Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN INSTRUMEN ANALISA FARMASI

“IDENTIFIKASI PARASETAMOL SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS”

DISUSUN OLEH :
NAMA : RHYZHA ASPARYZHA
NIM : 1900087
PRODI : D-III IIIB
HARI PRATIKUM : SABTU (08.00-11.00)
KELOMPOK : VI (ENAM)
DOSEN PEMBIMBING : apt. EMMA SUSANTI, M. Farm
ASISTEN DOSEN : 1. DEAN PRATAMA PUTRA
2. ANNISYA SYAFIRA
3. REZA AFDA

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIVERSITAS RIAU
2020
PERCOBAAN II
“IDENTIFIKASI PARASETAMOL SECARA KLT ( KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS)”

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Pengenalan metoda pemisahan parasetamol dengan KLT
2. Analisis parasetamol secara KLT

II. PRINSIP PRAKTIKUM

Indentifikasi paracetamol secara KLT (Kromatografi Lapis Tipis). Kromatografi


lapis tipis adalah salah satu teknik kromatografi yang digunakan untuk memisahkan
campuran yang tidak mudah menguap. Teknik ini biasanya dilakukan pada selembar
kaca. Aluminium foil atau plastik dilapisi dengan lapisan tipis bahan penyerap, umumnya
silika gel, selulosa atau aluminium oksida. Lapisan tipis ini dapat disebut sebagai fase
diam atau padat.

Setelah menerapkan sampel ke pelat, campuran pelarut atau pelarut yang dikenal
sebagai fase gerak mengalir melalui pelat sesuai dengan gaya kapiler. Karena analit yang
berbeda memindahkan pelat KLP pada kecepatan yang berbeda, komponen dipisahkan
dalam analisis.

Jenis kromatografi ini dapat digunakan untuk memantau atau memantau


pergerakan suatu reaksi, untuk mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam
campuran dan untuk menentukan kemurnian komponen.

III. TINJAUAN PUSTAKA

Kromatografi peertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia


Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman
dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium
karbonat (CaCO3). (Gandjar, 2007).
Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umumdan paling sering
digunakan dalam bidang kimia analisis karena dapat dimanfaatkan untuk melakukan
analisis baik secara kuantitatif, kualitatif atau preparatif dalam bidang farmasi,
lingkungan, industri dan sebagainya (Gandjar, 2007).
Kromatografi Lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmaillof dan Schraiber pada
tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan
elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan
atau dikemas didalamnya, pada kromatografi lapis tipis fase diamnya berupa lapisan
yang seragam pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat
alumunium, atau plat plastik. Dan dapat dikatakan bentuk terbuka dari kromatografi
kolom (Gandjar 2007).
Fase gerak pada kromatografi lapis tipis yang dikenal sebagai pelarut pengemang
akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengemangan secara
menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun
(descending) (Gandjar,2007).
Keuntungan Penggunaan Kromatografi Lapis Tipis diantaranya karena
kromatografi lapis tipis anyak diguanakan untuk tujuan analisis, identifikasi pemisahan
komponen pada KLT juga dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau
dengan radiasi menggunakan sinar ultra violet, KLT dapat dilakukan secara descending
dan ascending atai dengan elusi dua dimensi, ketepatan penentuan kadar akan leboh baik
karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak (Gandjar,
2007).
Fase diam yang digunakan pada KLTmerupak penyerap berukuran kecil dengan
diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan
semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal
efisiensinya dan resolusinya (Gandjar 2007).
Penyerap yang paling sering digunakn adalah silika dan serbuk selulosa,
sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorsi. Lapisan
tipis yang digunakan sebagai penyerap juga dapat dibuat dari silika gel yang telah
dimodifikasi, resin penukar ion, gel ekslusi, dan siklodekstrin yng digunakan untuk
pemisahan kiral. Beberapa penyerap KLT serupa dengan penyerap yang digunakan pada
KCKT. Kebanyakan penyerap diukur keajegan ukurn partikel dan luas permukaannya
(Gandjar, 2007).
Paracetamol (Acetaminofen ) merupakan obat analgesik non narkotik dengan cara
kerja menghambat sintesis prodtaglandin tertama disistem syaraf pusat (SSP).
Paracetamol digunakan secara luas dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik
antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain sebagai obat flu, melalui resep dokter
atau yang dijual bebas. (P.Apparavo, 2012.)
Parasetamol yang merupakan derivat para amino fenol merupakan metabolit
fenasetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek
antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Memiliki efek analgesik yang serupa
dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang dan
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang berdasarkan efek sentral (Dept.
Farmakologi dan Terapi FKUI, 2007).
Efek anti inflamasi paracetamol sangat lemah, oleh karena itu paracetamol tidak
digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol juga termasuk penghambat biosintesis
Prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, erosi dan pendarahan lambung tidak terlihat
demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam-basa. (Dept. Farmakologi
dan Terapi FKUI, 2007) Dengan pemerian paracetamol serbuk hablur, putih, tidak
berbau, rasa sedikit pahit. Dengan kelarutan larut dalam air dan dalam natrium
hidroksida 1 N mudah larut dalam etanol.

IV. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan:


1. Pelat KLT
2. Chamber
3. Lampu UV
4. Pensil

Bahan yang digunakan :


1. Tablet Parasetamol dan parasetamol murni ( baku pembanding
Farmakope Indonesia)
2. Larutan NaOH 0,1 N
3. Etanol 96 %
4. Akuades secukupnya

V. PROSEDUR KERJA
1. Persiapan Larutan Baku Paracetamol
 Timbang Paracetamol Murni 100mg
 Larutkan dengan NAOH dalam labu ukur 10ml
 Kocok sampai larut
 Ambil 1ml dari larutan induk
 Buat pengenceran dengan konsentrasi 10% dan 1% dengan mengambil 1ml
larutan induk dan diencerkan dengan NAOH dalam labu ukur 10ml
2. Persiapan Larutan Sample
 Timbang tara tab paracetamol 100mg
 Gerus tab paracetamol
 Timbang 7,8mg dari tab paracetamol yang digerus
 Larutkan dengan NAOH dalam labu ukur 10ml
 Kocok sampai larut
 Ambil 1ml dari larutan induk
 Buat pengenceran konsentrasi 10%, 1%. 0,1%, 0,01%, 0,001% dengan
mengambil 1ml larutan induk dan diencerkan dengan NAOH dalam labu
ukut 10ml
3. Persiapan KLT
 Potong plat KLT dengan panjang 5x3cm
 Beri batas atas dan bawah sebesar 0,5cm lalu tandai tempat yang akan ditotol
dengan jarak tertentu
4. Pengujian Sample
 Siapkan eluent ethanol : etilasetat ( 6:4)
 Masukkan eluent dalam chmber dan jenuhkan dengan kertas saring
 Pelat KLT ditotol terlebih dahulu dengan larutan baku paracetamol murni
1% dan larutan sample dengan konsentrasi 10%, 1%, 0,01% dan 0,001%
 Jika sudah jenuh keluarkan kertas saring masukkan pelat KLT yang sudah
ditotol
 Tunggu hingga eluent naik sampai tanda batas
 Amati dibawah lampu UV dan tandai noda yang terbentuk pada KLT
VI. HASIL

Data Hasil Praktikum Instrumen Analisa Farmasi Objek II Identifikasi Paracetamol


Secara Kromatografi Lapis Tipis

Kelompo Jarak Rambat


Jarak Noda Baku Paracetamol (BPFI)
k (cm)
1 Noda Sample = 6cm Jarak Noda R = 7,1cm 10cm
2 Noda Sample = 5cm Jarak Noda R = 6,9cm 12cm
3 Noda Sample = 6,5 Jarak Noda R = 5,7cm 11cm
4 Noda Sample = 4cm Jarak Noda R = 7,3cm 13cm
5 Noda Sample = 3,5cm Jarak Noda R = 5cm 9cm
6 Noda Sample = 7,6cm Jarak Noda R = 6cm 12cm
7 Noda Sample = 2,1cm Jarak Noda R = 7,3cm 10cm
8 Noda Sample = 5,2cm Jarak Noda R = 8cm 12cm
9 Noda Sample = 3,3cm Jarak Noda R = 9cm 14cm

 Eluent
Ethanol : Etil Asetat
6 :4
 Sample
Paracetamol Tab 100mg
 Larutan
NAOH 10ml

 Dik : Jarak noda A (sampel) = 7,6 cm


Jarak noda R (pembanding) = 6 cm
Jarak rambat = 12 cm
 Dit : Hitunglah harga RF dari sampel dan RF dari baku pembanding?
 Jawab :
Jarak Noda 6 cm
Rf Pembanding = = =0,5 cm
Jarak Rambat 12 cm
Jarak Noda 7 ,6 cm
Rf = = =0,63 cm
Jarak Rambat 12 cm

VII. PEMBAHASAN

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan


komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert.
KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk
identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah
sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain
kromatografi kertas. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan
bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan
untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida
– lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT
juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi
yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi,
dan isolasi senyawa murni skala kecil (Fessenden,2003).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang
banyak digunakan, metode ini menggunakan  empeng kaca atau lembaran plastik
yang ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan kering. Untuk menotolkan karutan
cuplikan pada kempeng kaca, pada dasarnya menggunakan mikro pipet atau pipa
kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengelusi di
dalam wadah yang tertutup (Soebagio,2002).
Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa
menjadi senyawamurni dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan
kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan  bahan sangat sedikit,
baik menyerap maupun merupakan cuplikan KLT dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid dan
hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat
digunakan untuk mencari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara
kromatografi dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapis tipis seperti
silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-pereaksi yang lebih
reaktif seperti asam sulfat.( Fessenden, 2003 )
Pertimbangan untuk pemilihan pelarut pengembang (aluen) umumnya sama
dengan pemilihan eluen untuk kromatografi kolom. Dalam kromatografi adsorpsi,
pengelusi eluen naik sejalan dengan pelarut (misalnya dari heksana ke aseton, ke
alkohol, ke air). Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran
pelarut dengan susunan tertentu. Pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai
kemurnian yang tiggi. Terdapatnya sejumlah air atau zat pengotor lainnya dapat
menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan.
KLT merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fase diam berupa
padatan dan fase geraknya dapat berupa cairan dan gas.  Zat terlarut yang diadsorpsi
oleh permukaan partikel padat..( Soebagio,2002)
Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan
pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat
yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan. Kecepatan
gerak senyawa-senyawa ke atas pada lempengan tergantung pada (Soebagil,2002):
Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut, hal ini bergantung pada
bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut. Bagaimana
senyawa melekat pada fase diam, misalnya gel silika. Hal ini tergantung pada
bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan gel silika. Kromatografi lapis tipis
menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium
oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam
Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen
didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa
cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen
KLT dipilih dengan cara trial and error. Kepolaran eluen sangat berpengaruh
terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh (Gandjar,2007).
Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai
faktor resensi. Pada fase diam, jika dilihat mekanisme pemisahan, fase diam
dikelompokkan (Gritter,1991) :
Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal
tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam
sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang
rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar.
Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan
nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu
tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya
(Gandjar,2007).
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel
yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan
perbedaan kepolaran.
Prinsip kerjanya adalah berdasarkan adsorpsi dan partisi, dimana sampel akan
berpisah berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang
digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan
fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Semakin dekat
kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase
gerak tersebut.
Fase diam (adsorben) contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium
oksida), kieslguhr (diatomeous earth), dan selulosa. Dari keempat jenis adsorben
tersebut, yang paling banyak dipakai ialah silika gel dan masing-masing terdiri dari
beberapa jenis yang mempunyai nama perdagangan bermacam-macam. Silika gel ini
menghasilkan perbedaan dalam efek pemisahan yang tergantung kepada cara
pembuatannya. Selain itu harus diingat bahwa penyerap yang berpengaruh nyata
terhadap daya pemisahnya.
Pada percobaan ini dilakukan analisis kuantitatif dengan metode kromatografi
lapis tipis. Sampel yang dianalisis yaitu pembanding berupa paracetamol.
Pada percobaan ini digunakan pembanding, yaitu paracetamol murni 100 mg
dengan paracetamol tab 100mg yang dihaluskan dan dilarutkan dalam NAOH 10 mL
di dalam gelas kimia. Setelah pembanding larut, disiapkan botol eluen (sebagai
pengganti camber). Eluen yang digunakan pada praktikum ini adalah ethanol dan etil
asetat dengan perbandingan 6 : 4. Homogenkan eluen dalam botol eluen dan
jenuhkan dengan kertas saring yang dimasukkan kedalam botol eluen guna untuk
mempercepat proses penjenuhan.
Setelah larutan eluen jenuh, pelat KLT ditotol dengan larutan baku paracetamol
murni 1% dan larutan sample 10%, 1%, 0,01% dan 0,001%. Jika sudah jenuh
masukkan pelat KLT yang sudah ditotol. Tunggu hingga eluent naik sampai tanda
batas.
Tandai titik totol, lalu hitung jarak yang ditempuh oleh zat terlarut dengan jarang
yang ditempuh oleh zat pelarut kemudian hitung dengan membandingan kedua jarak
tersebut.      

Dari percobaan kali ini didapat hasil dari eluent yang digunakan yaitu thanol
dan etil asetat dengan perbandingan 6:4 dengan sample yang digunakan paracetamol
tab 100mg dengan larutan NAOH 0ml didapat jarak yang ditempuh senyawa terlarut
6cm dan jarak yang ditempuh pelarut 7,6cm dengan jarak rambat 12cm didapat harga
Rf pembanding 0,5cm dan harga Rf 0,63cm hal tersebut menunjukkan bahwa tablet
paracetamol yang diuji mengndung paracetamol murni (+).

VIII. KESIMPULAN

Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa tablet paracetamol yang diuji
mengandung paracetamol murni (+) dengan nilai RF zat dengan pembanding
paracetamol menggunkan eluen ethanol dan etil asetat dengan perbandingan 6:4
adalah 0,63cm. Sedangkan untuk RF pembanding dari jarak noda R (pembanding) :
Jarak rambat didapat hasil 0,5cm. Pada Praktikum penggunaan Sinar UV digunakan
untuk dapat mendeteksi senyawa berfluoresensi dimana senyawa tersebut memiliki
gugus kromofor.

IX. DAFTAR PUSTAKA


Apparavo P, 2012.
Dept. Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2007.
Farmakologi dan Terapi Edisi 5, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. hlm. 237- 238.
Anonim, Alat Ukur
Fessenden R.J dan J.S Fessenden., 2003, Dasar-dasar kimia organik. Jakarta,
Erlangga
Gandjar, Gholib dan Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman., 2007,Kimia Farmasi  Analisis, pustaka
pelajar, Yogyakarta
Gritter, R, J., 1991, Pengantar Kromatografi Edisi II, Institut Teknologi Bandung,
Bandung
Intentitas Radiasi Cahaya UV. diakses dari https://indo- digital.com/alat-
Soebagio., 2002, Kimia Analitik, Universitas Negeri Makassar Fakultas MIPA,
Makassar.

Anda mungkin juga menyukai