:

1.4.1. Kondisi Alam (Statis)


A. Geografi
▪ Apabila kota dibangun di daerah pegunungan akan menyebabkan lahan
resapan air akan tertutup oleh bangunan dan infrastruktur kota dan akan
meningkatan debit banjir yang akan mengancam kota yang ada di bagian
hilir.
▪ Apabila kota dibangun di tepi pantai, pengaruh pasang laut akan
menyebabkan sebagian aliran tidak dapat mengalir secara gravitasi, dan akan
dapat menyebabkan genangan. Aliran air dalam sungai akan mengalami
kenaikan akibat back water yang dapat menyebabkan overtopping dan dapat
menyebabkan banjir di dalam kota.
B. Topografi
Kondisi topografi yang bergelombang sesuai kontur dalam pengukuran atau
citra satelit. Kota yang berada pada bagian yang rendah lebih rawan terkena
banjir dan genangan.
C. Geometri Alur Sungai

7
▪ Kemiringan dasar sungai yang terlalu besar akan menimbulkan gerusan dasar
sungai. Hal semacam ini akan menyebabkan konsentrasi sedimentasi pada
bagian hilir yang datar dapat menyebabkan saluran / sungai cepat menjadi
dangkal.
▪ Sungai Berkelok (Meander) umumnya terjadi pada alur sungai yang disebut
dalam morfologi sungai sebagai sungai tua, dimana kemiringan alur sungai
sudah berkurang (mnjadi lebih landai). Sedimentasi akan mengendap pada
bagian yang kecepatan alirannya menurun. Endapan sedimentasi tersebut
dapat membelokkan arah aliran ke kanan atau kekiri sehingga sungai menjadi
berkelok-kelok.

1.4.2. Kondisi Alam (Dinamis)


A. Curah Hujan
Intensitas curah hujan yang tinggi merupakan faktor penyebab terjadinya banjir
dan genangan. Di Semarang misalnya untuk hujan 5 tahun bisa lebih dari 200
mm/hari.
B. Pasang Surut
Tingginya pasang surut laut merupakan faktor penyebab banjir untuk kota di
daerah pantai. Kondisi sekarang, darat semakin lebih rendah dari air pasang.

1.4.3. Kegiatan Manusia (Dinamis)


Beberapa kegiatan menusia yang menjadi faktor penyebab banjir di perkotaan
adalah sebagai berikut.
1. Semakin berkurang ruang air dan resapan pada bantaran sungai dan di Daerah
Aliran Sungai (Catchment Area) yang tidak sesuai dengan peruntukan.
2. Permukiman di bantaran sungai dan di atas saluran drainase.
3. Pengambilan air tanah yang berlebihan yang berpotensi menyebabkan terjadi
penurunan lahan.
4. Pembuangan sampah oleh masyarakat ke dalam saluran drainase.
5. Bangunan persilangan yang tidak terencana dengan baik seperti adanya pipa
PDAM, pipa telepon dan listrik yang melintang di penampang basah saluran.
6. Pemeliharaan rutin yang terabaikan menyebabkan saluran cepat menjadi dangkal.

8
1.5. FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SISTEM DRAINASE
PERKOTAAN
1.5.1. Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah derasnya hujan yang jatuh pada luas daerah tadah hujan
tertentu. Ukuran deras hujan yaitu akumulasi tinggi hujan pada jangka waktu (menit)
tertentu dinyatakan dalam satuan mm per menit, jam atau hari.
Data curah hujan di Indonesia dikumpulkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika (BMKG). Jika dikaitkan dengan perencanaan drainase, maka penggunaan
data curah hujan berguna untuk:
a. Perhitungan dimensi saluran drainase
b. Perhitungan dimensi bangunan-bangunan drainase
c. Perhitungan kolam retensi dan resapan yang diperlukan
Air hujan sebagian meresap ke dalam tanah, menguap dan sebagian lagi dialirkan
ke permukaan yang lebih rendah. Hal ini tergantung dari porositas tanah tadah hujannya
(kondisi geologi setempat), disamping kerapatan vegetasi/tanaman. Besarnya aliran
dinyatakan dalam istilah debit air (Q) dalam satuan volume per satuan waktu.

1.5.2. Catchment Area


Catchment area atau daerah tangkapan air adalah kesatuan area dimana air
permukaannya mengalir ke badan air yang sama yang berupa sungai atau danau,
mengikuti arah kontur topografi area tersebut.

1.5.3. Pertumbuhan Daerah Perkotaan


a. Pertumbuhan fisik kota: Pertumbuhan fisik kota dipengaruhi oleh laju
pertumbuhan penduduk dan urbanisasi, yang pada akhirnya mempengaruhi
ketersediaan lahan. Makin sempitnya ruang terbuka menyebabkan makin besarnya
pengaliran (koefisien run-off) air permukaan sehingga beban sistem drainase
perkotaan semakin berat. Dengan demikian pembangunan sistem drainase
perkotaan harus mengantisipasi laju pertumbuhan penduduk, sejalan dengan
arahan Rencana Tata Ruang Kota maupun pentahapan pelaksanaannya.
b. Keseimbangan pembangunan antarkota dan dalam kota: Pertumbuhan suatu kota
harus didukung oleh daerah belakang yang menunjang pertumbuhan kota tersebut.
Pertumbuhan daerah belakang yang tidak terkendali atau tidak sesuai dengan
peruntukannya dapat mengakibatkan bertambahnya potensi banjir dan genangan

9
di wilayah perkotaan, karena penurunan fungsi daerah tersebut sebagai daerah
resapan air.
c. Faktor sosial ekonomi budaya: Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap
sanitasi lingkungan dapat menimbulkan permasalahan dalam saluran
disamping menghambat pembangunan sistem drainase dan mengurangi public
area serta keindahan kota.
Penerapan peraturan serta perkuatan aspek hukum sangat diperlukan, agar lahan
sepanjang sungai atau saluran dapat dibebaskan dari hunian penduduk sehingga
memudahkan untuk pelebaran atau peningkatan kapasitas saluran di masa mendatang
serta kegiatan operasi dan pemeliharaan saluran.

1.5.4. Faktor Medan dan Lingkungan


a. Topografi: Pembangunan sistem drainase harus memperhatikan topografi,
keberadaan jaringan saluran drainase, jalan, sawah, perkampungan dan
keberadaan badan air. Pembangunan drainase pada daerah datar harus
memperhatikan sistem aliran dan ketersediaan air penggelontor untuk mengatasi
kemungkinan pengendapan dan pencemaran.
b. Kestabilan tanah: Pembangunan drainase di daerah lereng pegunungan harus
memperhatikan masalah longsor yang disebabkan oleh kandungan air tanah.
c. Pengempangan: Pada daerah yang terkena pengaruh pengempangan dari waduk
atau laut perlu memperhatikan akibat pembendungan atau pengempangan yang
diakibatkan oleh aliran balik (back water).

10

Anda mungkin juga menyukai