Anda di halaman 1dari 35

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN

PERTANIAN BERIRIGASI TERHADAP PERMUKIMAN


DI KECAMATAN INGIN JAYA
(STUDI KASUS : KAWASAN D.I KRUENG JREU)

PROPOSAL TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat


Yang diperlukan Untuk Memperoleh
Ijazah Magister Teknik

Oleh :

SUHADI
NIM. 1609200060038

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SYUIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2020
ABSTRAK

Pusat kota kecamatan Ingin Jaya adalah Pasar Lambaro yang merupakan pusat
perdagangan yang sedang tumbuh berkembang perputaran ekonominya dengan
potensi letak dan posisi tersebut sebagai penyangga untuk wilayah kota Banda
Aceh. Disamping itu kawasan dipinggiran masih ada lahan pertanian sawah
beririgasi yang terjadi alih fungsi pada lahan pertanian produktif. Berdasarkan
permasalahan perubahan lahan pertanian beririgasi menjadi lahan pemukiman atau
terbangun berdampak terhadap berkurangnya lahan dan tidak terkendalinya
pembangunan pada lahan pertanian beririgasi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor perubahan penggunaan lahan yang terjadi dan tinjauan
kesesuaian penggunaan lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
kabupaten Aceh Besar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan model tumpang susun (overlay) analitis dan untuk
mengetahui faktor-faktor alih fungsi lahan menggunakan metode analisis
deskriptif. Hasil penelitian yang diharapkan yaitu untuk dapat diperhatikan
keberadaan lahan pertanian beririgasi di kawasan pinggiran pasar lambaro
kecamatan Ingin Jaya.

Kata kunci : Alih fungsi lahan pertanian beririgasi, Faktor-faktor alih fungsi
lahan, Kesesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN TABEL

I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan 3
1.4 Metode Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Ruang Lingkup Penelitian 4
1.7 Hasil Penelitian 4

II : TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Konversi Lahan Sawah 5
2.1.1 Definisi Konversi Lahan Sawah 5
2.1.2 Faktor-faktor Penyebab Konversi Lahan Sawah 6
2.1.3 Dampak Konversi Lahan Sawah 7
2.1.4 Strategi Pengendalian Konversi Lahan Sawah 8
2.1.5 Pemanfaatan dan Pertambahan Lahan Permukiman 9
2.2 Irigasi 9
2.2.1 Irigasi dan Daerah Irigasi 9
2.3 Sistem Informasi Geografis 11
2.3.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis 11
2.3.2 Subsistem SIG 12
2.3.3 Jenis dan Sumber Data SIG 13
2.3.4 Komponen SIG 17
2.3.5 Software ArcGIS 10.1 18
2.4 Analisa Faktor 19
2.5 Analisa Regresi Linier Berganda 19
2.6 SPSS (Statistical Product and Service Solution) 19
2.7 Penelitian Terdahulu 20
III : METODELOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian 23
3.2 Pengumpulan Data 24
3.2.1 Data Primer 24
3.2.2 Data Sekunder 25
3.3 Pengolahan Data 25
3.3.1 Data Kuesioner 25
3.3.2 Data Peta 25
3.4 Analisa Data 26
3.4.1 Data Peta 26
3.4.2 Penentuan Faktor-Faktor Alih Fungsi Lahan 26
IV : RENCANA HASIL DAN PEMBAHASAN 27
V : KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

VI : DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN GAMBAR
LAMPIRAN TABEL
LAMPIRAN KUESIONER
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perubahan penggunaan lahan atau alih fungsi lahan dari lahan pertanian
menjadi non pertanian untuk pembangunan permukiman terus meningkat dan
tidak terkontrol sehingga menyebabkan semakin berkurangnya lahan pertanian
yang produktif. Apalagi Peningkatan alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di
daerah pinggiran kota atau pusat kota kecamatan yang sedang tumbuh
berkembang perdagangan ekonominya, secara otomatis pula terjadi pergerakan
penduduk dan kebutuhan ruang di daerah tersebut untuk pembangunan
permukiman, fasilitas umum dan areal komersial lainnya. Dengan terbinya
Peraturan Presiden nomor 59 tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Sawah yang bahwa salah satu tujuan adalah melindungi dalam rangka memenuhi
dan menjaga ketersediaan lahan sawah untuk mendukung kebutuhan pangan
nasional.
Keberadaan lahan pertanian, khususnya lahan pertanian subur, produktif
dan beririgasi teknis sebaiknya menjadi prioritas untuk dilindungi (Yunus, 2008).
Menurut (Yunus, 2008) pula permukiman adalah salah satu kebutuhan pokok
manusia dan tuntutan akan permukiman akan selalu meningkat sejalan dengan
pertumbuhan penduduk. Menurut penelitian yang dilakukan (Rusmini, 2018)
Kabupaten Aceh Besar merupakan kabupaten sebagai sentra produksi padi,
namun daerah-daerah pinggiran yang berbatasan langsung dengan kota Banda
Aceh terjadi konversi lahan penggunaan lainnya.
Secara administrasi Kabupaten Aceh Besar memiliki batas wilayah yang
berbatasan langsung dengan kota Banda Aceh yang salah satu Kecamatan
berbatasan langsung adalah Kecamatan Ingin Jaya di sebelah utara. Disamping itu
Kecamatn Ingin Jaya juga dilintasi jalan nasional ateri primer Banda Aceh –
Medan sehingga arus transportasi yang melalui Kecamatan Ingin Jaya cukup
ramai dan strategis. Berdasarkan laporan Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah (BKPRD, 2015) Kecamatan Ingin Jaya merupakan salah satu pintu

1
gerbang Kabupaten Aceh Besar dan penyangga dari Kota Banda Aceh
diaantaranya dalam kebutuhan perumahan.
Sejalan dengan potensi letak dan posisi pusat kota Kecamatan Ingin Jaya
adalah pasar Lambaro yang memiliki pasar induk Lambaro merupakan pasar
utama sebagai penyokong pemasaran di wilayah Kota Banda Aceh dan Kabupaten
Aceh Besar sehingga kawasan ini menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang terus
tumbuh dan berkembang pembangunan dengan bangunan-bangunan yang
semakin pesat dan tidak terkendali. Disamping itu, kebutuhan lahan semakin luas
yang dampaknya kepada lahan di sekitar pasar Lambaro di mana saat ini masih
ada lahan persawahaan beririgasi atau lahan basah.
Menurut qanun nomor 4 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RT/RW) Kabupaten Aceh Besar, Kecamatan Ingin Jaya termasuk ke
dalam Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) dengan fungsi sebagai pusat
perkembangan fisik kawasan perkotaan untuk mempertahankan lahan pertanian
pangan berkelanjutan. Dilihat dari fungsinya, maka sebagai Pusat Pelayanan
Kawasan (PPK) Kecamatan Ingin Jaya memiliki tugas untuk meningkatkan
infrastruktur dan fasilitas dalam mendukung kegiatan perkotaan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi daerah lokal dan kawasan sebagai
sentra pertanian, perkebunan, dan perternakan untuk daerah Kabupaten Aceh
Besar.
Dengan adanya kendala dan permasalahan seperti tersebut di atas, maka
sangat diperlukan analisis faktor-faktor yang menpengaruhi alih fungsi lahan
pertanian beririgasi terhadap lahan permukiman.

1.2 Permasalahan
1. Bagaimana perubahan alih fungsi lahan pertanian dalam kurun waktu
tahun 2010 sampai dengan tahun 2019?
2. Bagaimana dampak konversi lahan pertanian di kawasan pinggiran pasar
Lambaro Kecamatan Ingin Jaya?
3. Apakah perubahan penggunaan lahan yang terjadi sesuai dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Aceh Besar tahun 2012-2032?

2
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui luas dan pemanfaatan perubahan penggunaan lahan
pertanian yang terjadi dalam kurun waktu tahun 2010 sampai dengan
tahun 2019.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor terhadap dampak perubahan konversi
lahan.
3. Untuk mengetahui kesesuaiaan antara Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Aceh Besar dengan perubahan penggunaan lahan
tahun 2019 di kawasan pasar Lambaro.

1.4 Metode Penelitian


Dalam penelitian ini langkah-langkah yang dilakukan adalah melakukan
pengumpulan data baik berupa data primer maupun data sekunder. Pengumpulan
data primer yang dilakukan pada penelitian ini dengan cara survey langsung di
lapangan, wawancara ataupun penyebaran kuesioner terhadap institusi dan warga
masyarakat yang menjadi sasaran penelitian. Adapun data sekunder adalah
pengumpulan data yang dilakukan dengan mengumpulkan data yang ada pada
instansi terkait, studi pustaka dan data-data hasil penelitian sebelumnya yang
terkait dengan penelitian ini. Untuk memperoleh data-data perubahan alih fungsi
lahan sawah beririgasi dianalisis melalui overlay dengan tujuan untuk
mendapatkan luasan lahan yang tidak sesuai dengan data awal dari luas lahan
sawah beririgasi.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Manfaat Praktis
a. Bagi pemilik lahan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil
keputusan untuk menjual lahan pertanian yang dimiliki.

3
b. Bagi masyarakat dapat berpartisipasi dalam pelestarian lahan pertanian
guna mempertahankan keberadaan lahan pertanian dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
c. Bagi pemerintah atau instansi terkait sebagai rekomendasi untuk
memperhatikan keberadaan lahan pertanian dan mengadakan analisis
kebijakan mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada di
Kabupaten Aceh Besar.
2. Manfaat Teoritis
a. Bagi peneliti untuk bahan kajian penelitian lebih lanjut dan sebagai
pengetahuan terhadap faktor perubahan lahan sawah irigasi ke lahan
non-pertanian.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini dibatasi dengan tujuan memberi arah yang
jelas demi untuk menghindari biasnya hasil kajian. Adapun ruang lingkup
penelitian ini adalah:
1. Menganalisa kondisi eksisting alih fungsi lahan hanya pada kawasan
daerah layanana Daerah Irigasi (D.I) Kr.Jreue.
2. Menganalisa tingkat pemahaman tentang aturan rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Aceh Besar dan untuk mengetahui faktor apa saja
yang berdampak terhadap perubahan konversi lahan.

1.7 Hasil Penelitian


Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk dapat diperhatikan
keberadaan lahan pertanian beririgasi di kawasan Pasar Lambaro Kecamatan Ingin
Jaya Kabupaten Aceh Besar.

4
II. TIJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Konversi Lahan Sawah


2.1.1 Definisi Konversi Lahan Sawah
Lestari (2009) mendefinisikan konversi lahan sebagai perubahan fungsi
sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang
direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah)
terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Konversi lahan juga dapat
diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-
faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan
penduduk yang semakin bertambah dan peningkatan tuntutan akan mutu
kehidupan yang lebih baik.
Winoto (2005) menyatakan bahwa lahan pertanian yang paling rentan
terhadap konversi adalah lahan sawah. Hal ini disebabkan oleh:
a) Kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem
dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan
agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan
juga lebih tinggi.
b) Lokasi persawahan banyak berdekatan dengan daerah perkotaan.
c) Akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur
wilayah persawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah
lahan kering.
d) Pembangunan sarana dan prasarana perumahan (real estate),
kawasan industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di

5
wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi
datar ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan.

Sumaryanto dan Sudaryanto (2005) menerangkan bahwa data luas


konversi lahan sawah menurut periode, sampai saat ini diyakini belum ada
yang akurat, dan bervariasi antara satu sumber data dan sumber lainnya.
Faktor utama yang menyebabkan terjadinya kondisi demikian adalah:
a) Belum ada koordinasi antara instansi dalam pendataan masalah
sawah.
b) Masing-masing instansi cenderung mengungkapkan data lahan
yang sesuai dengan kepentingannya sendiri, misalnya Dinas
Pengairan Umum (PU) cenderung menerbitkan data luas sawah
irigasi teknis yang lebih besar dari fakta di lapangan agar anggaran
pemeliharaan irigasi menjadi lebih besar lagi.
c) Setiap instansi menggunakan pendekatan dan metode yang berbeda
dalam memonitor perkembangan luas lahan.

Irawan (2005) menambahkan bahwa data konversi lahan sawah yang


diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) lebih dapat diterima daripada
data yang diterbitkan oleh instansi lain yang ada pada tahun 2005 seperti
Badan Pertahanan Nasional (BPN), Permukiman dan Prasarana Wilayah
(Kimpraswil), dan Departemen Pertanian. Hal ini disebabkan oleh:
a) BPS sangat termotivasi untuk dapat menghasilkan data yang sesuai
dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan.
b) BPS memiliki jaringan pengumpul data yang lebih mendekati
lapangan yaitu melalui mantis di setiap kecamatan.
c) BPS juga mengumpulkan data luas panen dan produksi padi sawah
yang dapat dipergunakan untuk mengevaluasi konsistensi data
dilihat dari segi perkembangan teknologi usahatani.

6
2.1.2 Faktor-faktor Penyebab Konversi Lahan Sawah
Irawan (2005) menyatakan bahwa faktor determinan konversi lahan
sawah pada dasarnya terjadi akibat persaingan dalam pemanfaatan lahan
antara sektor pertanian dan sektor non pertanian. Persaingan dalam
pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi
dan sosial yaitu keterbatasan sumberdaya lahan, pertumbuhan penduduk, dan
pertumbuhan ekonomi. Ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya
konversi lahan sawah diantaranya (Lestari, 2005):
a) Faktor eksternal merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya
dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi.
b) Faktor internal, lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi
sosial- ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.
c) Faktor kebijakan, yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan
fungsi lahan pertanian.

Agus (2004) menerangkan penyebab konversi lahan sawah ditentukan


oleh:
a) Nilai persewaan lahan sawah disekitar pusat pembangunan lebih
rendah dibandingkan untuk permukiman dan industri.
b) Fungsi kontrol dan pemberlakuan peraturan masih lemah.
c) Semakin menonjolnya tujuan jangka pendek yaitu memperbesar
pendapatan asli daerah (PAD) tanpa mempertimbangkan
kelestarian sumberdaya alam di era otonomi ini. Alasan
peningkatan PAD sangat berisiko tinggi dimana harus ada konsep
ketahanan pangan sebagai pemersatu bangsa. Ketahanan pangan
menjadi tanggung jawab nasional sehingga konversi harus
dihentikan.

2.1.3 Dampak Konversi Lahan Sawah


Menurut Irawan (2005), proses konversi lahan pada tingkat mikro dapat
dilakukan oleh petani sendiri atau dilakukan pihak lain. Konversi lahan yang

7
dilakukan oleh pihak lain secara umum memiliki dampak yang lebih besar
terhadap penurunan kapasitas produksi pangan karena proses konversi lahan
tersebut biasanya mencakup hamparan lahan yang cukup luas, terutama
ditujukan untuk pembangunan kawasan perumahan. Konversi lahan yang
dilakukan oleh pihak lain biasanya berlangsung melalui pelepasan hak
pemilikan lahan petani kepada pihak lain yang kemudian diikuti dengan
pemanfaatan lahan tersebut untuk kegiatan non pertanian. Dampak konversi
lahan pertanian terhadap masalah pengadaan pangan pada dasarnya terjadi
pada tahap kedua. Namun, tahap kedua tersebut secara umum tidak akan
terjadi tanpa melalui tahap pertama karena sebagian besar lahan pertanian
dimiliki oleh petani.

2.1.4 Strategi Pengendalian Konversi Lahan Sawah


Menurut Irawan (2005), peraturan yang ditujukan untuk mencegah
konversi lahan sawah sebenarnya telah diterbitkan pemerintah. Namun
pendekatan yuridis tersebut kurang efektif dan efisien disebabkan oleh:
a) Kemudahan untuk merubah kondisi fisik lahan sawah.
b) Peraturan yang bertujuan untuk mengendalikan konversi lahan
secara umum hanya bersifat himbauan dan tidak dilengkapi sanksi
yang jelas.
c) Ijin konversi merupakan keputusan kolektif sehingga sulit
ditelusuri pihak mana yang bertanggung jawab atas pemberian ijin
konversi lahan.

Pasandaran (2006) mengemukakan bahwa ada tiga alternatif kebijakan


yang dibahas dalam pengendalian konversi lahan sawah beririgasi, yaitu
kebijakan pengendalian melalui otoritas sentral, pemberian insentif terhadap
perluasan sawah baru dan pemilik sawah beririgasi yang perlu dilindungi, dan
pembangunan kemampuan kolektif masyarakat tani setempat dalam
mengendalikan konversi lahan sawah. Model kebijakan yang terakhir,
apabila difasilitasi dengan baik, diharapkan dapat memperkuat kapital sosial
yang ada pada masyarakat karena munculnya rasa kebersamaan identitas dan

8
kepemilikan. Oleh karena kelangkaan lahan dan air akan berlangsung terus
menerus, maka kebijakan pengendalian konversi lahan hendaknya
ditempatkan dalam kerangka pendekatan keterpaduan pengelolaan sumber
daya lahan dan air dalam suatu daerah aliran sungai (DAS) dan perbaikan
sistem usaha tani.

2.1.5 Pemanfaatan dan Pertambahan Lahan Permukiman


Yunus (2008), wilyah pinggiran kota merupakan daerah menarik untuk
tempat tinggal, karena menawarkan tingkat kenyamanan yang lebih tinggi
dibandingkan suasana yang ada di bagian dalam kota. Lanjutnya beberapa
faktor penarik bagi migran luar kota adalah :
a. Keinginan untuk memperoleh lokasi tempat tinggal yang dekat
dengan tempat kerja.
b. Keinginan untuk memperoleh peluang kerja yang lebih besar.
c. Keinginan untuk menikmati fasilitas kehidupan dan kegiatan yang
lebih lengkap.
d. Keinginan untuk meperoleh lokasi tempat tinggal yang memiliki
aksesbilitas tinggi.
e. Keinginan untuk memperoleh lokasi yang lebih bermartabat.
Berkaitan dengan makin bertambah luasnya lahan permukiman di wilayah peri
urban, (Yunus, 2008) dua hal yang menjadi penyebabnya :
a. Bertambahnya lahan permukiman karena bertambahnya bangunan rumah
mukim yang dibangun oleh perorangan (individu).
b. Bertambahnya lahan permukiman sebagai akibat bertambahnya kelompok
bangunan yang dibangun oleh para pengembang.

2.2 Irigasi
2.2.1 Irigasi dan Daerah Irigasi
Irigasi merupakan salah satu kebutuhan utama di dalam kegiatan
pertanian, khususnya untuk lahan sawah. Dengan sistem irigasi yang baik

9
diharapkan kebutuhan air tanaman maupun lahan dapat terpenuhi, sehingga
akan meningkatkan produktivitas. Pengelolaan air irigasi dari hulu (upstream)
sampai dengan hilir (downstream).
Jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara saluran
irigasi/pembawa dan saluran pembuang. Ini berarti bahwa baik saluran
pembawa maupun saluran pembuang bekerja sesuai dengan fungsinya
masing-masing. Saluran pembawa mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah
dan saluran pembuang mengalirkan kelebihan air dari sawah-sawah ke
saluran pembuang. Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan
irigasi teknis. Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas
keseluruhan yang umumnya berkisar antara 50 - 100 ha kadang-kadang
sampai 150 ha. Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah.
Pengertian Daerah Irigasi (DI) menurut Permen PUPR No.
12/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi,
adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi. Menurut
kewenangannya, DI dibagi dalam tiga (3) kewenangan, DI kewenangan pusat,
DI kewenangan provinsi, DI kewenangan kabupaten. Didalam suatu daerah
irigasi terdapat tiga (3) bagian penting, yaitu daerah irigasi baku (luas baku),
daerah irigasi potensial (luas potensial), daerah irigasi fungsional (luas
fungsional).

10
Gambar 2.2.1 Luasan Daerah Irigasi (Modul Penyususnan D.I, 2018)

Berdasarkan gambar diatas, maka dapat disederhanakan beberapa


pengertian, antara lain sebagai berikut.
a. Luas baku adalah luas bersih lahan yang berdasarkan perencanaan
teknis dapat dijadikan areal persawahan.
b. Luas potensial adalah bagian dari luas baku yang sudah terbangun
jaringan utamanya.
c. Luas fungsional adalah bagian dari luas potensial yang telah dilayani
dengan jaringan tersier.
d. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan
pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan sistem.

2.3 Sistem Informasi Geografis


2.3.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis
Pengertian Geographic Information System atau Sistem
Informasi Geografis (SIG) sangatlah beragam. Hal ini terlihat dari banyaknya
definisi SIG yang beredar di berbagai sumber pustaka. Definisi SIG
kemungkinan besar masih berkembang, bertambah, dan sedikit bervariasi,
karena SIG merupakan suatu bidang kajian ilmu dan teknologi yang
digunakan oleh berbagai bidang atau disiplin ilmu, dan berkembang dengan

11
cepat. Berikut adalah beberapa definisi SIG yang telah beredar di berbagai
sumber pustaka (Prahasta, 2009):
a) SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer (CBIS) yang
digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-
informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan,
menyimpan, dan menganalisis objek- objek dan fenomena di mana
lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau
kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan
sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam
menangani data yang bereferensi geografis: (a) masukan, (b)
manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis
dan manipulasi data, dan (d) keluaran (Aronoff, 1989).
b) SIG adalah sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat
lunak, data, manusia (brainware), organisasi dan lembaga yang
digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan
meyebarkan informasi- informasi mengenai daerah-daerah di
permukaan bumi (Chrisman, 1997).
c) SIG adalah sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi
data geografis. Sistem ini diimplementasikan dengan menggunakan
perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang berfungsi
untuk: (a) akusisi dan verifikasi data, (b) kompilasi data, (c)
penyimpanan data, (d) perubahan dan atau updating data, (e)
manajemen dan pertukaran data, (f) manipulasi data, (g)
pemanggilan dan presentasi data, dan (h) analisa data (Bern,
1992).
d) SIG adalah sistem komputer yang digunakan untuk
mengumpulkan, memeriksa, mengintegrasikan, dan menganalisis
informasi-informasi yang berhubungan dengan permukaan bumi
(Demers, 1997).
e) SIG adalah sistem yang dapat mendukung (proses) pengambilan
keputusan (terkait aspek) spasial dan mampu mengintegrasikan

12
deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik
fenomena yang ditemukan di lokasi tersebut. SIG yang lengkap
akan mencakup metodologi dan teknologi yang diperlukan, yaitu
data spasial, perangkat keras, perangkat lunak, dan struktur
organisasi (Gistut, 1994).

Dari beberapa definisi SIG di atas maka dapat disimpulkan bahwa SIG
merupakan sebuah sistem atau teknologi berbasis komputer yang
dibangun dengan tujuan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengolah dan
menganalisa, serta menyajikan data dan informasi dari suatu objek atau
fenomena yang berkaitan dengan letak atau keberadaanya di permukaan
bumi.

2.3.2 Subsistem SIG


Dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, maka SIG
dapat diuraikan menjadi beberapa sub-sistem sebagai berikut:
a) Data Input : sub-sistem ini bertugas untuk mengumpulkan,
mempersiapkan, dan menyimpan data spasial dan atributnya dari
berbagai sumber. Sub-sistem ini pula yang bertanggungjawab
dalam mengkonversikan atau mentransformasikan format-format
data aslinya ke dalam format (native) yang dapat digunakan
oleh perangkat SIG yang bersangkutan.
b) Data Output : sub-sistem ini bertugas untuk menampilkan atau
menghasilkan keluaran (termasuk mengekspornya ke format yang
dikehendaki) seluruh atau sebagian basis data (spasial) baik
dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti halnya tabel,
grafik, report, peta, dan lain sebagainya.
c) Data Management : sub-sistem ini mengorganisasikan baik
data spasial maupun tabel-tabel atribut terkait ke dalam sebuah
sistem basis data sedemikian rupa hingga mudah dipanggil
kembali atau di-retrieve (di-load ke memori), di-update, dan di-
edit.

13
d) Data Manipulation & Analysis : sub-sistem ini menentukan
informasi- informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu,
sub-sistem ini juga melakukan manipulasi (evaluasi dan
penggunaan fungsi-fungsi dan operator matematis & logika)
dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang
diharapkan.

Gambar 2.3.2 Sub-sistem SIG (Prahasta, 2009)

2.3.3 Jenis dan Sumber Data SIG


Data geografis pada dasarnya tersusun oleh dua komponen penting
yaitu data spasial dan data atribut. Perbedaan antara dua jenis data tersebut
adalah sebagai berikut :

1. Data Spasial
Data spasial adalah data yang bereferensi geografis atas
representasi objek di bumi. Data spasial pada umumnya berdasarkan
peta yang berisikan interpretasi dan proyeksi seluruh fenomena yang
berada di bumi. Sesuai dengan perkembangan, peta tidak hanya
merepresentasikan objek-objek yang ada di muk bumi, tetapi
berkembang menjadi representasi objek di atas muka bumi (di
udara) dan di bawah permukaan bumi.
Data spasial dapat diperoleh dari berbagai sumber dalam
berbagai format. Sumber data spasial antara lain mencakup: data

14
grafis peta analog, foto udara, citra satelit, survei lapangan,
pengukuran theodolit, pengukuran dengan menggunakan global
positioning systems (GPS) dan lain-lain.

Gambar 2.3.3.1 Sumber Data dalam SIG (Ekadinata, dkk., 2008)

Data spasial memiliki dua macam penyajian, yaitu:


a. Model Vektor
Model vektor menampilkan, menempatkan, dan
menyimpan data spasial dengan menggunakan titik-titik, garis-
garis, dan kurva atau poligon beserta atribut-atributnya. Bentuk
dasar model vektor didefinisikan oleh sistem koordinat Kartesius
dua dimensi (x,y).
Dengan menggunakan model vektor, objek-objek dan
informasi di permukaan bumi dilambangkan sebagai titik, garis,
atau poligon. Masing-masing mewakili tipe objek tertentu
sebagaimana dijelaskan sebagai berikut :
Titik (point) : merepresentasikan objek spasial yang tidak
memiliki dimensi panjang dan/atau luas. Fitur spasial
direpresentasikan dalam satu pasangan koordinat x,y. Contohnya
stasiun curah hujan, titik ketinggian, observasi lapangan,
titik-titik sampel.

15
Garis (line/segment) : merepresentasikan objek yang memiliki
dimensi panjang namun tidak mempunyai dimensi area, misalnya
jaringan jalan, pola aliran, garis kontur.
Poligon : merepresentasikan fitur spasial yang memiliki area,
contohnya adalah unit administrasi, unit tanah, zona penggunaan
lahan.

Gambar 2.3.3.2 Tampilan Data Titik, Garis, dan Luasan

b. Model data raster


Model data raster menampilkan, menempatkan, dan
menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks
atau piksel-piksel yang membentuk grid (bidang referensi
horizontal dan vertikal yang terbagi menjadi kotak-kotak). Piksel
adalah unit dasar yang digunakan untuk menyimpan informasi
secara eksplisit. Setiap piksel memiliki atribut tersendiri, termasuk
koordinatnya yang unik. Akurasi model ini sangat tergantung
pada resolusi atau ukuran piksel suatu gambar.
Model raster memberikan informasi spasial apa saja yang
terjadi di mana saja dalam bentuk gambaran yang digeneralisasi.
Dengan model raster, data geografi ditandai oleh nilai-nilai
elemen matriks dari suatu objek yang berbentuk titik, garis,
maupun bidang.

16
Gambar 2.3.3.3 Tampilan Model Data Vektor dan Raster (Ekadinata, dkk., 2008)

2. Data Atribut
Data atribut adalah data yang mendeskripsikan karakteristik
atau fenomena yang dikandung pada suatu objek data dalam peta dan
tidak mempunyai hubungan dengan posisi geografi. Data atribut
dapat berupa informasi numerik, foto, narasi, dan lain sebagainya,
yang diperoleh dari data statistik, pengukuran lapangan dan sensus,
dan lain-lain.
Atribut dapat dideskripsikan secara kualitatif dan kuantitatif.
Pada pendeskripsian secara kualitatif, kita mendeskripsikan tipe,
klasifikasi, label suatu objek agar dapat dikenal dan dibedakan
dengan objek lain, msalnya: sekolah, rumah sakit, hotel, dan
sebagainya. Bila dilakukan secara kuantitatif, data objek dapat diukur
atau dinilai berdasarkan skala ordinat atau tingkatan, interval atau
selang, dan rasio atau perbandingan dari suatu titik tertentu.
Contohnya, populasi atau jumlah siswa di suatu sekolah 500-600
siswa, berprestasi, jurusan, dan sebagainya.

Gambar 2.2.3.4 Contoh Data Atribut

2.3.4 Komponen SIG

17
SIG merupakan suatu sistem yang cukup kompleks dan terdiri
dari beberapa komponen. Komponen-komponen yang membangun SIG
adalah:
a. perangkat lunak (software)
 OS : DOS, Windows, Linux
 software SIG : ArcInfo, ArcView, ArcGIS, ENVI, ERDAS,
MapInfo, ILWIS, dan sebagainya
b. perangkat keras (hardware)
 komputer (PC: desktop, notebook, desk note), stand alone/lan
(prosesor, memori/ram, video card, harddisk, display)
 peripheral : digitizer, scanner, printer, plotter, CD writer
c. data
 data : satu set informasi (numerik, alphabet, gambar) tentang
sesuat (barang, kejadian, kegiatan)
 metadata : informasi identitas data
d. pengguna : operator ataupun pemakai yang sangat berpengaruh
pada hasil akhir SIG

e. aplikasi
beberapa contoh aplikasi SIG :
 penentuan tata guna lahan
 mengetahui kawasan yang bernilai konservasi tinggi
 hidrologi hutan
 mengetahui tingkat bahaya erosi, dan sebagainya.

18
Gambar 2.2.4 Komponen SIG (Ekadinata, dkk., 2008)

2.3.5 Software ArcGIS 10.1


Perangkat lunak ArcGIS 10.1 merupakan perangkat lunak SIG
yang baru dari ESRI (Environmental Systems Research Institute), yang
memungkinkan pengguna untuk memanfaatkan data dari berbagai format
data. Dengan ArcGIS pengguna dapat memanfaatkan fungsi desktop
maupun jaringan, selain itu juga pengguna bisa memakai fungsi pada level
ArcView, ArcEditor, ArcInfo dengan fasilitas ArcMap, ArcCatalog dan
Toolbox. Materi yang disajikan adalah konsep SIG, pengetahuan peta,
pengenalan dan pengoperasian ArcGIS, input data dan manajemen data
spasial, pengoperasian ArcCatalog, komposisi atau tata letak peta dengan
ArcMap, memanfaatkan perangkat lunak SIG ArcGIS 10.1 untuk
pengelolaan data spasial dan tabular serta untuk penyajian informasi peta.

19
Gambar 2.2.5 Tampilan ArcGIS ArcMap 10.1

2.4 Analisa Faktor


Analisa faktor digunakan untuk mengidentifikasi dimensi suatu struktur
dan kemudian menentukan sampai seberapa jauh setiap variabel dapat dijelaskan
oleh dimensi (Ghozali dalam Dwipradyana ; 2015). Dalam penelitian ini analisis
faktor dilakukan menggunakan komputer dengan program SPSS.

2.5 Analisa Regresi Linier Berganda


Model analisis yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
penelitian ini adalah regresi linier berganda. Analisis ini digunakan untuk
mengetahui ketergantungan suatu variabel terikat dengan satu atau lebih variabel
bebas. Analisis ini juga dapat menduga besar dan arah hubungan tersebut serta
mengukur derajat keeratan hubungan antar satu variabel terikat dengan satu atau
lebih variabel bebas. Penelitian ini dibantu menggunakan program komputer
SPSS.

2.6 SPSS (Statistical Product and Service Solution)


Menurut Wahidin Abas (2013) SPSS (Statistical Product and Service
Solution) adalah sebuah software yang bertujuan untuk mengolah data statistik
yang penggunaannya cukup mudah bahkan bagi orang yang tidak mengenal
dengan baik teori statistik. Aplikasi SPSS sering digunakan untuk memecahkan
masalah riset atau bisnis dalam hal statistik. Cara kerjanya sederhana, yaitu data
yang anda input oleh SPSS akan dianalisis dengan suatu paket analisis.
Menyediakan akses data, persiapan dan manajemen data, analisis data dan
pelaporan. SPSS merupakan software yang paling banyak dipakai karena
memiliki tampilan yang user friendly dan merupakan terobosan baru yang
berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi, khususnya dalam e-
business. SPSS didukung OLAP (Online Analytical Processing) yang akan
memudahkan dalam pemecahan dan akses data dari berbagai perangkat lunak
yang lain, seperti contoh Microsoft Excel atau Notepad.

2.7 Penelitian Terdahulu

20
Peneliti harus mempelajari penelitian sejenis di masa lalu untuk
mendukung penelitian yang dilakukan. Penelitian terdahulu akan memberikan
gambaran kepada penulis tentang penelitian sejenis yang akan dilakukan. Oleh
karena itu, penulis juga melakukan penelusuran tentang penelitian terdahulu yang
terkait dengan penelitian ini.
Sebagai bahan perbandingan dalam penelitian ini, penulis mencoba
mengemukakan contoh studi terdahulu yang membahas tentang pemilihan
prioritas dengan menggunakan metode GWR, SRS dan Analisis SWOT, yaitu
sebagai berikut:
1. Penelitian dari Merisa Kurniasari dan Putu Gde Ariastita (2014) dalam
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Sebagai
Upaya Prediksi Perkembangan Lahan Pertanian di Kabupaten Lamongan.
Penelitian ini menggunakan metode analisis GWR (Geographically
Weighted Regression) sebagai proses pengambilan keputusan. Hasil yang
diperoleh adalah faktor yang berpengaruh terhadap alih fungsi lahan
pertanian yaitu rasio harga lahan dan rasio aksebilitas wilayah, dimana
dihasilkan kelompok-kelompok kecamatan sesuai dengan faktor alih
fungsi yang mempengaruhinya.
2. Penelitian dari Anna Karenina, Ernan Rustiadi dan Yusman Syaukat
(2016) dalam Strategi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan di Kabupaten Tangerang. Penelitian ini menggunakan
model analisis SWOT dalam memperoleh hasil penelitian. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa ada potensi reklamasi lahan sawah irigasi
menjadi lahan non-irigasi atau konversi lahan sawah irigasi seluas
23.755.19 ha di Kabupaten Tangerang.
3. Penelitian dari Nurma Kumala Dewi dan Iwan Rudiarto (2013) dalam
Indentifikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat Daerah Pinggiran di Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang.
Penelitian ini menggunakan metode SRS (Startified Random Sampling)
dalam proses pengambilan keputusan atau memperoleh hasil penelitian.
Hasil yang diperoleh adalah alih fungsi lahan pertanian terjadi secara

21
progresif pada area-area pengembangan seperti pada area dekat pusat kota,
pada kawasan pendidikan, dan pada koridor yang merupakan pintu masuk
ke Kecamatan Gunung Pati. Bagi petani yang kehilangan lahan sawahnya
mayoritas mengalami penurunan pendapatan yang dikarenakan tingkat
pendidikan dan keterampilan para petani yang terbatas atau tergolong
rendah sehingga tidak dapat mengakses pekerjaan formal. Ringkasan
tinjauan penelitian ini dijabarkan pada Tabel 1.
Tabel 2.3 Ringkasan Penelitian Terdahulu
Tahun Nama Judul Penelitian Metodologi Hasil Penelitian
N Peneliti Penelitian
o
1 2014 Merisa Faktor-Faktor yang Penelitian ini Faktor yang
Kurniasari Mempengaruhi menggunakan berpengaruh terhadap
dan Putu Alih Fungsi Lahan metode alih fungsi lahan
Gde Pertanian Sebagai analisis GWR pertanian yaitu rasio
Ariastita Upaya Prediksi (Geographica harga lahan dan rasio
Perkembangan lly Weighted aksebilitas wilayah,
Lahan Pertanian di Regression) dimana dihasilkan
Kabupaten kelompok-kelompok
Lamongan kecamatan sesuai
dengan faktor alih
fungsi yang
mempengaruhinya
2 2016 Anna Strategi Penelitian ini Hasil yang diperoleh
Karenina, Perlindungan menggunakan menunjukkan bahwa
Ernan Lahan Pertanian model analisis ada potensi reklamasi
Rustiadi Pangan SWOT dalam lahan sawah irigasi
dan Berkelanjutan di memperoleh menjadi lahan non-
Yusman Kabupaten hasil irigasi atau konversi
Syaukat Tangerang penelitian lahan sawah irigasi
seluas 23.755.19 ha di
Kabupaten Tangerang
3 2013 Nurma Indentifikasi Alih Penelitian ini Alih fungsi lahan
Kumala Fungsi Lahan menggunakan pertanian terjadi
Dewi dan Pertanian dan metode SRS secara progresif pada
Iwan Kondisi Sosial (Startified area-area
Rudiarto Ekonomi Random pengembangan
Masyarakat Sampling) seperti pada area
Daerah Pinggiran dalam proses dekat pusat kota, pada
di Kecamatan pengambilan kawasan pendidikan,
Gunung Pati Kota keputusan dan pada koridor
Semarang atau yang merupakan pintu
memperoleh masuk ke Kecamatan
hasil Gunung Pati. Bagi
penelitian petani yang

22
kehilangan lahan
sawahnya mayoritas
mengalami penurunan
pendapatan yang
dikarenakan tingkat
pendidikan dan
keterampilan para
petani yang terbatas
atau tergolong rendah
sehingga tidak dapat
mengakses pekerjaan
formal

III. METODELOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan suatu kerangka pendekatan pola pikir dalam


rangka menyusun dan melaksanakan suatu penelitian. Tujuannya adalah
mengarahkan proses berpikir untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti
lebih lanjut.

23
Untuk dapat lebih mengarahkan pada jalannya penelitian dan
menghasilakn penelitian yang cermat dan teliti, maka dibutuhkan adanya bagan
alir penelitian sebagai pedoman pelaksanaan. Bagan alir meliputi langkah dan hal-
hal yang perlu dipersiapkan sebagai dasar dalam pelaksanaan kegiatan yang
meliputi berbagai hal dan rencana konsep yang ada. Konsep perancangan
pelaksanaan penelitian dijelaskan pada Lampiran A.3.1.
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan pada daerah pinggiran pasar Lambaro
Kecamatan Ingin Jaya yaitu di kawasan Daerah Irigasi (D.I) Kr.Jreu yang
memiliki jaringan irigasi dengan luas total berdasarkan data dasar skema jaringan
irigasi seluas 152,04 ha.
Lahan yang ditinjau adalah lahan sawah beririgasi yang berada pada ruas
BJKR 20 dan BJKR 21 merupakan ruas hilir dari daerah layanan irigasi D.I
Kr.Jreu. Bangunan BJKR terdiri dari BJKR 20 Kn merupakan layanan irigasi
yang berada di desa Lubok Batee. Bangunan BJKR 20 Kr merupakan daerah
layanan irigasi yang berlokasi di desa Juroung Peujera. Untuk bangunan BJKR 21
Kn berada pada desa Bineh Blang dan yang terakhir BJKR 21 Kr daerah layanan
irigasi untuk desa Pante.
Adapun titik tinjauan terhadap ke 4 (empat) luasan sawah merupakan
layanan irigasi yang akan dijadikan objek dalam penelitian ini dapat dilihat pada
table 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1 Lokasi Penelitian


Nomo Nama Bangunan Luas (Ha) Lokasi (Desa)
r
1 BJKR20Kn 39,34 Lubok Batee
2 BJKR20Kr 20 Juroung Peujera
3 BJKR21Kn 72,3 Bineh Blang
4 BJKR21Kr 20,4 Pante
TOTAL 152,04
Sumber : Pengairan Provinsi Aceh (skema jaringan irigasi)

24
Untuk lebih jelas detail lokasi penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran
A.4.1 dan Lampiran A.4.1.a.

3.2 Pengumpulan Data


Dalam pelaksanaan suatu studi penelitian perlu dilakukan pengumpulan
data kemudian data tersebut dianalisa. Data yang dikumpulkan terdiri dari data
primer dan data sekunder.
3.2.1 Data Primer
Data primer dilakukan untuk mencari data yang sifatnya merupakan
data yang memiliki tingkat keakuratan yang tinggi. Data-data primer tersebut
diperoleh dengan melakukan:
1. Observasi lapangan
Tujuan observasi lapangan adalah untuk menghasilkan data-data tidak
tertulis yang hanya bisa didapatkan dengan pengamatan secara langsung
mengenai kodisi lahan pertanian atau sawah beririgasi di lapangan.
2. Pengisian kuesioner
Pengisian kuesioner dilakukan untuk menggali referensi dari responden
yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam perubahan lahan
pertanian ke non pertanian atau lahan terbangun. Mengingat keterbatasan
waktu, biaya dan tenaga maka jumlah responden dibatasi hanya berjumlah
10 responden. Adapun responden yang dipilih terdiri dari :
a. Kepala Bidang Tata Ruang dan Tata Bangunan Dinas PUPR
Kabupaten Aceh Besar 1 orang.
b. Kepala Seksi Pengendalian Ruang Dinas PUPR Kabupaten Aceh Besar
1 orang
c. Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Besar 1 orang.
d. Kantor Camat Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar 1 orang
e. Kepala Desa Lubok Batee, Juroung Peujera, Bineh Blang, dan Pante
masing-masing 1 orang
f. Masyarakat pemilik lahan atau sawah 3 orang.

3.2.2 Data Sekunder

25
Data sekunder merupakan data penunjang yang diambil dari instansi-
instansi terkait seperti dari Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian, pihak
yang terkait lainnya (stakesholder) dan hasil penelitian terdahulu. Dalam
penelitian ini yang menjadi data sekunder adalah data luasan sawah, dan data
peta-peta.

3.3 Pengolahan Data


3.3.1 Data Kuesioner
Penelitian ini dilakukan dengan diawali memberikan kuesioner kepada
pihak terkait, yaitu kepada 10 responden secara langsung. Pemilihan
responden berdasarkan pada tingkat pengambilan keputusan dari instansi
terkait.
3.3.2 Data Peta
Data peta penggunaan lahan diperoleh dari instansi terkait. Data
tersebut dianalisis dengan metode system informasi geografis (SIG) dengan
melakukan teknik analisis tumpang susun peta (overlay) sehingga
menghasilkan informasi yang diinginkan secara spasial. Untuk mendukung
penelitian ini dilampirakan peta rencana pola ruang, peta batas administrasi,
peta kawasan strategis, peta orientasi wilayah, peta daerah irigasi, peta
penggunaan lahan, dan peta pengembagan lahan pangan pertanian
berkelanjutan. Lampiran peta dapat dilihat pada lampiran A.4.2 s/d A.4.11.

3.4 Analisa Data


3.4.1 Data Peta
Pengolahan data spasial dengan menggunakan perangkat lunak
(software) ArcGis 10.1. Analisis tumpang susun data spasial pertama
dilakukan antara Peta Penggunaan Lahan tahun 2010 dengan Peta Pengguna
Lahan tahun 2019 dan Peta Pola Ruang Qanun RTRW di wilayah Kecamatan
Ingin Jaya atau daerah tinjauan penelitian. Hasil tumpang susun ketiga peta
tersebut, kemudian dapat diketahui adanya perubahan lahan sawah beririgasi

26
(pertanian) menjadi non sawah (non pertanian/terbangun) yang terjadi antara
tahun 2010 sampai 2019 dan dapat diketahui kesesuaian dengan RTRW.
3.4.2 Analisa Faktor-Faktor Alih Fungsi Lahan
Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan
sawah beririgasi menggunakan analisis software SPSS untuk memperoleh
variable penentu yang signifikan mempengaruhi alih fungsi lahan sawah
beririgasi pada wilayah penelitian. Variabel yang diduga mempengaruhi alih
fungsi lahan sawah adalah pertumbuhan penduduk/urbanisasi, peningkatan
aktivitas sosial ekonomi penduduk, kebutuhan lahan meningkat, dan
dinamika daerah yang sedang tumbuh dan pinggiran.

IV. RENCANA HASIL DAN PEMBAHASAN

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, rencana hasil dan pembahasan yang
ingin dicapai adalah :
 Pemanfaatan Lahan tahun 2010
Mengetahui luas lahan yang ada di lokasi penelitian pada tahun 2010 dan
mengetahui jenis pemanfaatan lahan.

27
 Pemanfaatan lahan tahun 2019
Mengetahui luas lahan yang ada di lokasi penelitian pada tahun 2019 dan
mengetahui jenis pemanfaatan lahan.
 Perubahan Pemanfaatan Lahan
Mengetahui perubahan pemanfaatan lahan yang terdiri dari bentuk dan
luasannya yang terjadi dui lokasi penelitian. Hal tersebut sesuai dengan hasil
analisis peta.
 Pemanfaatan Lahan menurut RTRW
Rencana pemanfaatan lahan RTRW digunakan untuk mengetahui sebagai
pedoman atau acuan untuk menentukan apakah perubahan yang terjadi sudah
sesuai, atau tidak sesuai.
 Kesesuaian Perubahan Pemanfaatan Lahan Aktual dengan RTRW
Melalaui hasil tumpang susun (overlay) peta perubahan pemanfaatan lahan
tahun 2010-2019 dengan peta RTRW yang kemudian mengetahui kesesuaian
atau ketidaksesuaian pemanfaatan lahan saat ini .
 Rekomendasi Arah Kebijakan
Memberikan pendapat tentang kebijakan yang dapat diambil untuk
mendukung pengendalian atau keberadaan lahan pertanian beririgasi yang
masih produktif untuk dipertahankan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

28
DAFTAR PUSTAKA

Agus, Fahmuddin & Irawan, Alih Guna dam Aspek Lingkungan Lahan Sawah,
dalam http://balittanah.litbang.deptan.go.id/
Anonim, 2018, Modul Penyusunan Daerah Irigasi.
Bappeda, 2015, Laporan Badan Koordinasi Penataan Daerah (BKPRD)
Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Besar: Bappeda.

29
BPS, 2019, Kecamatan Ingin Jaya dalam Angka 2019, Kabupaten Aceh Besar:
Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Besar.
Dwipradnyana, I.M, 2015, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan
Pertanian serta Dampaknya terhadap Kesejahteraan Petani (Studi Kasus di
Subak Jadi Kecamatan Kediri Tabanan), Denpasar: Program Studi Magister
Agribisnis Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Indarto, Arif Faisol, 2012, Konsep Dasar Analisis Spasial, Yogyakarta: Andi
Yogyakarta.
Irawan, Bambang, 2005, Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola
Pemanfaatannya dan Faktor Determinan, Forum Penelitian Agro Ekonomi,
Vol. 23. No. 1. Tahun 2005, Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sosial Ekonimi Pertanian.
Lestari, Tri, 2005, Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup Petani,
Makalah Kolokium, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Bogor: IPB Press.
Pemerintah Republik Indonesia, 2019, Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019
Tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah, Jakarta.
Pesandaran, E, 2006, Alternatif Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Sawah
Beririgasi di Indonesia, Jurnal Litbang Pertanian, 25(4):123-129.
Qanun Kabupaten Aceh Besar, 2014, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012-2032, Cetakan Tahun 2014, Pemerintah
Kabuapten Aceh Besar.
Rusmini, 2018, Analisis Perubahan Lahan Sawah Berkaitan dengan Kebutuhan
Luas Lahan Sawah di Kabupaten Aceh Besar.
Sumaryanto dan Iqbal, Tanpa Tahun, Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan
Nonpertanian dan Dampak Negatifnya, dalam
http://balittanah.litbang.deptan.go.id
Yunus, Hadi Sabri, 2008, Dinamika Wilayah Peri-urban Determinan Masa
Depan Kota, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

30
31

Anda mungkin juga menyukai