Anda di halaman 1dari 7

Biokimia Fisik | BIK210

Departemen Biokimia, FMIPA IPB Nilai :


Semester Genap 2021-2022

LAPORAN PRAKTIKUM

Hari, Tanggal : Senin,15 November 2021


Nama : Azka Rahmah Meisa J
NIM : G8401201042
Kelompok :8
Kelas Paralel : P2
Asisten : Rara Annisaur R
PJP : Rini Kurniasih, S.Si, M.Si

KROMATOGRAFI DUA DIMENSI

I. PENDAHULUAN

Kromatografi kertas merupakan kromatografi cair dengan prinsip dasar


partisi multiplikatif suatu senyawa antara dua cairan yang tidak saling bercampur.
Jenis ini menggunakan bahan pendukung yaitu lapisan selulosa yang sangat jenuh
dengan air (Coskun 2016). Kromatografi jenis ini melakukan pemisahan
berdasarkan adsorpsi dan kepolaran, dimana absorbsi didasarkan pada panjang
komponen dalam campuran yang diadsorpsi pada permukaan fase diam (Aulia et
al. 2016), sedangkan kepolaran komponen berpengaruh karena komponen akan
larut dan terbawa oleh pelarut jika memiliki kepolaran yang sama serta kecepatan
migrasi pada fase diam dan fase gerak (Atun 2014). Fase gerak dan fase diam
umumnya berupa molekul yang memiliki perbedaan mobilitas sehingga terjadi
perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul, atau
kerapatan muatan ion (Simanjuntak 2018). Kromatografi kertas terbagi menjadi
dua, yaitu kromatografi kertas satu dimensi dan Kromatografi kertas dua dimensi.
Kromatografi kertas dua arah atau dikenal juga sebagai kromatografi dua
dimensi adalah kromatografi yang melibatkan penggunaan dua pelarut berbeda
dan memutar posisi fase diam 90° pada saat penggantian pelarut. Metode ini
berguna untuk meningkatkan resolusi pemisahan senyawa metabolit dengan
karakteristik kimia yang hampir sama, dimana karakteristik tersebut dapat dilihat
dari nilai kecepatan gerak (Rf) untuk memperoleh hasil pemisahan terbaik
(Pambudi et al. 2014). Metode ini biasa digunakan untuk mengetahui kandungan
asam amino dalam campuran karena nilai Rf yang berbeda-beda pada tiap
jenisnya. Seperti kromatografi kertas pada umumnya, prinsip metode ini ialah
adsorpsi dan kepolaran, namun keberadaan dua pelarut menyebabkan pemisahan
didasarkan pada proses elusi yang bertujuan untuk memperpanjang jarak lintasan
noda untuk memperoleh senyawa tunggal (Rahmawati 2015).
Priyadarshini et al. (2016) menjelaskan bahwa teknik pengembangan
kromatografi kertas dibedakan menjadi tiga berdasarkan arah geraknya, yaitu
ascending (menaik), descending (menurun), radial (non-linear), dan two-
dimensional (2D). Pada metode ascending, pelarut bergerak ke atas ke arah kertas
dengan gaya kapilaritas. Lalu, pada metode descending, pergerakan pelarut
dibantu oleh gravitasi sehingga pelarut mengalir ke bawah kertas. Pada metode
radial, pelarut bergerak dari pusat menuju pinggiran kertas kromatografi sirkuler
bersama dengan fase bergerak untuk membentuk titik-titik berbagai senyawa
sebagai cincin konsentris.
Biokimia Fisik | BIK210
Departemen Biokimia, FMIPA IPB
Semester Genap 2021-2022

Praktikum ini bertujuan menganalisis asam amino menggunakan


kromatografi kertas dua dimensi.

II. METODE

2.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan secara daring di rumah masingmasing melalui
Whatsapp group dan Zoom meeting pada hari Senin, 15 November 2021 pukul
13.00-16.00 WIB.

2.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum adalah chromatographic chamber
dengan penutup, kertas kromatografi, dan pipa kapiler. Bahan yang digunakan
dalam praktikum adalah sampel campuran asam amino, pelarut 1 (butanol:asam
asetat glasial:air), dan pelarut 2 (fenol:air).

2.3 Prosedur Percobaan

2.3.1 Preparasi
Sampel asam amino dilarutkan hingga homogen. Wadah dan kertas spot
kromatografi dipreparasi. Fase gerak dijenuhkan dengan wadah dan diberikan
tanda jarak spot 1 cm dan diameter spot 2 mm.

2.3.2 Pemisahan
Campuran asam amino diteteskan pada ujung kertas spot kromatografi.
Noda dikeringkan menggunakan kering udara dan kertas diletakkan di atas
bingkai logam. Bingkai logam diletakkan dengan posisi noda sampel berada di
dekat pelarut pertama dan dibiarkan selama satu hari. Setelah satu hari, kertas
diambil dan diletakkan di dalam ruang asam. Kertas dikeringkan dengan aliran
udara dingin dan diputar 90℃ . Setelah itu, kertas diletakkan dengan posisi noda
berada dekat dengan pelarut kedua. Kertas dikeringkan kembali dalam ruang asam
dengan aliran udara dingin.

2.3.3 Visualisasi
Kertas spot kromatografi dicelupkan atau disemprot dengan ninhidrin.
Kemudian, kertas diangin-anginkan di dalam ruang asam untuk menguapkan
ninhidrin yang tidak bereaksi dengan asam amino. Setelah kering, kertas
dipanaskan pada suhu 105℃ selama 2-3 menit sampai terlihat warna ungu.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data dan Hasil Pengamatan

Gambar 1 menunjukkan spot hasil kromatografi dua dimensi untuk


memisahkan komponen asam amino yang terkandung dalam sampel. Hasil elusi
pertama yaitu spot A, B, C, E, F, dan G ditunjukkan oleh spot berwarna pink dimana
eluen yang digunakan berupa campuran butanol:asam asetat glacial:air, lalu hasil
elusi kedua yaitu spot D yang ditunjukkan oleh spot berwarna kuning dimana eluen
Biokimia Fisik | BIK210
Departemen Biokimia, FMIPA IPB
Semester Genap 2021-2022

yang digunakan ialah campuran fenol:air.

Gambar 1 Hasil pemisahan asam amino dengan kromatografi kertas dua dimensi

Nilai Rf yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel 1, dimana komponen asam
amino yang terpisah memiliki nilai Rf yang berbeda-beda. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tiap spot yang terbentuk merupakan jenis asam amino yang berbeda. Hasil
nilai Rf pada pemisahan asam amino yang didapat pada percobaan di bawah (Tabel 1)
berturut-turut ialah 0.16, 0.25, 0.29, 0.42, 0.33, 0.39, dan 0.62.

Tabel 1 Nilai Rf masing-masing spot komponen asam amino

Jarak Solven Jarak sampel Asam


Sampel Rf
(cm) (cm) Amino
A 1.28 0.16 Lisin
B 2 0.25 Glisin
C 2.32 0.29 Glutamat
D 8 3.36 0.42 Prolin
E 2.64 0.33 Threonin
F 3.12 0.39 Sistein
G 4.96 0.62 Valin
Contoh perhitungan:

jarak sampel (cm)


Rumus faktor retensi (Rf) ¿
jarak solven(cm)

1.28
 Sampel A ¿
8
Biokimia Fisik | BIK210
Departemen Biokimia, FMIPA IPB
Semester Genap 2021-2022

¿ 0.16

2.00
 Sampel B ¿
8

¿ 0. 25

2.32
 Sampel C ¿
8

¿ 0.2 9

3.36
 Sampel D ¿
8

¿ 0. 42

2.64
 Sampel E ¿
8

¿ 0 .33

3. 12
 Sampel F ¿
8

¿ 0. 39

4 . 96
 Sampel G ¿
8

¿ 0 .62

3.2 Pembahasan
Kromatografi kertas terbagi menjadi dua yaitu satu dimensi (1-dimensi)
dan dua dimensi (2-dimensi). Kromatografi kertas satu dimensi dengan dua
dimensi perbedaanya terletak pada jumlah elusi dan pelarut yang digunakan. Elusi
pada kromatografi satu dimensi dilakukan sekali dengan satu pelarut atau
campuran pelarut, sedangkan pada kromatografi dua dimensi elusi dilakukan
sebanyak dua kali dengan menggunakan dua pelarut atau campuran pelarut yang
berbeda. Elusi pertama dilakukan dengan menotolkan sampel pada kertas yang
hasilnya kemudian dikeringkan.
Hasil tersebut kemudian mengalami elusi kembali dengan memutar
kertasnya 90° dan menggunakan pelarut kedua yang memiliki polaritas berbeda
(Asrinda dan Tombang 2018). Kromatografi dua dimensi menggunakan dua
pelarut yang berbeda polaritasnya untuk memperjelas hasil kromatografi, terutama
untuk sampel dengan jumlah yang banyak dan memiliki kepolaran yang
berdekatan seperti metabolit pada sampel biologis. Elusi dilakukan dua kali agar
komponen yang tidak terpisah secara maksimal pada elusi yang pertama, akan
terpisah dengan lebih baik pada elusi kedua (Bos et al. 2020).
Biokimia Fisik | BIK210
Departemen Biokimia, FMIPA IPB
Semester Genap 2021-2022

Fase gerak pada kromatografi kertas merupakan eluen berupa campuran


yang terdiri atas satu komponen organik yang utama, air, dan berbagai tambahan
seperti asam-asam, basa, atau pereaksi-pereaksi kompleks untuk memperbesar
kelarutan dari beberapa senyawa atau untuk mengurangi yang lainnya. Pelarut
yang digunakan adalah pelarut yang memiliki kemurnian tinggi dan mudah
menguap (Atun 2014). Pelarut organik yang digunakan dua pelarut berbeda
karena sangat penting untuk dipilih karena akan menentukan keberhasilan
pemisahan (Dewi et al. 2018). Senyawa polar akan lebih mudah terelusi oleh fase
gerak yang bersifat polar dari pada fase gerak yang non polar. Senyawa non polar
lebih mudah terelusi oleh fase gerak non polar dari pada fase gerak yang polar
(Murray 2012).
Tahapan penting pada pengerjaan KLT dua dimensi ini yaitu penotolan
sampel pada lempeng, pengelusian, dam visualisasi sampel. Sampel diaplikasikan
berupa spot atau totolan pada salah satu pojok plat dengan jarak kurang lebih 1 cm
dari kedua sisinya. Lalu plat dikembangkan dengan fase gerak pertama. Setelah
itu, plat diambil dan dikeringkan. Ketika komponen-komponen sudah terpisah
pada pemisahan pertama dan membentuk spot, spot tersebut selanjutnya dijadikan
awal untuk pemisahan kedua dengan cara plat diputar 90° dan dikembangkan
kembali dengan fase gerak kedua (Rosamah 2019).
Wulandari (2011) menjelaskan, setelah pengelusian selesai, dilakukan
visualisasi dengan ninhidrin. Ninhidrin digunakan secara spesifik untuk
visualisasi asam amino, peptide, amina, dan gula amino. Zona berwarna dapat
bervariasi dari kuning dan cokelat menjadi merah muda dan ungu, tergantung
pada sorben lempeng dan pH. Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis
kromatografi kertas 2D antara lain metode pengembangan (menaik, menurun),
jenis kertas, kesetimbangan bejana, pembuatan sampel, waktu elusi, dan metode
identifikasi senyawa.
Hasil pemisahan asam amino menggunakan kromatografi dua dimensi
ditunjukkan pada Gambar 1 dalam lampiran. Sampel campuran asam amino yang
digunakan menghasilkan tujuh spot yaitu spot A, B, C, D, E, F, dan G. Spot yang
muncul ditandai lalu dilakukan pengukuran dan perhitungan nilai Rf yang
ditampilkan pada Tabel 1. Nilai Rf didapatkan dengan membandingkan jarak
migrasi noda analit (spot) dengan jarak migrasi fase gerak atau eluen. Nilai Rf
bervariasi yang dapat disebabkan oleh dimensi dan jenis ruang atau chamber, arah
aliran fase gerak, volume dan komposisi fase gerak, kondisi kesetimbangan,
kelembaban, dan metode persiapan kromatografi sebelumnya (Wulandari 2011).

Tabel 2. Nilai Rf standar asam amino

Asam amino Nilai Rf


alanine 0.38
arginine 0.20
asparagine 0.5
aspartic acid 0.24
cysteine 0.4
glutamine 0.13
glutamic acid 0.30
glycine 0.26
Biokimia Fisik | BIK210
Departemen Biokimia, FMIPA IPB
Semester Genap 2021-2022

histidine 0.11
isoleucine 0.72
leucine 0.73
lysine 0.14
methionine 0.55
phenylalanine 0.68
proline 0.43
serine 0.27
threonine 0.35
tryptophan 0.66
tyrosine 0.45
valine 0.61

Asam amino yang terpisah selanjutnya diidentifikasi dengan


membandingkan nilai Rf yang didapat dengan nilai Rf standar asam amino
masing- masing (Martono et al. 2016). Spot A, B, C, D, E, F, dan G berturut-turut
merupakan asam amino lisin, glisin, asam glutamat, prolin, threonin, sistein, dan
valin. Perbedaan warna pada spot A, B, C, E, F, G dengan spot D terjadi karena
spot D merupakan asam amino prolin yang tidak memiliki gugus amina primer.
Nilai Rf terkecil dimiliki oleh asam amino lisin yaitu sebesar 0,16. Nilai Rf
terbesar dimiliki oleh asam amino valin yaitu 0,62. Gugus samping yang dimiliki
oleh asam amino menyebabkan terjadinya perbedaan nilai Rf pada jenis asam
amino. Asam amino lisin memiliki gugus samping polar sehingga akan tertahan
terlebih dahulu pada fase diam. Hal tersebut terjadi karena fase diam yang
digunakan berupa selulosa yang bersifat lebih polar dari fase gerak yang
digunakan yaitu butanol:asam asetat glasial:air dan fenol:air. Hal ini
menyebabkan asam amino yang memiliki gugus samping nonpolar akan terpisah
dengan jarak yang lebih jauh dari asam amino yang polar.

IV. SIMPULAN

Kromatografi kertas 2-Dimensi menghasilkan pemisahan yang efektif


karena menggunakan dua eluen dan dua tahap. Penggunaan dua eluen berbeda
memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat
polaritas yang berbeda sehingga senyawa yang terdeteksi mendapatkan resolusi
yang baik. Berdasarkan hasil percobaan kromatografi kertas 2-Dimensi
menggunakan asam amino dapat diketahui jenis asam amino dari jarak spot pada
kertas berbanding jarak solven

V. DAFTAR PUSTAKA

Asrina, R. and Tombang, G., 2018. Identifikasi Rhodamin B Pada Arum Manis
Yang Dijual Di SD Inpres PAI 2 Makassar Secara Kromatografi Kertas
(Paper Chromatography). Jurnal Farmasi Sandi Karsa, 4(6), pp.10-14.
Atun S. 2014. Metode isolasi dan identifikasi struktur senyawa organik bahan
alam. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur. 8(2): 53-61.
Aulia SS, Sopyan I, Muchtaridi. 2016. Penetapan kadar simvastatin menggunakan
Biokimia Fisik | BIK210
Departemen Biokimia, FMIPA IPB
Semester Genap 2021-2022

kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT): review. Farmaka. 14(4): 70-78.


Bos, T.S., Knol, W.C., Molenaar, S.R., Niezen, L.E., Schoenmakers, P.J.,
Somsen, G.W. and Pirok, B.W., 2020. Recent applications of
chemometrics in one‐ and two‐dimensional chromatography. Journal of
separation science, 43(9- 10), pp.1678-1727.DOI:
10.1002/jssc.202000011.
Coskun O. 2016. Separation techniques: chromatoghraphy. North Clin Istanbul.
3(2):156-160. doi:10.14744/nci.2016.32757
Dewi NLA, Adnyani LPS, Pratama RBR, Yanti NND, Manibuy JI, Warditiani
NK. 2018. Pemisahan, isolasi, dan identifikasi senyawa saponin dari herba
pegangan (Centella asiatica L. Urban). Jurnal Farmasi Udayana. 7(2):
68- 76.
Murray, J.A., 2012. Qualitative and quantitative approaches in comprehensive
two- dimensional gas chromatography. Journal of Chromatography A,
1261, pp.58-68.DOI: https://doi.org/10.1016/j.chroma.2012.05.012
Pambudi A, Syaefudin, Noriko N, Swandari R, Azura PR. 2014. Identifikasi
bioaktif golongan flavonoid tanaman anting-anting (Acalypha indica L.).
Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi. 2(3):178-187.
Priyadarshini R, Raj GM, Shewade DP. 2016. Chromatography-the essence of
bioanalysis. European Journal of Biomedical Sciences. 3(1): 366-377.
Rahmawati F. 2015. Optimasi penggunaan kromatografi lapis tipis (KLT) pada
pemisahan senyawa alkaloid daun pulai (Alstonia scholaris L.R.Br)
[skripsi]. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Rosamah E. 2019. Kromatografi Lapis Tipis: Metode Sederhana dalam Analisis
Kimia Tumbuhan Berkayu. Samarinda: Mulawarman Press.
Simanjuntak VSH. 2018. Pengaruh laju air dalam proses pengemasan kolom
kromatografi. Jurnal Kimia Mulawarman. 15(2): 82-86.
Wulandari L. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. Jember: PT. Taman Kampus
Presindo.

Anda mungkin juga menyukai