KIMIA ORGANIK II
ACARA VI
ANALISA BERBAGAI MACAM OBAT ANALGESIK YANG ADA DI
PASARAN DENGAN KLT
DISUSUN OLEH:
MUTIARA HUNAFA
G1C019049
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Untuk membandingkan berbagai bahan aktif yang terdapat pada obat-
obatan analgesik yang beredar dipasaran.
2. Waktu Praktikum
Selasa, 1 Juni 2021
3. Tempat Praktikum
Lantai I, Laboratorium Organik dan Sintesis, Gedung C Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Kromatografi adalah teknik yang memisahkan komponen
individu dalam campuran yang kompleks. Interaksi antarmolekul yang
mendasar seperti dispersi, ikatan hidrogen, dan gaya dipol-dipol yang
mengatur pemisahan. Setelah dipisahkan, zat terlarut juga dapat
diidentifikasi dan diukur. Karena kemampuannya untuk memisahkan,
mengukur, dan mengidentifikasi komponen, kromatografi merupakan
salah satu metode analisis instrumental yang paling penting, baik dalam
hal jumlah instrumen di seluruh dunia maupun jumlah analisis yang
dilakukan setiap hari. Kromatografi memisahkan komponen dalam sampel
dengan memasukkan volume kecil sampel di awal, atau kepala, kolom.
Fase gerak adalah gas, teknik ini disebut kromatografi cair (LC). Berbeda
dengan sampel, yang diinjeksikan sebagai volume diskrit, fase gerak
mengalir secara kontinu melalui kolom. Ini berfungsi untuk mendorong
molekul dalam sampel melalui kolom sehingga mereka muncul, atau
"terelusi" dari ujung yang lain (Wiley dan sons, 2017: 1).
Pemisahan analitis dapat diklasifikasikan dalam tiga cara:
berdasarkan keadaan fisik fase gerak dan fase diam; dengan metode
kontak antar fase gerak dan fase diam; atau oleh mekanisme kimia atau
fisik yang bertanggung jawab untuk memisahkan konstituen sampel. Fase
gerak biasanya berupa cairan atau gas, dan fase diam, jika ada, adalah
padatan atau film cair yang dilapisi oleh permukaan padat. Teknik
kromatografi sering disebut dengan mencantumkan jenis fase gerak,
diikuti dengan jenis fase diam. Jadi, dalam kromatografi gas-cair, fase
gerak adalah gas dan fase diam adalah cairan. Jika hanya satu fase
diindikasikan, seperti dalam kromatografi gas, diasumsikan sebagai fase
gerak. Dalam kromatografi kolom, fase diam ditempatkan di kolom sempit
tempat fase gerak bergerak di bawah pengaruh gravitasi atau tekanan. Fase
diam dapat berupa film padat atau tipis, cair melapisi bahan pengemas
partikulat padat atau dinding kolom (Harvey, 2000 : 546).
Uji aplikasi silika gel sintetik sebagai fase diam dalam kolom
kromatografi merupakan metode karakterisasi yang dilakukan selanjutnya.
Uji aplikasi ini dilakukan melalui variasi kepolaran fase gerak pada
kromatografi kolom dengan silika gel standar sebagai pembanding. Fase
gerak yang digunakan terdiri atas 3 jenis, yaitu kloroform, n-heksana, serta
campuran etanol dan aseton (8 : 2). Melalui uji aplikasi ini, diketahui
bahwa silika gel sintetik dapat berperan sebagai fase diam dalam
kromatografi kolom. Hal ini didasarkan pada perolehan fraksi-fraksi
pemisahan komponen sampel (ekstrak daun pepaya) pada masing-masing
fase gerak yang digunakan, sehingga kegunaan silika gel sintetik ini
diketahui mampu berperan sebagai fase diam dalam kromatografi kolom.
Pola pemisahan komponen sampel pada kromatografi kolom dengan
menggunakan silika gel sintetik ini, dapat dilihat secara visual sebagai
pita-pita warna, antara lain warna kuning pucat, kuning, kuning kehijauan,
hijau, dan hijau pekat. Komponen yang terpisah ini akan tampak sebagai
pita-pita warna dalam suatu kolom. Hal ini menunjukkan bahwa silika gel
sintetik dapat diaplikasikan sebagai fase diam dalam kromatografi kolom
berdasarkan hasil dari uji aplikasi yang telah dilakukan maupun hasil
karakterisasi lainnya (Andre, et al., 2018).
Identifikasi fraksi hasil isolasi kromatografi kolom dilakukan
dengan KLT analitik. Identifikasi dengan KLT analitik menggunakan fase
diam plat silika gel GF254 dan eluen berupa pelarut campuran n-heksana
dan etil asetat dengan perbandingan 17:3. Sebelum digunakan, eluen
dijenuhkan selama 1 jam, sedangkan plat silika gel diaktivasi dengan
dioven pada suhu 110°C. Kemudian, fraksi ditotolkan pada silika gel yang
telah diaktivasi, dimasukkan ke dalam bejana pengembang yang berisi
eluen jenuh, dan dielusi sampai tanda batas atas. Noda hasil pemisahan
kemudian diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 366 nm
dan dihitung faktor retensi (Rf) noda (Dwi, et al., 2020).
Parameter dasar kromatografi lapis tipis (KLT) adalah faktor
retensi (Rf,) yang secara matematis dapat dijelaskan dengan persamaan
berikut:
a
Rf =
b
di mana a adalah jarak eluen dari titik asal ke titik pusat dan b adalah jarak
dari titik asal ke depan fase gerak. Mempertimbangkan penerapan fase
diam non-polar, retensi zat dalam air murni sangat terkait dengan
lipofilisitasnya. Dalam prakteknya, penentuan langsung dari data
kromatografi menggunakan air murni sebagai eluat tidak mungkin karena
dalam kondisi seperti itu Rf target sangat rendah atau sama dengan nol
(Ciura, et al., 2017).
Pelat TLC 20x20 cm dilapisi dengan silika gel 60G F 254,
dipotong dengan gunting berukuran 14 x 3 cm. Pelat kemudian ditandai
dengan pensil tipis 1,5 cm jauh dari kedua bawah dan atas. Pipet kapiler
digunakan untuk meneteskan sampel pada pelat KLT pada garis bawah
yang sudah ditandai dengan pensil. Lalu itu ditempatkan di lemari asam
untuk mengeringkan pelat dan memuat sampel lagi sampai diperoleh titik
gelap (Ahamed, et al., 2017).
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat – alat praktikum
a. Batang pengaduk
b. Chamber + penutup
c. Corong kaca 60 mm
d. Gelas arloji
e. Gelas kimia 50 mL
f. Gelas ukur 10 mL
g. Mortar + alu
h. Pengaris 30 cm
i. Pensil
j. Pinset
k. Pipet kapiler
l. Pipet tetes
m. Pipet volume 1 mL
n. Plat KLT (Kromatogarfi Lapis Tipis)
o. Rubber bulb
p. UV 254 nm
2. Bahan – bahan praktikum
a. Aspirin
b. Bodrex
c. Decolgen
d. Diklorometana¿)
e. Etil asetat (C 4 H 8 O 2 (aq ) ¿
f. Inzana
g. Iodin ( I ¿¿ ( s ))¿
h. Methanol¿)
i. N-heksana ¿)
j. Paracetamol
D. SKEMA KERJA
1. Persiapan Plat KLT
Plat KLT
Digaris dengan pensil secara horizontal 1 cm dari atas dan
bawah plat KLT
Hasil
2. Persiapan Tempat Eluen
a. DCM + n-heksana (1 : 3 ) ( 2,5 mL : 7,5 mL)
Dimasukkan ke dalam chamber + 0,5 cm dari dasar chamber
Ditutup
Hasil
b. DCM + etil asetat (1 : 1) (1 mL : 1 mL)
Dimasukkan ke dalam chamber + 0,5 cm dari dasar chamber
Ditutup
Hasil
c. n-heksana + etil asetat + metanol (6 : 3 : 1) (6 mL : 3 mL : 1 mL)
Dimasukkan ke dalam chamber + 0,5 cm dari dasar chamber
Ditutup
Hasil
3. Persiapan Larutan Standar
Parasetamol dan aspirin
Masing-masing digerus sampe halus
Dimasukkan 1 mL (50% metanol dan 50% DCM) ke dalam
masing-masing aspirin dan parasetamol.
Hasil
4. Analisis Obat Analgesik
Obat analgesik (bodrex, decolgen, inzana)
Masing-masing obat analgesik ditumbuk
Ditambahkan 1 mL (50% metanol dan 50% DCM)
Hasil
Dispotkan masing-masing obat analgesik dari larutan standar
yang telah dibuat pada plat KLT
Hasil
Dimasukkan ke dalam chamber yag berisi eluen
Dibiarkan eluen sampai tanda batas
Diangkat dan dikeringkan
Dilihat di bawah spektrofotometer UV 254 nm
Ditandai spot yang terbentuk
Dimasukkan ke dalam iodin
Diukur panjang lintasan spotnya
Hasil
E. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel panjang lintasan
Panjang lintasan eluen : 3 x 3 cm
a. Eluen DCM 1 ml + n-heksana (3:1)
No Nama obat Panjang spot (cm)
.
1. Aspirin 0
2. Parasetamol 0
3. Dekolgen 0
4. Inzana 0
5. Bodrex 0
Bodrex
Decolgen
Inzana
a b
Bodrex
Decolgen
Inzana
a b
Keterangan dengan eluen DCM + etil asetat (1:1)
a. Dengan sinar UV 254 nm
b. Dengan padatan iodin
c. n-heksana + etil asetat + metanol
Bodrex
Decolgen
Inzana a b
F. ANALISIS DATA
1. Struktur molekul
a. Struktur aspirin
O OH
b. Struktur paracetamol
2. Nilai Rf
jarak spot
Rf =
jarak lintasan eluen
a. 7,5 mL Eluen DCM + 2,5 mL n-heksana (3:1)
No Nama obat Rf
.
1 Aspirin 0
2 Parasetamol 0
3 Dekolgen 0
4 Inzana 0
5 Bodrex 0
G. PEMBAHASAN
H. KESIMPULAN