Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/377059995

Pengaruh Alih Fungsi Lahan di Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan,


Sumatera Utara

Research Proposal · January 2024


DOI: 10.13140/RG.2.2.33364.37764

CITATIONS READS
0 22

2 authors, including:

Samadi Samadi
Jakarta State University
139 PUBLICATIONS 36 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Samadi Samadi on 01 January 2024.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Pengaruh Alih Fungsi Lahan di Kecamatan Medan Tuntungan,Kota Medan,Sumatera
Utara

Helen Sinuraya1, Samadi 2

1 College Student of Geographic Education, State University of Jakarta, Jalan Rawamangun


Muka, Jakarta Timur, 13220, Indonesia

2 Lecture of Environmental Geography, Department of Geography Education, State University


of Jakarta, Jalan Rawamangun Muka, Jakarta Timur, 13220, Indonesia

Email : samadi@unj.ac.id,helensinuraya049@gmail.com

Abstrak

Perrtambahan penduduk dan perkembangan Kota Medan yang mengarah hingga ke daerah pinggiran
(wilayah peri-urban) menyebabkan kebutuhan lahan di area pinggiran kota semakin meningkat
sehinggakecamatan yang berada pada pinggiran Kota Medan mengalami adanya alih fungsi lahan.
Adanya alih fungsi lahan terutama lahan pertanian tentunya menyebabkan terjadinya perubahan kondisi
sosial ekonomi masyarakat disana. Dari alih fungsi lahan tersebut sangat dimungkinkan terjadi perubahan
mata pencaharian penduduk. Dari yang semula menjadi petani, menjadi bukan petani, atau bahkan
menjadi pengangguran. Jika dibiarkan terus-menerus, hal tersebut dapat mengancam keberlanjutan sistem
livelihood masyarakat peri-urban khususnya petani. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi perkembangan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan terbangun (non- pertanian) dan
menganalisis kondisi sosial ekonomi masyarakat terkait alih fungsi lahan pertanian di sana. Penelitian ini
menggunakan Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan menggunakan
teori-teori yang sudah ada sebagai variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa
SHP Kota Medan dan peta tutupan lahan. Analisis yang dilakukan dengan menggunakan bantuan GIS
untuk mengklasifikasi, memetakan, dan menghitung luas perubahan lahan, serta analisis
deskriptif.Dengan adanya alih fungsi lahan ini menimbulkan banyak dampak keoada masyarakat setempat
dan luas lahan pertanian di kecamatan tuntungan ini semakin sempit setiap tahunya dikarenakan alih
fungsi lahan yang terus menerus dilakukan.

Kata Kunci :alih fungsi lahan,pembangunan,pertanian

Abstract

Population growth and the development of Medan City which leads to suburban areas (peri-urban areas)
cause the need for land in suburban areas to increase so that sub-districts located on the outskirts of
Medan City experience land conversion. The change in the function of land, especially agricultural land,
certainly causes changes in the socio-economic conditions of the people there. From the change of land
function, it is very possible that there will be a change in the people's livelihood. From being a farmer to
being a non-farmer, or even being unemployed. If allowed to continue, this can threaten the sustainability
of the livelihood systems of peri-urban communities, especially farmers. Therefore, the purpose of this
study is to identify the development of the conversion of agricultural land into built-up (non-agricultural)
land and analyze the socio-economic conditions of the community related to the conversion of
agricultural land there. This study uses a research approach used is a quantitative approach using existing
theories as research variables. This study uses secondary data in the form of SHP Medan City and land
cover maps. The analysis was carried out using GIS assistance to classify, map, and calculate the area of
land change, as well as descriptive analysis. With this land conversion, it has had many impacts on the
local community and the area of agricultural land in the Tuntungan sub-district is getting smaller every
year due to land conversion. which is continuously carried out.

Keywords: land conversion, development, agriculture

PENDAHULUAN

Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir semua sektor
pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri,
pertambangan dan transportasi. Di bidang pertanian, lahan merupakan sumber daya yang sangat penting,
baik bagi petani maupun bagi pembangunan pertanian (P et al., 2022). alih fungsi lahan atau lazimnya
disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari
fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif
(masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri (Nurpita et al., 2020). konversi lahan
berawal dari permintaan komoditas pertanian terutama komoditas pangan yang kurang elastis
terhadap pendapatan dibandingkan permintaan komoditas non pertanian. Oleh karena itu,
pembangunan ekonomi yang berdampak pada peningkatan pendapatan penduduk cenderung
menyebabkan naiknya permintaan komoditas non pertanian dengan laju tinggi dibanding
permintaan komoditas pertanian sehingga terjadi alih fungsi lahan (Noviyanti & Sutrisno, 2021).

Kecamatan Medan Tuntungan adalah salah satu kecamatan yang terbanyak partisipasi rumah
tangga dalam usaha pertanian. Terdapat 1.473 rumah tangga bergerak dibidang usaha pertanian.
Kecamatan ini memiliki luas wilayahnya 21.58 KM² dengan jumlah penduduk 81.798 jiwa. Kecamatan
ini terkenal karena memiliki tanah yang subur, tetapi karena perkembangan penduduk yang pesat maka
tanah-tanah pertanian beralih fungsi menjadi pusat-pusat pemukiman, pusat pendidikan dan pusat
perdagangan.Oleh sebab itu,di daerah ini terjadialih fungsi lahan dikarenakan luas wilayah yang relatif
luas dan berada dipinggiran Kota Medan.Alih fungsi lahan atau disebut juga sebagai konversi lahan
merupakan perubahan sebagian atau seluruh fungsi lahan dari fungsi semula menjadi fungsi yang lain dan
memengaruhi lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. (Hasanah, 2021) Alih fungsi lahan terjadi karena
manusia memerlukan lebih banyak lahan untuk memenuhi kebutuhannya, seiring dengan berkembangnya
zaman dan populasi. perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada umumnya diakibatkan oleh tekanan
penduduk karena aktivitas ekonominya yang dapat meningkatkan tekanan pada sumber daya lahan.
Bertambahnya jumlah penduduk yang tidak sejalan dengan ketersediaan lahan mendorong
terjadinya alih fungsi lahan agar lebih menguntungkan baik secara ekonomi maupun non-ekonomi.
Aktivitas pertanian selalu terancam karena dinilai kurang menguntungkan (Purwanti, 2020).

Peraturan Perundang-Undangan pengendalian alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah non
pertanian dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan.Faktor penyebab terjadinya terjadinya alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah non
pertanian umumnya disebabkan oleh faktor ekonomi (Agus Ikhwanto, 2019). Disamping itu alih fungsi
tanah pertanian ke tanah non pertanian dapat juga dikarenakan faktor sosial seperti perubahan perilaku
karena kemajuan transportasi dan komunikasi sehingga mengakibatkan merubah cara pandang mereka
dimana profesi petani dianggap profesi yang tidak bergensi, kotor dan mensengsarakan. Alih fungsi juga
terjadi karena waris dan perkawinan. Letak tanah pertanian yang berjauhan atau terpisah dengan tempat
tinggal pemilik juga akan mendorong pemiliknya untuk menjual tanah tersebut karena dianggap tidak
efesien. Selain itu juga potensi alih fungsi tanah sawah terjadi akibat dari penerapan Rencana Tata Ruang
Wilayah oleh Pemerintah Daerah/Kabupaten/Kota yang kurang berpihak kepada pertanian(Rahmanto et
al., 2022).

Kebutuhan manusia terhadap lahan semakin meningkat untuk berbagai pembangunan. Salah satu
pemicu aktivitas pembangunan adalah meningkatnya jumlah penduduk di berbagai wilayah. Kepadatan
penduduk di perkotaan memberikan pengaruh terhadap peningkatan penduduk di wilayah yang dekat
dengan pusat pertumbuhan kota (Putri, 2020). Konversi lahan pertanian di wilayah pinggiran kota
menjadi alternatif yang dilakukan untuk mengatasi persoalan pertambahan penduduk. Faktor-faktor
pendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian ini sangatlah beragam. Seperti halnya Pertumbuhan
penduduk yang pesat menyebabkan adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian guna
memenuhi berbagai kebutuhan hidup yang juga meningkat, Kenaikan kebutuhan masyarakat untuk
permukiman. Adanya alih fungsi lahan pertanian tentunya akan memberikan dampak tertentu untuk
negara, seperti Berkurangnya lahan pertanian yang tentunya akan memberi dampak negatif ke berbagai
bidang baik secara langsung maupun tidak langsung, menurunnya produksi pangan nasional dimana
stabilitas pangan nasional dalam skala besar juga akan sulit tercapai. Mengingat jumlah penduduk yang
semakin meningkat tiap tahunnya sehingga kebutuhan pangan juga bertambah, namun lahan pertanian
justru semakin berkurang.

Dengan adanya alih fungsi lahan di Kecamatan Medan Tuntungan,Kabupaten Medan,Kota


Medan.Kami tertarik mengambil Judul “Pemetaan Alih Fungsi Lahan di Kecamatan Medan
Tuntungan,Kabupaten Medan,Kota Medan”.Untuk mengetahui alasan terjadinya alih fungsi lahan di
tempat tersebut,faktor penyebab,serta luas lahan yang telah di di alihkan ke non pertanian.sebagai
konsekuensi logis pembangunan, sehingga perlu sebuah perencanaan penggunaan lahan yang
baik dalam rangka pengendalian konversi lahan pertanian di Kota Medan.Untuk itu perlu
diketahui lebih dahulu mengenai pola dan intensitas konversi lahan pertanian.

KAJIAN PUSTAKA

Konversi Lahan Pertanian di Medan


Konversi lahan adalah suatu proses perubahan penggunaan lahan dari bentuk penggunaan tertentu
menjadi penggunaan lain, contohnya perubahan lahan tak terbangun menjadi lahan terbangun (Ayun et
al., 2020).Alih fungsi lahan atau konversi lahan merupakan suatu proses yang dinamis dan selalu akan
terjadi mengikuti perkembangan penduduk maupun pola pembangunan wilayah..Lahan pertanian
merupakan faktor penunjang kebutuhan hidup masyarakat terutama masyarakat pedesaan dan pinggiran
kota (Ketut Suratha, 2021). Sebagian besar masyarakat yang ada di daerah pedesaan dan pinggiran
memperoleh penghasilan atau mengandalkan usaha yang bergerak di bidang pertanian. Namun lahan
pertanian atau persawahan telah dialih fungsikan menjadi lahan industri, perumahan dan
permukimanyang menyebabkan produksi beras nasional akan terus menurun (Rahmanto et al., 2022).

Konversi lahan pertanian di kota Medan akan berdampak luas, yakni terjadinya pergeseran
struktur ketenagakerjaan, pemilikan dan penguasaan lahan, serta transformasi struktur ekonomi dari
pertanian ke industri, juga mobilitas penduduk. Dari aspek ekonomi akan mengurangi ketahanan pangan
bagi produksi pertanian. Bagi masyarakat petani akan kehilangan pekerjaan sehingga daya beli.Untuk

Saat ini perkembangan fisik kota yang juga cukup pesat terjadi di kota Medan. Perkembangan
fisik tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran pemanfaatan ruang dan perubahan kondisi yang terjadi.
Kota Medan memiliki wilayah yang strategis untuk pengembangan wilayah kota, dengan mengingat
peran Kota Medan sebagai pusat pengembangan utama di wilayah daratan serta menjadi pusat
pertumbuhan utama di Provinsi Sumatera Utara. Kota Medan juga menjadi pusat ekonomi, pemerintahan,
pendidikan, dan sosial budaya yang mengakibatkan meningkatnya jumlah penduduk di kota Medan baik
dari penduduk asli maupun pendatang dari daerah lain. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan akan lahan
untuk permukiman menjadi meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang ada di Kota
Medan (Ritonga, 2022).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan

Laju penggunaan lahan akan semakin meningkat seiring dengan pembangunan pertumbuhan
ekonomi. Meningkatnya permintaan akan lahan mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian (Lagarense, 2020).

Pertumbuhan penduduk yang yang mengalami peningkatan baik di kawasanperkotaan


maupun desa menjadi salah satu penyebab terjadinyaalih fungsi lahan yang sebelumnya adalah
lahan pertanian (sawah) berubah menjadi perumahan. Hal ini terjadi karena seiring meningkatnya
penduduk maka daerah tersebut akan semakin padat. Padatnya penduduk di perkotaan menimbulkan
peningkatan akan kebutuhan tempat tinggal

proses alih fungsi lahan pertanian pada tingkat mikro dapat dilakukan oleh petani sendiri atau
dilakukan pihak lain. Alih fungsi lahan yang dilakukan oleh pihak lain secara umum memiliki dampak
yang lebih besar terhadap penurunan kapasitas produksi pangan karena proses alih fungsi lahan tersebut
biasanya mencakup hamparan lahan yang cukup luas, terutama ditujukan untuk pembangunan kawasan
perumahan (Sinaga et al., 2021).

Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian dapat dibedakan menjadi dua yaitu
faktor langsung dan tak langsung.
1 Faktor langsung atau mikro yaitu faktor konversi ditingkat petani dimana faktor tersebut
mempengaruhi langsung keputusan petani. Faktor tersebut antara lain kondisi sosial ekonomi
petani, seperti pendidikan, pendapatan, kemampuan secara ekonomi, pajak tanah, harga tanah,
dan lokasi tanah.
2 Faktor tak langsung atau makro yaitu faktor konversi ditingkat wilayah dimana faktor tersebut
tidak secara langsung mempengaruhi keputusan petani. Faktor ini mempengaruhi faktor-faktor
lain yang nantinya berpengaruh terhadap keputusan petani. Faktor tersebut antara lain seperti
pertumbuhan penduduk yang mempengaruhi pertumbuhan pembangunan pemukiman dan
perubahan struktur ekonomi ke arah industri dan jasa yang akan meningkatkan kebutuhan akan
sarana transportasi dan lahan untuk industri (Rossi Prabowo, Aziz Nur Bambang, 2020).

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian antara
lain:

1 Faktor kependudukan, yaitu peningkatan dan penyebaran penduduk di suatu wilayah.


Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan Prabowo, Rossi., dkk.
Pertumbuhan Penduduk permintaan tanah. Selain itu, peningkatan taraf hidup masyarakat
juga turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan.
2 Faktor ekonomi, yaitu tingginya land rent yang diperoleh aktifitas sektor non pertanian
dibandingkan dengan sektor pertanian. Rendahnya insentif untuk bertani disebabkan
tingginya biaya produksi, sementara harga hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi.
Selain itu karena faktor kebutuhan keluarga petani yang semakin mendesak menyebabkan
terjadinya konversi lahan.
3 Faktor sosial budaya, antara lain keberadaan hukum waris yang menyebabkan
terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak memenuhi batas minimun skala ekonomi
usaha yang menguntungkan.
4 Perilaku myopic, yaitu mencari keuntungan jangka pendek namun kurang memperhatikan
jangka panjang dan kepentingan nasional secara keseluruhan. Hal ini tercermin dari rencana
tata ruang wilayah (RTRW) yang cenderung mendorong konversi tanah pertanian untuk
penggunaan tanah non pertanian.
5 Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum dari peraturan yang ada.

Transformasi Karakteristik Sosial Ekonomi

Fenomena transformasi perkotaan merupakan salah satu gejala yang berkaitan dengan demografi
(Rukmana & Shofwan, 2020).Adanya alih fungsi lahan terutama lahan pertanian di sana telah membawa
perubahan pada area-area tertentu, yaitu pada area dekat pusat kota, kawasan pendidikan, dan yang dekat
pada koridor jalan utama pintu masuk Kecamatan Medan tuntungan. Perubahan yang dapat secara nyata
dirasakan oleh penduduk asli Kecamatan Medan tuntungan adalah beralihnya sumber mata pencaharian
mereka (transformasi ekonomi), dari petani menjadi bukan petani (Dewi & Rudiarto, 2020). Petani yang
mempunyai modal lebih dan ketrampilan lebih dapat melangsungkan hidupnya dengan membuka usaha
atau berdagangseperti buka warung, buka kos-kosan, toko, dll sehingga pendapatannya bertambah.
Sedangkan petani yang kurang mempunyai modal dan ketrampilan mereka biasanya menjadi buruh tani
atau buruh serabutan.Seiring perkembangan kota dan proses alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan
terbangun untuk aktivitas non-pertanian, ada beberapa perubahan yang terjadi dalam struktur sosial dalam
masyarakat periurban. Perubahan ini terjadi terutama pada area-area pengembangan yang telah dijelaskan
di atas.

METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan menggunakan teori-
teori yang sudah ada sebagai variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa SHP
Kota Medan dan peta tutupan lahan. Analisis yang dilakukan dengan menggunakan bantuan GIS untuk
mengklasifikasi, memetakan, dan menghitung luas perubahan lahan, serta analisis deskriptif.

Waktu pengejaran kami dalam pembuatan artikel ini Desember 2023.Dalam melakukan
penelitian ini kami melakukan dengan tehnik kajian pustaka melalaui studi literatur serta untuk
pembuatan peta nya kami menggunakan Aplikasi ARCGIS.

PEMBAHASAAN

Lahan merupakan bagian dari bentang alam yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk
iklim, topografi, atau relief, hidrologi dan bahkan keadaan vegetasi alami yang secara potensial akan
berpengaruh terhadap penggunaan lahan.Lahan mempunyai sifat keruangan, unsur estetis dan merupakan
lokasi aktivitas perekonomian. Keberadaan lahan sangat terbatas, oleh karena itu perlu dilakukan
pertimbangan dalam menentukan pemanfaatan lahan agar hasil yang didapatkan sesuai dengan kebutuhan
(Sipayung et al., 2019). Penggunaan Lahan merupakan unsur penting dalam perencanaan wilayah. Secara
garis besar ada dua jenis penggunaan lahan, yaitu lahan terbangun dan lahan tak terbangun. Lahan
Terbangun terdiri dari dari perumahan, industri, perdagangan, jasa dan perkantoran. Sedangkan Lahan tak
terbangun terbagi menjadi lahan tak terbangun yang digunakan untuk aktivitas kota (makam, rekreasi,
transportasi, ruang terbuka) dan lahan tak terbangun non aktivitas kota (pertanian, perkebunan, area
perairan, produksi dan penambangan sumber daya alam).

Berdasarkan hasil peta alih fungsi lahan yang kami buat untuk mengidentifikasi alih fungsi lahan
di kecamatan Medan Tuntungan,Kota Medan.Kami memperoleh hasil yakni alih fungsi lahan terbangun
menduduki persentase terbesar,disusul oleh alih fungsi pertanian,Kemudian alih fungsi lahan
veegetasi,lalu alih fungsi badan air dengan. persentase terkecil.Pada wilayah kecamatan medan tuntungan
semuanya mengalami alih fungsi lahan sesuai dengan peta yang kami buat.

Lahan terbangun merupakan lahan yang sudah mengalami proses pembangunan atau perkerasan
yang terjadi di atas lahan tersebut (Yuliastuti & Fatchurochman, 2020).Ada juga yang menyebut lahan
terbangun sebagai lingkungan terbangun.Lingkungan terbangun (built environment) sebagai segala
sesuatu yang dibuat, disusun dan dipelihara oleh manusia untuk memenuhi keperluan manusia untuk
menengahi lingkungan secara keseluruhan dengan hasil yang mempengaruhi konteks lingkungan.
Lingkungan terbangun tersebut meliputi bangunan, jalan, fasilitas umum dan sarana lainnya.Alih fungsi
vegetasi merupakan alih fungsi pada tumbuh tumbuhan yang mempunyai pohon besar seperti hutan pada
awalnya.Pada Kecaman Medan tuntungan ini juga terjadi alih fungsi vegetasi tersebut dengan
merubahnya kepada pembangunan pajak,pusat ibadah dan perumahan pada saat ini.Selain itu alif fungsi
lahan pertanian ditandai dengan perubahan mata pencaharian penduduk disana yang pada awalnya ber
mata pencaharian bertani pada awalnya sekarang menjadi wirausaha dan hasil pertanian dari wilayah ini
semakin lama semakin sempit,pada awalnya lahan pertanian pada Kecaman Medan Tuntunggan tersebut
adalah jagung,ubi,dan sawah namun pada masa sekarang lahan pertanian semakin sempit itulah yang
menyebabkan hasil panen pada daerah tersebut tidak banyak.

Adapun dampak yang bisa ditimbulkan yakni: Berkurangnya luas lahan yang belum dimanfaatkan
untuk pembangunan,Semakin berkembangnya Kecamatan Medan Tuntungan tersebut dikarenakan
banyaknya pembangunan yang berlangsung pada daerah kembangan yang pesat serta Berkurangnya
lahan terbuka hijau dikarenakanbanyaknya pembangunan yang berlangsung pada daerah kembangan
yang pesat

Alih fungsi lahan dianggap menjadi persoalan besar ketika berakibat pada kerusakan lingkungan dan
menyentuh persoalan keberlangsungan hidup manusia terkait dengan pembangunan untuk menunjang
peradaban baru manusia (Fopy Angraini, Siska Selpiyanti, 2020).Alih fungsi lahan yang dari tahun ke
tahun semakin meningkat, hal ini menjadi perhatian khusus dikarenakan dari pihak pemerintah belum ada
aturan yang betul-betul membuat para pamilik lahan lebih mempertahankan lahannya. Dampak yang di
hasilkan setelah peralihan fungsi lahan tidaklah sedikit, melainkan banyak dampak yang berakibat sangat
buruk, mau dalam sektor pertanian, lingkungan, hingga dalam kehidupan masyarakat yang mengalihkan
fungsi lahannya sendiri. Salah satu dampak yang sering terjadi yaitu terhadap pendapatan, pendapatan
usahatani merupakan pendapatan yang diperoleh oleh petani dari hasil bertaninya, sedangkan pendapatan
rumah tangga petani merupakan pendapatan yang peroleh oleh petani dari.

Proses alih fungsi lahan biasanya diawali dengan pelepasan lahan terutama karena proses penjualan
lahan (Hayati, 2020).Di samping itu, faktor pertumbuhan kawasan yang mendorong kenaikan harga lahan
juga dapat memicu pelepasan lahan tersebut. Secara umum, alih fungsi lahan pertanian dari petani
dipengaruhi oleh tiga hal. Pertama, faktor eksternal berupa dinamika pertumbuhan kawasan, demografi
dan ekonomi. Ke dua, faktor internal berupa kondisi sosial-ekonomi keluarga pengguna lahan. Ke tiga,
faktor kebijakan, berupa aturan dan perundangan serta pelaksanaan aturan tersebut (Jannah et al., 2021).

Selain itu bagi para buruh tani, alih fungsi lahan pertanian ke fungsi lain (non pertanian) telah
memberikan dampak pada berkurangnya lahan garapan mereka, sehingga mengurangi frekuensi pekerjaan
mereka dan waktu menganggur para buruh tani menjadi semakin lama. Bagi para buruh tani pria yang
belum lanjut usia, penghasilan sebagai buruh tani belum mampu menutup seluruh kebutuhan hidupnya,
sehingga mereka juga mencari pekerjaan sampingan/tambahan sebagai strategi bertahan hidup. Alternatif
pekerjaan sampingan tersebut adalah di bidang bangunan sebagai tukang bangunan atau tukang batu dan
di bidang perdagangan dengan berdagang.Dimana pada awalnya pada kecamatan Tuntungan tersebut
membutuhkan buruh untuk bekerja pada lahan pertanian yang mereka miliki,namun setelah terjadinya
bebarapa alih fungsi lahan buruh tani tidak diperlukan lagi.

KESIMPULAN

Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian
atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang
menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiriAlih fungsi lahan
berawal dari permintaan komoditas pertanian terutama komoditas pangan yang kurang elastis
terhadap pendapatan dibandingkan permintaan komoditas non pertanian. Oleh karena itu,
pembangunan ekonomi yang berdampak pada peningkatan pendapatan penduduk cenderung
menyebabkan naiknya permintaan komoditas non pertanian dengan laju tinggi dibanding
permintaan komoditas pertanian sehingga terjadi alih fungsi lahan

Berdasarkan hasil peta alih fungsi lahan yang kami buat untuk mengidentifikasi alih fungsi lahan di
kecamatan Medan Tuntungan,Kota Medan.Kami memperoleh hasil yakni alih fungsi lahan terbangun
menduduki persentase terbesar,disusul oleh alih fungsi pertanian,Kemudian alih fungsi lahan
veegetasi,lalu alih fungsi badan air dengan. persentase terkecil.Pada wilayah kecamatan medan tuntungan
semuanya mengalami alih fungsi lahan sesuai dengan peta yang kami buat.

Dengan adanya alih fungsi lahan tersebut memberikan banyak dampak baik positif maupun negatif
pada kecamatan tuntungan tersebut.

SARAN

Demikianlah jurnal ini kami buat apabila ada kesalahan baik penulisan,maupun isi dari jurnal ini
kami dengan senang hati menerima semua masukan untuk menambah kesempurnaan jurnal kami.

DAFTAR PUSTAKA
Agus Ikhwanto. (2019). ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN NON
PERTANIAN. 60–73.
Ayun, Q., Kurniawan, S., & Saputro, W. A. (2020). Perkembangan Konversi Lahan Pertanian Di
Bagian Negara Agraris. Vigor: Jurnal Ilmu Pertanian Tropika Dan Subtropika, 5(2), 38–44.
https://doi.org/10.31002/vigor.v5i2.3040
Dewi, N. K., & Rudiarto, I. (2020). Identifikasi Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Kondisi Sosial
Ekonomi Masyarakat Daerah Pinggiran di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Jurnal
Wilayah Dan Lingkungan, 1(2), 175. https://doi.org/10.14710/jwl.1.2.175-188
Fopy Angraini, Siska Selpiyanti, A. W. (2020). GEOGRAFI DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN
TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN : STUDI KASUS LAHAN PERTANIAN SAWAH
MENJADI LAHAN NON PERTANIAN program studi Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Agama Islam Negri ( IAIN ) Bengkulu. 5(2), 35–42.
Hasanah, F. (2021). Pemetaan Sebaran Tingkat Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Serang.
14(2), 171–182.
Hayati, L. N. (2020). Ekomaks Volume 4 No . 1 Maret 2015 Dampak Alih Fungsi Lahan …. 38
Ekomaks Volume 4 No . 1 Maret 2015. 4(1).
Jannah, R., Eddy, B. T., & Dalmiyatun, T. (2021). Alih Fungsi Lahan Pertanian Dan Dampaknya
Terhadap Kehidupan Penduduk Di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak.
Agrisocionomics: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 1(1), 1.
https://doi.org/10.14710/agrisocionomics.v1i1.1629
Ketut Suratha. (2021). DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP
KETAHANAN PANGAN Oleh. 2005(Bps 2005), 52–61.
Lagarense, V. I. (2020). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Di
Kabupaten Minahasa Selatan. Cocos, 6(3), 5.
Noviyanti, E. C., & Sutrisno, I. (2021). Analisis Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap
Pendapatan Petani Di Kabupaten Mimika. JURNAL KRITIS (Kebijakan, Riset, Dan
Inovasi), 5(1), 1–14. http://ejournal.stiejb.ac.id/index.php/jurnal-kritis/article/view/150
Nurpita, A., Wihastuti, L., & Andjani, I. Y. (2020). Dampak Alih Fungsi Lahan Terhadap
Ketahanan Pangan Rumah Tangga Tani di Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progro.
Jurnal Gama Societa, 1(1), 103. https://doi.org/10.22146/jgs.34055
P, C. T. B. J., Purwanto, J., Fajarningsih, R. U., & Ani, S. W. (2022). Dampak Alih Fungsi
Lahan Pertanian Ke Sektor Non Pertanian Terhadap Ketersediaan Beras Di Kabupaten
Klaten Provinsi Jawa Tengah. Caraka Tani: Journal of Sustainable Agriculture, 25(1), 38.
https://doi.org/10.20961/carakatani.v25i1.15732
Purwanti, T. (2020). Alih Fungsi Lahan Dan Dampaknya Pada Kehidupan Ekonomi Petani.
Umbara, 3(2), 95. https://doi.org/10.24198/umbara.v3i2.21696
Putri, Z. R. (2020). Analisis penyebab alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah 2003-2013. Eko Regional, 10(1), 17–22.
http://www.jp.feb.unsoed.ac.id/index.php/eko-regional/article/view/753
Rahmanto, A. L., Muharman, D., Anggraini, N. S., Land, A., & Land, N. (2022). Pengendalian
Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Non Pertanian Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2009. 4, 545–554. https://doi.org/10.37680/almanhaj.v4i2.1908
Ritonga, I. T. L. (2022). Kajian Dampak Keberadaan Pasar Induk Kota Medan Terhadap
Pertumbuhan Permukiman Disekitarnya Studi Kasus: Kelurahan Lau Cih Kec. Medan
Tuntungan. Jurnal Sains Dan Teknologi ISTP, 17(2), 95–105.
https://ejurnal.istp.ac.id/index.php/jsti/article/download/149/151
Rossi Prabowo, Aziz Nur Bambang, S. (2020). PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN ALIH
FUNGSI LAHAN PERTANIAN. 16(2), 26–36.
Rukmana, S. N., & Shofwan, M. (2020). Fenomena Urbanisasi: Transformasi spasial di Kawasan
Pinggiran Kabupaten Sidoarjo. Tataloka, 22(3), 393–399.
https://doi.org/10.14710/tataloka.22.3.393-399
Sinaga, R. D., Sudarma, I. M., & Dewi, R. K. (2021). Dampak Alih Fungsi Lahan terhadap
Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Subak Sesetan. Jurnal Agribisnis Dan Agrowisata, 10(2),
727–736. https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
Sipayung, M. C., Sudarsono, B., & Waluddin, M. (2019). Analisis Perubahan Lahan Untuk
Melihat Arah Perkembangan Wilayah Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi
Kasus : Kota Medan). Jurnal Geodesi Undip, 9(1), 373–382.
Yuliastuti, N., & Fatchurochman, A. (2020). LINGKUNGAN PERMUKIMAN ( Studi Kasus :
Kawasan Pendidikan Kelurahan Tembalang ). JUrnal Presipitasi, 9 No.1 Mar, 10–16.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai