Anda di halaman 1dari 39

Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea.

G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 1


MAKALAH
CEKAMAN KARENA GENANGAN AIR
(Water Logging Stress)
L.M. JALIL SILEA G3IP 013 006
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALUOLEO
2014
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 2
I. Pendahuluan
Pada prinsipnya, setiap tumbuhan memiliki kisaran tertentu terhadap factor
lingkungannya. Prinsip tersebut dinyatakan sebagai Hukum Toleransi Shelford, yang berbunyi
Setiap organism mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang merupakan batas
bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organism itu terhadap kondisi factor
lingkungannya (Dharmawan, 2005).
Setiap makhluk hidup memiliki range of optimum atau kisaran optimum terhadap factor
lingkungan untuk pertumbuhannya. Kondisi di atas ataupun di bawah batas kisaran toleransi
itu, makhluk hidup akan mengalami stress fisiologis. Pada kondisi stress fisiologis ini,
pertumbuhan dan produksi tanaman akan terganggu. Apabila kondisi stress ini terus
berlangsung dalam waktu yang lama dan telah mencapai batas toleransi kelulushidupan, maka
organism tersebut akan mati (Gambar 1).
Gambar 1. Diagram kisaran toleransi organism terhadap kondisi factor lingkungannya
Stres (cekaman) biasanya didefinisikan sebagai faktor luar yang tidak menguntungkan
yang berpengaruh buruk terhadap tanaman (Fallah, 2006). Campbell (2003), mendefinisikan
cekaman sebagai kondisi lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan,
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 3
reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan. Sedangkan Strein/ regangan adalah perubahan
dimensi suatu objek akibat gaya yang berkerja atau segala perubahan fisik atau kimiawi yang
ditimbulkan olah suatu cekaman (Bahrun A., 2014). Segala perubahan kondisi lingkungan yang
mengakibatkan tanggapan tumbuhan menjadi lebih rendah dari tanggapan optimum dapat
dikatakan cekaman. ( Bahrun A. 2014.).
Menurut Hidayat (2002), pada umumnya cekaman lingkungan pada tumbuhan
dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) cekaman biotik, terdiri dari: (a) kompetisi intra spesies
dan antar spesies, (b) infeksi oleh hama dan penyakit, dan (2) cekaman abiotik berupa: (a) suhu
(tinggi dan rendah), (b) air (kelebihan dan kekurangan), (c) radiasi (ultraviolet, infra merah, dan
radiasi mengionisasi), (d) kimiawi (garam, gas, dan pestisida), (e) angin, dan (f) suara. Menurut
Sipayung (2006), kerusakan yang timbul akibat stres dapat dikelompokkan dalam 3 jenis
kerusakan sebagai berikut.
a. Kerusakan stres langsung primer
b. Kerusakan stres tak langsung primer
c. Kerusakan stres sekunder (dapat terjadi juga stres tersier)
Cekaman abiotik berupa kelebihan air pada tanaman merupakan kondisi dimana
tanaman mengalami stress karena proses fisiologi menjadi terganggu yang umumnya tanaman
mengalami kesulitan didalam sistemmetabolism dan transpirasi.
Air sangat diperlukan oleh tanaman karena merupakan komponen utama dalam sel-sel
penyusun jaringan tanaman. Kehidupan setiap sel tergantung pada cairan di sekelilingnya yaitu
cairan ekstra sel (CES), dimana air adalah komponen utama pengisi sel. Dalam larutan sel
terdapat ion-ion dan molekul-molekul yang diperlukan dalam melaksanakan fungsinya dalam
proses difusi, osmosis, transport aktif dan dalam reaksi biokimia seperti fotosintesis, transpirasi
dan lain-lain.
Di dalam tanah keberadaan air sangat diperlukan oleh tanaman yang harus tersedia
untuk mencukupi kebutuhan untuk evapotranspirasi dan sebagai pelarut, bersama-sama
dengan hara terlarut membentuk larutan tanah yang akan diserap oleh akar tanaman. Dalam
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 4
Buckman and Brady (1982) disebutkan bahwa keberadaan air berdasarkan klasifikasi biologi air
di dalam tanah ada tiga bentuk yaitu: air kelebihan, air tersedia, dan air tidak tersedia.
Pada umumnya kelebihan air yang terikat pada kapasitas lapangan tidak
menguntungkan tanaman tingkat tinggi. Bila terlalu banyak air, keadaannya merugikan
pertumbuhan dan menjadi lebih buruk ketika mencapai titik jenuh. Pengaruh buruk yang lain
dari kelebihan air adalah terlindinya unsur hara bersama gerakan air tersebut ke bawah. Pada
tanah yang bertekstur halus, hal ini mungkin hanya perpindahan unsur hara ke lapisan yang
lebih bawah dan tidak terlalu dalam sehingga masih dapat diserap oleh akar tanaman.
Air merupakan pembatas pertumbuhan tanaman karena jika jumlahnya terlalu banyak
menimbulkan genangan dan menyebabkan cekaman aerasi sedangkan jika jumlahnya sedikit
sering menimbulkan cekaman kekeringan.
II. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk membahas pengaruh kelebihan air (water logging) sebagai
suatu bentuk cekaman abiotik terhadap pertumbuhan tanaman.
III. Permasalahan
Beberapa permasalahan yang dapat dikemukakan dalam tulisan ini adalah:
1. Bagaimana peranan air bagi tanaman
2. Kapan terjadinya kelebihan air
3. Apa akibat kelebihan air pada tanaman
4. Bagaimana pengaruh anoksia pada akar tanaman
5. Bagaimana respon metabolisme, morfologi, anatomi dan adaptasi terhadap hipoksia
dan anoksia
6. Bagaimana strategi tanaman untuk bertoleransi terhadap genangan
7. Bagaimana respon fisiologi tanaman terhadap genangan
8. Bagaimana perubahan lingkungan akar selama penggenangan
9. Bagaimana mekanisme morfologis dan fisiologis tanaman padi dalam kondisi
terendam
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 5
IV. Pembahasan
4.1 Peranan Air bagi Tanaman
Peran air bagi tanaman adalah sebagai penyusun tubuh tanaman (70%-90%), sebagai
pelarut, difusi, osmosis dan medium reaksi biokimia, medium transport senyawa, memberikan
tekanan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan sel dan pembesaran sel), bahan baku
fotosintesis dan menjaga suhu tanaman supaya konstan.
Dari hasil analisa terhadap tanaman diketahui sebagian besar penyusun tubuh tanaman
adalah air. Tanaman dapat memperoleh air dari beberapa sumber, tetapi yang paling besar
adalah berasal dari dalam tanah. Akar tanaman merupakan organ yang paling penting dalam
mengambil air bagi keseluruhan tanaman (Heddy, 1990).
Gambar di bawah ini menunjukkan proses pergerakan air dari tanah menuju akar dan ke
seluruh jaringan tanaman.
Gambar 2. Aliran Air dari Akar ke Tajuk
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 6
Fitter dan Hay (1991) menyebutkan bahwa air adalah pelarut yang sangat baik untuk
tiga kelompok bahan (solute) biologis yang penting yaitu: bahan pelarut organik, ion-ion
bermuatan (K
+
, Ca
2+
, NO
3
-
) dan molekul kecil. Bahan organik dan air dapat membentuk ikatan
ion hydrogen termasuk asam amino, karbohidrat serta protein yang berat molekulnya rendah,
mengandung hidroksil, amine, atau gugus fungsional asam karboksilat. Air juga membentuk
disperse koloidal dengan karbohidrat dan protein dengan berat molekul tinggi.
Molekul air dengan sebagian muatannya yang berorientasi terhadap sekitar ionnya
sendiri untuk membesarkan, tetapi dengan mudah dapat larut sebagai ion hidratasi. Molekul air
menjadi terikat sebagai ikatan bermuatan pada permukaan dinding sel tanaman, membran sel
dan partikel tanah memberikan lapisan yang terikat kuat dengan air, suatu molekul yang tebal.
Molekul kecil seperti gas di atmosfer (O
2
, N
2
) dapat pindah mengisi lubang pada struktur
yang agak terbuka dari air sebagai cairan. Jadi selain sebagai pelarut yang ideal untuk banyak
reaksi biokimia, air juga sebagai suatu medium yang cocok untuk transport molekul-molekul
organik, ion organik dan gas dari atmosfer. Akan tetapi, jika didalam tanah jenuh akan air maka
sebahagian kelompok tanaman menjadikan air sebagai suatu cekaman karena proses-proses
fisiologi menjadi terganggu. Jika kondisi cekaman berlangsung dalam periode yang cukup
panjang hingga melewati batas toleransi, maka tanaman akan terhenti proses fisiologisnya dan
mengarah pada proses kematian. Kendati demikian, ada juga kelompok tanaman yang toleran
terhadap kondisi air jenuh pada tingkat tertentu, misalnya tanaman padi sawah (Oryza sativa)
dan tanaman hidrofit lainnya.
4.2 Kapan Terjadinya Kelebihan Air
Bentuk air dalam tanah yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman dapat dibedakan
berdasarkan retensinya yaitu:
1. Air kapiler, terletak antara titik layu permanen (batas bawah) dan kapasiatas lapangan
(batas atas).
2. Air tidak tersedia, air higroskopis (kurang dari titik layu permanen)
3. Air gravitasi (di atas kapasitas lapangan).
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 7
Air hujan dan air irigasi masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi, mengisi pori
makro tanah, selanjutnya tertahan sebagai lengas. Air tanah memiliki energi kinetik dan
potensial. Energi kinetik sangat rendah, bergerak sangat lambat sedangkan energi potensial
tinggi dan pergerakannya lebih cepat.
Status air tanah digambarkan oleh kandungan lengas dan status tanah tergantung pada
tekstur dan struktur tanah. Tanah lempung menyimpan air lebih banyak dari pada tanah pasir,
dan kekeringan di tanah lempung terjadi lebih lambat.
Kelebihan air terjadi ketika pada permukaan tanah menjadi jenuh, pori-pori tanah
penuh dengan air. Kelebihan air tidak dapat dialirkan pada saluran. Kelebihan air dapat terjadi
pada:
1. Periode hujan lebat
2. Pengelolaan irigasi yang buruk
3. Meningkatnya permukaan air bawah tanah
Pengairan yang berlebihan di daerah irigasi dan musim penghujan yang berkepanjangan
menyebabkan terjadinya kelebihan air dalam tanah. Tanaman di daerah yang mendapat irigasi
akan menggunakan air hanya secukupnya saja sebanyak yang dibutuhkannya. Kelebihan air
yang tidak digunakan akan terjadi dan mengisi kembali sistem permukaan air bawah tanah dan
menyebabkan meningkatnya tampungan air di bawah tanah (Anonimus, 2008).
Berikut adalah gambar daerah serapan air yang berasal dari hujan dan air yang tersedia
untuk tanaman.
Gambar 3. Daerah Serapan Akar
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 8
4.3 Akibat Kelebihan Air pada Tanah dan Tanaman
Keberadaan air di alam dapat menjadi pembatas pertumbuhan tanaman (limiting
factors), apabila jumlahnya terlalu banyak (menimbulkan genangan) sering menimbulkan
cekaman aerasi dan jika jumlahnya terlalu sedikit, sering menimbulkan cekaman kekeringan (FP
UGM, 2008).
Anonimus (2008) dinyatakan bahwa efek dari kelebihan air akan jelas terlihat pada
daerah yang mendapat irigasi, kemudian diberbagai tempat yang dekat dengan daerah
tampungan air bawah tanah. Akibat kelebihan air bagi tanaman:
a. Kelebihan air menyebabkan pori-pori tanah tidak ada oksigen, sementara tanaman
memerlukan oksigen untuk pernapasan dan pertumbuhannya.
b. Tanaman akan terlihat menguning, pertumbuhan terhambat dan kurus.
c. Tanaman akan mati
d. Beberapa spesies tanaman menjadi lebih toleran terhadap kondisi jenuh air dan akan
mengambil alih vegetasi daerah tersebut
e. Menurunkan potensi hasil antara 30-80% pada beberapa hasil pertanian di daerah
padang rumput yang curah hujannya 400 ml (McFarlance and Williamson, 2001).
Akibat genangan air yang berlebihan mengakibatkan kandungan lengas tanah di atas
kapasitas lapangan. Selain itu juga menimbulkan dampak yang buruk terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman dengan menurunnya pertukaran gas antara tanah dan udara yang
mengakibatkan menurunnya ketersediaan O
2
bagi akar, menghambat pasokan O
2
bagi akar dan
mikroorganisme (mendorong udara keluar dari pori tanah dan menghambat laju difusi).
Pada kondisi genangan < 10% volume pori berisi udara, sebagian besar tanaman
pertumbuhan akarnya terhambat bila < 10% volume pori yang berisi udara dan laju difusi O
2
kurang dari 0,2 g.cm
-2
menit
-1
. Keadaan lingkungan kekurangan O
2
disebut hipoksia, dan
keadaan lingkungan tanpa O
2
disebut anoksia (mengalami cekaman aerasi). Kondisi anoksia
tercapai pada jangka waktu 6-8 jam setelah genangan, karena O
2
tedesak oleh air dan sisa O
2
dimanfaatkan oleh mikroorganisme. Pada kondisi tergenang, kandungan O
2
yang tersisa di
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 9
tanah lebih cepat habis bila ada tanaman. Laju difusi O
2
di tanah basah 10.000 kali lebih lambat
dibandingkan di udara. Tekstur tanah juga mempengaruhi laju penurunan Oksigen.
Pada tanah berpasir, kehabisan O
2
terjadi pada 3 hari setelah tergenang sedangkan pada
tanah lempung terjadi <1 hari, porositas lempung lebih rendah dari pada tanah berpasir.
Penurunan O
2
dipercepat oleh keberadaan tanaman di lahan, akar tanaman menyerap oksigen
untuk kebutuhan respirasi. Genangan selain menimbulkan penurunan difusi O
2
masuk ke pori
juga akan menghambat difusi gas lainnya, misalnya keluarnya CO
2
dari pori tanah. CO
2
terakumulasi di pori tanah. Pada tanah yang baru saja tergenang, 50% gas terlarut adalah CO
2
dan sebahagian tanaman tidak mampu menahan keadaan tersebut. Dampak kelebihan
konsentrasi CO
2
mempunyai pengaruh lebih kecil dibandingkan dengan defisiensi O
2
.
Genanggan mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Struktur tanah rusak, daya rekat
agregat lemah, penurunan potensial redoks, peningkatan pH tanah masam, penurunan pH
tanah basah, perubahan daya hantar dan kekuatan ion, dan perubahan keseimbangan hara
(balancing nutrient).
Tanaman yang tergenang menunjukkan gejala klorosis khas kahat Nitrogen. Kekahatan
N terjadi karena penurunan ketersediaan N maupun penurunan penyerapannya. Pada kondisi
tergenang ketersediaan N dalam bentuk nitrat sangat rendah karena proses denitrifikasi, nitrat
diubah menjadi N
2
, NO, N
2
O, atau NO
2
yang menguap ke udara. Pada proses denitrifikasi, nitrat
digunakan oleh bakteri aerob sebagai penerima electron dalam proses respirasi. Genangan
berdampak negatif terhadap ketersediaan N, tetapi ada pula keuntungan dari timbulnya
genangan yaitu peningkatan ketersediaan P, K, Ca, Si, Fe, S, Mo, Ni, Zn, Pb, Co.
Gambar 4. Kerusakan Tanaman Akibat Water Logging
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 10
Genangan berpengaruh terhadap proses fisiologis dan biokimia antara lain respirasi,
permeabilitas akar, penyerapan air dan hara, penyematan N. Selain itu menyebabkan kematian
akar di kedalaman tertentu dan hal ini akan memacu pembentukan akar adventif pada bagian
di dekat permukaan tanah pada tanaman tahan genangan.
Pada tanaman legume, genangan tidak hanya menghambat pertumbuhan akar maupun
tajuk, juga menghambat perkembangan dan fungsi bintil akar. Fungsi bintil akar terganggu
karena terhambatnya aktifitas enzim nitrogenase dan pigmen leghaemoglobin, kemampuan
fiksasi N
2
akan menurun. Tanaman kedelai termasuk tanaman yanag tahan genangan, mampu
membentuk akar adventif dan bintil akar pada akar tersebut, efek genangan akan hilang begitu
akar adventif terbentuk.
Pengaruh genangan pada tajuk tanaman: penurunan pertumbuhan, klorosis, pemacuan
penuaan, epinasti, pengguguran daun, pembentukan lentisel, penurunan akumulasi bahan
kering, pembentukan aerenchyma di batang. Besarnya kerusakan tanaman sebagai dampak
genangan tergantung pada fase pertumbuhan tanaman. Fase yang peka genangan: fase
perkecambahan, pembungaan, dan fase pengisian. Genangan pada fase perkecambahan
menurunkan jumlah biji yang berkecambah (perkecambahan sangat memerlukan O
2
).
Genangan yang terjadi pada fase pembungaan dan pengisian menyebabkan banyak bunga dan
buah muda gugur.
4.4 Pengaruh Anoksia pada Akar Tanaman
Tumbuhan yang disiram terlalu banyak air dapat mengalami kekurangan oksigen karena
tanah kehabisan ruangan udara yang menyediakan oksigen untuk respirasi seluler akar
(Campbell, 2003). Beberapa tumbuhan secara struktural dapat diadaptasikan ke habitat yang
sangat basah. Sebagai contoh, akar pohon bakau yang terendam air, yang hidup di rawa pesisir
pantai, adalah sinambungan dengan akar udara yang menyediakan akses ke oksigen (Campbell,
2003).
Apabila tanah tempat tumbuh tanaman tergenang, rantai sitokrom di dalam sel akar
akan berhenti berfungsi karena ketiadaan molekul oksigen. Hal ini menyebabkan terjadinya
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 11
akumulasi NADH
2
dan tertekannya siklus Krebs. Hasil pembentukan asetaldehid merupakan
hasil akhir glikolisis secara anaerobic, merangsang sintesa enzim alcohol dehidrogenase (ADH)
yang mengkatalisir transformasi asetaldehid ke etanol. Karena transformasi ini menghasilkan
NADH
2
yang dihasilkan oleh fermentasi, maka reaksi yang terlibat dalam fermentasi dapat terus
menghasilkan ATP dan piruvat pada kondisi anaerobic.
Akan tetapi ketergantungan pada alur tersebut untuk mensuplai energi mempunyai
dua efek balik yang serius. Pertama, produk akhir fermentasi anaerobic (asetaldehid, etanol dan
asam laktat) yang terakhir terutama dalam biji adalah fitotoksik. Akumulasinya yang cepat di
dalam sel tanaman mengakibatkan kekacauan pada organisasi sel dan akhirnya sel akan mati
terutama karena kelarutan lipida yang tinggi etanol dapat merusak sel dari membran organel.
Kedua, hasil energi yang berguna pada dua mol ATP setiap mol glukosa lebih rendah daripada
yang dicapai pada respirasi aerobic (38 mol setiap mol glukosa). Akibatnya, laju glikolisis harus
ditingkatkan lagi jika sel ingin mempertahankan suplai energi mendekati level aerobic. Efek
pasteur ini menyebabkan pemakaian karbohidrat yang tersedia sampai habis secara cepat dan
akhirnya akan terjadi kematian akar dan pucuk jika anoksia berlangsung lama.
Kondisi aerobic tanah menyebabkan perubahan-perubahan dalam keseimbangan
substansi pertumbuhan yang dikirim dari akar ke pucuk, kemungkinan sebagai respon terhadap
etilen eksogenous dalam tanah. Gejala penggenangan di atas tanah tertentu seperti
terhambatnya perpanjangan batang pada spesies yang sensitif. Tanah-tanah basah merupakan
lingkungan yang sangat tidak disukai oleh tanaman tingkat tinggi. Akar-akarnya tidak hanya
dihadapkan pada ketersediaan oksigen yang sangat rendah dan tingkat CO
2
yang tinggi, akan
tetapi juga terhadap racun anorganik, racun yang berkisaran luas dan tingkat salinitas yang
bervariasi di daerah pantai.
4.5 Respon Metabolisme, Morfologi, Anatomi dan Adaptasi terhadap Hipoksia dan Anoksia
Akibat langsung dari genangan air adalah periode hipoksia, diikuti oleh penurunan tajam
dari O2 yang menyebabkan kondisi anoksia (Blom dan Voesenek 1996). Kekurangan oksigen
seluler disebut "hipoksia" ketika kadar oksigen membatasi respirasi mitokondria dan anoksia
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 12
saat respirasi benar-benar terhambat. Ketika respirasi menurun, aliran elektron melalui jalur
respirasi berkurang, sehingga mengurangi produksi ATP. Akibatnya, bahan kimia pengoksidasi
(yaitu nicotinamide adenin dinukleotida, NAD) harus dihasilkan melalui jalur alternatif yang
tidak menggunakan O2 sebagai akseptor elektron terminal (Roberts et al 1984; Drew et al 1994;
Drew 1997; Summers et al 2000) . Ketika fosforilasi oksidatif adenosine difosfat (ADP) terbatas,
maka tanaman mengubah metabolismenya dari respirasi aerobik menjadi fermentasi anaerob
(Gambar 5) (Peng et al 2001; Fukao dan Bailey-Serres 2004).
Jalur fermentasi anaerob berfungsi sebagai rute metabolisme aman dan mencakup dua
tahap: karboksilasi piruvat menjadi asetaldehida (dikatalisis oleh piruvat dekarboksilase, PDC)
dan berikutnya reduksi asetaldehida menjadi etanol dengan diiringi oksidasi NAD (P) H menjadi
NAD (P), dikatalisis oleh alkohol dehidrogenase (ADH) (Vartapetian dan Jackson 1997, Kingston-
Smith dan Theodorou 2000;. Nakazono et al 2000). Jalur metabolisme fermentasi hanya
memungkinkan sintesis 2 mol ATP dibandingkan 36 ATP per mol glukosa yang dihasilkan pada
respirasi aerobik. Untuk mengimbangi defisit energi, glikolisis dipercepat, menyebabkan
menipisnya cadangan karbohidrat ("Pasteur efek"). Tidak mengherankan, enzim yang berperan
dalam jalur fermentasi (lihat PDC dan ADH di atas) termasuk kelompok dari sekitar 20 ANPS,
diinduksi secara selektif selama stres hipoksia, sedangkan keseluruhan sintesis protein
berkurang (Sachs et al.1980;. Chang et al 2000). ANPS yang diinduksi dalam kondisi hipoksia
adalah enzim glikolisis, fermentasi etanol, proses yang terkait dengan metabolisme karbohidrat,
tetapi juga yang lainnya yang terlibat dalam pembentukan aerenchyma (xyloglucans
endotransglycosylase) dan pengendali pH sitoplasma (Vartapetian 2006).
Spesies yang toleran terhadap genangan air umumnya dianggap yang mampu
mempertahankan status energinya melalui fermentasi. Selain kemampuannya untuk menjaga
tingkat energi yang tepat, pemeliharaan pH sitosol sangat penting. Ketika hipoksia atau anoksia
terjadi, pH sitoplasma menunjukkan penurunan awal yang dikaitkan dengan produksi awal
asam laktat melalui fermentasi. Menurut "teori pH-stat Davies-Roberts", penurunan pH
memungkinkan pengalihan dari laktat ke fermentasi etanol dengan menghambat laktat
dehidrogenase (LDH) dan aktivasi ADH (Chang et al. 2000). Karena asidosis dapat menginduksi
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 13
nekrosis sel, pengalihan yang terjadi dapat mempertahankan pH di sekitar 6,8, sehingga
memungkinkan kelangsungan hidup sel. Meskipun hipotesis ini telah diverifikasi pada beberapa
kasus, ada banyak laporan yang mempertanyakan model ini (Tadege et al. 1998; Kato-Noguchi
2000b). Memang, jelaslah sekarang bahwa korelasi antara laktat dengan asidifikasi sitoplasma
tidak ubiquitus pada semua jaringan tanaman yang dipelajari (Felle 2005).
Karena O2 kurang dalam kondisi hipoksia, maka ia harus diganti dengan akseptor
elektron alternatif. Bahkan, nitrat telah lama dianggap sebagai akseptor elektron terminal bagi
mitokondria tanaman di bawah kondisi hipoksia atau anoxia (Vartapetian dan Polyakova 1998;
Vartapetian et al 2003). Baru-baru ini reduksi nitrat telah diteliti sebagai jalur respirasi alternatif
dan ini menjadi sangat penting untuk pemeliharaan redoks dan homeostasis energi sel dalam
kondisi oksigen yang terbatas (Igamberdiev dan Hill 2004). Urutan reaksinya, yang disebut
sebagai siklus Hb/NO di mana NO (nitrat oksida) dioksidasi menjadi nitrat, melibatkan
hemoglobin non-simbiosis kelas 1 yang diinduksi dalam kondisi hipoksia (Gambar6) (Dordas et
al.2003 , 2004, Perazzolli et al. 2004; Parent et al. 2008a). Postulat Siklus Hb/NO baru-baru ini
didemostrasikan pada akar hipoksia dan selain penting bagi respons tanaman terhadap
genangan, ia juga memainkan peran di awal perkecambahan benih.
Terbentuknya lentisel hipertrofi merupakan perubahan anatomi umum yang diamati
pada pelbagai spesies tanaman berkayu selama tergenang (Gambar 7) (Yamamoto et al.1995,
Kozlowski 1997). Pertumbuhan hipertrofi terlihat sebagai pembengkakan jaringan di dasar
batang dan diyakini merupakan hasil dari pembelahan dan pembesaran sel radial. Fenomena ini
telah lama dikaitkan dengan keberadaan auksin (IAA) dan produksi etilen (Blake dan Reid 1981;
Kozlowski 1997). Perkembangan lentisel hipertrofi ini diyakini untuk memfasilitasi difusi O
2
ke
arah bawah dan menjadi ventilasi potensial bagi senyawa yang diproduksi di akar sebagai
produk samping dari metabolisme anaerobik (etanol, CH
4
, CO
2
). Meskipun masih belum ada
konsensus yang jelas mengenai peran fisiologis yang sebenarnya, jumlah lentisel ini telah
dikaitkan dengan meningkatnya toleransi terhadap genangan pada spesies Quercus (Colin-
Belgrand et al. 1991; Parelle et al.2006b). Selain itu, lentisel hipertrofi cenderung lebih
berkembang di bawah permukaan air (Tang dan Kozlowski 1982; Parelle et al. 2006a) yang tidak
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 14
mendukung perannya sebagai fasilitator penting bagi masuknya dan pengiriman O2 kepada
sistem perakaran, sebagaimana yang diasumsikan. Dengan demikian lebih mungkin bahwa
lentisel sebenarnya membantu mempertahankan homeostasis air saat tergenang, dengan cara
menggantikan sebagian sistem akar yang membusuk dan memberikan sarana pengambilan air
bagi tunas. Untuk mendukung peran tersebut, lentisel permeabel terhadap air (Groh et al.
2002), adanya kecenderungan konduktansi stomata untuk kembali menuju tingkat yang
terkontrol setelah penurunan sementara secara umum telah dikaitkan dengan perkembangan
lentisel hipertrofi ini (Pezeshki 1996, Gravatt dan Kirby 1998; Folzer et al. 2006), dan kehadiran
mereka dikaitkan dengan pemeliharaan status air tanaman selama stres genangan pada spesies
Quercus (Parent et al. 2008a). Dengan demikian, meskipun fungsi mereka masih belum begitu
jelas, tampaknya lentisel mungkin memainkan peran penting dalam adaptasi terhadap kondisi
genangan pada beberapa spesies dengan cara membantu mempertahankan homeostasis air
tanaman.
Adaptasi morfologi penting lainnya terhadap genangan adalah perkembangan akar
adventif (Gambar 5), yang berfungsi menggantikan akar utama (Bacanamwo dan Purcell 1999;
Gibberd et al. 2001, Malik et al. 2001). Pembentukan akar khusus ini terjadi ketika sistem
perakaran asli tidak mampu memasok air dan mineral yang dibutuhkan tanaman (Mergemann
dan Sauter 2000). Selain itu, membusuknya sistem akar utama dapat dianggap sebagai
pengorbanan untuk memungkinkan penggunaan energi yang lebih efisien bagi pengembangan
sistem akar yang lebih sesuai (Dat et al. 2006).
Akar adventif biasanya terbentuk di dekat pangkal batang atau di wilayah di mana
lentisel berlimpah, dan pertumbuhan mereka adalah lateral, sejajar dengan permukaan
air/tanah. Kehadiran akar adventif di perbatasan antara permukaan tanah jenuh air dengan
atmosfir mencerminkan pentingnya akar ini dalam menggantikan sistem akar yang normal baik
di dalam air maupun jauh di permukaan air tanah. Selain itu, kemampuan untuk memproduksi
akar adventif umumnya terkait dengan meningkatknya toleransi terhadap genangan dan
perkembangan akar adventif ini telah banyak dikaitkan dengan produksi etilen (Voesenek et al
1993; Mergemann dan Sauter 2000;. Steffens et al 2006). Baru-baru ini, molekul lainnya telah
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 15
diidentifikasi sebagai pemain kunci dalam inisiasi akar adventif ini (Pagnussat et al, 2002; 2003;
2004). Sesungguhnya, data terakhir menunjukkan bahwa produksi NO bekerja searah dengan
IAA dalam pengendalian pembentukan akar adventif. Namun, pemahaman tentang peran NO
dalam pembentukan akar adventif masih dini dan temuan mengenai peran penting NO
terhadap toleransi stres genangan ada di masa depan.
Terakhir, salah satu respons yang paling penting terhadap genangan air adalah
terbentuknya ruang kosong (aerenkhima) pada korteks akar (Gambar 5). Terbentuknya
aerenkhima ini mungkin merupakan respons terhadap genangan baik pada spesies yang toleran
maupun yang tidak toleran (Vartapetian dan Jackson 1997, Schussler dan Longstreth 2000,
Chen et al 2002;. Evans 2004). Akan tetapi, pembentukan aerenchyma merupakan respons
adaptif pada spesies toleran genangan saja, khususnya pada spesies berkayu lahan basah
(Kludze et al 1994; Pezeshki 1996). Peningkatan porositas dapat meningkatkan ventilasi pada
bagian atas tanaman dan pengudaraan senyawa beracun yang diproduksi di akar (misalnya,
etanol, metana) (Visser et al 1997;Visser dan Pierik 2007) dan/atau meningkatkan difusi
longitudinal gas pada akar sehingga meningkatkan aerasi (Laan et al 1991; Evans 2004).
Ternyata, proporsi aerenkhima umumnya dianggap sebagai faktor pembeda utama antara
tumbuhan lahan basah dan tumbuhan bukan lahan basah (Vasellati et al. 2001).
Terbentuknya jaringan aerenkhima atau ruang kosong ini tidak hanya pada akar saja.
Jaringan ini juga terlihat pada seludang daun ketika terendam air dan membentuk sistem
interkoneksi ventilasi tunas-akar (Jackson dan Armstrong, 1999; Fabbri et al 2005). Aerenkhima
meningkatkan porositas jaringan yang dapat terbentuk dengan sendirinya sebagai akibat dari
perubahan yang terkait dengan tekanan osmotik dari bentuk sel (Gambar 5) (Justin dan
Armstrong 1987; Folzer et al. 2006). Perubahan bentuk sel dan bongkahannya pada korteks
akar sangat mungkin terkait dengan meningkatnya aktivitas enzim pelunak dinding sel dan
dengan deposit suberin pada eksodermis (Colmer 2003a, De Simone et al 2003; Armstrong dan
Armstrong 2005; Enstone dan Peterson 2005) .
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 16
Gambar 5. Adaptasi anatomi dan morfologi yang terjadi selama tanaman tergenang air
Terbentuknya eksodermis yang bersuberin berkorelasi dengan terbentuknya
aerenkhima pada jagung (Enstone dan Peterson 2005) dan berhubungan dengan berkurangnya
kehilangan O
2
akar (Visser et al., 2000; Armstrong dan Armstrong 2005). Adanya penghalang di
permukaan korteks itu bisa jadi tidak hanya mengurangi kehilangan O2 ke rhizosfer, tetapi juga
dapat melindungi tanaman dari fitotoksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme di sekitar akar
(Soukup et al, 2002; Armstrong dan Armstrong 2005; Soukup et al. 2007).
Proses perkembangan aerenkhima telah lama diteliti dan sekarang telah jelas bahwa
setidaknya ada dua jenis proses yang terlibat. Yang pertama adalah perkembangan konstitutif,
yang terjadi baik pada tumbuhan yang tergenang air maupun tidak. Proses ini terbentuk oleh
sel yang memisah selama perkembangan jaringan. Tipe kematian sel yang berlangsung melalui
sel yang memisahkan diri ini disebut schizogeny (dibentuk oleh pemisahan sel) dan
perkembangannya diatur dan tidak terkait dengan rangsangan dari luar. Ini adalah hasil dari
pola khusus jaringan yang sangat teratur dari pemisahan sel. Jenis lain dari proses kematian sel
disebut lysogeny (dibentuk oleh kerusakan parsial dari korteks), yang menyerupai kematian sel
yang terprogram, biasanya terlihat pada saat respons hipersensitif dari interaksi patogen-
tumbuhan (Mittler et al, 1997) dan lebih baru lagi diidentifikasi pada saat cekaman abiotik
lainnya (Pellinen et al.1999; Dat et al 2001; Dat et al 2003; Van Breusegem dan Dat 2006).
Proses kematian sel aktif yang berlangsung selama pembentukan aerenkhima dikendalikan
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 17
secara genetik dan menunjukkan banyak kesamaannya dengan apoptosis, meskipun ada banyak
bukti bahwa hal itu umumnya kurang memiliki beberapa fitur dari kematian sel apoptosis
(Buckner et al. 2000). Sebagai contoh, pada tumbuhan Sagittaria lancifolia, perubahan inti
(penggumpalan kromatin, fragmentasi, gangguan membran inti), adalah peristiwa yang paling
awal terjadi, setelah tergenang air. Perubahan inti ini diikuti oleh membran plasma menjadi
keriting, disintegrasi tonoplas, pembengkakan dan gangguan organela, hilangnya isi sitoplasma
dan hancurnya sel (Schussler dan Longstreth 2000). Urutan kejadian ini tampaknya umum
terjadi pada sebagian besar spesies yang dipelajari, meskipun waktu gangguan tonoplas
bervariasi (Schussler dan Longstreth 2000).
4.6 Strategi Tanaman untuk Bertoleransi terhadap Genangan
Pada tanah yang mengalami penggenangan secara musiman atau permanen, jika ruang
pori tanah seluruhnya terisi oleh air maka oksigen yang terdapat di dalam kantung udara cepat
dipergunakan sampai habis oleh tanah dan respirasi akar, dan suplai oksigen selanjutnya dari
atmosfer bebas secara efektif dipotong oleh laju difusi oksigen yang sangat rendah melalui air
(10
-4
kali lajunya di udara). Tanah yang tergenang air secara cepat akan menjadi anaerob dan
laju respirasi aerobic akan turun ke tingkat yang sangat rendah.
Pada beberapa ciri fisik dan kimia tanah tergenang dapat membatasi pertumbuhan
tanaman, kekurangan oksigen adalah masalah utama meskipun bukan yang terpenting, hal ini
disebabkan karena beberapa spesies di tanah basah mampu menghindari anoksia (kekurangan
oksigen) pada sel-sel akarnya dengan mentransport oksigen dari pucuk ke akar seperti Oryza
sativa (padi), Nysa sylvatica, Spartina alterniflora.
Mekanisme masuknya oksigen ke dalam akar melalui proses difusi yang dimungkinkan
dengan adanya ruang udara yang berhubungan dalam korteks (aerenchyma) sebagai bentuk
anatomis permanen akar atau pembentukan akar-akar baru akibat penggenangan (contoh:
tanaman jagung). Pada tanaman Pinus contorta, tumbuh akar-akar gantung (aerial) sehingga
lentisel dapat dengan leluasa menyerap oksigen dari udara. Pergerakan O
2
masuk ke dalam
stomata, lentisel batang dan aerenchyma akar memungkinkan terjadinya proses oksidasi pada
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 18
rizosfer di sekitar daerah perakaran. Perkembangan aerenchyma dapat memperbaiki aerasi
akar dengan mengurangi jaringan respirasi di akar tanaman.
Untuk tanaman padi dan yang akar-akarnya terendam dalam media anoksia, laju
maksimum seluruh respirasi akar dapat dipertahankan pada tekanan O
2
dalam ruang udara
(korteks) hingga 0,02 0,04 bar (2 4 % O
2
). Hasil penelitian menjelaskan bahwa akibat
tekanan oksigen aaerenchyma sebesar itu (lebih tinggi) secara umum terjadi dalam akar-akar
tanaman pada tanah basah, maka respirasi akar secara normal tidak bisa dibatasi oleh kondisi
tanah anerobik. Beberapa spesies yang tahan genangan mampu terus berespirasi dengan
pemindahan electron dari rantai respirasi ke akseptor electron lain seperti Nitrat. Secara
keseluruhan, adaptasi metabolisme yang luas terhadap fermentasi pada spesies di daerah
basah membuktikan ketidakmampuan akar dalam mempertahankan respirasi aerobic bila tanah
tergenang.
Tingkat toleransi pada kultivar jagung terhadap penggenangan berkaitan dengan sifat
isoenzim ADH yang ada di akar. Ada satu spesies jagung yang sensitif terhadap penggenangan
memperlihatkan puncak aktivitas ADH pada tingkat oksigen sedang (8 13%). Pada tingkat yang
lebih rendah, pada 20% dan dalam kondisi anoksik terdapat petunjuk bahwa tingkat ADH dapat
memberi respon terhadap factor-faktor lain termasuk kerapatan akar. Akar-akar padi yang
dipotong dapat memperlihatkan bertambahnya level ADH sebagai respon terhadap anoksia
tanpa adanya efek pasteur. Penemuan ini disamping hasil lain dari padi, barley dan jagung
mendorong peneliti untuk mengemukakan bahwa level piruvat dekarboksilase dapat
memberikan indikasi yang lebih baik atas toleransi genangan dari pada ADH.
4.7 Respon Fisiologi Tanaman terhadap Genangan
Pada kondisi alami, tanaman sering tergenang air, baik sementara maupun permanen.
Genangan air secara drastis mempengaruhi fisiko-kimia tanah, terutama potensial redoks, pH
dan O2 tanah. Dengan demikian, kondisi hipoksia atau anoksia sering dialami oleh sistem
perakaran tanaman. Kondisi O2 yang terbatas ini mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan,
dan kelangsungan hidup tanaman. Salah satu respons terbaik tanaman terhadap genangan air
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 19
tanah adalah beralih dari metabolisme respirasi aerobik kepada respirasi fermentasi anaerob.
Kenyataannya, kebanyakan protein yang terbentuk selama kondisi hipoksia adalah enzim-enzim
yang terlibat dalam pembentukan jalur fermentasi ini. Karena sel tanaman perlu menjaga
pasokan ATP secara terus menerus, maka penggunaan akseptor elektron alternatif dan atau
jalur alternatif merupakan elemen kunci untuk bertahan hidup dalam kondisi tergenang air
tanah.
Respons tanaman dapat juga berupa menurunnya konduktansi stomata dan
fotosintesis, serta konduktivitas hidrolik akar. Perubahan fisiologis ini pada gilirannya
mempengaruhi cadangan dan translokasi karbohidrat. Kenyataannya, penggunaan karbohidrat
yang efisien bisa menjadi pembeda antara spesies yang toleran dan yang tidak toleran. Adaptasi
lain yang diamati adalah perubahan morfologi yang terdiri dari pembentukan lentisel hipertrofi,
inisiasi akar adventif dan atau perkembangan aerenchyma. Pengetahuan kita tentang
mekanisme adaptasi dasar tanaman terhadap genangan air diperoleh dari pendekatan genomik
dan proteomika. Namun, beragamnya respons adaptasi yang terjadi merupakan kesulitan
ketika mempelajari masalah stres ini.
Genangan air tanah telah lama diidentifikasi sebagai stres abiotik utama dan kendala
yang diberikannya pada akar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Bila peristiwa ini terjadi pada musim semi, maka genangan air ini
dapat mengurangi perkecambahan benih dan perkembangan bibit. Dengan demikian, genangan
air merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan
kelangsungan hidup spesies tanaman, tidak hanya pada ekosistem alami, tetapi juga pada
sistem pertanian dan hortikultura (Dat et al. 2006).
Setelah penggenangan, terjadi perubahan yang cepat pada sifat tanah. Pada saat air
memenuhi pori-pori tanah, udara didesak keluar, difusi gas berkurang dan senyawa beracun
terakumulasi akibat kondisi anaerobik. Semua perubahan ini sangat mempengaruhi
kemampuan tanaman untuk bertahan hidup. Sebagai responsnya, resistensi stomata
meningkat, fotosintesis dan konduktivitas hidrolik akar menurun, dan translokasi fotoassimilat
berkurang. Namun demikian, salah satu adaptasi terbaik tanaman terhadap hipoksia/anoksia
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 20
adalah peralihan proses biokimia dan metabolisme yang umum terjadi pada saat ketersediaan
O2 terbatas (Dat et al. 2004). Sintesis yang selektif satu set dari sekitar 20 protein stres
anaerobik (ANPS) memungkinkan terjadinya proses metabolisme penghasil energi tanpa
oksigen di bawah kondisi yang anaerob (Subbaiah dan Sachs 2003). Adaptasi lain yang diamati
adalah perubahan morfologi yang terdiri dari pembentukan lentisel hipertrofi, inisiasi akar
adventif dan/atau perkembangan aerenchyma (Vartapetian dan Jackson 1997, Jackson dan
Colmer 2005; Folzer et al., 2006). Tinjauan ini merinci respons stres tanaman yang beragam
terhadap hipoksia/anoksia, yang disebabkan oleh genangan air tanah/banjir dan mengkaji
beberapa fitur kunci dari adaptasi metabolisme, fisiologis dan morfologis.
Salah satu respons fisiologis awal tanaman terhadap genangan adalah pengurangan
konduktansi stomata (Gambar 6) (Sena Gomes dan Kozlowski 1980; Pezeshki dan Chambers
1985; Folzer et al 2006). Genangan tidak hanya meningkatkan resistensi stomata tetapi juga
membatasi penyerapan air, sehingga kemudian mengarah kepada defisit air internal (Jackson
dan Hall 1987, Ismail dan Noor 1996, Pezeshki et al 1996;. Pezeshki 2001, Nicolas et al 2005;
Folzer et al 2006; Parent et al 2008a).
Rendahnya kadar O
2
juga dapat mengurangi konduktivitas hidrolik (Lp) akibatnya
kepada penurunan permeabilitas akar (Clarkson et al. 2000; Else et al. 2001.). Penurunan Lp
bisa dihubungkan dengan molekul aquaporin oleh pH sitosol (Tournaire-Roux et al. 2003). Bukti
menunjukkan bahwa regulasi protein membran plasma intrinsik (PIPs) oleh pH sangat relevan
pada kondisi anoksia (Postaire et al.2007), sebagai residu histidin cadangan pada posisi 197 di
Loop D intraseluler telah diidentifikasi sebagai tempat pH-sensing utama dalam kondisi
fisiologis (Tournaire-Roux et al.2003; Kaldenhoff dan Fischer 2006; Secchi et al 2007).
Kenyataannya, pengaturan gen aquaporin umumnya dikaitkan dengan penurunan Lp akar
karena aquaporins mengendalikan pergerakan air radial dalam akar (Vandeleur et al 2005.).
Dengan demikian, tampaknya bahwa rendahnya Lp di seluruh tanaman pada kondisi tergenang
air kemungkinan besar terkait dengan hambatan transportasi air oleh aquaporin, meskipun
studi mendalam tentang pengaruh aquaporin terhadap pengaturan ke seluruhan tata air
tanaman selama tergenangan air masih kurang. Selain itu, rendahnya pergerakan air radial
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 21
sebagian dapat dijelaskan oleh adanya gradien oksigen antar bagian dalam jaringan akar.
Sesungguhnya, ada bukti yang jelas bahwa dalam tanah yang tergenang air, ada gradien O2
antara stele yang mungkin dalam kondisi anoksia, dengan sel-sel kortek yang mungkin hanya
dalam kondisi hipoksia (Thomson dan Greenway 1991; Colmer 2003). Dengan demikian,
perbedaan-perbedaan ini dalam lingkungan mikro juga dapat menyebabkan perbedaan antar
bagian pada tingkat energi sel dan kemudian rendahnya Lp akar.
Kekurangan O2 umumnya menyebabkan sangat cepat berkurangnya laju fotosintesis
pada tanaman yang tidak toleran genangan, yang umumnya dianggap sebagai hasil dari
berkurangnya mulut stomata (Huang et al, 1997;. Gravatt dan Kirby 1998; Pezeshki dan Delaune
1998;. Malik et al 2001). Faktor-faktor lain seperti penurunan kadar klorofil daun, penuaan dini
daun, dan penurunan luas daun juga dapat menyebabkan penghambatan fotosintesis pada
tahap berikutnya (Sena Gomes dan Kozlowski 1980). Ketika berkepanjangan, stres dapat
menyebabkan penghambatan aktivitas fotosintesis pada jaringan mesofil (Huang et al 1994;
Liao dan Lin 1994; Pezeshki et al 1996), serta penurunan aktivitas metabolik dan translokasi
fotoasimilat ( Pezeshki 1994; Drew 1997, Pezeshki 2001, Sachs dan Vartapetian 2007). Dampak
dari berkurangnya fotosintesis pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman bisa jadi sangat
dramatis dan secara bersamaan dapat menyebabkan disfungsi fisiologis seperti penghambatan
transportasi air dan perubahan keseimbangan hormon (Vuylsteker et al 1998; Kato-Noguchi
2000a; Else et al 2001; Gunawardena et al 2001). Untuk mempertahankan aktivitas
metaboliknya, tanaman harus menggunakan cadangan karbohidratnya. Karena pasokan
karbohidrat awal berkorelasi dengan tingkat toleransi terhadap hipoksia/anoksia pada banyak
spesies, mungkin melalui keterlibatan dalam menyediakan energi selama kondisi anaerobik,
maka tingkat cadangan karbohidrat menjadi faktor penting dari toleransi terhadap genangan
dalam jangka panjang (Setter et al.1997; Ram et al 2002). Sebagai contoh, peningkatan
kemampuan untuk memanfaatkan gula melalui jalur glikolisis memungkinkan bibit padi untuk
bertahan hidup lebih lama dalam genangan.
Meskipun tanaman memiliki cadangan gula tinggi, namun cadangan gulanya harus
tersedia dan mudah dikonversi melalui jalur glikolisis yang efisien. Kenyataannya, ketersediaan
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 22
fotoassimilat bagi sel pada kondisi anaerobik telah diusulkan sebagai salah satu tahap pembatas
bagi tanaman untuk bertahan hidup dalam kondisi tergenang (Pezeshki 2001). Sesungguhnya,
tanah yang tergenang air cenderung mengurangi translokasi produk fotosintesis dari "source"
daun kepada "sink" akar (Barta dan Sulc 2002, Yordanova et al. 2004). Dengan demikian,
pemeliharaan aktivitas fotosintesis dan akumulasi gula terlarut ke akar jelaslah merupakan
adaptasi penting terhadap genangan air (Chen et al. 2005).
Gambar 6. Keadaan fisiko-kimia utama yang terjadi pada rizosfer selama tergenang air dan
perubahan metabolisme dan fisiologis yang diiukti oleh inisiasi respons adaptasi.
4.8 Perubahan Lingkungan Akar selama Penggenangan
Pada saat air menggenangi tanah, ruang udara dipenuhi air, mengakibatkan terjadinya
perubahan karakteristik beberapa fisiko-kimia tanah (Kirk et al 2003; Dat et al.2004). Hal
pertama yang terjadi sebenarnya adalah adanya peningkatan H
2
O: tanah jenuh air ciri dari
banjir. Namun demikian, mekanisme yang memicu respons tanaman adalah produk dari banjir
zona akar (perubahan redoks dan pH tanah, dan penurunan kadar O
2
).
Potensial redoks (Eh) tanah sering dianggap sebagai indikator yang paling tepat dari
perubahan kimia yang terjadi saat banjir (Pezeshki dan Delaune 1998). Eh umumnya menurun
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 23
selama tergenang air tanah (Pezeshki dan Delaune 1998; Pezeshki 2001, Boivin et al 2002; Lu et
al 2004). Potensial redoks tidak hanya merupakan indikator dari kadar O2 (Eh sekitar +350 mV
dalam kondisi anaerob) Pezeshki dan De Laune 1998) karena kondisi reduktif menyebabkan
kompetisi tinggi akan O2, tetapi juga mempengaruhi ketersediaan dan konsentrasi pelbagai
nutrisi tanaman ( Pezeshki 2001). Akan tetapi, perubahan Eh dipengaruhi oleh bahan organik
serta Fe dan Mn (Lu et al 2004.). Reduksi tanah memacu pelepasan kation dan fosfor melalui
adsorpsi ion besi dan pelarutan oksida (Boivin et al. 2002). Kondisi tanah yang reduktif juga
mendukung produksi etanol, asam laktat, asetaldehida, dan asam asetat dan formiat.
Karakteristik kimia tanah lainnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi genangan adalah
pH tanah, yang berkorelasi negatif dengan Eh (Singh 2001; Zarate-Valde et al 2006). PH tanah
umumnya cenderung meningkat menuju netral pada kondisi tergenang air (Lu et al. 2004).
Peningkatan pH dapat dijelaskan oleh pelarutan karbonat dan bikarbonat di awal genangan (Lu
et al. 2004). PH tanah juga mempengaruhi perombakan bahan organik tanah dan proses seperti
mineralisasi, nitrifikasi, dan hidrolisis urea (Probert dan Keating 2000).
Secara keseluruhan, salah satu efek utama genangan air adalah rendahnya keberadaan
O2 di bagian tanaman yang terendam, karena gas O2 berdifusi 10.000 lebih cepat di udara
dibandingkan di dalam air. Pengaruh terbatasnya O2 pada metabolisme sel tergantung pada
konsentrasinya dan penurunan ketersediaan O2 secara gradual pada akar memiliki berbagai
pengaruh pada metabolisme tanaman: i) normoxia memungkinkan respirasi aerobik dan
metabolisme normal dan sebagian besar ATP dihasilkan melalui fosforilasi oksidatif, ii) hipoksia
terjadi ketika penurunan O2 yang tersedia mulai menjadi faktor pembatas untuk produksi ATP
melalui fosforilasi oksidatif dan, iii) anoxia ketika ATP hanya dihasilkan melalui glikolisis
fermentasi, karena tidak ada O2 yang tersedia lagi. Dengan demikian, karena kondisi anaerobik
berkembang di tanah tergenang air, maka ada peningkatan jumlah produk sampingan dari
metabolisme fermentasi yang terakumulasi di lingkungan perakaran dan kadar CO2, metana,
dan asam lemak volatile meningkat (Pezeshki 2001). Penurunan energi yang tersedia memiliki
konsekuensi yang dramatis pada proses seluler, yang menyebabkan ketidakseimbangan
dan/atau kekurangan air dan hara nutrisi (Dat et al. 2006). Selain itu, perubahan lingkungan ini
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 24
juga dapat membuat tanaman lebih rentan terhadap stres lainnya, khusus terhadap infeksi
patogen (Munkvold dan Yang 1995, Yanar et al 1997;Balerdi et al.2003).
Gambar 7. Skema diagram jalur metabolik utama yang dusulkan pada saat tanaman
mengalami stres genangan.
Hipoksia menyebabkan penurunan respirasi mitokondria, yang sebagian dikompensasi
oleh peningkatan baik pada glikolisis maupun pada fermentasi. Nitrat telah diusulkan sebagai
akseptor elektron perantara ketika konsentrasi O
2
rendah dan mungkin ikut serta pada oksidasi
NAD(P)H selama hipoksia (Igamberdiev et al.2005). NO dapat dioksigenasi menjadi nitrat
dengan O
2
yang terikat erat pada hemoglobin kelas-1 [Hb(Fe
2+
)O
2
], yang dioksidasi menjadi
metHb[Hb(Fe
3+
)]. Enzim alanin aminotransferase yang mengubah piruvat menjadi alanin banyak
diinduksi dalam kondisi hipoksia. Namun, tidak seperti pembentukan etanol, tidak ada
konsumsi NAD(P)H dalam proses ini (Gibbs dan Greenway 2003) MetHb-R: methemoglobin
reduktase; NO: nitrat oksida.
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 25
4.9 Mekanisme Morfologis dan Fisiologis Tanaman Padi dalam kondisi Terendam
Ketidakmampuan tanaman untuk bertahan dalam kondisi oksigen yang rendah di
daerah perakaran telah menyebabkan banyak kerugian akibat ketidakberhasilan tanaman untuk
berproduksi.
Pada lahan rawa, curah hujan yang tinggi menyebabkan periode genangan menjadi lebih
lama dan hal ini menyebabkan tidak hanya waktu awal musim tanam menjadi terganggu, tetapi
juga dapat menyebabkan tanaman di lapang menjadi terendam. Tanaman padi dapat toleran
terhadap genangan di daerah perakaran karena kemampuannya untuk mengangkut oksigen
secara efisien dari bagian atas tanaman ke bagian akar. Namun demikian, permasalahan juga
timbul pada saat tanaman padi terendam seluruhnya.
Tanaman pangan lainnya seperti jagung, kedele, atau berbagai jenis sayuran pada
umumnya sangat sensitif terhadap genangan air. Untuk tanaman-tanaman tersebut,
peningkatan toleransi tanaman terhadap genangan merupakan hal yang sangat penting.
Berkaitan dengan hal tersebut, Dennis et al. (2000) menyebutkan bahwa pengetahuan tentang
fisiologi tanaman dalam kondisi stres genangan dan identifikasi gen yang berperan menjadi
sangat penting untuk diketahui.
Oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme yang menghasilkan energi di dalam
sel, sehingga konsentrasi oksigen yang sangat rendah di perakaran menyebabkan terganggunya
aktivitas metabolik dan produksi energi (Dennis et al., 2000). Oksigen berfungsi sebagai
akseptor elektron dalam jalur fosforilasi oksidatif yang menghasilkan ATP yang merupakan
sumber energi utama dalam metabolisme seluler. Dalam kondisi anoksia, jaringan padi
mensintesis lebih banyak solubel protein. Sebagian besar anaerobik protein ini adalah enzim
yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat (alkohol dehidrogenase, aldolase, glukosa
phosphat isomerase, sukrosa synthase, piruvat decarboksilase, gliserol phosphat
dehidrogenase). Protein tersebut akan diproduksi beberapa jam setelah anoksia.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa oksigen berfungsi sebagai akseptor penghasil
energy dalam proses respirasi. Pada tanaman yang tidak toleran genangan atau bila tanaman
terendam semua, kontak antara tanaman dengan oksigen menjadi terhambat sehingga proses
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 26
respirasi tersebut tidak dapat dilangsungkan. Dalam kondisi demikian, tanaman melakukan
proses metabolik fermentasi. Dennis et al. (2000) menyebutkan bahwa proses ini di dalam
tanaman dapat berlangsung dalam tiga cara yang menghasilkan etanol, asam laktat, dan suatu
proses spesifik yang menghasilkan alanin. Dalam kondisi suplai oksigen yang normal,
fermentasi ini tidak berlangsung. Proses fermentasi yang diinduksi oleh oksigen yang rendah ini
menunjukkan adanya suatu mekanisme survival yang cepat dari tanaman.
Studi tentang mekanisme tanaman menuju pada proses fermentasi sebagai respon
terhadap kondisi anoksia atau hipoksia banyak dikemukakan melalui model pH-stat. Dalam
model ini, pemilihan arah fermentasi antara fermentasi alkohol dan fermentasi asam laktat
distimulasi oleh pH sitosol sel akar (Davies, 1980). Fermentasi asam laktat akan menghasilkan
asam laktat, sehingga menurunkan pH sitosol dan menghambat enzim laktat dehidrogenase
(LDH). Kondisi ini kemudian menyebabkan aktifnya piruvat dekarboksilase dan alkohol
dehidrogenase.
Hasil penelitian Fox et al. (1995) melalui nuclear magnetic resonance (NMR)
menunjukkan bahwa selama perlakuan penggenangan akar jagung menyebabkan pH sitosol
menjadi lebih masam, tetapi dengan bila perlakuan diperpanjang maka produk utama
fermentasi adalah alkohol. Beberapa temuan baru menunjukkan bahwa penurunan pH sitosol
tidak hanya disebabkan oleh aktivitas metabolik melalui fermentasi asam laktat, tetapi juga
akibat proses pemompaan proton H
+
-ATPase (Germain et al.,1997).
Respon tanaman terhadap kondisi tergenang juga menyebabkan adanya perubahan
proses menuju terbentuknya protein dan enzym yang terlibat dalam proses fermentasi. Paling
tidak telah ditemukan 20 polipeptida anaerobik (anaerobic polypeptides, ANPs) pada akar
jagung yang lingkungannya diubah dari aerobik menuju anaerobik. Makin banyak ditemukan
ANPs, maka akan makin jelas bahwa respon tanaman terhadap kondisi kekurangan oksigen
merupakan sesuatu yang kompleks. Secara keseluruhan, terdapat tiga tahapan proses respon
tanaman terhadap kondisi deficit oksigen (Dennis et al., 2000), yaitu:
1. Tahap pertama (0 4 jam): terjadi proses induksi yang cepat atau aktivasi signal
komponen transduksi,
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 27
2. Tahap kedua (4 24 jam): proses adaptasi metabolik. Pada tahap ini berlangsung
induksi glikolisis dan gen fermentasi yang penting untuk menjaga keberlangsungan
produksi energi.
Respon metabolik pada tahap ini lebih kompleks dari yang diduga karena melibatkan
perubahan dalam metabolisme nitrogen. Pada tahap ini juga dihasilkan enzim yang
berperan dalam biosintesis etilen, yaitu aminocyclopropane carboxylic acid synthase
(ACC synthase).
3. Tahap ketiga (24 48 jam): Tahap ini sangat penting bagi keberlangsungan hidup
tanaman akibat adanya oksigen yang rendah, yaitu pembentukan aerenchyma di
perakaran.
Suatu enzym yang berperan dalam pengendoran (loosening) dinding sel yaitu xyloglucan
endotransglycosylase juga terbentuk, sehingga dinding sel menjadi lebih elastis. Pembentukan
aerenchyma bukan merupakan pengaruh langsung dari kekurangan oksigen, tetapi dipacu oleh
tahap 1 dan 2, serta adanya akumulasi hormon etilen.
Tingkat toleransi tanaman terhadap kondisi kekurangan oksigen pada dasarnya
berkaitan dengan kemampuan tanaman untuk mengatasi keberlangsungan tiga tahapan
tersebur di atas. Tanaman yang biasa hidup di air pada umumnya mempunyai kemampuan
untuk membentuk jaringan aerenchima, sehingga oksigen di perakaran dapat disuplai dari
bagian atas tanaman. Namun demikian, bila keseluruhan tanaman terendam maka tidak ada
bagian tanaman yang dapat mensuplai oksigen. Dalam kondisi seperti ini ketahanan tanaman
akan sangat tergantung pada kemampuan untuk tetap melangsungkan metabolisme tanaman
dengan oksigen yang sangat rendah.
Dalam kaitan dengan mekanisme toleransi tersebut, Jackson (2002) menyebutkan
bahwa tanaman mempunyai mekanisme penyampaian pesan (signal) jarak jauh antara akar
dengan tajuk sedemikian rupa sehingga kerusakan permanen akibat kekurangan oksigen
(tergenang) dapat diatasi. Proses-proses yang terkait adalah adanya pesan kimia dan hidrolik
(chemical and hydraulic signal) yang kemudian menstimulasi terjadinya penutupan stomata di
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 28
daun dan proses epinasti. Tanaman Arabidopsis mempunyai mekanisme untuk lebih mampu
bertahan dalam kondisi oksigen yang sangat rendah bila sebelumnya diberi perlakuan oksigen
yang relatif lebih tinggi (hypoxic pretreatment). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman
mempunyai daya adaptasi atau aklimatisasi dengan mempersiapkan diri terhadap kondisi
oksigen yang lebih buruk.
Walaupun tanaman padi, khususnya pada bagian perakaran, mempunyai toleransi
terhadap genangan tetapi bila kondisi air kurang menguntungkan sehingga seluruh bagian
tanaman terendam maka pengaruh kekurangan oksigen juga dapat terjadi. Pada daerah rawa
lebak, kondisi ini sangat mungkin terjadi pada masa persemaian, pembibitan atau awal
pertumbuhan tanaman. Dennis et al. (2000) menyebutkan bahwa enzim alkohol
dehydrogenase (ADH) mempunyai peran yang sangat penting bagi benih padi untuk
berkecambah dalam kondisi tergenang. Pada tanaman yang toleran, ternyata kandungan enzim
ADH ini relatif lebih tinggi, sehingga lebih tahan terhadap genangan pada fase perkecambahan
benih.
Untuk melihat perbedaan mekanisme toleransi tanaman padi terhadap genangan, Gibbs
et al., (2000) membandingkan dua varietas yang toleran (Calrose) dan tidak toleran (IR22).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pemanjangan koleoptil dan sintesis etanol lebih tinggi
pada Calrose. Varietas Calrose juga menunjukkan tingkat enzim fosfofruktokinase, piruvat
dekarboksilase dan alkohol dehidrogenase yang tinggi. Kandungan enzim yang tinggi ini sangat
membantu tanaman tersebut untuk menghasilkan substrat yang banyak dalam proses
fermentasi. Aerenchyma merupakan jalur pengangkutan oksigen pada tanaman padi, sehingga
memungkinkan pergerakan udara yang cepat dari tajuk ke akar. Akar tanaman padi, seperti
halnya juga spesies tanaman air lainnya mengandung aerenchyma. Aerenchyma mempunyai
kemampuan untuk memperlancar pergerakan oksigen dan gas-gas lainnya di dalam akar
(Colmer, 2003b). Selain dari itu, aerenchyma juga dapat berfungsi sebagai penyangga terhadap
kehilangan oksigen radial (radial O2 loss, ROL) pada zone basal akar. Fungsi ini secara sinergis
dapat meningkatkan difusi O
2
pada bagian ujung akar sehingga merangsang pemanjangan akar
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 29
menuju daerah anaerobik. Kemampuan ini sangat memberikan kontribusi positif ketahanan
tanaman tersebut terhadap kondisi tergenang.
Gejala yang tampak pada tanaman yang terendam adalah adanya pemanjangan batang
atau daun yang diikuti dengan menguningnya dedaunan yang lebih tua dan berlanjut dengan
pertumbuhan yang lambat atau negatif dari akar dan tajuk. Jackson (1990) mengemukakan
adanya rentang taksonomik yang cukup luas terkait dengan kemampuan tanaman dalam proses
pemanjangan tajuk akibat tergenang atau terendam. Proses ini sebenarnya merupakan suatu
mekanisme untuk menghindarkan diri berlama-lama dari kondisi terendam, sehingga tajuk atau
daun dapat lebih cepat menyentuh udara. Pada tanaman padi, koleoptil, daun dan batang
memberikan respon pemanjangan secara lebih cepat dalam kondisi terendam. Tanaman padi
memberikan respon pemanjangan batang akibat terendam, tetapi pemanjangan batang ini
harus terkendali sehingga tanaman tidak roboh pada saat genangan berakhir.
Dalam kondisi terendam, tanaman padi yang memiliki cadangan pati tinggi akan lebih
mampu bertahan. Cadangan pati yang ada dalam tanaman harus terlebih dahulu dikonversi
menjadi gula sederhana untuk bisa dimanfaatkan. Pada kecambah padi yang diberi perlakuan
anoksia, banyak terdapat a-, -amylase, a-glukosidase, debranching enzim, maltase untuk
proses degradasi pati melalui glikolisis. Pada tanaman padi yang terendam: konsentrasi a-
amylase dan pati phosphorilase meningkat. Pasca terendam, tanaman padi mengalami kondisi
normal secara mendadak, dan dapat menyebabkan kerusakan oksidatif akibat adanya
kelompok O2 reaktif seperti: O
2-
, H
2
O
2,
dan OH
-
. Kondisi ini menyebabkan terjadinya kerusakan
membran seluler dan organel akibat adanya oksidasi asam pitat tak jenuh pada membran
bilayer lipid, sehingga terjadi kebocoran membran yang berpengaruh terhadap proses respirasi
mitokondria dan fiksasi karbon di kloroplas.
Tanaman padi memiliki mekanisme untuk mengurangi pengaruh tersebut melalui
aktivasi enzim antioksidatif (catalase (CAT), superoxide dismutase (SOD), ascorbate peroxidase
(APX), monodehydroascorbate reductase (MDAR), dehydroascorbate reductase (DHAR), and
glutathione reductase (GR).
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 30
V. KESIMPULAN
Bahasan ringkas ini mengulas pemahaman kita tentang peran air dan dampaknya,
respons biokimia, fisiologis, anatomi dan morfologi tumbuhan terhadap genangan, . Perubahan
yang terjadi pada zona akar dan penerimaannya oleh tumbuhan serta strategi untuk
bertoleransi dan mekanisme morfologi-fisiologi tanaman padi dalam kondisi tegenang
merupakan hal penting bagi terbentuknya respons yang tepat.
Perubahan difusi gas, lingkungan kimia tanah (pH, Eh) dan akumulasi produk samping
beracun dari proses anaerobik, ditambah dengan menurunnya kadar O
2
jelaslah merupakan
kunci bagi kemampuan tumbuhan untuk mengatur respons yang tepat. Gejala-gejala adaptasi
meliputi perubahan metabolisme yang dapat membantu mempertahankan integritas sel
tanaman. Meskipun kurang efisien dibanding proses aerobik, lintasan fermentasi anaerobik
dapat mempertahankan pH sel dan juga homeostasis ATP.
Selain lintasan glikolisis ke laktat dan etanol, reduksi nitrat dapat digunakan sebagai
lintasan alternatif untuk membantu mempertahankan homeostasis redoks dan energi pada
kondisi hipoksia dan anoksia.
Gejala lainnya seperti cadangan karbohidrat yang lebih tinggi dan/atau penggunaannya
yang efisien, mempertahankan fotosintesis dan status air tanaman melalui pemanjangan
batang/tunas atau molekul aquaporin dapat sangat meningkatkan kelangsungan hidup
tanaman yang terendam air.
Akhirnya, perubahan morfologi seperti pembentukan lentisel, perkembangan
aerenkhima, inisiasi akar adventif dan/atau suberisasi akar tidak hanya dapat memperbaiki
tingkat difusi O
2
ke titik tumbuh tumbuhan yang tergenang tetapi juga membantu meringankan
kekurangan air dan unsur hara. Sebagian besar gejala adaptasi ini telah diidentifikasi dengan
baik pada spesies model yang beradaptasi dengan kondisi tergenang seperti jagung, padi dan
carex, namun peran yang tepat dari lentisel serta proses molekuler yang terlibat dalam
pembentukan aerenkhima masih perlu dipelajari lebih lanjut. Selain itu, pemahaman kita
tentang respons adaptasi spesies berkayu yang membentuk ekosistem hutan masih dini sekali.
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 31
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus (2008) Water logging.
www.dubbo.nsw.gov.au/repositories/files/Salinity%20(pg8).pdf
Armstrong J, Armstrong W (2005) Rice: Sulfide-induced barriers to root radial oxygen loss, Fe2+
and water uptake, and lateral root emergence.Annals of Botany 96, 625-638
Bacanamwo M, Purcell LC (1999) Soybean dry matter and N accumulation responses to
flooding stress, Nsources and hypoxia. Journal of Experimental Botany 50, 689-696
Bahrun Andi (2014) Materi Kuliah Fisiologi Cekaman Lingkungan Bagi Tanaman. Program
Doktor Ilmu Pertanian (S
3
). Universitas Haluoleo, Kendari
Balerdi CF, Crane JH, Schaffer B (2003) Managing your tropical fruit grove under changing
watertable levels. Fact Sheet HS 957, 1-5
Barta AL, Sulc RM (2002) Interaction between waterlogging injury and irradiance level inalfalfa
Crop Science 42, 1529-1534
Blake TJ, Reid DM (1981) Ethylene, waterrelations andtolerance to waterlogging of three
Eucalyptusspecies.Australian Journal of Plant Physiology 8,497-505
Blom CW, Voesenek LA (1996) Flooding: The survival strategies of plants. Tree Physiology 11,
290-295
Boivin P, Favre F, Hammecker C, Maeght JL, Delarivire J, Poussin JC, Wopereis MCS (2002)
Processes driving soil solution chemistry in a flooded rice-cropped vertisol: Analysis of
long-time monitoring data. Geoderma 110,87-107
Buckman O.H. dan brady N.C (1982) Ilmu Tanah. Terjemahan Soegiman. Bhratara Karya
Aksara. Jakarta. Hal. 561-572.
Buckner B, Johal GS, Janick-Buckner D (2000) Cell deathinmaize. Physiologia plantarum 108,
231-239 Cao FL, Conner WH (1999) Selection of flood-tolerant Populus deltoides clones
for reforestation projects in China. Forest Ecology and Management 117, 211-220
Campbell, at al (2003) Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Chang WP, Huang L, Shen M, Webster C, Burlingame AL, Roberts JK (2000) Patterns of protein
synthesis and tolerance of anoxia in root tips of maize seedlings acclimated to a low-
oxygen environment, and identification of proteinsby mass spectrometry. Plant
Physiology 122, 295-318
Chen H, Qualls R, Blank R (2005) Effect of soil flooding on photosynthesis, carbohydrate
partitioning and nutrient uptake in theinvasiveexotic Lepidium latifolium Aquatic Botany
82, 250-268
Chen H, Qualls R, Miller G (2002) Adaptive responses of Lepidium latifolium to soil flooding:
Biomass allocation,adventitious rooting, aerenchyma formation and ethylene
production. Environmental and Experimental Botany 48,119-128
Clarkson DT, Carvajal M, Henzler T, Waterhouse RN, Smyth AJ, Cooke DT, Steudle E (2000) Root
hydraulic conductance: Diurnal aquaporin expression and the effects of nutrient stress.
Journal of Experimental Botany 51,61-70
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 32
Colin-Belgrand M, Dreyer E, Biron P (1991) Sensitivity of seedlings from different oak species to
waterlogging: Effects on root growth and mineral nutrition Annales des Sciences
Forestieres 48, 193-204
Colmer TD (2003a) Long-distance transport of gases in plants: A perspective on internal
aeration and radial oxygen loss from roots. Plant, Cell and Environment 26, 17-36
Colmer, T.D. (2003b) Aerenchyma and an inducible barrier to radial oxygen loss facilitate root
aeration in upland, paddy and deep-water rice. Annals of Botany 91:301-309.
Dat JF, Inz D, Van Breusegem F (2001) Catalase-deficient tobacco plants: Tools for in planta
studies on therole ofhydrogen peroxide. Redox Report 6, 37-42
Dat JF, Pellinen R, Beeckman T, Van De Cotte B, Langebartels C, Kangasjarvi J, Inz D, Van
Breusegem F (2003) Changes in hydrogen peroxide homeostasis trigger an active cell
death process intobacco. Plant Journal 33,621-632
Dat J, Capelli N, Folzer H, Bourgeade P, Badot P-M (2004). Sensing and signaling during
plantflooding. Plant Physiology and Biochemistry 42, 273-282
Dat J, Folzer H, Parent C, Badot P-M, Capelli N (2006) Hypoxiastress:Current Understanding and
Perspectives. In: Teixeira da Silva JA (Ed) Floriculture, Ornamental and Plant
Biotechnology: Advances and Topical Issues (Vol 3), Global Science Books, Isleworth,
United Kingdom,pp664-674
Davies, D.D. (1980) Anaerobic metabolism and the production of organik acids. In: D.D.
Davies (ed.) The biochemistry of plants vol. 2. Academic Press. New York.
Dennis, ES, R. Dolferus, M. Ellis, M. Rahman, Y. Wu, F.U. Hoeren, A. Grover, K.P. Ismond, A.G.
Good, and W.J. Peacock. (2000) Molecular strategies for improving waterlogging
tolerance in plants. J. Exp. Bot. 51(342):89-97.
De Simone O, Haase K, Muller E, Junk WJ, Hartmann K, Schreiber L, Schmidt W (2003)
Apoplasmic barriers and oxygen transport properties of hypodermal cell walls in roots
from four Amazoniantreespecies. Plant Physiology 132, 206-217
Dharmawan, Agus (2005) Ekologi Hewan. Malang: UM Press.
Don J. McFarlane and David R. Williamson (2001) Water and Rivers Commision, 3 PlainStreet,
East Perth, WA 6004. Australia. Agriculture Water Management.
www.sciencedirect.com/science/journal/03783774.
Dordas C, Rivoal J, Hill R (2003) Plant haemoglobins, nitricoxide and hypoxic stress. Annals of
Botany 91, 173-178
Dordas C, Hasinoff B, Rivoal J, Hill R (2004) Class-1 hemoglobins, nitrate and NO levels in
anoxicmaizecell-suspension cultures. Planta 219, 66-72
Drew MC, Cobb BG, Johnson JR, Andrews D, Morgan PW, Jordan W, Jiu HC (1994) Metabolic
acclimationof root tips tooxygen deficiency. Annals of Botany 74, 281-286
Drew M (1997) Oxygen deficiency and root metabolism: Injury and acclimation under hypoxia
and anoxia. Annual Review Plant Physiology and Plant Molecular Biology 48, 223-250
Else MA, Coupland D, Dutton L, Jackson MB (2001) Decreased root hydraulic conductivity
reduces leaf water potential, initiates stomatal closure and slows leaf expansion in
flooded plants of castor oil (Ricinus communis) despitediminisheddelivery of ABA from
the roots to shoots in xylem sap. Physiologia Plantarum 111, 46-54
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 33
Enstone DE, Peterson CA (2005) Suberin lamella development in maize seedling roots grown in
aerated and stagnant conditions. Plant, Cell and Environment 28, 444-455
Evans DE (2004) Aerenchyma formation. New Phytologist 161, 35-49
Fabbri LT, Rua GH, Bartoloni N (2005) Different patterns of aerenchyma formation in two
hygrophytic species of Paspalum (Poaceae) as response to flooding. Flora: Morphology,
Distribution, Functional Ecology of Plants 200,354-360
Fallah, Affan Fajar (2006) Perspektif Pertanian dalam Lingkungan yang Terkontrol. http://io.ppi
jepang.org.
Felle HH (2005) pH regulation in anoxic plants. Annals of Botany 96, 519-532
Fitter A.H. and Hay R.K.M (1991) Fisiologi Lingkungan Tanaman. Terjemahan Andini, S dan
Purbayanti, E.D. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta.
Folzer H, Dat J, Capelli N, Rieffel D, Badot P-M (2006) Response to flooding of sessile oak:
Anintegrativestudy. Tree Physiology 26, 759-766
Fox, G.G., N.R. NcCallan and R.G. Ratcliffe. (1995. Manipulating cytoplasmic pH under anoxia:
a critical test of the role of pH in the switch from aerobic to anaerobic metabolism.
Planta 195:324-330.
FP UGM (2008) Hubungan Air dan Tanaman.
www.faperta.ugm.ac.id.
Fukao T, Bailey-Serres J (2004) Plant responses to hypoxia- is survival a balancing act? Trends in
Plant Science 9, 449-456
Germain, V, P. Raymond, B. Ricard. (1997) Differential expression of two Dehydrogenase
genes response to oxygen deficit. Plant Molecular Biology 35:711-721.
Gibberd MR, Gray JD, Cocks PS, Colmer TD (2001) Waterloggingtolerance amonga diverse
range of Trifolium accessions is related to root porosity, lateral root formation
andaerotropic rooting. Annals of Botany 88, 579-589
Gibbs, J., S. Morrell, A. Valdez, T.L. Setter and H. Greenway (2000) Regulation of alcoholic
fermentation in coleoptiles of two rice cultivars differing in tolerance to anoxia. J. Exp.
Bot.51(345):785-796.
Gibbs J, Greenway H (2003) Mechanisms of anoxia tolerance in plants. I. Growth, survival and
anaerobic catabolism. Functional Plant Biology 30, 1-47
Gravatt DA, Kirby CJ (1998) Patterns of photosynthesis and starchallocation in seedlings of four
bottomland hardwood tree species subjected to flooding. Tree Physiology 18, 411-417
Groh B, Hubner C, Lendzian KJ (2002) Water and oxygen permeance of phellems isolated from
trees: The role of waxes and lenticels. Planta 215,794-801
Gunawardena A, Pearce D, Jackson M, Hawes C, Evans D (2001) Characterisation of
programmed cell death during aerenchyma formationinduced by ethylene orhypoxiain
roots of maize (Zea mays L.). Planta 212, 205-214
Heddy S (1990) Biologi Pertanian. Cetakan ke-2. Rajawali Press. Jakarta. Hal. 118.
www.iel.ipb.ac.id/Unsur Hara.
Hidayat. (2002) Cekaman Pada Tumbuhan. http://www.scribd.com/document_downloads/
13096496?extension=pdf&secret_
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 34
Huang B, Johnson JW, Nesmith S, Bridges DC (1994) Growth,physiological and anatomical
responses of two wheat genotypes to waterlogging and nutrient supply. Journal of
Experimental Botany 45, 193-202
Huang B, Johnson JW, NeSmith DS (1997) Responses to root-zone CO2 enrichment and hypoxia
of wheat genotypesdiffering in waterlogging tolerance. Crop Science 37, 464-468
Igamberdiev A, Hill R (2004) Nitrate, NO and haemoglobin in plant adaptation tohypoxia: an
alternativeto classic fermentationpathways. Journal of Experimental Botany 55, 2473-
2482
Igamberdiev AU, Baron K, Manach-Little N, Stoimenova M, Hill RD (2005) The
Haemoglobin/Nitric oxide cycle: Involvement in flooding stress and effects
onhormonesignalling. Annals of Botany 96, 557-564
Ismail MR, Noor KM (1996) Growth and physiological processes of young starfruit (Averrhoa
carambola L.) plants under soil flooding. Scientia Horticulturae 65, 229-238 Ito O,
Jackson MB, Hall KC (1987) Early stomatal closurein waterlogged pea plants is mediated by
abscisic acid inthe absence of foliar water deficits. Plant, Cell and Environment 10, 121-
130
Jackson, M.B. (1990). Hormones and developmental change in plants subjected to
submergence or soil waterlogging. Aquatic Botany 38:49-72.
Jackson MB, Armstrong W (1999) Formation of aerenchyma and the processes of plant
ventilation in relation tosoil flooding and submergence. Plant Biology 1, 274-287
Jackson, MB. (2002) Long-distance signalling from roots to shoots assessed: the flooding story.
J.Exp. Bot. 53(367):175-181.
Jackson MB, Colmer TD (2005) Response and adaptation by plants to flooding stress. Annals of
Botany 96, 501-505
Justin SHFW, Armstrong W (1987) The anatomical characteristics of roots and plantresponse to
soil flooding. New Phytologist 106, 465-495
Kaldenhoff R, Fischer M (2006) Functional aquaporin diversity in plants. Biochimica and
Biophysica Acta Biomembranes 1758, 1134-1141
Kato-Noguchi H (2000a) Abscisic acid and hypoxicinduction of anoxia tolerance in roots of
lettuce seedlings. Journal of Experimental Botany 51, 1939-1944
Kato-Noguchi H (2000b) Evaluation of the importance of lactate for the activation of ethanolic
fermentationin lettuce roots inanoxia. Physiologia Plantarum 109, 28-33
Kingston-Smith AH, Theodorou MK (2000) Post-ingestion metabolism of fresh forage. New
Phytologist 148, 37-55
Kirk GJD, Solivas JL, Alberto MC (2003) Effects of flooding and redox conditions on solute
diffusion in soil. European Journal of Soil Science 54, 617-624
Kludze HK, Pezeshki SR, DeLaune RD (1994) Evaluation of root oxygenation and growth in bald
cypressin response to short-termsoilhypoxia. Canadian Journal of Forest Research 24,
804-809
Kozlowski T (1997) Responses of woody plants to flooding and salinity. Tree Physiology
Monograph 1, 1-29
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 35
Laan P, Clement JMAM, Blom CWPM (1991) Growth and development of Rumex roots as
affected by hypoxic and anoxic conditions. Plant and Soil 136, 145-151
Liao CT, Lin CH (1994) Effect of flooding stress on photosynthetic activities of Momordica
charantia Plant Physiology and Biochemistry 32. 479-485
Lu Y, Watanabe A, Kimura M (2004) Contribution of plant photosynthates to dissolved organik
carbon in a flooded rice soil. Biogeochemistry 71, 1-15
Malik AI, Colmer TD, Lambers H, Schortemeyer M (2001) Changes inphysiological and
morphological traits of roots and shoots of wheat in response to different depths of
waterlogging. Australian Journal of Plant Physiology 28, 1121-1131
Mergemann H, Sauter M (2000) Ethylene induces epidermal cell death at the site of
adventitious rootemergencein rice. Plant Physiology 124, 609-614
Mittler R, Simon L, Lam E (1997) Pathogen-induced programmed cell death in tobacco. Journal
of Cell Science 110, 1333-1344
Munkvold GP, Yang XB (1995) Crop damage and epidemics associated with 1993 floods in
Iowa.Plant Disease 79, 95-101
Nakazono M, Tsuji H, Li Y, Saisho D, Arimura S-I, Tsutsumi N, Hirai A (2000) Expression of a gene
encoding mitochondrial aldehyde dehydrogenase in rice increases under submerged
conditions. Plant Physiology 124, 587-598
Nicolas E, Torrecillas A, DellAmico J, Alarcon JJ (2005) The effect of shortterm flooding on the
sap flow, gas exchange and hydraulic conductivity of young apricot trees. Trees
Structure and Function 19, 51-57
Pagnussat GC, Simontacchi M, Puntarulo S, Lamattina L (2002) Nitric oxide is required for root
organogenesis. Plant Physiology 129, 954-956
Pagnussat GC, Lanteri ML, Lombardo MC, Lamattina L (2004) Nitricoxide mediates the indole
acetic acid induction activation of a mitogen-activated protein kinase cascade involved
in adventitious root development. Plant Physiology 135, 279-286
Parelle J, Brendel O, Bodenes C, Berveiller D, Dizengremel P, Jolivet Y, Dreyer E (2006a)
Differences in morphological and physiological responses to water-logging between two
sympatric oak species (Quercus petraea [Matt.] Liebl., Quercus robur L.). Annals of
Forest Science 63, 849-859
Parelle J, Roudaut J-P, Ducrey M (2006b) Light acclimation and photosynthetic response of
beech (Fagus sylvatica L.) saplings underartificial shading or natural Mediterranean
conditions. Annals of Forest Science 63, 257-266
Parent C, Berger A, Folzer H, Dat J, Crvecoeur M, Badot P-M, Capelli N (2008a) A novel
nonsymbiotichemoglobin from oak: Cellular and tissue specificity of gene expression.
New Phytologist 177, 142-154
Pellinen R, Palva T, Kangasjarvi J (1999) Subcellular localization of ozone-induced hydrogen
peroxide production in birch (Betula pendula) leaf cells. The Plant Journal 20, 349-356
Peng H-P, Chan C-S, Shih M-C, Yang SF (2001) Signaling events in the hypoxic induction of
alcohol dehydrogenase genein Arabidopsis. Plant Physiology 126, 742-749
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 36
Perazzolli M, Dominici P, Romero-Puertas M, Zago E, Zeier J, Sonoda M, Lamb C, Delledonne M
(2004) Arabidopsis nonsymbiotic hemoglobin AHb1modulates nitric oxide bioactivity.
The Plant Cell 16, 2785-2794
Pezeshki SR (1994) Responses of baldcypress (Taxodium distichum) seedlings tohypoxia: Leaf
protein content, ribulose-1,5-bisphosphate carboxylase/oxygenase activityand
photosynthesis. Photosynthetica 30, 59-68
Pezeshki SR (1996) Responses of threebottomlandspecies with different flood tolerance
capabilities to various flooding regimes. Wetlands Ecology and Management 4, 245-256
Pezeshki SR (2001) Wetland plant responses to soil flooding. Environmental and Experimental
Botany 46, 299-312
Pezeshki SR, Chambers JL (1985) Stomatal and photosynthetic response of sweet gum
(Liquidambar styraciflua) to flooding. Canadian Journal of Forest Research 15, 371-375
Pezeshki SR, DeLaune RD (1998) Responses of seedlings of selected woody species to soil
oxidation-reduction conditions. Environmental and Experimental Botany 40, 123-133
Pezeshki SR, Pardue JH, Delaune RD (1996) Leaf gas exchange and growth of flood-tolerant and
flood-sensitif tree species under low soil redox conditions. Tree Physiology 16, 453-458
Postaire O, Verdoucq L, Maurel C (2007) Aquaporins in plants: From molecular structure to
integrated functions. Advances in Botanical Research 46,75-136
Probert ME, Keating BA (2000) What soil constraints should be included in crop and forest
models? Agriculture, Ecosistems and Environment 82, 273-281
Ram PC, Singh BB, Singh AK, Ram P, Singh PN, Singh HP, Boamfa I, Harren F, Santosa E, Jackson
MB, Setter TL, Reuss J, Wade LJ, Pal Singh V,Singh RK (2002) Submergence tolerance in
rainfed lowland rice: Physiological basis and prospects for cultivar improvement through
marker-aided breeding. Field Crops Research 76, 131-152
Roberts JK, Callis J, Jardetzky O, Walbot V, Freeling M (1984) Cytoplasmic acidosis as a
determinant of flooding intolerance in plants. Proceedings of the National Academy of
Sciences USA 81, 6029-6033
Sachs M, Freeling M, Okimoto R (1980) The anaerobic proteins of maize. Cell 20, 761-767
Sachs M, Vartapetian B (2007) Plant anaerobic stress I. Metabolic adaptation to
oxygendeficiency. Plant Stress 1, 123-135
Schussler EE, Longstreth DJ (2000) Changes in cell structure during the formation of root
aerenchyma in Sagittaria lancifolia (Alismataceae). American Journal of Botany 87, 12-19
Secchi F, Lovisolo C, Uehlein N, Kaldenhoff R, Schubert A (2007) Isolation and functional
characterization of three aquaporins from olive (Olea europaea L.). Planta 225, 381-392
Sena Gomes AR, Kozlowski TT (1980) Growth responses and adaptations of Fraxinus
pennsylvanica seedlings toflooding. Plant Physiology 66, 267-271
Setter TL, Ellis M, Laureles EV, Ella ES, Senadhira D, Mishra SB, Sarkarung S, Datta S (1997)
Physiology andgenetics of submergence tolerance in rice. Annals of Botany 79, 67-77
Singh SN (2001) Exploring correlation between redox potential and other edaphic factors in
field and laboratory conditions in relation to methane efflux. Environment International
27, 265-274
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 37
Sipayung, Rosita (2006) Cekaman Garam.
http://library.usu.ac.id/download/fp/bdp-rosita2.pdf.
Soukup A, Votrubova O, Cizkova H (2002) Development of anatomical structure of roots of
Phragmites australis New Phytologist 153, 277-287
Soukup A, Armstrong W, Schreiber L, Franke R, Votrubova O (2007) Apoplastic barriers to radial
oxygen loss and solute penetration: A chemical and functional comparison of the
exodermis of two wetland species, Phragmites australis and Glyceria maxima New
Phytologist 173. 264-278
Steffens B, Wang J, Sauter M (2006) Interactions between ethylene, gibberellin and abscisic acid
regulateemergence and growth rate of adventitious roots in deepwaterrice. Planta 223,
604-612
Subbaiah C, Sachs M (2003) Molecular and cellular adaptations of maize to flooding stress.
Annals of Botany 91, 119-127
Summers J, Ratcliffe R, Jackson M (2000) Anoxia tolerance in the aquatic monocot
Potamogeton pectinatus: Absence of oxygen stimulates elongation in association with
anunusually large Pasteureffect. Journal of Experimental Botany 51, 1413-1422
Tadege M, Brandle R, Kuhlemeier C (1998) Anoxia tolerance in tobacco roots: Effect of
overexpression of pyruvatedecarboxylase. Plant Journal 14, 327-335
Tang Z, Kozlowski T (1982) Some physiological and growth responses of Betula papyrifera
seedlingsto flooding. Physiologia Plantarum 55, 415-420
Thomson CJ, Greenway H (1991) Metabolic evidence for stelar anoxia in maize roots exposed to
low O2 concentrations. Plant Physiology 96, 1294-1301
Tournaire-Roux C, Sutka M, Javot H, Gout E, Gerbeau P, Luu D-T, Bligny R, Maurel C (2003)
Cytosolic pH regulates root water transport during anoxic stress through gating of
aquaporins. Nature 425, 393-397
Vandeleur R, Niemietz C, Tilbrook J, Tyerman SD (2005) Roles of aquaporinsin root responsesto
irrigation. Plant and Soil 274, 141-161
Van Breusegem F, Dat JF (2006) Reactive oxygen species in plant cell death. Plant Physiology
141, 384-390
Vartapetian BB, Jackson M (1997) Plant adaptations to anaerobic stress. Annals of Botany 79,
3-20
Vartapetian BB, Polyakova LI (1998) Protective effect of exogenous nitrate on the
mitochondrial ultrastructure of Oryza sativa coleoptiles under strictanoxia. Protoplasma
206, 163-167
Vartapetian BB, Andreeva IN, Generozova IP, Polyakova LI, Maslova IP, Dolgikh YI, Stepanova AY
(2003) Functional electronmicroscopy in studies of plant response and adaptation to
anaerobic stress. Annals of Botany 91,155-172
Vartapetian BB (2006) Plant anaerobic stress as a novel trend in ecological physiology,
biochemistry, and molecular biology: 2. Further development of the problem. Russian
Journal of Plant Physiology 53, 711-738
Vasellati V, Oesterheld M, Medan D, Loreti J (2001) Effects of flooding and drought on the
anatomy of Paspalum dilatatum Annals of Botany 88, 355-360
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 38
Visser E, Nabben R, Blom C, Voesenek L (1997) Elongationby primary lateral roots and
adventitious roots during conditions of hypoxia and high ethylene concentrations. Plant,
Cell and Environment 20, 647-653
Visser E, Colmer T, Blom C, Voesenek L (2000) Changes in growth, porosity, and radial oxygen
loss from adventitious roots of selected mono- and dicotyledonous wetland species with
contrasting types of aerenchyma. Plant, Cell a nd Environment 23, 1237-1245
Visser E, Pierik R (2007) Inhibition of root elongation by ethylene in wetland and non-wetland
plant species and the impact of longitudinal ventilation. Plant, Cell and Environment 30,
31-38
Voesenek L, Banga M, Thier R, Mudde C, Harren F, Barendse G, Blom C (1993) Submergence-
induced ethylene synthesis, entrapment, and growth in two plant species with
contrasting flooding resistances. Plant Physiology 103,783-791
Vuylsteker C, Dewaele E, Rambour S (1998) Auxin induced lateral root formation in chicory.
Annals of Botany 81, 449-454
Yamamoto F, Sakata T, Terazawa K (1995) Physiological, morphological and anatomical
response of Fraxinus mandshurica seedlings to flooding. Tree Physiology 15, 713-719
Yanar Y, Lipps PE, Deep IW (1997) Effect of soil saturation duration and soil water content on
root rot of maize caused by Pythium arrhenomanes Plant. Disease 81, 475-480
Yordanova R, Christov K, Popova L (2004) Antioxidative enzymes in barley plants subjected to
soil flooding. Environmental and Experimental Botany 51,93-101
Zarate-Valde JL, Zdsoski RJ, Lauchli AE (2006) Short-term effect of moisture on soil solution pH
and soil Eh.
Water Logging Stress | L.M. Jalil Silea. G3IP 013 006-Pascasarjana UHO 2014 39

Anda mungkin juga menyukai