Anda di halaman 1dari 38

LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

EKOLOGI PERAIRAN TERAPAN


KODE MATA KULIAH (PMP61202)

Asisten Praktikum :
Tanaya Citra Damayanti

Disusun Oleh :

Nama : Sherly Cleodora Elshada


NIM : 235080100111001
Kelas : M01
Kelompok : 01

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
KARTU KENDALI PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN TERAPAN

Identitas Mahasiswa / Praktikan

Nama : Sherly Cleodora Elshada

NIM : 235080100111001

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Kelompok : 01

Kelas : M01

No Tanggal Asisten Keterangan TTD

3
RENCANA PRAKTIKUM

1. Nama mata kuliah : Ekologi Perairan Terapan

2. Kode/SKS : PMP61202 / 3 SKS

3. Dosen Pengampu : 1) Ir. Mulyanto, M.Si

2) Prof. Dr. Ir. Muhammad Musa, MS

3) Dr. Ir. Umi Zakiyah, M.Si

4) Andi Kurniawan, S.Pi, M.Eng, D.Sc

5) Dr. Ir. Supriatna, M.Si.

6) Nanik Retno Buwono , S.Pi., M.P.

7) Pratama Diffi Samuel, S.Pi., M Ling

8) Alfi Nur Rusydi, S.Si., M.Sc

9) Attabik Mukhammad Amrillah, S.Pi, M.Si

10) Lutfi Ni'matus Salamah, S.Pi, M.Eng

11) Abd. Aziz Amin, S.Pi, M.Sc

4. Semester : Ganjil

5. Status Mata Kuliah : Wajib

6. Tempat Pelaksanaan : Sumber Mata Air Cinde

7. Waktu Pelaksanaan : 14 September – 3 Oktober 2023

A. Latar Belakang

Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara makhluk

hidup dengan makhluk hidup lainnya, maupun dengan lingkungannya. Menurut

Odum (1996) adalah kajian tentang rumah tangga bumi termasuk flora, fauna,

mikroorganisme dan manusia yang hidup bersama saling tergantung satu sama

lain. Menurut Chiras (1985) adalah studi tentang organisme hidup dan hubungan

antara satu dengan lainnya dan dengan lingkungannya.


Ekologi perairan membahas hubungan timbal balik antara organisme

perairan dengan organisme lain serta dengan lingkungannya. Pokok bahasan

pertama adalah dinamika ekosistem, yang membahas masalah ekologi secara

umum, dimaksudkan sebagai dasar pengetahuan tentang ekologi. Bahasan

selanjutnya didasarkan pada habitat yang ada di perairan, dengan karakteristik

yang masing – masing berbeda. Salah satu bahasan yang juga dijadikan obyek

praktikum adalah ekosistem sungai. Ekosistem tersebut merupakan perairan unik

karena interaksi antara faktor abiotik dan abiotik, serta abiotik dan biotik tidak

hanya dipengaruhi oleh dinamika ekosisstem itu sendiri, tetapi juga dipengaruhi

fenomena yang terjadi di Daerah Aliran Sungai. Perubahan yang terjadi mulai zona

rithron (kawasan hulu) yang berarus deras sampai zona potamon (kawasan hilir)

yang berarus lambat, sangat nyata perbedaannya. Perubahan tersebut dikenal

dengan istilah River Continuum Concept, dimana kuantitas dan kualitas komponen

abiotik serta komposisi komponen biotik berubah secara gradien dan kontinyu.

Ekosistem tersebut juga mempunyai kekuatan yang disebut self purification,

dimana dinamika kecepatan arus dan perbedaan profil dasar perairan akan

menciptakan turbulensi, yang mempengaruhi kemampuan recovery dari

ekosistem.

Praktikum ekologi perairan, tepatnya di ekosistem sungai, untuk mahasiswa

diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang dinamika suatu perairan,

ketrampilan lapang berkaitan dengan pengambilan sampel kualitas air dan

organisme perairan, ketrampilan laboratorium berkaitan dengan pengukuran

kualitas air dan identifikasi organisme, kemampuan analisis dengan cara

membandingkan teori yang didapat dengan kenyataan yang terjadi di lapang.


B. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk melatih dan meningkatkan

kemampuan mahasiswa dalam:

1. Ketrampilan Kognitif

a. Penerapan teori di lapangan.

b. Pengintegrasian pemahaman berbagai teori yang telah diperoleh.

c. Korelasi antara teori dengan kenyataan di lapangan.

2. Ketrampilan Afektif

a. Perencanaan kegiatan mandiri dan kelompok.

b. Kemampuan bekerjasama.

c. Kemampuan mengkomunikasikan hasil belajar.

3. Ketrampilan Psikomotorik

a. Penguasaan pengunaan peralatan lapang dan laboratorium.

b. Penguasaan pembuatan bahan (kimia) untuk analisis di laboratorium.

C. Tempat dan Waktu Praktikum

Praktikum ekologi perairan dilaksanakan di Sumber Mata Air Cinde untuk

pengambilan sampel dan analisis parameter fisika juga dilaksanakan di

Laboratorium Hidrobiologi Gedung C Lantai 1 untuk analisis parameter kimia dan

biologi. Praktikum ekologi perairan dilaksanakan pada tanggal 14 September – 3

Oktober 2023.

D. Rencana Kegiatan Praktikum

Praktikum ekologi perairan dilakukan secara bertahap. Masing – masing

kelompok praktikan dengan dibimbing oleh asisten akan melakukan praktikum di

secara luring. Adapun kegiatan praktikum sebagai berikut:

1) Praktikum
2) Analisis data

3) Pembuatan laporan

4) Konsultasi laporan

5) Ujian praktikum
E. Data Hasil Praktikum

a. Data Parameter Abiotik

Post
No Parameter
1 2 3 4 5

1. Suhu (˚C) 19 19 21,5 22 22

Kec. Arus 0,5


2. 0,58 0,45 0,41 0, 26
(m/s)

3. pH 8 8 7 7 7

4. DO (ppm) 7,43 9,23 16,43 7,9 7,91

5. BOD (ppm) 0,95 1,91 5,6 3,46 0,18

6. CO2 (ppm) 19,97 1,57 19,97 28 27,96

7. TOM (ppm) 36,65 10,11 10,11 1,26 8,84

Amonia 0, 02
8. 0, 04 0, 02 0, 04 0, 03
(ppm)

Nitrat 3,4
9. 4,1 3,7 4, 0 3,4
(ppm)

Orthofosfat 4,2
10. 2,6 4,1 4,4 4,1
(ppm)

11. Sifat dasar Berbatu Berbatu Berbatu Berbatu Berbatu

Tipe Arus Arus Arus Arus Arus


12.
habitat deras deras deras deras deras

Tabel 1. Data hasil pengukuran kualitas air abiotik di Sumber Mata Air Cinde
b.Data Parameter Biotik

Jenis

Benthos Hidropsyche sp.

Perifiton Spirogyra

Tabel 2. Data hasil pengukuran kualitas air biotik di Sumber Mata Air Cinde
F. Lembar Kerja Praktikum I

1. Analisis hubungan Suhu air dan CO₂

a. Data Teori

Suhu air (ᵒC) 10 15 20 25 30

Kelarutan CO₂ (ppm) 0.76 0.65 0.56 0.48 0.42

Tabel 3. Kelarutan karbondioksida dalam air murni pada suhu yang berbeda

(Hutchinson, 1957 dalam Boyd, 1982).

b. Data Aktual

Suhu air (ᵒC) 19 19 21,5 22 22

Kelarutan CO₂ (ppm) 19,97 1,57 19,97 28 27,96

Tabel 4. Suhu dan kelarutan CO₂ di Sumber Mata Air Cinde

Grafik:

Hubungan Suhu dan CO2


35
22, 28
30
22, 28
25
19, 20 Teori
CO2 (ppm)

20 21.5, 20

15 Aktua
l
10
19, 1.6
15, 0.65
5 25, 0.48
10, 0.76 20, 0.56 30, 0.42
0
0 5 10 15 20 25 30 35
SUHU (oC)

Grafik 1. Hubungan suhu dengan CO2


Analisis:

Suhu perairan adalah salah satu faktor penting bagi kelangsungan hidup

organisme di suatu perairan selain itu suhu juga faktor yang paling mudah untuk

ditentukan dan diteliti. Suatu aktivitas metabolisme dan penyebaran organisme air

banyak dipengaruhi oleh suhu air (Hamuna et al., 2018). Suhu berpengaruh untuk

pertumbuhan dan kehidupan biota air. Suhu pada air dipengaruhi oleh musim,

lintang, waktu, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran dan kedalaman air. Fungsi

suhu pada perairan yakni untuk mengendalikan kondisi ekosistem perairan,

biasanya suhu pada permukaan perairan berkisar 28 – 31°C.

Perubahan suhu air dapat mempengaruhi kelarutan CO2 di suatu perairan.

Salah satu contoh yang dapat dipengaruhi oleh suhu pada suatu perairan yakni

fitoplankton. Fitoplankton melakukan fotosintesis dengan memanfaatkan CO2

dalam bentuk HCO3 yang diikuti oleh adanya peningkatan konsentrasi CO32- dari

proses disosiasi CaCO3 (Triyulianti et al., 2018). Selain itu proses respirasi atau

proses menghasilkan energi fitoplankton dapat meningkatkan pH. Produksi CO2

secara alamiah berasal dari hasil respirasi serta biota-biota yang mati tenggelam

ke kolam perairan dibawahnya.

Hasil data praktikum yang telah kami lakukan di Sumber Mata Air Cinde.

Berdasarkan data yang kami dapatkan setelah melakukan praktikum suhu tertinggi

berada di post 3 dan 4 dengan suhu 22° C. Suhu terendah pada Sumber Mata Air

Cinde berada di post 1 dan 2 yaitu 19°C. Nilai tertinggi untuk larutan CO 2 berada

di post 4 dengan nilai 28 ppm. Nilai larutan CO2 terendah berada di post 2 dengan

nilai 1,57. Pada data teori, hasil analisis hubungan suhu air dengan kelarutan

karbon dioksida adalah ketika suhu meningkat, maka kelarutan karbon dioksida

dalam air lebih rendah.

Suhu merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan panas

dinginnya suatu perairan. Suhu yang optimal bagi organisme pada suatu perairan
adalah 28-32°C. Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah thermometer

hg. Faktor faktor yang mempengaruhi suhu suatu perairan adalah musim,

intensitas cahaya matahari, letak geografis, kedalaman, dan arus. CO2 adalah

senyawa yang terbentuk dari satu atom karbon dan dua atom oksigen. Senyawa

CO2 berasal dari proses respirasi, dari udara melalui proses difusi dan kemudian

terbawa oleh air hujan serta perombakan bahan organik maupun anorganik oleh

bakteri. Hubungan Suhu dan CO 2 yakni ketika suhu naik maka suatu organisme

akan melakukan respirasi, hal ini menyebabkan CO 2 pada perairan mengalami

kenaikan.

2. Analisis hubungan Suhu air dan O2

a. Data Teori

Suhu air (ᵒC) 16 17 18 19 20

Kelarutan O₂ (ppm) 9,56 9,37 9,18 9,01 8,84

Tabel 5. Kelarutan oksigen dalam air murni pada suhu yang berbeda (pada

tekanan atmosfer 760 mmHg) (Boyd, 1982)

b. Data Aktual

Suhu air (ᵒC) 19 19 21,5 22 22

Kelarutan O₂ (ppm) 7,3 9,23 16,64 3,46 7,915

Tabel 6. Suhu dan kelarutan O₂ di Sumber Mata Air Cinde


Hubungan Suhu dengan DO
18
16 21.5, 16.4
14
12 18, 9.18 20, 8.84
DO (ppm)

16, 9.56 Teor


10 i
22, 7.9
8 17, 9.37 Aktu
19, 9.2 22, 7.9
6 al
4 19, 7.4 19, 9.01
2
0
0 5 10 15 20 25
SUHU (oC)

Grafik 2 Hubungan Suhu dengan DO

Analisis:

Berdasarkan hasil grafik yang didapatkan dari pengujian pada Sumber

Mata Air Cinde nilai oksigen terlarut atau DO ialah salah satu parameter yang

mengindikasikan tingkat kesuburan di suatu daerah perairan tersebut (Apriadi et

al., 2017). Hal itu dikarenakan, kunci parameter dari kualitas air yang

mengendalikan distribusi dan sebaran organisme, oleh karena itu suhu dan

oksigen memiliki keterhubungan. Hubungan suhu dan oksigen ialah jika suhu

meningkat maka kelarutan oksigen akan menurun. Begitu juga sebaliknya jika suju

menurun maka kelarutan oksigen akan semakin tinggi. Hal tersebut telah

dibuktikan dalam tabel bahwa adanya hubungan antara suhu dengan oksigen.

Kelangsungan hidup hewan air bergantung pada kecukupan kadar DO di

badan air. Karena suhu air menurun dengan konsentrasi DO. Setiap perubahan

suhu air laut mengubah konsentrasi DO-nya, sehingga menghasilkan interaksi

unik antara variabel fisik yang berbeda. Selain itu, kondisi lain, seperti penggunaan

lahan, tingkat polusi, dan hidrologi regional, meningkatkan atau menurunkan

variabilitas. Menurut Danladi et al. (2017), hasil penelitian menunjukkan bahwa


peningkatan curah hujan dan tekanan atmosfer akan berdampak kecil pada suhu

air dan konsentrasi DO dalam situasi di mana akan terjadi peningkatan suhu udara

dan penurunan curah hujan. Pada akhirnya, hal ini akan memicu suhu air yang

lebih tinggi dan konsentrasi DO yang lebih rendah. Hubungan antara aliran air,

suhu air dan konsentrasi DO menunjukkan bahwa transien atas menurunkan suhu

air dan meningkatkan konsentrasi DO. Selain itu, luas daratan danau menentukan

suhu air dan perubahan konsentrasi DO dalam sistem sungai.

Hasil pengukuran pada praktikum di Sumber Mata Air Cinde. Pada

parameter suhu kami mendapatkan nilai tertinggi pada post 4 dan 5 dengan angka

22℃. Hasil pengukuran suhu terendah berada pada post 1 dan 2 dengan nilai 19℃.

Untuk hasil pengujian O₂ pada Sumber Mata Air Cinde, nilai terendah kelarutan

Oksigennya mencapai 3,46 ppm pada suhu 22°C dan untuk nilai kelarutan

Oksigen tertinggi mencapai 16,43 ppm pada suhu 21,5°C. Berdasarkan analisis

hasil grafik hubungan suhu dengan kelarutan Oksigen menunjukkan bahwa

perbandingan antara data teori sama dengan data aktual, karena pada data teori

menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dalam perairan, maka nilai kelarutan

oksigen dalam perairan tersebut akan semakin rendah dan begitu pun sebaliknya

data aktual juga menunjukkan data yang sama dengan data teori.

Suhu adalah derajat panas dinginnya suatu perairan yang memiliki suhu

optimal 28-32°C. Dalam suatu perairan, suhu memiliki kaitan erat dengan oksigen

terlarut (DO). Oksigen terlarut ini berperan aktif dalam perairan karena

dimanfaatkan oleh organisme air sebagai respirasi dan sebagai penguraian zat zat

anorganik dan itu semua dipengaruhi oleh suhu. Ketika suhu di suatu perairan

mengalami kenaikan, maka proses respirasi yang dilakukan oleh organisme yang

berada di perairan tersebut juga akan meningkat sehingga oksigen terlarut

berkurang tetapi kadar karbondioksida meningkat. Sebaliknya, jika air kekurangan


oksigen terlarut, maka akan menghambat pertumbuhan organisme yang ada di

perairan.
3. Analisis Kecepatan arus, sifat dasar, dengan tipe habitat

Kecepatan arus
Sifat dasar Tipe habitat
(cm/detik)

˃1,21 Batu besar Sangat deras

˃ 0,91 Batu besar Sangat deras

˃ 0,60 Batu kecil Tidak ada endapan lumpur

Kerikil Sebagian ada endapan


˃ 0,30
lumpur

Pasir Sebagian ada endapan


˃ 0,20
lumpur

˃ 0,12 Lumpur (silt) Endapan lumpur

< 0,12 Lumpur (mud) Seperti kolam

Tabel 7. Hubungan kecepatan arus, sifat dasar dan tipe habitat perairan (sungai)

(Butcher, 1933 dalam Hynes, 1963).

Kecepatan arus
Post Sifat dasar Tipe habitat
(m/detik)

1 0,58 Berbatu Arus deras

2 0, 45 Berbatu Arus deras

3 0,41 Berbatu Arus deras

4 0,26 Berbatu Arus deras

5 0,50 Berbatu Arus deras

Tabel 8. Kecepatan arus, sifat dasar, dan tipe habitat Sumber Mata Air Cinde
Analisis:

Kecepatan arus di suatu sumber mata air dapat mempengaruhi sifat dasar

dan tipe habitatnya. Perairan seperti sumber mata air yang memiliki aliran yang

deras memiliki kecepatan arus yang tinggi. Sedangkan perairan seperti kolam

memiliki kecepatan arus yang rendah. Menurut data hasil pada tabel 8 substrat,

dan tipe habitat Sumber Mata Air Cinde pada setiap post memiliki hasil yaitu

substrat yang berbatu dan arus yang deras. Hasil perhitungan kecepatan arus

berbeda setiap post dengan hasil tertinggi pada post 1 dan kecepatan terendah

pada post 4. Post 1 mendapatkan hasil 0,58 m/s dan post 4 mendapatkan hasil

0,26 m/s.

Arus adalah pergerakan massa air baik secara vertikal maupun horizontal.

Menurut Magfirah et al. (2014) perairan yang mempunyai arus > 1 m/det

dikategorikan dalam perairan yang berarus sangat deras, perairan dengan arus >

0,5–1 m/s dikategorikan sebagai arus deras, kecepatan arus 0,25–0,5 m/det

dikategorikan sebagai arus sedang, kecepatan arus 0,1–0,25 m/s di kategorikan

arus lambat dan kecepatan arus < 0,1 m/s dikategorikan arus sangat lambat.

Dalam perairan, kecepatan arus dibagi menjadi perairan lentik dan perairan lotik.

Perairan lentik atau menggenang disebut juga perairan tenang yaitu perairan

dimana aliran air lambat atau bahkan tidak ada. Sedangkan perairan lotik adalah

perairan mengalir yang dicirikan dengan adanya arus yang terus menerus dengan

kecepatan bervariasi sehingga perpindahan massa air berlangsung terus-

menerus. Kecepatan arus dalam suatu perairan yaitu angin, kelandaian, keadaan

substrat, topografi, dan densitas.

Arus adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horizontal. Fungsi

arus adalah untuk membantu difusi oksigen serta membantu distribusi bahan

organik dan nutrien. Faktor yang mempengaruhi arus, yaitu angin, kelandaian,

keadaan, substrat, topografi, dan densitas. Terdapat perairan yang arusnya


dipengaruhi oleh kekuatan angin yang biasa disebut sebagai perairan lentik atau

tergenang. Selain itu, terdapat pula perairan yang bersifat turbulen sehingga air

akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan dan perairan ini biasa disebut

sebagai perairan lotik atau mengalir. Alat ukur yang biasa digunakan untuk

mengukur kecepatan arus adalah current meter convensional.

Arus merupakan pergerakan air secara vertical maupun horizontal. Arus

memiliki fungsi untuk membantu difusi oksigen serta membantu distribusi bahan

organic dan nutrient. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan arus adalah

angin, kelandaian, keadaan, substrat, topografi, dan densitas. Suatu perairan

dapat dikategorikan perairan yang memiliki arus sangat deras apabila memiliki

kecepatan arus > 1 m/s. Perairan yang memiliki kecepatan arus > 0,5–1 m/s

dikategorikan perairan dengan arus deras.


G. Lembar Kerja Tugas II

1. Analisis Hubungan DO dan BOD

Hubungan DO dan BOD


18
16 3, 16.4
14
12
10 2, 9.2 BOD
8
ppm

1, 7.4 4, 7.9 5, 7.9


6 3, 5.6 DO
4 4, 3.5
2 2, 1.9
0 5, -0.2
-2 0 1, -1
1 2 3 4 5 6
POST

Grafik 3 Hubungan DO dan BOD

Analisis :

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan hubungan DO dan BOD yang

nyaris berbanding lurus. Terlihat pada post 1 dan 2 ketika DO mengalami

peningkatan, BOD juga mengalami peningkatan. DO pada post 1 semula 7,43 ppm

dan megalami kenaikan menjadi 9,23 ppm pada post 2 begitu pun BOD yang

semula -0,95 ppm pada post 1 hal ini terjadi disebabkan oleh human error dimana

botol yang digunakan berbeda sehingga data yang dihasilkan minus dan

mengalami peningkatan pada post 2 yaitu 1,91 ppm. Pada post 2 menuju post 3

mengalami peningkatan DO dan BOD dimana DO yang semula 9,23 ppm

meningkat lagi di angka 16,43 ppm dan BOD yang semula berada di angka 1,91

ppm menjadi 5,6 ppm. Pada post 3 ke post 4 mengalami penurunan kadar DO dan

BOD yaitu post 3 ke post 4 memiliki angka 16,43 ppm ke 7,9 ppm serta BOD pos

3 ke pos 4 adalah 5,6 ppm ke 3,46 ppm. Lalu pada post 4 ke post 5 DO dari angka

7,9 ppm menjadi 7,91 ppm dan BOD post 4 ke post 5 yaitu 3,46 ppm menjadi -
0,18 ppm, hasil minus juga terjadi karena perbedaan botol yang digukanan pada

penelitian

Konsentrasi oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) mencerminkan

keseimbangan antara proses penghasil oksigen (contohnya seperti fotosintesis)

dan proses yang memakan oksigen (dengan contoh respirasi aerobik, nitrifikasi,

serta oksidasi kimia) (Ahmed, 2017). Kadar Dissolved Oxygen (DO) pada perairan

bergantung pada banyak faktor seperti suhu, salinitas, penipisan oksigen, sumber

oksigen dan parameter kualitas air lainnya. Menurut Phu (2014), Biological Oxygen

Demand (BOD) adalah jumlah permintaan oksigen dari mikroorganisme untuk

melakukan oksidasi selain itu juga untuk menstabilkan zat terlarut organik atau

anorganik dalam kondisi air tertentu. Bakteri menggunakan oksigen terlarut

Dissolved Oxygen (DO) untuk mendekomposisi bahan organik dan hasilnya kadar

Dissolved Oxygen (DO) akan berkurang. Jadi, jika Biological Oxygen Demand

(BOD} di suatu perairan tersebut meningkat, maka kadar Dissolved Oxygen (DO)

di perairan tersebut akan menurun. Nilai optimal untuk Biological Oxygen Demand

(BOD) yang dianjurkan bagi organisme air adalah <1 mg/L. Sementara itu, untuk

nilai Dissolved Oxygen (DO) yang sesuai dengan standar baku air untuk

berlangsungnya kehidupan biota air adalah 8 mg/L.

Dissolved Oxygen (DO) sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan,

terutama untuk pertumbuhan, memperbaiki jaringan serta untuk reproduksi

(Sugianti dan Astuti 2018). Sumber DO dapat berasal dari difusi oksigen yang

terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan

fitoplankton. Salah satu penyebab rendahnya konsentrasi DO dalam perairan

adalah tingginya nilai BOD. Tingginya nilai BOD mengindikasikan bahwa sungai

tersebut telah mengalami tekanan pemanfaatan yang melebihi daya dukungnya,

seperti terjadinya ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian, pertumbuhan

pemukiman, industri, dan perikanan. Tingginya nilai Biological Oxygen Demand


(BOD) merupakan salah satu penyebab rendahnya konsentrasi Dissolved Oxygen

(DO).

Berdasarkan literatur, DO memiliki pengaruh yang nyata terhadap BOD.

Hubungan antara DO dan BOD memiliki perbandingan yang terbalik. Semakin

tinggi kadar DO maka akan semakin menurun kadar BOD di perairan. Begitu pula

sebaliknya, semakin rendah kadar DO maka akan semakin tinggi kadar BOD di

perairan tersebut. Jika dilihat dari grafik, hal ini dinyatakan bertentangan karena

pada grafik menunjukkan perbandingan yang lurus. Dari grafik tersebut terlihat

bahwa semakin besar konsentrasi DO maka konsentrasi BOD juga akan

meningkat dan sebaliknya.

Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

digunakan oleh organisme akuatik atau akuatik untuk respirasi dan penguraian zat

anorganik oleh bakteri. Nilai DO yang optimal atau standar adalah 8 mg/L. Faktor-

faktor yang mempengaruhi DO antara lain arus listrik, suhu, dan organisme.

Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah

oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme di lingkungan perairan untuk

menguraikan sampah organik di lingkungan perairan. Reaksi oksidasi pada

pengujian BOD merupakan akibat dari aktivitas biologis dan reaksi yang terjadi

dipengaruhi oleh ukuran populasi dan suhu. Sumber alami bahan organik di

permukaan air adalah sisa tumbuhan dan hewan yang membusuk, sedangkan

sumber BOD adalah tinja, urin, deterjen, lemak, dan aktivitas manusia. Nilai

kebutuhan oksigen biologis (BOD) optimal adalah 4 ppm dan faktor yang

mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang terurai, ketersediaan

mikroorganisme aerob dan jumlah ketersediaan oksigen yang diperlukan untuk

proses dekomposisi. Hubungan antara oksigen terlarut (DO) dengan kebutuhan

oksigen biologis (BOD) adalah sebagai berikut: semakin tinggi nilai kebutuhan

oksigen biologis (BOD), maka semakin rendah nilai oksigen terlarut (DO) dan
sebaliknya, semakin rendah nilai kebutuhan oksigen biologis (BOD) maka semakin

tinggi nilai oksigen terlarut (DO).

2. Analisis Hubungan antara TOM, amonia, nitrat dan orthofosfat.

a. Analisis hubungan TOM dan orthofosfat

Hubungan TOM dan Orthofosfat


40
TOM dan Orthofosfat (ppm)

1, 36.7
35
30
25 Orthofosfat
20
TOM
15
10 2, 10.1 3, 10.1 4, 4.1 5, 8.8
5 2, 4.1 3, 4.4 5, 4.2
1, 2.6 4, 1.3
0
0 1 2 3 4 5 6

POST

Grafik 4 Hubungan TOM dan Orthofosfat

Grafik di atas merupakan hasil analisis hubungan TOM dengan

Orthophosphate pada mata kuliah ekologi perairan yang diambil di Sumber Mata

Air Cinde.TOM mempunyai nilai tertinggi pada stasiun 1 dengan nilai 36,65 ppm

dan TOM mempunyai nilai terendah pada stasiun 4 dengan nilai 1,26 ppm. Nilai

ortofosfat tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 4,4 ppm, dan nilai

ortofosfat terendah terdapat pada stasiun 1 dengan nilai 2,6 ppm.Perbedaan

jumlah Ortofosfat yang signifikan terdapat pada posisi 1, dimana perbedaan jumlah

pada posisi ini dengan posisi lainnya cukup signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh

aktivitas di sekitar posko, baik aktivitas organisme perairan maupun aktivitas

masyarakat atau komunitas di sekitar Sumber Air Cinde.


Menurut Nugroho (2014), bahan organik terlarut total atau Total Organik

Matter (TOM) menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan

yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi (particulate) dan koloid. Bahan

organik merupakan bahan bersifat kompleks dan dinamis berasal dari sisa

tanaman dan hewan yang terdapat di dalam tanah yang mengalami perombakan.

Bahan ini terus-menerus mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh

faktor fisika, kimia dan biologi. Dekomposisi bahan organik dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain susunan residu, suhu, pH, dan ketersediaan zat hara

dan oksigen.Berdasarkan praktikumn ekologi perairan tersebut di perairan masih

terbilang belum tercemar, dapat dilihat pada grafik diatas bahwa kadar TOM yang

meningkat juga kadar pada fosfat meningkat juga,dapat disimpulkan bahwa kadar

bahan organiki pada Sumber Mata Air Cinde masih terbilang cukup rendah.

Berdasarkan literatur, dapat disimpulkan bahwa perairan pada Sumber Mata

Air Cinde memiliki kadar TOM yang optimum dan baik bagi organisme yang ada

pada perairan tersebut. Tinggi atau rendahnya kadar TOM dan othofosfat saling

berpengaruh, dimana jika kadar TOM di perairan bisa dipengaruhi oleh orthofosfat

di perairan tersebut. Jika kadar ortofosfat tinggi maka akan tinggi juga kadar TOM

di perairan. Jumlah fosfat yang tinggi akan menghasilkan pertumbuhan alga yang

sangat besar sehingga bisa mengakibatkan kurangnya sinar matahari di perairan

yang masuk sehingga mengakibatkan berkurangnya kadar oksigen yang dapat

menyebabkan kematian pada organisme perairan. Ketika kadar TOM pada suatu

perairan tinggi hingga melebihi nilai optimum maka akan terjadi eutrofikasi yang

dapat menyebabkan penurunan oksigen telarut, blooming algae, bahkan kematian

pada organisme perairan.

Bahan organik total (TOM) merupakan hasil pecahan batuan serta pecahan

kulit dan tulang organisme perairan. Nilai optimal kandungan bahan organik total
(TOM) berkisar antara 50 hingga 70 ppm. Jika kadar TOM dalam air melebihi nilai

optimalnya maka air tersebut akan menjadi eutrofik. Faktor-faktor yang

mempengaruhi TOM adalah arus, suhu, pH, dekomposisi dan oksigen. Ortofosfat

adalah bentuk fosfat sederhana yang digunakan oleh tanaman air atau akuatik.

Stratifikasi ortofosfat pertama bersifat oligotrofik 0,003-0,01 ppm, kedua bersifat

mesotrofik 0,01-0,03 ppm dan terakhir bersifat eutrofik 0,03-0,1 ppm.Kadar fosfat

yang tinggi akan menyebabkan alga tumbuh dengan cepat dan dapat mengurangi

penetrasi sinar matahari ke dalam perairan.


b. Hubungan antara amonia dan nitrat.

Hubungan Amonia dan Nitrat


4.5
Amonia dan Nitrat (ppm)
4 1, 4.1 3, 4
3.5 2, 3.7
4, 3.4 5, 3.4
3
Nitrat
2.5
2 Amonia
1.5
1
0.5
0 1, 0.04 2, 0.02 3, 0.04 4, 0.03 5, 0.02
0 1 2 3 4 5 6
POST

Grafik 5 Hubungan Amonia dan Nitrat

Berdasarkan hasil praktikum ekologi perairan terapan di Mata Air Cinde,

data yang diperoleh menunjukkan bahwa air di Mata Air Cinde sangat beracun.

Dalam studi Cinde Springs, lima lokasi diuji, baik amonia maupun nitrat. Hasil

penelitian menunjukkan konsentrasi amonia tertinggi terdapat pada stasiun 1 dan

3 dengan nilai yang sama yaitu 0,04 ppm dan konsentrasi amonia terendah

terdapat pada stasiun 2 dan 5 dengan nilai yang sama yaitu 0,02. Konsentrasi

nitrat tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan nilai 4,1 dan konsentrasi nitrat

terendah terdapat pada stasiun 4 dan 5 dengan nilai 3,4. Perbedaan ini

disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi nitrat dalam suatu perairan, maka

konsentrasi amonia dalam air tersebut juga akan meningkat.

Perairan jika terdapat konsentrasi amonia yang tinggi dapat

menyebabkan kematian pada biota air. Amonia adalah senyawa yang berasal ari

nitrogen yang menjadi NH4 pada pH rendah. Meningkatnya konsentrasi amnonia

di perairan akan menyebabkan penurunan DO yang dapat mengganggu fungsi

fisiologi dan metabolisme. Nitrat merupakan makronutrien yang dapat mengontrol

produktivitas primer di daerah eufotik dalam perairan. Meningkatnya kadar nitrat


dapat disebabkan oleh masuknya limbah domestik dan aktifitas pertanian melalui

pemupukan yang mengandung nitrat. Semakin tinggi bahan organik di perairan,

maka konsentrasi amonia juga semakin tinggi. Sistem akuaponik dapat

meningkatkan secara signifikan laju konversi ammonia menjadi nitrat. Konversi

ammonia menjadi nitrat juga dipengaruhi oleh kelarutan oksigen dimana dapat

berlangsung optimum pada kondisi oksigen terlarut yang stabil (Magfirah, 2014).

Kenaikan konsentrasi nitrat mengindikasikan terjadinya konversi ammonia

menjadi nitrat melalui proses nitrifikasi.

Amonia dan nitrat berperan penting dalam proses nitrifikasi yang terjadi di

air. Hasil analisis hubungan antara amonia dan nitrat dalam air saling bergantung.

Jika konsentrasi amonia 1 ppm akan menjadi racun bagi satwa liar perairan.

Praktikum Ekoper di perairan Sumber Mata Air Cinde menunjukkan bahwa

perairan tersebut beracun bagi fauna perairan dan buruk kesuburannya. Hal ini

menunjukkan bahwa masyarakat sekitar aliran sungai Cinde telah melakukan

beberapa aktivitas yang dapat menyebabkan atau meningkatkan konsentrasi nitrat

di perairan tersebut. Kegiatan yang dipimpin masyarakat adalah kegiatan

pertanian di sekitar perairan Mata Air Cinde, yang sering kali melibatkan

pemupukan dan penggunaan pestisida.

Amonia adalah hasil katabolisme protein yang diekskresikan pada

organisme dan merupakan salah satu hasil dari penguraian zat organik oleh

bakteri yang memiliki kadar optimum 0,5 – 1 ppm. Adapun bentuk bentuk dari

amonia dalam perairan, yaitu tak terionisasi (NH3) dan terionisasi (NH4). Fungsi

dari amonia adalah sebagai bahan energi bagi bakteri dalam proses nitrifikasi.

Faktor – faktor yang mempengaruhi amonia dalam perairan, yaitu suhu, pH, dan

oksigen terlarut (DO). Nitrat adalah bentuk utama dari nitrogen yang ada di

perairan dan merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga yang

memiliki nilai optimal 0,9 – 3,5 mg/l. Sumber utama nitrat di perairan adalah limbah
dan dekomposisi bahan organik. Nitrat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya amonia dan juga oksigen. Peranan nitrat dalam suatu perairan

sebagai nutrien utama bagi pertumbuhan alga dan tanaman. Kadar nitrat yang

tinggi akan terjadi pencemaran dalam perairan dan eutrofikasi dan jika kadar nitrat

rendah makan pertumbuhan alga akan kekurangan nutrien.


2. Benthos

Gambar 1. Tipulidae (Kulu, 2021)

Klasifikasi:

Menurut GBIF 2022, klasifikasi Tipulidae sebagai berikut :

Kerajaan : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Subordo : Nematocera

Infraordo : Tipulomorpha

Superfamili : Tipuloidea

Famili : Tipulidae

Interpertasi hasil:

Pada peneitian di sumber mata air sungai cinde kami melakukan

pengambilan sempel untuk mengetahui benthos yang ada diperairan tersebut.

Kami melakukan pengambilan sempel benthos menggunakan jaring kicking.

Pengamatan dilanjutkan di labotarium untuk mengetahui spesie dari benthos yang

kami dapat saat di lapang. Hasil pengamatan melalui mikroskop menunjukkan

bahwa spesies bentos yang kami dapat pada pos 1 adalah Hydropsyche sp. Hasil

dari identifikasi benthos tersebut masuk ke dalam kingdom Animalia, filum


Arthropoda, kelas Insecta, ordo Trichoptera, family Hydropsychidae, genus

Hydropsyche, dan masuk ke dalam spesies Hydropsyche sp. Spesies ini memiliki

bentuk tubuh yang simetri bilateral, bersegmen, dan memiliki panjang 10 mm.

Benthos merupakan organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal

didalam atau di permukaan substrat dasar perairan. Organisme ini terdiri atas

kelompok hewan (zoobenthos) dan tumbuhan (fitobenthos). Hewan bentos atas

tiga golongan yaitu: Makrofauna atau makrozoobentos yang merupakan 156

kelompok hewan bentosberukuran ≥ 0,5 mm, mesofauna atau mesozoobentos

yang merupakan kelompok hewan bentos berukuran 0,5 – 0,1 mm, mikrofauna

atau mikrozoobentos yang merupakan kelompok hewan bentos berukuran < 0,1

mm. Bentos sebagai organisme dasar perairan yang memiliki habitat yang relatif

tetap. Dengan sifat yang demikian, perubahan-perubahan kualitas air dan substrat

tempat hidupnya sangat mempengaruhi komposisi maupun kemelimpahannya

(Ardian et al ., 2019)

Benthos adalah organisme yang hidup di substrat dasar perairan seperti

lumpur, pasir, dan batuan, baik berupa hewan maupun tumbuhan. Benthos

mempunyai peranan penting dalam jaringan makanan yaitu sebagai predator,

suspension feeder, detritivor dan parasit. Selain itu, benthos juga menjadi

bioindicator kualitas perairan yang ditempatinya. Hal ini tidak terlepas dari sifat

benthos yang sensitive terhadap perubahan lingkungan. Biasanya respon ekologi

yang ditimbulkan oleh benthos yaitu menurunnya jumlah kelimpahan, dan

perubahan komposisi taksa sensitif menjadi taksa yang toleran (Purdyaningrum et

al., 2013).

Hasil pengamatan pada praktikum Ekologi Perairan Terapan kelompok 1

pada post 1 menemukan benthos dengan spesies Hidropsyche sp. Benthos


merupakan organisme yang hidup di dasar perairan. Benthos dapat dijadikan

sebagai inidkator kualitas suatu perairan dan sebagai penghubung aliran energi

dalam rantai makanan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelimpahan

benthos pada perairan perlu di perhatikan agar suatu perairan tetap stabil. Benthos

yang tumbuh di sumber mata air cinde memberikan tanda bahwa perairan di

sungai tersebut memiliki kualitas yang cukup baik.

Organisme bentik merupakan organisme yang hidup di dasar perairan

tergantung pada substrat tanah perairan tersebut.Klasifikasi organisme bentik

menurut ukurannya: makrobenthos, meiobenthos, microbenthos. Berdasarkan

siklus hidupnya, benthos digolongkan menjadi holobenthos dan melobenthos

Holobenthos merupakan spesies bentik yang siklus hidupnya bersifat bentik.

Melobenthos merupakan salah satu jenis benthos yang hanya menjadi benthos

pada tahapan tertentu dalam siklus hidupnya.Peran penting organisme bentik

adalah bertindak sebagai penghubung dalam rantai aliran energi di dalam badan

air.
3. Perifithon

Gambar 2. Spirogyra (Prescott, 1954)

Klasifikasi:

Menurut GBIF(2023), klasifikasi Sprogyra sebagai berikut :

Kingdom : Viridiplantae

Phylum : Charophyta

Class : Zygnematophyceae

Order : Zygnematales

Family : Zygnemataceae

Genus : Sprogyra

Interpertasi hasil:

Perifithon merupakan organisme air yang hidup menempel pada substrat

perairan, misalnya bebatuan, ranting-ranting, tanah, atau substrat lainnya.

Pengambilan sempel pada praktikum kali ini kelompok kami memiliki mengambil

sempel pada substrat bebatuan. Pengamatan perifithon kami lanjutkan di

labotarium dan mendapatkan hasil bahwa perifithon yang kami dapat termasuk

Spirogyra ozygospora. Spesies ini meiliki ciri- ciri kloropas yang berbentuk spiral,

koloninya berbentuk benang, tubuh tidak bercabang, berwarna hijau dengan

dinding sel silinder. Spirogyra sp memiliki 2-10 kloroplas yang berbentuk spiral dan

pita. Memiliki dinding sel yang tersusun dari pectin dan tirenoid.
Salah satu biota yang digunakan sebagai bioindikator kualitas perairan

yaitu perifiton. Perifiton adalah suatu mikroorganisme baik tumbuhan

maupun hewan yang hidup menempel, bergerak bebas atau melekat pada

permukaan benda-benda yang ada di sungai seperti batu, kayu, batang-batang

tumbuhan air, dan sebagainya. Perifiton dalam ekosistem perairan berfungsi

sebagai sumber makanan penting bagi organisme dengan tingkat trofik yang

lebih tinggi. Nitrat dan fosfat merupakanunsur yang dominan di perairan dan

esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga menjadi faktor

pembatas bagi tumbuhan dan alga akuatik serta mempengaruhi tingkat

produktifitas perairan.

Salah satu cara untuk mengetahui kualitas perairan adalah dengan

mengetahui struktur komunitas perifiton, perairan yangsubur ditandai dengan

adanya spesiesperifiton tertentu. Struktur komunitas merupakan susunan

individu dari beberapa jenis atau spesies yang terorganisirmembentuk

komunitas yang dapat dipelajari dengan mengetahui satu atau duaaspek khusus

tentang organisasi komunitas yang bersangkutan, seperti indeksdiversitas

jenis, zona stratifikasi, dan kelimpahan.Keanekaragaman memegangperanan

penting dalam kekayaan ada di bumi, dalam bidang perikanan

perifitonberperan sebagai sumber nutrisi di perairan .Perifiton menjadi

indikatorpenting dalammemonitor kualitas air (indikator perubahan kondisi)

karena biasa dengan cepat merespon perubahan lingkungan. Perifiton yang

relatif tidak bergerakmaka kelimpahan dan komposisi perifiton di sungai

dipengaruhi oleh kualitas air sungai tempat hidupnya (Lestari et al.,2021).

Pada praktikum Ekologi Perairan Terapan ini perifiton di Sumber Mata Air

Cinde bahwa terdapat adanya perifiton spesies Spirogyra ozygospora.


Keberadaan jenis perifiton di perairan sungai dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu

suhu, arus, kekeruhan, unsur hara (nitrat, amonium, dan ortofosfat), oksigen, pH,

gas-gas terlarut, dan adanya interaksi dengan organisme air lainnya. Keberadaan

atau komposisi perifiton di perairan tersebut dapat menjadi indikator kondisi

kualitas perairan sungai tempat hidup perifiton.

Perifiton sangat banyak terdapat di substrat apapun, misalnya ujung kayu

yang berada dalam air atau batu. Berdasarkan substrat menempelnya perifiton

dapat dibedakan menjadi 5 yaitu epifitik, epipelik, epelitik epizooik dan

epipsammik. Epifitik merupakan perifiton yang menempel pada permukaan

tumbuhan, epipelik menempel pada permukaan sedimen, epilitik menempel pada

permukaan batuan, epizooik menempel pada permukaan hewan, dan epipsammik

hidup dan bergerak di antara butirbutir pasir. Perifiton lebih berperan sebagai

produsen daripada fitoplankton. Hal ini disebabkan karena fitoplankton akan selalu

terbawa arus, sedangkan perifiton relatif menetap pada tempat hidupnya karena

perifiton relative tidak bergerak. Cara mengawetkan perifiton adalah

menggunakan lugol karena perifiton memiliki sel yang sensitif supaya tidak

merusak jaringan sel nya.


DAFTAR PUSTAKA

Alabaster, J.S. 1977. Biological Monitoring of Inland Fisheries. Applied Science


Pub.London.

Agadri, G., Subhan, B., Arafat, D. Dkk. (2017) Kolonisasi biota sesil pada media
semen “Crypto” di kedalaman berbeda di perairan gosong pramuka
kepulauan seribu.Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 9(3), (393-
403).

Ahmed, A. M. (2017). Prediction of dissolved oxygen in surma river by biochemical


oxygen demand and chemical oxygen demand using the artificial neural
networks (ANNs). Journal of King Saud University-Engineering Sciences,
29(2), 151-158.

Ardian, I., Hafnidar, M., Adiningsih, U., & Kamal, S. (2019, January). Struktur

komunitas benthos di perairan pantai nipah gampong rabo pulau aceh


kabupaten aceh besar. In Prosiding Seminar Nasional Biotik (Vol. 6, No. 1).

Ayuniara, A., Muntahariah, M., & Nursalbiah, N. (2019, January). Indeks


keanekaragaman benthos di perairan pantai deudap pulo nasi kabupaten
aceh besar. In Prosiding Seminar Nasional Biotik, 6(1)

Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier
Scientific Pub.Co. New York.

Chiras, D.D. 1985. Environmentasl Science. A Framework for Decision Making.


The Benjamin Cummings Publishing Company, Inc. Ontario.

Danladi Bello, A. A., Hashim, N. B., & Mohd Haniffah, M. R. (2017). Predicting
impact of climate change on water temperature and dissolved oxygen in
tropical rivers. Climate, 5(3), 58.

Hamuna, B., Tanjung, R. H., & Maury, H. (2018). Kajian kualitas air laut dan indeks
pencemaran berdasarkan parameter fisika-kimia di perairan Distrik Depapre,
Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(1), 35-43.

Hellawell, J.M. 1986. Biological Indicators of Freshwater Pollution and


Environmental Management. Elsevier Applied cience Pub. London.

Hutomo, M. and S. Martosewojo. 1977. The Fishes of Seagrass Community on


The West of Burung Island (Pari Islands, Seribu Islands and Their Variation
in Abundance). Marine Research in Indonesia. 17 : 147-172.

Hynes, G.B.N. 1963. The Biology of Polluted Waters. Liverpool University Press.
Liverpool.

Lestari, A., Sulardiono, B., & Rahman, A. (2021). Struktur komunitas perifiton,

nitrat, dan fosfat di Sungai Kaligarang, Semarang. Jurnal Pasir Laut, 5(1),
48-56.

Magfirah, Emiryati, & Haya, L. O. M. Y. (2014). Karakteristik sedimen dan


hubungannya dengan struktur komunitas makrozoobentos di Sungai Tahi Ite
kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara. Jurnal Mina
Laut Indonesia, 14(4), 117-131.

Moss, B. 1986. Ecological of Freshwaters. Blackwell Scientific Pub. Oxford.

Nugroho, A. A., & Rudiyanti, S. (2014). Efektivitas penggunaan ikan sapu-sapu

(Hypostomus Plecostomus) untuk meningkatkan kualitas air limbah

pengolahan ikan (Berdasarkan Nilai Bod, Cod, Tom). Management of

Aquatic Resources Journal (MAQUARES), 3(4), 15-23.

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terjermahan :


H.M. Eidman, dkk. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Odum, E.P. 1996. Dasar – Dasar Ekologi. ed.3. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 697 hal.

Phu, S. T. P. (2014). Research on the correlation between chlorophyll-a and

organic matter BOD, COD, phosphorus, and total nitrogen in Stagnant


Lake Basins. In Sustainable Living with Environmental Risks (pp. 177-191).
Springer, Tokyo.

Prescott, G. W., (1954). How to know the fresh water Algae. W. M. L Brown

Coming. Lowa. Pb. 260-281

Purdyaningrum, L. R., Rully R., & Fuad M. (2013). Struktur komunitas larva
trichoptera di sungai garang semarang. Jurnal Biologi, 2(4), 54-63.

Sugianti, Y. Dan L. P. Astuti. 2018. Respon oksigen terlarut terhadap

pencemaran dan pengaruhnya terhadap keberadaan sumber daya ikan di


Sungai Citarum. Jurnal Teknologi Lingkungan. 19(2): 203-211.

Welcomme, R.L. 1985. River Fisheries. FAO Fisheries Technical Paper 262.
Rome.
LAMPIRAN

Gambar 3. pengukuran suhu

Gambar 4. pengukuran kecepatan arus

Gambar 5. pengukuran pH
Gambar 6. pengukuran DO

Gambar 7. pengukuran BOD

Gambar 8. pengukuran CO2


Gambar 9. Pengukuran TOM

Gambar 10. pengukuran Amonia

Gambar 11. pengukuran Nitrat


Gambar 12. pengukuran Orthofosfat

Anda mungkin juga menyukai