Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS KANDUNGAN ZAT AKTIF OBAT

ANALGESIK DG KROMATOGRAFI LAPIS


TIPIS (KLT)

KELOMPOK 2 :

1. ZILLA RESTIANA P (202002060006)


2. AMELIA SEPTIANI (202002060009)
3. SANNIYAH ZALFA (202002060010)
4. HELMALIA AVIANI (202002060027)
5. DINA KURNIATI (202002060029)
TUJUAN

Mahasiswa mampu memahami prinsip pemisahan dengan metode


kromatografi lapis tipis dan mengidentifikasi tingkat kepolaran bahan
aktif obat analgetik
DASAR TEORI
Analgesik merupakan senyawa yang berfungsi untuk menekan rasa nyeri.
Salah satu kelebihan dri analgesik adalah mampu menghilangkan rasa sakit pada
pasien tanpa menyebabkan pasien kehilangan kesadaran. Analgesik dibagi menjadi
dua yaitu analgesik kuat (tipe morfin) dan analgesik lemah. Senyawa analgesik
menunjukan kerja antipiretik dan antireumatika. (Ebel, 1992).
Metode analisis bahan analgesik secara konvensional sudah mulai
berkembang. Metode yang telah dikembangkan antara lain HPLC, voltametri,
HPTLC, dan spektrofotometri. Metode penentuan kadar bahan analgesik dapat
pula dilakukan metode uji bercak yang penelitian reflektrometrik untuk penentuan
bahan analgesik jenis dipiron menunjukan bahwa metode tersebut lebih cepat,
sederhana, sedikit penggunaan reagen dan memenuhi parameter validitas suatu
metode analisis. (Satiadarma, 1997).
DASAR TEORI
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan suatu dari banyak teknik
kromatografi yang sering digunakan untuk menganalisis bahan analgesik.
Dasar pemisahan KLT adalahperbedaan kecepatan migrasi diantar fase
diam yang berupa padatan (alumunia, silika gel, atau selulosa) dan fase
gerak yang merupakan campuran solven (eluen) yang dikenal dengan
istilah pelarut pengambang campur. KLT menggunakan parameter
karakteristik faktor retardasi (Rf). (Fatah, 1987)
ALAT & BAHAN
 ALAT
1. Corong pisah
2. Gelas ukur
3. Chamber
4. Pipa kapiler
5. Kertas saring
6. Beaker glass

 Bahan
1. Sampel obat analgesik
2. Heksan
3. Etanol
4. Diklorometana
5. Asam asetat
6. Lempeng silika gel GF254
URAIAN BAHAN
1. Asam Asetat (FI edisi III hal 41)
- Nama resmi : acidum aceticum
- Nama lain : asam asetat
- Pemerian : dapat bercampur dengan air dengan etanol 95%
- Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik

2. Etil Asetat
- Nama resmi : Aethylis Aceticuum
- Nama lain : asam asetat
- Pemerian : cairan, tidak erwarna, nau khas
- Kelarutan : larut dalam 15 bagian air, dapat bercampur dengan etanol 95%
- Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
URAIAN BAHAN
3. Etanol
- Nama resmi : ethanolum
- Nama lain : etanol, alkohol
- Pemerian : cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap
- Kelarutan : sangat mudah larut dalam air
- Khasiat : zat tambahan
- Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Cara Kerja
Menyiapkan Chamber kromatografi menggunakan gelas beker yang telah diberikan kertas saring
kemudian tutup rapat agar suasana Jember menjadi jenuh

Membuat dua jenis pelarut yakni campuran heksana banding etil asetat 5:5 dan etil asetat banding
asam asetat 5:5 dan tuangkan masing-masing pelarut ke dalam setiap Chamber

Menyiapkan plat klt yang telah dilapisi silikat gel. kemudian buatlah garis batas pelarut dan batas
bawah 1 cm dari tiap pelat menggunakan pensil dan buatlah titik lalu tandai setiap titik

Menghancurkan setiap obat yang akan dianalisa masing-masing satu tablet menggunakan alu dan
mortar
Membuat campuran etanol: diklorometana (1:1) dan larutan obat yang telah dihancurkan. setiap jenis
obat dilarutkan dengan 5 ml etanol:diklorometana (1:1)

Menyaring larutan yang telah dibuat menggunakan pipet yang telah diberi kapas pada ujungnya

Meneteskan masing-masing analit pada plat sesuai dengan tanda yang sudah dibuat. pastikan titik
yang telah dibuat tidak terlalu besar dan melebar untuk menghasilkan resolusi yang terbaik

jika Chamber sudah jenuh, masukkan tiap plat ke dalam masing-masing Chamber. pastikan bagian
garis batas menitipkan analit tidak sampai menyentuh pelarut. kemudian amati pergerakan pelarut
sampai garis batas pelarut
Mengeluarkan plat dari dalam Chamber dan keringkan

mengamati plat dengan menggunakan bantuan sinar UV dan menandai titik noda yang terbentuk
menggunakan pensil

menganalisa hasil yang diperoleh dan hitung nilai RF


Data Pengamatan
1. Fase gerak etil asetat : asam asetat (5:5)
Fase diam= lempeng silika gel
Fase gerak = etil asetat : asam asetat

Nilai RF = Jarak pusat zona


Jarak pelarut

Sampel bodrex extra = 5,3cm = 0,6625


8cm

Parasetamol = 4,2 cm = 0,525


8cm

S
P K Kaffein = 3cm = 0,375
8cm
Data Pengamatan
1. Fase gerak heksana : etil asetat (5:5)
Fase diam= lempeng silika gel
Fase gerak = heksana : etil asetat

Nilai RF = Jarak pusat zona


Jarak pelarut

Sampel bodrex extra = 1,4 cm = 0,2125


8cm

Parasetamol = 1,8 cm = 0,225


8cm

S
P K Kaffein = 1 cm = 0,125
8cm
Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan dilakukan percobaan analisa kandungan zat aktif obat
analgesik dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Percobaan ini dilakukan dengan tujuan agar dapat
memahami prinsip pemisah dengan metode kromatografi lapis tipis dan untuk mengidentifikasi
tingkat kepolaran bahan aktif dalam obat analgetik. Kadar suatu obat dalam suatu sediaan farmasi
mempengaruhi efek terapi yang diharapkan namun juga kadar yang tidak sesuai dengan kadar yang
telah ditetapkan pada suatu senyawa obat tertentu juga dapat berefek buruk, baik ditunjukkan dengan
timbulnya efek toksisitas.
Pada percobaan ini dilakukan penetapan nilai RF Paracetamol dan kafein menggunakan metode
kromatografi lapis tipis. Kromatografi merupakan salah satu metode analisis berdasarkan perbedaan
kecepatan migrasi komponen senyawa-senyawa yang dibawa oleh fase gerak dan ditahan secara
selektif oleh fase diam. Fase diam kemudian dielusi dengan eluen yang sesuai untuk memisahkan
senyawa-senyawa yang terserap tersebut. Senyawa yang tidak terserap dengan baik pada fase gerak
akan bergerak bersama fase gerak dan yang terserap dengan baik akan tetap berada pada posisi awal
senyawa tersebut ditotolkan
Pada percobaan ini sampel ditotolkan pada plat KLT. Sebelumnya dibuat batas atas dan batas
bawah pada plat KLT. Pembuatan batas atas dan batas bawah adalah untuk memudahkan dalam
penentuan lokasi sampel sepanjang fase diam tersebut, sehingga didapat nilai RF (Faktor Retensi).
Penotolan yang dilakukan juga sekecil dan sesempit mungkin. Jika penotolan terlalu besar maka akan
menurunkan resolusi. Penotolan yang tidak tepat juga akan menyebabkan bercak menyebar dan
menghasilkan Puncak ganda, sehingga dapat mengganggu hasil analisis.
Setelah sampel ditotolkan selanjutnya dimasukkan ke dalam Chamber yang sebelumnya telah
dijenuhkan. Ketika plat masuk ke dalam Chamber, pelarut mulai membasahi plat dari bawah hingga
sampai pada batas atas plat, plat dikeluarkan dari Chamber. Senyawa-senyawa akan cenderung
bergerak pada lempengan klt mengikuti pergerakan eluen atau campuran pelarut yang digunakan.
Senyawa akan berinteraksi antara eluen dan silika sehingga senyawa yang paling polar akan terangkat
di bagian paling bawah menunjukkan bahwa senyawa tersebut dapat membentuk ikatan hidrogen yang
atau melekat pada silika (polar) lebih kuat dibanding senyawa lainnya.
Langkah terakhir yaitu menentukan nilai RF yang terdapat pada plat KLT. Pengukuran Rf
dilakukan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini
berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut. Semakin besar nilai RF sampel maka semakin
besar jarak bergeraknya senyawa pada plat KLT. Dari hasil percobaan diperoleh nilai RF dengan
menggunakan fase gerak asam asetat : etil asetat (5:5). Pada fase gerak etil asetat : asam asetat nilai Rf
yang diperoleh pada sampel bodrex extra yaitu 0,6625. Pada sampel parasetamol nilai Rf yang
diperoleh yaitu 0,525. Pada sampel kafein nilai Rf yang diperoleh yaitu sebesar 0,375. Kemudian hasil
yang diperoleh pada fase gerak heksana : etil asetat nilai Rf yang diperoleh pada sampel bodrex extra
sebesar 0,2125. Pada sampel parasetamol nilai Rf yang diperoleh sebesar 0,225. Pada sampel kafein
nilai Rf yang diperoleh sebesar 0,125. dapat disimpulkan untuk fase gerak heksana : etil asetat
parasetamol menunjukkan nilai yang lebih non polar, sedangkan untuk fase gerak etl asetat: asam
asetat sampel bodrex extra menunjukkan nilai yang lebih non polar.
Kesimpulan
Prinsip pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis adalah perbedaan kecepatan migrasi
di antara fase diam yang berupa padatan (alumunia, silila gel, atau selulosa). Fase gerak yang
merupakan campuran solven (eluen). Pada fase gerak etil asetat : asam asetat nilai Rf yang diperoleh
pada sampel bodrex extra yaitu 0,6625.
Pada sampel parasetamol nilai Rf yang diperoleh yaitu 0,525. Pada sampel kafein nilai Rf yang
diperoleh yaitu sebesar 0,375. Kemudian hasil yang diperoleh pada fase gerak heksana : etil asetat
nilai Rf yang diperoleh pada sampel bodrex extra sebesar 0,2125. Pada sampel parasetamol nilai Rf
yang diperoleh sebesar 0,225. Pada sampel kafein nilai Rf yang diperoleh sebesar 0,125.
Daftar Pustaka
Anonim.1979.Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Gandjar.2007. Kimia Farmasi Analis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Radidiati, H., Riscon P. 2008 Penentuan Waktu Kelarutan Parasetamol . Jurnal Nusa Kimia. Volume
VIII Bandung.
Lampiran

Bahan yang digunakan hasil hekasa : asam asetat Etil asetat : asam aetat
Lampiran

Bahan yang digunakan proses elusi

Anda mungkin juga menyukai