Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM

KIMIA ORGANIK II
ACARA I
ANALISIS ALKENA (IKATAN RANGKAP)

DISUSUN OLEH:
MAGFIRA IZANI MAULANA
NIM: G1C019039

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UVERSITAS MATARAM
2021
ACARA I
ANALISIS ALKENA (IKATAN RANGKAP)

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Mengidentifikasi ada tidaknya ikatan rangkap pada senyawa organik
melalui reaksi adisi dan oksidasi.
2. Waktu Praktikum
Senin, 24 Mei 2021
3. Tempat Praktikum
Lantai II, Laboratorium Oleokimia dan Analitik, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI
Berbeda halnya dengan alkana, alkena mengandung 2 sisi dimna
fungsionalisasi dapat dilakukan dengan spesifik; yaitu pada 1) ikatan
rangkap C=C dan 2) pada posisi atom karbon yang berdampingan dengan
ikatan rangkap -allylic. Ilmu kimia dari alkena berhubungan dengan reaksi
elektrofilik pada ikatan rangkap. Penting untuk diketahui bahwa addisi
elektrofilik pada alkena asimetris menghasilkan ion karbonium yang lebih
stabil, sehingga menghasilkan sifat positif lebih besar, serangan terjadi
kepada karbon alkena yang kurang tersubstitusi (Nasution dkk, 2018:189).
Senyawa yang mengandung ikatan phi biasanya mempunyai
energi yang lebih tinggi dari pada senyawa padanannya yang hanya
mengandung ikatan sigma. Oleh karena itu, suatu reaksi adisi biasanya
berlangsung eksoterm. Ikatan ganda dua dan ganda tiga dengan mudah akan
bereaksi dengan molekul halida (X2) atau dengan hidrogen halida (HX)
pada suhu kamar. Brom merupakan reagen yang paling baik untuk menguji
ikatan tak jenuh karena hilangnya warna brom sesudah bereaksi dengan
ikatan tak jenuh mudah untuk diamati. Ikatan ganda dua juga bereaksi
dengan kalium permanganat sehingga menghasilkan diol yang ditandai
dengan hilangnya warna ungu dari ion permanganat (Inderalaya, 2016:121).
Alpha-pinene adalah senyawa organik dari golongan senyawa
alkena yang mengandung cincin reaktif karena adanya ikatan rangkap dan
dapat ditemukan pada berbagai pohon jenis konifer terutama pinus. Alkena
merupakan senyawa hidrokarbon yang mengandung satu atau lebih ikatan
rangkap karbon-karbon. Adanya ikatan rangkap dua membuat alkena
memiliki hidrogen lebih sedikit dibandingkan alkana pada jumlah karbon
yang sama, dan hal ini membuat alkena disebut senyawa tidak jenuh. Dalam
larutan asam kuat, air mengadisi suatu ikatan rangkap dan menghasilkan
alkohol. Reaksi ini disebut reaksi hidrasi alkena (Khikmah & Utami, 2019).
Kalium permanganat merupakan oksidator kuat sehingga dapat
mengoksidasi formaldehid yang terkandung dalam formalin yang ditandai
hilangnya warna kalium permanganat dalam beberapa detik setelah tabung
reaksi berisi sampel dihomogenkan. Sampel positif (+) mengalami
perubahan warna saat dicampurkan dngan kalium permanganat 0,1 M
kalium permanganat yang semula berwarna merah muda, lama-kelamaan
menjadi tidak berwarna (pudar), sehingga dapat diidentifikasi bahwa
sampel mengandung formalin. Perubahan warna pada larutan kalium
permanganat disebabkan karena aldehid mereduksi kalium permanganat
sehingga warna larutan yang aslanya merah muda akhirnya menjadi
pudar/hilang. Sampel negative (-) larutannya ditandai dengan terbentuknya
2 lapisan warna antara larutan sampel dengan larutan kalium permanganat
(Sari, dkk, 2017).
Meskipun hidroformilasi menjadi metode yang sangat efisiensi
untuk transformasi alkena, metode ini tidak umum digunakan di
laboratorium kerna sifat gas hidrogen dan karbon monoksida yang mudah
terbakar/beracun dan perlunya peralatan bertekanan tinggi dalam sistem
Batch. Aliran kimia sering meningkatkan profil keselamatan terhadap gas
bertekanan tinggi dan beracun karena diameter aliran reaktor kecil. Di sini
ditunjukkan bahwa alkena alifatik dapat dengan mudah dihidroformilasi
dalam reaktor aliran. Dalam metode aliran ini, meskipun produk
hidroformilasi diperoleh dalam hasil yang rendah, gas beracun diperlakukan
dengan aman menggunakan aliran reaktor. Hasil yang lebih baik mungkin
dapat dicapai dengan mendaur ulang alkena yang tidak bereaksi (Masui,
dkk, 2018).
Hidrokarbon berat adalah campuran senyawa yang heterogen
terutama terdiri dari siklik teralkilasi, resin dan aspal, dan tergantung pada
sumbernya dapat membentuk proporsi yang signifikan dari minyak mentah.
Prevalensinya diharapkan meningkat di masa depan kerana cadangan
minyak berat semakin dieksploitasi untuk meningkatkan permintaan energi
di seluruh dunia. Meskipun semakin banyak digunakan, hidrokarbon berat
umumnya diabaikan ketika melihat resiko kesehatan manusia, ekologi, dan
cadangan air. Meskipun resiko kesehatan manusia dan lingkungannya
dianggap rendah, hidrokarbon berat diketahui bertahan di lingkungan
(Brown, dkk, 2017).

C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


1. Alat-alat Praktikum
a. Pipet tetes
b. Pipet ukur 2 mL
c. Pipet ukur 5 mL
d. Rak tabung reaksi
e. Rubber bulb
f. Stopwatch
g. Tabung reaksi
h. Water bath
2. Bahan-bahan Praktikum
a. Diklorometana (DCM) (CH2Cl2(aq))
b. Etanol (C2H5OH(aq)) 96%
c. Iodin (I2(aq)) 2%
d. Kalium permanganate (KMnO4(aq)) 1%
e. Sampel A (n-heksana) (C6H14(aq))
f. Sampel B (benzena) (C6H6(aq))
g. Sampel C (sikloheksana) (C6H12(aq))
D. SKEMA KERJA
1. Pengujian Iodinan

5 mL DCM

•Dimasukkan ke
dalam tabung reaksi

+2 tetes +2 tetes +2 tetes


sampel A sampel B sampel C

• +tetes demi tetes iodin dalam DCM


sampai warna ungu kemerahan hilang

Hasil

• Dipanaskan selama 5 menit dengan


suhu 55oC

Hasil

2. Pengujian Bayer (Uji KMnO4)

2 mL etanol 96%

•Dimasukkan ke
dalam tabung reaksi

+2 tetes +2 tetes +2 tetes


sampel A sampel B sampel C
• + 5 tetes KMnO4 1% tetes demi
tetes sambal dikocok
• Dibiarkan selama 2 menit
 Dipanaskan selama 1 menit
Hasil

(Jika hilang warna ungu dan terbentuk presipitat coklat, maka (+))
E. HASIL PENGAMATAN
1. Pengujian Iodin
No Percobaan Hasil Pengamatan
1  DCM  Warna awal: Bening
 Iodin 2%  Warna awal: Ungu
kemerahan
 Sampel A,B, dan C  Warna awal: Bening
2 Tabung A
 DCM +Sampel A  Warna tetap bening
 Campuran + Iodin  Warna ungu
kemerahan tidak
hilang (-)
 Dipanaskan selama 5  Warna ungu
menit kemerahan tidak
hilang (-)
3 Tabung B
 DCM +Sampel B  Warna tetap bening
 Campuran + Iodin  Warna ungu
kemerahan tidak
hilang (-)
 Dipanaskan selama 5  Warna ungu
menit kemerahan tidak
hilang (-)
4 Tabung C
 DCM +Sampel C  Warna tetap bening
 Campuran + Iodin  Warna ungu
kemerahan tidak
hilang (-)
 Dipanaskan selama 5  Warna ungu
menit kemerahan tidak
hilang (-)

2. Pengujian Bayer (Uji KMnO4)


No Percobaan Hasil Pengamatan
1  Etanol 96%  Warna awal: Bening
 KMnO4 1%  Warna awal: Ungu
 Sampel A,B, dan C  Warna awal: Bening
2 Tabung A
 Etanol 96% + Sampel  Warna tetap bening
A
 Campuran + KMnO4  Warna menjadi ungu
1%
 Didiamkan 2 menit
 Dipanaskan 1 menit  Tidak terbentuk
endapan
3 Tabung B
 Etanol 96% + Sampel  Warna tetap bening
B
 Campuran + KMnO4  Warna menjadi ungu
1%
 Didiamkan 2 menit  Tidak terbentuk
 Dipanaskan 1 menit endapan
4 Tabung C
 Etanol 96% + Sampel  Warna tetap bening
C
 Campuran + KMnO4  Warna menjadi ungu
1%
 Didiamkan 2 menit  Tidak terbentuk
 Dipanaskan 1 menit endapan

F. ANALISIS DATA
1. Pengujian Iodin
a. Reaksi sampel A (n-heksana) dengan iodin

b. Reaksi sampel B (benzena) dengan iodin

c. Reaksi sampel C (sikloheksana) dengan iodin

d. Perbandingan: Reaksi 2-butena dengan iodin

2. Pengujian bayer (Uji KMnO4)


a. Reaksi sampel A (n-heksana) dengan KMnO4
b. Reaksi sampel B (benzena) dengan KMnO4

c. Reaksi sampel C (sikloheksana) dengan KMnO4

d. Perbandingan: Reaksi 1-metilsiklopentena dengan KMnO4

G. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yang bertujuan untuk mengidentifikasi
ada tidaknya ikatan rangkap pada senyawa organik melalui reaksi adisi dan
oksidasi. Pada percobaan ini dilakukan dua pengujian yaitu uji bromine dan
uji bayer. Uji iodine bertujuan untuk mengamati reaksi halogenasi dan juga
untuk membedakan ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal. Reaksi ini
mengakibatkan terbentuknya suatu molekul baru sebagai hasil terpisahnya
partikel-partikel yang bertumbukan. Reaksi halogenasi saat ini bisa disebut
reaksi brominasi karena halogen yang digunakan yaitu iodine. Reaksi
halogenasi yang terjadi berupa reaksi substitusi, dengan mengganti satu
atom Iodin dari I2 (iodin) dengan satu atom H dari sampel senyawa
hidrokarbon, sehingga dihasilkan gas HI.
Percobaaan pertama yaitu uji Iodine, dimana uji iodine ini
digunakan 3 sampel (A,B, dan C), masing-masing sampel ditambahkan
diklorometana (DCM) lalu dikocok dan diamati, ketiga sampel berwarna
bening setelah penambahan diklorometana. Selanjutnya sampel A
direaksikaan dengan I2 sedikit demi sedikit sehingga akan membuat warna
ungu kemerahan dari I2 tidak hilang dan larutan dipanaskan selama 5 menit
berubah warna menjadi ungu kemerahan. Sedangkan sampel B dan C
direaksikan dengan I2 sedikit demi sedikit sehingga akan membuat warna
menjadi ungu kemerahan dari I2 menjadi tetap berwarna ungu kemerahan
setelah dipanaskan. Sampel A dapat bereaksi dengan I 2 karena adanya
pemutusan ikatan rangkap dalam hidrokarbon menjadi ikatan tunggal.
Berdasarkan hasil pengamatan proses reaksi ini disebut dengan reaksi adisi
yaitu disebut juga dengan reaksi penjenuhan dengan cara memutuskan
ikatan rangkap yang terdapat dalam rantai menjadi ikatan tunggal.
Hidrokarbon alkena akan memunculkan kelunturan dari iodine karena
alkena memiliki ikatan rangkap sehingga akan mengalami reaksi adisi.
Percobaan kedua yaitu uji bayer untuk mengidentifikasi adanya
ikatan rangkap pada larutan sampel. Larutan uji (KMnO4) berwarna ungu.
Ketika reaksi berjalan, warna ungu tidak menghilang dan tidak terbentuk
endapan. Uji bayer dilakukan dengan menambahkan larutan KMnO 4
terhadap suatu sampel. Penambahan KMnO4 bertujuan untuk mengetahui
terjadinya reaksi oksidasi. KMnO4 merupakan zat pengoksidasi yang kuat.
Reaksi oksidasi terjadi apabila warna ungu dari KMnO4 hilang dari
campuran tersebut. Hilangnya warna ungu ion MnO4 disebabkan oleh
adanya reaksi ion MnO4 dengan alkena atau alkuna membentuk glikol (diol)
dan tidak ada endapan dari MnO2.
Dari data pengamatan yang diperoleh dari hasil bayer ini
menunjukkan bahwa terdapat suatu reaksi yang tidak berjalan, hal ini dilihat
dari warna ungu yang menghilang dan terdapat endapan MnO2. Adanya
endapan MnO2 ini menunjukkan adanya suatu ikatan rangkap pada larutan.
Percobaan bayer dengan menggunakan sampel A, B, dan C menunjukkan
hasil yang berbeda-beda. Pada larutan sampel A yang menggunakan pelarut
etanol menghasilakan endapan berwarna ungu dan ungu kemerahan. Hal ini
menunjukkan terjadinya reaksi oksidasi dimana ikatan rangkap diubah
menjadi ikatan tunggal, dalam hal ini ikatan rangkap pada sampel A terputus
karena sifatnya yang lebih lemah. Sedangkan pada sampel B dan C tidak
mengalami perubahan warna atau terbentuknya endapan. Hal ini
menunjukkan bahwa sampel B dan C tidak terjadi reaksi oksidasi yang
menunjukkan adanya ikatan rangkap. Terjadinya reaksi redoks, dimana
senyawa hidrokarbon mengalami oksidasi dan KMnO4 mengalami reduksi,
merubah bilangan oksidasi Mn dalam KMnO4 yaitu +7 yang memberi
warna ungu menjadi senyawa MnO4 dengan biloks Mn yaitu +4 yang
memberikan warna ungu kemerahan. Selain itu, reaksi oksidasi yang terjadi
mengakibatkan ikatan rangkap dua terputus dan diubah menjadi ikatan
tunggal.
Dari percobaan ini kita ketahui bahwa sampel A tersebut adalah
senyawa aromatik yang merupakan senyawa benzena, sampel B dan C
adalah senyawa jenuh yang merupakan senyawa n-heksana dan
sikloheksana.

H. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa identifikasi ada tidaknya ikatan rangkap pada senyawa organik
melalui reaksi adisi dan oksidasi. Dimana reaksi tersebut dapat dilakukan
dengan uji iodin dan uji bayer (KMnO4) pada sampel A dan C merupakan
senyawa n-heksana dan sikloheksana yaitu senyawa alkana yang tidak
memiliki senyawa atau ikatan rangkap dua sehingga inert sulit untuk
bereaksi dan terakhir sampel B yang merupakan senyawa aromatik yang
dimana senyawa aromatik tidak memiliki ikatan rangkap melainkan
memiliki cincin sehingga tidak dapat bereaksi pada uji iodin dan uji bayer.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, D. M., Bonte, M., Gill, R., Dawick, J., & Boogaard, P. J., (2017), Heavy
Hydrokarbon Fate and Transport in the Environment, Quarterly Journal of
Engineering Geology and Hydrogeology, 50: 333-346.
Indreralaja. (2016). Kimia Organik I. Palembang: Universitas Sriwijaya.
Khikmah, U. N., & Utami, H., (2019), Studi Pengaruh Suhu dan Waktu Reaksi pada
Sintesis α-Terpineol dari Terpentin dengan Menggunakan Katalis Asam
Trikhloroasetat, Jurnal Kelitbangan, 7(2): 211-220
Masui, H., Honda, E., Niitsu, Shoji, M., & Takahashi, T., (2018), Safe
Hydroformylation of Aliphatic Alkene in a Flow Reactor, International
Journal of Organic Chemistry, 8:135-141.
Nasution, R., Marianne., Bani, M. (2018). Kimia Organik Sintesis. Banda Aceh:
Syiah Kuala University Press.
Sari, A. N., Anggraeyani, D., Fautama, F. N., Dirayathi, M., Misdal, Marfani, N.
A., Nufadhillah, & Usliana, U., (2017), Uji Kandungan Formalin pada Ikan
Asin di Pasar Tradisional Kota Banda Aceh, Prosiding Seminar Nasional
Biotek, 306-310.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai