Anda di halaman 1dari 11

TEKANAN PENDUDUK (TP) DAN INDEKS PRODUKTIVITAS RELATIF (IPR) WILAYAH KOTA BANDUNG

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perencanaan Wilayah

Disusun Oleh : Kelompok 5 Wendi Irawan D Deria Hadianisa Rijal Aziz Sri Noor Cholidah 150310080137 150310080147 150310080159 150310080170

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2010

PENDAHULUAN

Tekanan Penduduk (TP) ialah gaya yang mendorong petani untuk memperluas lahan garapannya atau untuk keluar dari lapangan kerja pertanian (Otto Soemarwoto, 1991) Analisis ini berguna untuk mengidentifikasi sejauhmana kemampuan daya dukung lahan pertanian masih dapat diandalkan sebagai sumber matapencaharian petani, dikaitkan dengan tekanan penduduk. Melalui analisis ini diperoleh indikasi terjadinya langkah-langkah alternatif keputusan dalam alokasi sumberdaya lahan pertanian. Sedangkan Indeks Produktivitas Relatif (IPR) menunjukkan tingkat produktivitas tenaga kerja pada sektor-sektor ekonomi di suatu wilayah yang sangat berguna dalam pengambilan kebijakan/strategi pembangunan, khususnya dalam memotret proses transformasi struktur ekonomi dari pertanian ke industri. IPR merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam konteks analisis pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah, dengan menghubungkan kontribusi (share) suatu sektor terhadap PDRB dengan share tenaga kerja sektor tersebut. Untuk mengetahui lebih mendalam, kami mencoba menganalisis Tekanan Penduduk (TP) dan Indeks Produktivitas Relatif (IPR) di wilayah Kota Bandung.

PEMBAHASAN I. TEKANAN PENDUDUK (TP) dalam sektor pertanian Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta aktivitas pembangunan dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya permintaan akan lahan. Permintaan akan lahan tersebut terus bertambah, sedangkan kita tahu bahwa lahan yang tersedia jumlahnya terbatas. Hal inilah yang mendorong terjadinya konversi lahan pertanian ke non-pertanian. Konversi lahan merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya. Konversi lahan pada dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi, namun pada kenyataannya konversi lahan menjadi masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif. Lahan pertanian dapat memberikan manfaat baik dari segi ekonomi, sosial maupun lingkungan. Oleh karena itu, semakin sempitnya lahan pertanian akibat konversi akan mempengaruhi segi ekonomi, sosial dan lingkungan tersebut. Jika fenomena konversi lahan pertanian ke non-pertanian terus terjadi secara tak terkendali, maka hal ini akan menjadi ancaman tidak hanya bagi petani dan lingkungan, tetapi hal ini bisa menjadi masalah nasional. Sebagai contoh, fenomena yang terjadi di DAS Citarum Hulu pada saat ini ketika musim kemarau terjadi kekeringan, dan sebaliknya pada musim hujan terjadi banjir disertai dengan buruknya kualitas air. Terganggunya fungsi hidrologis di DAS Citarum ini karena banyaknya konversi lahan di daerah tangkapan air, yakni dari lahan resapan air menjadi lahan terbangun (permukiman, industri, jalan, dan fasilitas lainnya), sehingga air yang meresap ke dalam tanah semakin berkurang. Meningkatnya perkembangan penduduk dan krisis ekonomi sejak tahun 1997 telah berdampak cukup signifikan terhadap kondisi lingkungan. Tidak terkendalinya konversi lahan dari lahan resapan air menjadi lahan terbangun merupakan awal kerusakan lingkungan yang terjadi di DAS Citarum Hulu, walaupun sejak tahun 1982 Pemda Propinsi Jawa Barat telah mengeluarkan SK Gubernur No.181.1/SK.1624-Bapp/1982 tentang Peruntukan Lahan di

I.1 Kondisi sumberdaya lahan dalam mendukung aktifitas penduduknya terutama

Wilayah Inti Bandung Raya Bagian Utara (Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat, 2004). Berdasarkan hasil analisis, terjadi perubahan tata guna lahan sejak 1983, 1993, hingga 2002. Berkurangnya area hutan dan lahan bervegetasi lainnya sebesar 54% dan meningkatnya area terbangun sebesar 223% selama 1983-2002, telah memberikan dampak yang signifikan (nilai korelasi >0,9) terhadap meningkatnya jumlah lahan kritis sebesar 66% dalam periode tersebut. Selain itu, perubahan tata guna lahan juga berpengaruh terhadap menurunnya lahan dengan kondisi baik di tahun 1983 dari 14,15% pada 1983, 11,30% di tahun 1993, menjadi 6,81% di tahun 2002. Dari hasil monitoring yang dilakukan (Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung, 2001) terhadap anak-anak Sungai Citarum tampak, bahwa hanya 4,4% saja yang memenuhi baku mutu golongan B:C:D SK Gubernur No.39 tahun 2000, sedangkan 95,6% tidak memenuhi baku mutu golongan B:C:D. Menurunnya kualitas air sungai ini telah berdampak negatif terhadap pemanfaatan sungai, baik secara langsung maupun tidak langsung.
I.2 Bagaimana hubungan tekanan penduduk dengan pengembangan wilayah

Tekanan

penduduk

sangat

berhubungan

dengan

pengembangan

wilayah.

Kelestarian sumber-sumber alam tidak saja terancam oleh langkah-langkah yang kurang bijaksana, melainkan juga oleh gejala pertumbuhan penduduk yang amat pesat sehingga di beberapa tempat telah melampaui daya dukung lingkungannya. Masalah yang dihadapi kini adalah bahwa keadaan lingkungan pemukiman cenderung untuk memburuk karena pertambahan penduduk yang lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan penambahan fasilitas-fasilitas pelayanan umum untuk mengimbanginya.

Rumus analisis TP : TPt = Z F Po (1+r)t L Dari data yang telah didapat, tekanan penduduk di wilayah Kota Bandung sebesar : TP2007 = 0,5 x 0,12 % x 2.329.928 ( 1 + 0,027 )2 = 1474,85 = 0,85 1.734 L = Luas lahan padi sawah di kota bandung
F = (2.675 / 2.329.928 x 100%) = 0,12 % r = ??

1734

Z = Luas lahan padi sawah yang diperlukan untuk hidup layak (Ha/org)

P2007 Dimana :

P2005 (1 + r)t

P0 = jumlah penduduk tahun 2005 yaitu 2.270.970 Pt = jumlah penduduk tahun 2007 yaitu 2.329.928 t Pt = selisih tahun, yaitu 2007 2005 = 2 tahun = Po (1+r)t t Log (1+r) = Log 2.329.928 Log 2.270.970 2 Log (1+r) = 6,367342501 6,356211397 Log (1+r) = 0,011131104 1+r r r = Antilog 0,011131104 = 1,025961595 1 = 0,025961595 = 0,027 Dari hasil tekanan penduduk diatas kesimpulan yang didapat adalah TP < 1 yaitu sumberdaya lahan pertanian masih mampu menahan laju pertumbuhan penduduk. Dengan demikian : Log (1+r) = Log Pt Log Po

Beberapa usaha pemecahan masalah penduduk dalam Repelita II mencakup :


1. Usaha untuk mengurangi kecepatan pertambahan penduduk secara alamiah dengan

program keluarga berencanadan kebijaksanaan kependudukan yang menyeluruh.


2. Usaha untuk mewujudkan penyebaran penduduk yang lebih merata antara pulau Jawa

dan daerah-daerah di luar pulau Jawa melalui program transmigrasi dan penyebaran kegiatan-kegiatan pembangunan yang lebih merata di daerah-daerah. 3. Usaha untuk mengurangi arus perpindahan penduduk dari desa ke kota dan dari kotakota kecil ke kota-kota besar melalui usaha penciptaan pusat-pusat perkembangan baru di kota-kota berukuran sedang dan kecil serta pembangunan masyarakat desa.
4. Usaha untuk mengorganisir penduduk yang tinggalnya di daerah-daerah terpencil

jauh dari pusat-pusat kegiatan yang ada dengan program pemukiman penduduk, untuk mempermudah pembangunan fasilitas pelayanan-pelayanan umum dan pernbinaan serta peningkatan taraf kebudayaannya. Dalam rangka pembinaan pemukiman, pemusatan-pemusatan kegiatan dan tempat tinggal manusia akan mendapatkan perhatian dalam pengelolaan lingkungan hidup. Ikhtiar pembangunan akan diarahkan sedemikian rupa sehingga tetap menjaga agar keadaan pemukiman manusia tidak menjadi semakin buruk, bahkan mutunya terusmenerus bertambah baik.

II.

INDEKS PRODUKTIVITAS RELATIF (IPR) Rumus analisis IPR : IPRi = % share Sektor i terhadap PDRB % ten. kerja sektor i thd seluruh tenakersektor

II.1 Produktifitas tenaga kerja sektor pertanian di wilayah Kota Bandung

Pertanian Dari data BPS diperoleh informasi :

Tahun 2005 : Kontribusi pertanian terhadap PDRB = 0,45 % Kontribusi kesempatan kerja Kontribusi kesempatan kerja Maka, IPR (pertanian 2005) = 0,45 % = 1,80 0,25 % IPR (pertanian 2007) = 0,38 % = 1,27 0,30 % Dari perhitungan IPR diatas menunjukan bahwa produktifitas tenaga kerja sektor pertanian di wilayah Kota Bandung dari tahun ke tahun semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena banyaknya tenaga kerja yang lebih tertarik bekerja di luar sektor pertanian daripada di sektor pertanian. Mereka beranggapan bahwa sektor non pertanian lebih menjanjikan dan menguntungkan di masa depan. = (22.645/903.859 x 100%) = 0,25% = (2.675/876.258 x 100%) = 0,30 % Tahun 2007 : Kontribusi pertanian terhadap PDRB = 0,38 %

II.2 Upaya yang dilakukan guna meningkatkan produkifitas tenaga kerja

2.2.1 Program kerja dinas ketenagakerjaan Kota Bandung : 1. Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja.
Kegiatan Penyusunan data base tenaga kerja daerah. Kegiatan Pengadaan Peralatan Pendidikan dan Keterampilan bagi pencari kerja Kegiatan Peningkatan profesionalisme tenaga kepelatihan dan instruktur BLK

Kegiatan pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi pencari kerja 2. Program Peningkatan Kesempatan Kerja
Kegiatan Penyusunan informasi bursa tenaga kerja Kegiatan penyebarluasan informasi bursa tenaga kerja

Kegiatan Penyiapan tenaga kerja siap pakai


Kegiatan Pengembangan kelembagaan produktivitas dan pelatihan kewirausahaan

Kegiatan Pemberian fasilitasi dan mendorong sistem pendanaan pelatihan berbasis masyarakat 3. Program Perlindungan dan Pengembangan Lembaga Ketenagakerjaan
Kegiatan Fasilitasi Penyelesaian Prosedur Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial
Kegiatan Sosialisasi Berbagai Peraturan Pelaksanaan tentang ketenagakerjaan Kegiatan peningkatan pengawasan, Perlindungan dan penegakkan hukum

terhadap keselamatan dan kesehatan kerja Kegiatan Penyusunan dan Perumusan UMK Bandung 4. Program Transmigrasi Regional Kegiatan Penyuluhan Transmigrasi regional

2.2.2 Khusus dalam sektor pertanian Peningkatan Produktivitas, melalui Penerapan teknologi anjuran, yaitu penggunaan varietas unggul bermutu, pemupukan berimbang, perbaikan teknologi pasca panen (SLPTT Tahun 2010)
1. Perluasan Areal Tanam : Optimalisasi pemanfaatan lahan & intercropping/ tumpang sari pada lahan

perkebunan dan kehutanan; Pengembangan kc.tanah di lahan kering; Peningkatan Indeks Pertanaman (IP) di lahan-lahan sawah setelah pertanaman padi. Pemfasilitasi Pemanfaatan Lahan HGU yg ditelantarkan Investor. 2. Pemerataan Produksi Penerapan Pola Tanam Mengatur pola tanam dan waktu tanam agar suplai bahan baku industri terpenuhi. Pemanfaatan Lahan Kering Dapat ditanami kacang tanah pada akhir Musim Hujan atau awal Musim Kemarau (MK) terutama di daerah sumur bor. 3. Pengananan Pasca panen Penanganan pasca panen khususnya dalam pengolahan dan penyimpanan guna meningkatkan mutu hasil agar sesuai dengan standar industri. 4. Kelembagaan Tani Penguatan kelembagaan (manajemen kelembagaan petani, koperasi/ kios saprotan, permodalan , penyuluhan dan lain-lain) agar dipercaya oleh perbankan dan mitra usaha. Pendampingan dan pengawalan penerapan teknologi budidaya dan pendampingan oleh penyuluh, peneliti, POPT dan petugas pengawas benih.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Bandung Dalam Angka 2007. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung. http://www.bps.go.id/.(diakses pada tanggal 15 Oktober 2010 pukul 20:00) _______. 2006. Bandung Dalam Angka 2005. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung. http://www.bps.go.id/. (diakses pada tanggal 16 Oktober 2010 pukul 15:00) _______. Dinas Perdagangan dan Perindustrian.http://www.disperindag.jabarprov.go.id/. (diakses pada tanggal 16 Oktober 2010 pukul 15:13) _______ . 2008. Tekanan Terhadap Cekungan Bandung. http://www.berpolitik.com/ static/myposting/2008/02/myposting 10525.html. (diakses pada tanggal 16 Oktober 2010 pukul 15:25) _______ . Kota Bandung. http://jabar.bps.go.id/Kota-Bandung/. ( diakses pada tanggal 16 Oktober 2010 pukul 15:47) Dewi, Hibarni Andam. Dinas Kota Bandung. http://www.bandung.go.id/. (diakses pada tanggal 16 Okteber 2010 pukul 16:00)

Anda mungkin juga menyukai