Anda di halaman 1dari 11

Mekanisme Resistensi Tanaman Padi Terhadap Cekaman

Salinitas

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekosfiologi Tanaman

Disusun Oleh:

Rejo Wagiman (532018002)

MAGISTER ILMU PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Salinitas adalah satu dari berbagai masalah pertanian yang cukup serius. Bisa
mengakibatkan berkurangnya hasil dan produktivitas pertanian. Salinitas didefinisikan
sebagai adanya garam terlarut dalam konsentrasi yang berlebihan dalam larutan tanah. Salah
satu strategi untuk menghadapi tanah salin adalah memilih kultivar tanaman pertanian yang
toleran terhadap kadar garam yang tinggi (Yuniati, 2014). Salinitas memberikan suatu efek
bagi dunia pertanian secara signifikan yaitu dapat mengurangi produktivitas dari tanaman
pertanian (Tuteja.2015).
Tanaman padi merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap cekaman garam. Cekaman
garam merupakan masalah utama pada pertanian padi di daerah pesisir yang dipengaruhi oleh
pasang surut air laut. Tanaman padi yang terkena cekaman garam menjadi kerdil, jumlah
anakan berkurang, dan klorosis pada daunnya. Kondisi seperti ini, apabila dibiarkan terus-
menerus akan menyebabkan kematian pada tanaman.
Posisi didekat pantai yang demikian menyebabkan tanah rentan terhadap perembesan air
laut dan tanaman yang ditanam termasuk padi rentan terkena cekaman garam. Konsentrasi
garam yang tinggi di tanah akan menghambat pembentukkan dan pertumbuhan akar tanaman
padi, sehingga jumlah akar menjadi lebih sedikit dan panjang akar berkurang. Berkurangnya
panjang akar pada konsentrasi garam yang tinggi diakibatkan oleh ketidakseimbangan unsur
hara di dalam tanah dan tanaman serta mengganggu homoesotasis NaCl di dalam akar.
Dari permasalahan salinitas, maka perlu jelih dalam memilih tanaman pangan. Sesuai
pendapat dari Puslittanah. Banyak juga tanaman pertanian yang mampu toleran pada lahan
yang memiliki salinitastanah yang rendah sampai sangat rendah sehingga produktivitas lahan
dapat ditingkatkan. Tentunya perlu ada penyesuaian saat menggunakan atau mengelola lahan
supaya lebih optimal dan terpadu.
Penggunaan varietas padi toleran merupakan cara paling efektif untuk memanfaatkan
potensi lahan salin dalam program peningkatan produksi padi nasional. Dengan berubahnya
iklim global, pada saat ini daerah-daerah sentra produksi padi dipesisir pantai terancam
cekaman salinitas mengingat sedikitnya pasokan air irigasi pada saat musim kemarau atau
akhir musim hujan.
Mengingat potensi kontribusi lahan salin terhadap peningkatan produksi padi nasional
serta beragamnya lahan salin yang ada, perlu tersedia banyak varietas yang memiliki sifat
toleran terhadap lahan salin.

1.2. Tujuan Penulisan


1. Mempelajari potensi ketahanan tanaman terhadap salinitas
2. Mengetahui mekanisme resistensi tanaman terhadap salinitas

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Salinitas Tanah Di Indonesia

Indonesia memiliki sekitar 13,2 juta lahan yang berpotensi menjadi lahan salin dan
banyak terjadi di wilayah Sumatra, terutama daerah Sumatra Selatan, Jambi, Riau, serta
daerah lain. Keadaan salin dapat terjadi akibat rendahnya curah hujan dalam melarutkan dan
mencuci garam, cepatnya evaporasi air tanah sehingga terkumpulnya garam-garam dalam
tanah, serta adanya intrusi air laut dan rob (Ali et al. 2014; Rusd 2011).
Adanya perubahan iklim, seperti el nino, menyebabkan kemarau lebih lama dan
perubahan pada garis pantai yang menyebabkan intrusi air laut masuk lebih dalam ke daratan.
Hal ini sudah terjadi di pantai utara (pantura) dari bagian barat hingga timur Jawa. Keadaan
ini menyebabkan terjadinya penurunan hasil padi di wilayah tersebut akibat salinitas (BPTP
Jateng 2015). Usaha peningkatan produksi pangan antara lain dapat ditempuh melalui
pemanfaatan lahan salin yang cukup luas seperti daerah pasang surut, namun untuk itu
dibutuhkan tanaman pangan seperti padi dan palawija yang adaptif kondisi salin. Upaya
peningkatan produksi padi pada lahan salin masih terkendala dengan terbatasnya jumlah
varietas yang cocok untuk dikembangkan di daerah tersebut, sedangkan plasma nutfah padi
yang dapat digunakan sebagai donor gen toleran salinitas dalam kegiatan pemuliaan masih
sedikit. Selama ini, perbaikan varietas yang ada lebih banyak diarahkan pada lahan sawah
dataran rendah yang subur dan lahan kering (padi gogo), sedangkan program pemuliaan untuk
lahan marginal seperti lahan salin masih prioritas kedua. Namun demikian, untuk menjaga
kondisi musim yang saat ini mulai sulit diprediksi dapat terjadi musim kemarau yang panjang,
sehingga akan mempengaruhi wilayah pertanaman padi di dekat pantai akibat terjadi salinitas.
Untuk antisipasinya diperlukan tanaman padi yang toleran salinitas. Pemilihan metode
untuk seleksi padi terhadap salinitas sudah banyak dipelajari. Salah satu metode uji yang baik
dalam seleksi adalah dengan menggunakan larutan garam 4.000 ppm NaCl (0,4%) pada media
tanah (Sulaiman 2010), serta uji melalui metode larutan hara dengan 4.000 ppm NaCl cukup
baik untuk pengujian seleksi awal toleransi padi terhadap salinitas

2.2. Pengaruh Salinitas Tanah Terhadap Pertumbuhan Tanaman


Kadar garam yang tinggi pada tanah menyebabkan tergganggunya pertumbuhan,
produktivitas tanaman dan fungsi-fungsi fisiologis tanaman secara normal, terutama pada
jenis-jenis tanaman pertanian. Salinitas tanah menekan proses pertumbuhan tanaman dengan
efek yang menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein, serta penambahan
biomass tanaman. Tanaman yang mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan
respon dalam bentuk kerusakan langsung tetapi dalam bentuk pertumbuhan tanaman yang
tertekan dan perubahan secara perlahan (Sipayung, 2013). Dalam FAO (2015) dijelaskan
bahwa garam-garaman mempengaruhi pertumbuhan tanaman umumnya melalui: (a) kera-
cunan yang disebabkan penyerapan unsur penyusun garam yang berlebihan, (b) penurunan
penyerapan air dan (c) penurunan dalam penyerapan unsur-unsur hara yang penting bagi
tanaman.
Pengaruh salinitas tanah tergantung pada tingkatan pertumbuhan tanaman, biasanya
pada tingkatan bibit sangat peka terhadap salinitas. Waskom (2013) menjelaskan bahwa
salinitas tanah dapat menghambat perkecambahan benih, pertumbuhan yang tidak teratur pada
tanaman pertanian seperti kacang-kacangan dan bawang. Viegas et a l,. (2013) dalam Da
Silva et al, (2018) melaporkan bahwa pertumbuhan tunas pada semai Leucaena
leucocephala mengalami penurunan sebesar 60% dengan adanya penambahan salinitas pada
media sekitar 100 mM NaCl. Adanya kadar garam yang tinggi pada tanah juga menyebabkan
penurunan jumlah daun, pertumbuhan tinggi tanaman dan rasio pertumbuhan panjang sel.
Demikian pula dengan proses fotosintesis akan terganggu karena terjadi akumulasi garam
pada jaringan mesophil dan meningkatnya konsentrasi CO2 antar sel (interseluler) yang dapat
mengurangi pembukaan stomata (Robinson, 1999 dalam Da Silva et al, 2018). Pada tanaman
semusim antara lain meningkatnya tanaman mati dan produksi hasil panen rendah serta
banyaknya polong kacang tanah dan gabah yang hampa (Anonim, 2017).
Proses pengangkutan unsur-unsur hara tanaman dari dalam tanah akan terganggu
dengan naiknya salinitas tanah. Manurut Salisbury and Ross (2005) bahwa masalah potensial
lainnya bagi tanaman pada daerah tersebut adalah dalam memperoleh K+yang cukup. Masalah
ini terjadi karena ion natrium bersaing dalam pengambilan ion K+. Tingginya penyerapan
Na+ akan menghambat penyerapan K+. Menurut Grattan and Grieve (2009) dalam Yildirim et
al (2016), salinitas yang tinggi akan mengurangi ketersedian K+ dan Ca++ dalam larutan tanah
dan menghambat proses transportasi dan mobilitas kedua unsur hara tersebut ke daerah
pertumbuhan tanaman (growth region) sehingga akan mengurangi kualitas pertumbuhan baik
organ vegetatif maupun reproduktif. Salinitas tanah yang tinggi ditunjukkan dengan
kandungan ion Na+ dan Cl– tinggi akan meracuni tanaman dan meningkatkan pH tanah yang
mengakibatkan berkurangnya ketersediaan unsur-unsur hara mikro (FAO, 2015). Demikian
pula dengan hasil penelitian Yousfi et al (2017) bahwa salinitas menyebabkan penurunan
secara drastis terhadap konsentrasi ion Fe di daun maupun akar pada tanaman gandum
(barley). Penurunan tersebut disebabkan karena berkurangnya penyerapan Fe pada kondisi
salinitas tinggi.
2.3. Mekanisme Toleransi Tanaman
Untuk mempertahankan kehidupannya, jenis-jenis tanaman tertentu memiliki
mekanisme toleransi tanaman sebagai respon terhadap salinitas tanah. Jenis-jenis tanaman
memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap salinitas. Beberapa tanaman budidaya
misalnya tomat, bit gula, beras belanda lebih toleran terhadap garam dibandingkan tanaman
lainnya (Salisbury and Ross, 2015). Secara garis besar respon tanaman terhadap salinitas
dapat dilihat dalam dua bentuk adaptasi yaitu dengan mekanisme morfologi dan mekanisme
fisiologi (Sipayung, 2013).
1. Mekanisme morfologi
Bentuk adaptasi morfologi dan anatomi yang dapat diturunkan dan bersifat unik dapat
ditemukan pada jenis halofita yang mengalami evolusi melalui seleksi alam pada kawasan
huta pantai dan rawa-rawa asin. Salinitas menyebabkan perubahan struktur yang memperbaiki
keseimbangan air tanaman sehingga potensial air dalam tanaman dapat mempertahankan
turgor dan seluruh proses bikimia untuk pertumbuhan dan aktivitas yang normal. Perubahan
struktur meliputi ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun,
peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin pada permukaan daun, serta
lignifikasi akar yang lebih awal (Haryadi dan Yahya, 1988 dalam Sipayung, 2013).
Ukuran daun yang lebih kecil sangat penting untuk mempertahankan turgor, sedangkan
lignifikasi akar diperlukan untuk penyesuaian osmose yang sangat penting untuk untuk
memelihara turgor yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dan fungsi metabolisme
yang normal. Dengan adaptasi struktural ini kondisi air akan berkurang dan mungkin akan
menurunkan kehilangan air pada transpirasi. Namun pertumbuhan akar pada lingkungan salin
umumnya kurang terpengaruh dibandingkan dengan pertumbuhan daun (pucuk) atau buah.
Hal ini diduga karena akibat perbaikan keseimbangan dengan mempertahankan kemampuan
menyerap air. Pertumbuhan tanman yang cepat juga merupakan mekanisme untuk
mengencerkan garam. Dalam hal ini bila garam dikeluarkan oleh akar, maka bahan organik
yang tidak mempunyai efek racun akan tertimbun dalam jaringan, dan ini berguna untuk
mempertahankan keseimbangan osmotik dengan larutan tanah (Salisbury dan Ross, 2005).
2. Mekanisme Fisiologi
Bentuk adaptasi dengan mekanisme fisiologi terdapat dalam beberapa bentuk. Osmoregulasi
pada kebanyakan tanaman melibatkan sintesis dan akumulasi solute organik yang cukup
untuk menurunkan potensial osmotik sel dan meningkatkan tekanan turgor yang diperlukan
untuk pertumbuhan tanaman. Senyawa-senyawa organik berbobot molekul rendah yang setara
dengan aktifitas metabolik dalam sitoplasma seperti asam-asam organik, asam amino dan
senyawa gula disintesis sebagai respon langsung terhahadp menurunnya potensial air
eksternal yang redah. Senyawa organik yang berperan mengatur osmotik pada tanaman
glikopita tingkat tinggi adalah asam-asam organik dan senyawa-senyawa gula. Asam malat
paling sering menyeimbangkan pengambilan kation yang berlebihan. Dalam tanaman halofita,
oksalat adalah asam organik yang menyeimbangkan osmotik akibat kelebihan kation.
Demikian juga pada beberapa tanaman lainnya, akumulasi sukrosa yang berkontribusi pada
penyesuaian osmotik dan merupakan respon terhadap salinitas (Harjadi dan Yahya,
1988 dalam Sipayung, 2013)
Tanaman halofita biasanya dapat toleran terhadap garam karena mempunyai
kemampuan mengatur konsentrasi garam dalam sitoplasma melalui transpor membran dan
kompartementasi. Garam disimpan dalam vakuola, diakumulasi dalam organel-organel atau
dieksresi ke luar tanaman. Pengeluaran garam pada permukaan daun akan membantu
mempertahankan konsentrasi garam yang konstan dalam jaringan tanaman (Salisbury and
Ross, 2005). Ada pula tanaman halofita yang mampu mengeluarkan garam dari kelenjar
garam pada permukaan daun dan menyerap air secara higroskopis dari atmosfir (Mooney at
al, 1980 dalam Salisbury and Ross, 2015).
Sistem membran semi permeabel yang membungkus sel, organel dan kompartemen-
kompartemen adalah struktur yang paling penting untuk mengatur kadar ion dalam sel.
Lapisan terluar membran sel ataau plasmolemma memisahkan sitoplasma dan komponen
metaboliknya dari larutan tanah salin yang secara kimiawi tidak cocok. Membran semi
permeabel ini berfungsi menghalangi difusi bebas garam ke dalam sel tanaman, dan memberi
kesempatan untuk berlangsungnya penyerapan aktif atas unsur-unsur hara essensial. Membran
lainnya mengatur transpor ion dan solute lainnya dari sitoplasma dan vakuola atau organel-
organel sel lainnya termasuk mitokondria dan kloroplas. Plasmolemma yang berhadapan
langsung dengan tanah merupakan membran yang pertama kali menderita akibat pengaruh
salinitas. Dengan demikian maka ketahanan relatif membran ini menjadi unsur penting
lainnya dalam toleransi terhadap garam (Harjadi dan Yahya, 1988 dalamSipayung, 2013).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Salinitas Tanah Sawah Untuk Tanaman Padi

Perubahan iklim global ditengarai menyebabkan naiknya permukaan air laut, sehingga
berakibat terhadap meluasnya daerah pesisir sentra produksi padi yang terimbas intrusi dan
atau limpasan air laut. Hal tersebut dapat ditunjukkan oleh kondisi daratan pantai utara Jawa
(Pantura) semakin luas terintrusi air laut. Di beberapa daerah di Jawa Barat, air payau dan air
asin masing-masing telah menyusup kedaratan sekitar 8 km, dan 6 km.
Dampak intrusi air laut atau masuknya air asin ke daratan akan lebih terasa pada saat
kemarau. Tanaman padi mulai mengering dan berdampak gagal panen. Penelitian
menunjukkan bahwa pada musim kemarau, di wilayah pesisir salinitas tanah berkisar antara 2
dS/m hingga 18 dS/m, sedangkan batas toleransi tanaman padi pada saat tanam terhadap
kegaraman adalah sekitar 4 dS/m.
Apabila intrusi air laut yang menembus daratan tersebut masuk di lahan pesawahan,
maka salinitas tanah akan meningkat melebihi batas kritis bagi tanaman padi. Padi merupakan
tanaman yang sensitif terhadap salinitas. Walaupun demikian, tanaman tersebut merupakan
satu-satunya tanaman sereal yang direkomendasikan untuk ditanam di lahan salin. Hal itu
terkait dengan kemampuan tanaman padi tumbuh baik pada lahan yang tergenang, dan
mampu membantu mencuci garam yang ada pada permukaan tanah ke lapisan tanah di
bawahnya, sehingga lahan menjadi cocok untuk pertumbuhan pertanaman berikutnya.
Salinitas mempengaruhi semua fase pertumbuhan tanaman, mulai dari perkecambahan sampai
dengan pemasakan biji. Pengaruhnya dapat bervariasi bergantung pada fase pertumbuhan
tanaman.

3.2. Toleransi Padi Sawah

Tabel. 1. Kriteria Toleransi Tanaman padi terhadap salinitas


Toleransi padi terhadap salinitas selama fase awal pembibitan, berkaitan erat dengan
adanya vigor kecambah yang sangat baik, kemampuan mengeluarkan garam dari perakaran,
adanya kompartemen ion dalam jaringan struktural yang lebih tua, dan adanya respon stomata
yang flexibel (segera menutup pada saat terkena cekaman, dan segera membuka kembali
setelah waktu aklimatisasi), adanya regulasi sistem antioksidan khususnya pada jalur lintas
askorbat gluthionine yang mengakibatkan munculnya sifat toleransi terhadap cekaman
oksidasi.
Toleransi pada fase reproduktif, tanaman toleran memiliki kemampuan mengeluarkan
garam dari daun bendera dan malai. Sifat toleransi pada saat fase vegetatif tidak berkaitan
dengan sifat toleransi pada saat generatif dan tidak ada kultivar lokal yang memiliki gabungan
beberapa sifat tersebut. Hal ini dipandang sebagai variasi ekspresi fenotipik antar kultivar, dan
mengindikasikan adanya kemungkinan sejumlah donor alel gen-gen yang berguna dalam
mengendalikan sifat toleran salinitas.
Studi genetik menunjukkan bahwa sifat toleransi terhadap garam memiliki nilai daya
heritabilitas yang agak tinggi. Penggabungan sifat toleran pada saat bibit dan fase reproduktif
perlu dilakukan untuk membentuk varietas toleran terhadap salinitas. Peneliti lain melaporkan
nilai heritablitas sifat ini relatif rendah karena sangat kuat dipengaruhi lingkungan. Untuk
mengidentifikasi genotipe toleran, dianjurkan dilakukan penapisan di rumah kaca pada
kondisi lingkungan yang terkendali dengan bahan tanaman generasi lanjut (F5 sampai F7).
Penggunaan varietas toleran merupakan cara paling efektif untuk memanfaatkan potensi
lahan salin dalam program peningkatan produksi padi nasional. Dengan berubahnya iklim
global, pada saat ini daerah-daerah sentra produksi padi dipesisir pantai terancam cekaman
salinitas mengingat sedikitnya pasokan air irigasi pada saat musim kemarau atau akhir musim
hujan. Mengingat potensi kontribusi lahan salin terhadap peningkatan produksi padi nasional
serta beragamnya lahan salin yang ada, perlu tersedia banyak varietas yang memiliki sifat
toleran terhadap lahan salin.

3.3. Respon Tanaman Padi terhadap Salinitas


Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, jika lingkungan
tidak optimal maka penghambatan pertumbuhan yang dapat dialami adalah berubahnya daun,
tinggi tanaman yang tidak optimal, umur berbunga yang terlambat sampai tanaman yang tidak
menghasilkan biji dan malai. Menurut (Arsyad dan Rustiadi, 2018) gejala keracunan garam
yang nampak pada tanaman padi adalah daun menggulung, disusul ujung daun berwarna
keputihan dan kering. Pada tingkat gejala yang lebih berat tanaman mati sebelum
menghasilkan malai. Adanya cekaman garam dan PEG ternyata dapat menurunkan indeks
vigor benih padi. Hal ini disebabkan adanya PEG berdampak pada rendaknya ketersediaan air
pada media perkecambahan. Dalam kondisi dimana benih tidak lagi dapat menyerap air maka
benih tidak dapat tumbuhatau mengalami kematian. Semakin tinggi konsentrasi PEG yang
diberikan maka tekanan osmotik yang terjadi dalam media tumbuh benih semakin tinggi
sehingga benih semakin sulit berkecambah (Situmorang dkk., 2010).

Respon tumbuhan terhadap perlakuan garam meliputi adanya penghambatan pertumbuhan


dan fotosintesis, pengaturan kembali metabolisme, kompensasi terhadap proses osmosis dan
perubahan ion. Peningkatan proses pemeliharan jaringan melalui proses respirasi, diduga
sebagai penyebab utama terjadinya penurunan pertumbuhan selama stres salinitas.
Pengorbanan jaringan dan pigmen fotosintesis dalam daun selama proses adaptasi terhadap
stres garam diduga merupakan mekanisme untuk menghemat energi, sehingga kemudian
dapat dialihkan untuk mempertahankan proses multiplikasi tunas (Chen et al., 2008),
meskipun belum jelas apakah penghambatan tersebut disebabkan oleh terjadinya
penghambatan fotosintesis atau karena terjadinya defisiensi ion tertentu pada jaringan yang
sedang tumbuh (Munns, 2013).
Penurunan bobot basah tanaman yang terkena stres merupakan dampak dari rendahnya
potensial air dalam tanah sehingga tanaman mengalami dehidrasi, dan terjadi pula reduksi
transpirasi. Dampak lebih lanjut dari kedua proses tersebut adalah rendahnya penyerapan
material-material terlarut dari dalam tanah dan atau rendahnya biosintesis material baru dalam
tanaman.
Perubahan-perubahan anatomi mesofil merupakan gejala umum yang terjadi selama stres
garam. Daun tumbuhan yang terkena stres biasanya menjadi lebih tebal (Longstreth dan
Nobel, 2009). Sel-sel jaringan spons secara nyata lebih rapat, bahkan pada tanaman bayam
yang terkena stres garam peningkatan kerapatan sel-sel spon ini mencapai 25 %, sehingga
berakibat pada terjadinya penurunan ruang antar sel pada jaringan mesofil daun (Delfine et
al., 2008). Gejala yang sama juga terjadi pada tanaman kapas yang terkena stres garam
(Brugnoli dan Bjorkman, 2012). Penebalan ini sangat mungkin menjadi penyebab terjadinya
penurunan konduktansi difusi CO2 dalam mesofil (Longstreth dan Nobel, 2009).
Stres garam menyebabkan terjadinya penurunan secara substansial difusi CO2, yang
berakibat pada rendahnya konsentrasi CO2 dalam kloroplas. Rendahnya konsentrasi CO2
dalam kloroplas akan berakibat pada terjadinya penurunan fotosintesis. Rendahnya difusi
CO2 ini pada umumnya ditentukan oleh turunnya konduktansi stoma dan konduktansi mesofil
(Delfine et al., 2008). Penurunan konduktansi difusi CO2 yang diakibatkan oleh penutupan
stoma, berperan pada terjadinya reduksi fotosintesis pada kondisi kekurangan air (Cornic et
al., 2012) dan pada kondisi stres garam yang moderat (Brugnoli dan Bjorkman, 2012). Akar
tumbuhan yang terpapar NaCl akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi ABA
dalam cairan xylem, yang mungkin dipacu oleh turunnya potensial air di daerah pangkal
batang. Kondisi ini kemudian diikuti dengan terjadinya transport ABA ke daun, yang
kemudian memacu penutupan (Asch et al., 2005). Peningkatan konsentrasi Na+ apoplastik
juga akan mengakibatkan kerusakan sel penutup (guard cells) yang bersifat irreversibel
(Robinson et al., 2007).

BAB IV
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Untuk mengatasi permasalahan salinitas tersebut, yang dimulai dari pengamatan dan
pengukuran salinitas, penerapan strategi penurunan salinitas tanah dengan sistem pengairan
dan pengolahan lahan yang tepat serta pemilihan jenis-jenis adaptif terhadap salinitas.
Penggunaan jenis-jenis adaptif terhadap salinitas penting dilakukan karena jenis tersebut
memiliki mekanisme toleransi terhadap salinitas baik secara morfologi maupun fisiologis
yang mampu mempertahankan hidupnya terhadap cekaman salinitas. Penelitian genetika
mungkin diperlukan untuk mendapatkan varietas-varietas yang tahan terhadap salinitas untuk
meningkatkan produksi khususnya pada jenis-jenis tanaman pangan (pertanian)
DAFTAR PUSTAKA

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jateng (2015) Lokakarya strategi pengelolaan lahan
salin mendukung peningkatan produksi padi di Jawa Tengah. [Online] Tersedia pada:
http://jateng.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/component/k2/item/ 145-lokakarya-
strategi-pengelolaan-lahan-salinmendukung- peningkatan-produksi-padi-di-jawatengah

Harjadi , S.S. dan S. Yahya. 2018. Fisiologi Stres Tanaman. PAU IPB, Bogor Larcher, W.
2015. Physiological Plant Ecology. Chapsiology and Stress Physiology of Functional
groups. Institute Fur Allgemeine Botanic. Austria

Horie, T., Karahara, I. & Katsuhara, M. 2012. Salinity tolerance mechanisms in glycophytes:
An overview with the central focus on rice plants. Rice, 5, 1−18.

Hutajulu, F.H dan Rosmayati dan Ilyas, Syafruddin. 2013. Pengujian Respons Pertumbuhan
Beberapa Varietas Padi Sawah (Oryza Sativa L.) Akibat Cekaman Salinitas. Program
Studi Agroekoteknologi, Fakultas Peranian USU, Medan

Kanawapee, N., Sanitchon, J., Srihaban, P. & Theerakulpisut, P. (2011) Genetic diversity
analysis of rice cultivars (Oryza sativa L.) differing in salinity tolerance based on
RAPD and SSR markers. Electronic Journal of Biotechnology, 14 (6), 1–17.

Maroeto dan Sasongko, P.E. 2004. Alternatif Pemilihan Tanaman Pangan Pada Lahan
Pesisir Dengan Pendekatan Evaluasi Tingkat Kesesuaian Lahan Di Daerah Kabupaten
Sidoarjo. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Pertanian Vol. 4 No. 1

Roslim DI, Miftahudin, Suharsono U, Aswidinnoor H, Hartana A. Karakter root re-growth


sebagai parameter toleransi aluminium pada tanaman padi. Jurnal Natur Indonesia.
2010; 13(1):82-88.

Rusd, A.M.I. (2011) Pengujian toleransi padi (Oryza sativa L.) terhadap salinitas pada fase
perkecambahan. Sripsi S1. Institut Pertanian Bogor.

Sipayung, R. 2013. Stress Garam dan Mekanisme Toleransi


Tanaman. Http://www.library.USU.ac.id/download/fp/bdp.rosita2.pdf. diakses pada
tanggal 15 November 2018.

Situmorang, A., A.Zannati., D. Widyajayantie., dan S. Nugroho. 2010. Seleksi Genotipe Padi
Mutan Insersi Toleran Cekaman Salinitas Berdasarkan Karakter Pertumbuhan dan
Biokimia, Agron. Indonesia. 38(1): 8-14.

Suriadikarta dan D. Ardi., 2005. Pengelolaan Lahan Sulfat Masam untuk Usaha Pertanian.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat

Ubudiyah dan Nurhidayati. 2013. Respon Kalus beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.)
pada Kondisi Cekaman Salinitas (NaCl) secara In Vitro. Sains dan Seni POMITS, 2
(2): 1-6

Anda mungkin juga menyukai