Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

“KROMATOGRAFI KERTAS”

Disusun oleh :

Kelompok 1 – Reguler 2 17A

Asyyah Rizky Fadillah 3422117045

Novia Nurmawati 3422117212

Nur Afifah Salma 3422117213

Priska Ayu Nilamsari 3422117229

Restu Ega Arifin 3422117253

Risma Werdaningsih 3422117271

Dosen : Indri Astuti, S. Si, M. Farm, Apt.

Bayu D.H, S. Farm, M. Farm, Apt.

AKADEMI FARMASI IKIFA JAKARTA


2019
PRAKTIKUM V
KROMATOGRAFI KERTAS

A. PENDAHULUAN

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, kromatografi didefinisikan


sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi differensial
dinamisdalam system yang terdiri 2 fase atau lebih, salah satu diantaranya
bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-
zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam
absorbs, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan
muatan ion. Kromatografi adalah suatu cara pemisahan berdasarkan
perbedaan pengikatan zat-zat dalam campuran oleh suatu system 2 fase yaitu
fase stasioner dan fase mobil. Pengikatan oleh fase-fase itu bersifat reversible.

Secara praktis biasanya dibedakan jenis-jenis kromatografi sebagai berikut :

1. Kromatografi Kolom Konfensional


2. Kromatografi Kertas
3. Kromatografi Lapis Tipis
4. Kromatografi Kertas
5. Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi

Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analis kualitatif dan


kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian Farmakope
Indonesia adalah kromatografi kolom, kromatografi gas, kromatografi kertas,
kromatografi lapis tipis dan kromatografi cairan kinerja tinggi.

Dalam kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis, perbedaan


jarak rambat (diukur samapai titik yang memberikan intensitas maksimum
pada bercak) suatu senyawa tertentu terhadap jarak lambat fase gerak
dinyatakan sebagai harga Rf suatu senyawa tersebut. Perbandingan jarak
rambat suatu senyawa tertentu dengan jarak perambatan baku pembanding
dinyatakan sebagaiharga Rf. Harga Rf berubah sesuai dengan kondisi
percobaan karena itu diidentifikasikan sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan baku pembanding yang sama dengan uji kromatogram yang
sama. Jika zat uji yang diidentifikasi dan baku pembanding itu sama, terdapat
kesesuaian dengan warna dan harga Rf pada semua kromatogram dan
kromatogram dari campuran yang menghasilkan harga Rf adalah 1,0.

Bercak yang dihasilkan kromatografi kertas atau lapis tipis letaknya


dapat di tetapkan dengan :

1. Pengamatan langsung jika senyawanya tampak pada cahaya biasa, cahaya


ultraviolet gelombang pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366nm).
2. Pengamatan dengan cahaya biasa atau cahaya ultraviolet setelah disemprot
dengan pereaksi yang membuat bercak tersebut tampak (pereaksi
sebaiknya disemprotkan melalui alat pengabut).
3. Menggunakan pencacah Geiger-Muller atau teknik auto radiografi jika
terdapat zat radioaktif.
4. Menempatkan potongan penjerap dan zat pada media pembiakan yang
telah di tanam untuk melihat hasil stimulasi atau hambatan pertumbuhan
bakteri.

Kromatografi kertas tergolong kromatografi cairan dengan kertas


sebagai zat padat pendukung. Karena kertas/serat-serat selulosa merupakan
adsorben lemah yang hidrofil, adsorb zat oleh kertas tidak terlalu kuat dan
akan terdesak oleh air. Air atau bagian yang lebih polar dari cairan yang
dipakai sebagai eluen, akan berlaku sebagai fase stasioner, mekanisme
pemisahan yang dominan adalah petisi. Oleh gaya kapiler dari kertas, fase
mobil dapat bergerak naik, mendatar maupun menurun.

Untuk kromatografi menaik dipakai kertas yang panjangnya sekitar


20cm, pada kromatografi menurun, panjang kertas dapat mencapai 50 cm atau
lebih, sedangkan kromatografi mendatar sirkulasi membutuhkan kertas
dengan diameter 10-20 cm. Kertas kromatografi berupa kertas saring khusus,
dengan lebar tidak kurang dari 2,5 cm, tidak lebih lebar dari panjang bak
pelarut dan dipotong lebih kurang sama dengan tinggi bejana.

Eluen pada kromatografi kertas biasanya merupakan campuran 2


komponen atau leih. Yang berlaku sebagai fase mobil selanjutnya adalah
bagian campuran yang kurang polar.

Zat atau campuran yang diperiksa dilarutkan dalam pelarut yang


sesuai, kemudian diteteskan pada kertas dengan bantuan pipet kapiler. Titik
penetesan zat kira-kira 2cm dari tepi bawah kertas atau pada jarak yang
sesuai, sehingga letak titik itu beberapa cm dibawah eluennya.

Elusi dilakukan setelah eluen ditempatkan dalam bejana yang sesuai.


Bejana itu kemudian dijenuhkan dengan uap eluennya dengan cara
menutupnya dan mendiamkannya selama beberapa jam. Penjenuhan akan
lebih baik dengan cara meletakkan kertas saring yang dibasahi dengan eluen
pada dinding dalam bejana. Ujung kertas dicelupkan kedalam eluen, dengan
menjaga agar zat yang diperiksa tidak terendam. Kertas hendaknya tidak
menyentuh dinding bejana. Jarak elusi normal pada elusi menaik dalam 15cm.
Pada elusi menurun jarak itu sangat bervariasi.
B. ALAT DAN BAHAN

Alat

 Timbangan analitik  Kaca Arloji


 Batang pengaduk  Kertas saring
 Sarung tangan  Plastic warp
 Masker  Bejana Kromatografi
 Beaker glass  Lampu UV
 Pipet tetes dan pipa kapiler  Kertas kromatografi
 Gelas ukur 5mL dan 10mL  Cawan uap
 Alat tulis : pensil, penggaris,  Tisu
gunting, jangka, spidol  Baki
berwarna 3 macam (beda  Benang dan jarum
warna)  Pipa kapiler

Bahan

No Bahan Jumlah
1 Etanol 7,5
2 Kloroform 7,5

C. PROSEDUR KERJA KKT

Kromatografi Menaik

1. Pembuatan fase gerak


Fase gerak Etanol : Kloroform (1:1) sebanyak 10 mL
Etanol : Kloroform (4:1) sebanyak 10 mL
Etanol : Kloroform (1:4) sebanyak 10 mL
Masukan masing-masing pelarut sesuai volumenya ke dalam beaker glass
(atau langsung kedalam bejana kromatografi), aduk hingga homogen.
2. Penjenuhan bejana
Masukan 5 mL fase gerak kedalam bejana kromatografi dan biarkan
dalam keadaan tertutup selama 1 jam hingga bejana jenuh. Untuk
membantu penjenuhan dapat diletakan kertas saring yang telah dibasahi
eluen pada dinding dalam dari bejana kromatografi.
3. Persiapan kertas kromatografi
Siapkan 1 kertas dengan ukuran P: 10cm dan L: 4cm, jarak noda: 1cm,
jarak titik totol: 1cm dari dasar kertas, dan jarak elusi: 8cm
Siapkan 2 kertas dengan ukuran P: 8cm dan L: 2,5cm, jarak noda: 1cm,
jarak titik totol: 1cm dari dasar kertas, dan jarak elusi: 6cm
4. Pembuatan larutan percobaan
Spidol atau tinta berwarna langsung ditotolkan pada kertas kromatografi.
5. Pentolan (Spotting)
Totolkan spidol dengan ukuran totolan sekecil mungkin, kemudian ulangi
2 kali lagi, sehingga konsentrasi tinta cukup pada titik totol. Beri tanda
sesuai nama/merk spidol atau tintanya.
6. Elusi
Masukan kertas kromatografi (ukuran P: 10cm dan L: 4cm) yang telah
ditotolkan kedalam bejana kromatografi Kloroform :Etanol (1:4) dengan
bantuan tali agar kertas terletak dalam posisi berdir, dengan bagian bawah
menyentuh dasar bejana. Biarkan fase gerak naik hingga jarak elusi 8cm.
Angkat kertas kromatografi, keringkan dengan hair dryer, deteksi noda
dengan uap ammonia, amati hasil dibawah sinar UV 254nm dan 366nm.
Beri tanda pada noda dengan pensil. Hitung Rf-nya!
7. Masukan kertas kromatografi (ukuran P: 8cm dan L: 2,5cm) yang telah
ditotolkan kedalam bejana kromatografi Kloroform :Etanol (1:1) dengan
bagian bawah menyentuh dasar bejana. Biarkan fase gerak naik hingga
jarak elusi 6cm. Angkat kertas kromatografi, keringkan dengan hair dryer,
deteksi noda dengan uap ammonia, amati hasil dibawah sinar UV 254nm
dan 366nm. Beri tanda pada noda dengan pensil. Hitung Rf-nya!
8. Masukan kertas kromatografi (ukuran P: 8cm dan L: 2,5cm) yang telah
ditotolkan kedalam bejana kromatografi Kloroform :Etanol (4:1) dengan
bagian bawah menyentuh dasar bejana. Biarkan fase gerak naik hingga
jarak elusi 6cm. Angkat kertas kromatografi, keringkan dengan hair dryer,
deteksi noda dengan uap ammonia, amati hasil dibawah sinar UV 254nm
dan 366nm. Beri tanda pada noda dengan pensil. Hitung Rf-nya!
D. HASIL

Warna Noda Nilai Rf


Sampel
1:1 4:1 1:4 1:1 4:1 1:4
Spidol 1 0,4
Merah Merah Merah - - =0,05
(merah) 8
Spidol 2 2,5 0,5 0,4
Biru Biru Ungu =0,416 =0,083 =0,05
(biru) 6 6 8

Biru muda
Biru 0,7
Biru =0,12
muda 6
0,58
Biru =0,096 Biru Tua
6 Biru
Spidol 3 1,7
Biru =¿0,28 0,2
(ungu) Biru tua 6 =0,025
Ungu 8
Ungu 3
0,33
=0,055 Ungu
6
Ungu 3,8
=0,63
6
E. PEMBAHASAN

1. Proses pemberian spidol pada kertas saring harus berjarak secukupan,


karena jika diberikan pada jarak yang berdekatan akan mempengaruhi
proses elusi dan kemungkinan akan gagal. 3 warna spidol jika terkena
dengan etanol dan kloroform akan tabrakan satu dengan yang lainnya. Bila
diberi jarak, maka komponen warna antar spidol tidak tumpang tindih.
2. Totolan pun tidak boleh terlalu banyak hanya kecil sekali bisa diulangi
sampai 2 kali. Hal ini bertujuan agar komponen yang mau dideteksi tidak
meluap. Kertas yang telah ditotolkan dengan spidol kemudian dimasukkan
kedalam pelarut berisi etanol dan kloroform. Diletakkan berdiri dibejana
kromatografi.
3. Pada percobaan ini meggunakan 3 sampel dengan 4 percobaan ( 3 menaik
1 mendatar). Pada bejana etanol kloroform dengan spidol sebagai berikut :
4. Pada bejana etanol kloroform 1:1 menggunakan spidol merah
(menghasilkan warna merah namun tidak menghasilkan nilai Rf), spidol
biru (menghasilkan warna biru dengan nilai Rf 0,416), spidol ungu
(menghasilkan warna biru dengan nilai Rf 0,096 dan warna ungu dengan
nilai Rf 0,055)
5. Pada bejana etanol kloroform 4:1 menggunakan spidol merah
(menghasilkan warna merah namun tidak menghasilkan nilai Rf) spidol
biru (menghasilkan warna biru dengan nilai rf 0,083), spidol ungu
(menghasilkan warna biru muda dengan nilai Rf 0,12, biru tua dengan
nilai Rf 0,283, dan ungu dengan nilai Rf 0,63)
6. Pada bejana etanol kloroform 1:4 menggunakan spidol merah
(menghasilkan warna merah dengan nilai rf 0,05) spidol biru
(menghasilkan warna ungu dengan nilai rf 0,05), spidol ungu
(menghasilkan warna biru dengan nilai rf 0,025)
7. Pada tahap penotolan, kertas saring yang digunakan adalah kertas saring
whatman karena mempunyai pori-pori yang besar sehingga noda dapat
merembes dengan cepat dan teratur
8. Garis awal pada kertas dengan menggunakan pensil karena pensil karena
pensil terbuat dari grafit yang tidak lartu dalam eluen sedangkan jika tinta
pulpen maka tinta pulpen akan larut yang dapat mengganggu penampakan
noda
9. Pada tahap pengembangan, kertas yang berisi totolan dimasukkan ke dala,
larutan pengembang. Totolan cuplikan diusahakan tidak terendam dalam
eluen karena akan melarut dalam pelarut dan menjadi rusak sehingga tidak
dapat diidentifikasi lagi. Kertas tidak boleh menyentuh dinding wadah
karena dapat mempengaruhi perambatan noda.
10. Selanjutnya wadah ditutup dengan tujuan untuk menjenuhkan udara di
dalamnya menggunakan uap pelarut karena dengan penjenuhan tersebut
dapat menghentikan penguapan pelarut.

F. KROMATOGRAFI MENDATAR (SIRKULAR)

1. Pembuatan fase gerak


Fase gerak : sama dengan kromatografi menaik. Volume 5 mL
2. Penjenuhan bejana
Masukan 2mL fase gerak kedalam kaca arloji diameter 10cm dan tutup
dengan kaca arloji lagi di atasnya.
3. Pesiapan kertas kromatografi
Siapkan kertas dengan ukuran diameter : 10cm, beri lubang ditengahnya,
dan masukan tali benang kedalamnya beri simpul. Jarak titik 0,5 cm -
1cm dari tengah lingkatan, jarak noda : 0,5 cm, jarak elusi : 4,5 cm
(beberapa mm dari tepi kertas kromatografi)
4. Pembuatan larutan percobaan
Spidol atau tinta berwarna langsung ditotolkan pada kertas kromatografi
5. Pentolan (spotting)
Totolkan 3 warna spidol yang berbeda dengan ukuran totolan sekecil
mungkin, kemudian ulangi lagi 2 kali, sehingga konsentrasi tinta cukup
pada titik totol. Beri tanda sesuai nama/merk spidol atau tintanya
6. Elusi
Masukan kertas kromatografi yang telah ditotolkan kedalam kaca arloji
dengan posisi tali menyentuh pelarut. Biarkan fase gerak naik hingga jarak
elusi 9cm. Angkat kertas kromatografi, keringkan dengan hair dryer, amati
pemisahan warna yang terjadi. Hitung Rf-nya!

G. HASIL DAN PEMBAHASAN

Warna noda Nilai Rf


Sampel
1:1 1:1
Spidol 1
Merah 0,05
(merah)
Spidol 2
Biru 0,71
(biru)
Spidol 3 Biru 0,82
(ungu) Ungu 0,14

1. Proses pemberian spidol pada kertas saring harus berjarak secukupan


karena jika diberikan pada jarak yang berdekatan akan mempengaruhi
proses elusi dan kemungkinan akan gagal. 3 warna spidol jika terkena
etanol dan kloroform akan tabrakan satu dengan lainnya. Bila diberi
jaarak, maka komponen warna antara spidol tidak tumpang tindih.
2. Totolan pun tidak boleh terlalu banyak hanya kecil sekali bisa diulangu
sampai dua kali. Hal ini bertujuan agar komponen yang mau dideteksi
tidak meluap.kertas yang telah ditotolkan dengan spidol kemudian
dimasukkan dalam pelarut berisi etanol dan kliriform diletakkan sejajar
dengan kaca arloji dan dibagian tengah diberikan lubang tempat
meletakkan benang.
3. Pada percobaan ini menggunakan tiga sampel tinta spidol yaitu, biru,
merah, orange. Setelah didiamkan selama 20 menit dan diletakkan berada
diatas, dan kaca arloji ditutup sehingga tidak ada udara masuk. Maka
timbul warna kuning dan ungu.
4. Pada tahap penotolan, kertas saring yang digunakan adalah kertas saring
whatman karena mempunyaipori-pori yang besar sehingga noda dapat
erembes dengan cepat dan teratur.
5. Garis awal pada kertas dengan menggunakan pensil karena pensil terbuat
dari grafit yang tidak larut dalam eluen sedangkan jika tinta pulpen maka
tinta pulpen akan larut yang akan mengganggu penampakan noda.
6. Selanjutnya wadah ditutup dengan tujuan untuk menjenuhkan udara
didalamnya menggunakan uap pelarut karena dengan penjenuhan tersebut
dapat menghentikan penguapan pelarut.
H. KESIMPULAN

Kromatografi kertas (KKT) merupakan kromatografi dengan kertas


saring sebagai penunjang fase diam dan fase geraknya yang berupa cairan
yang terserap diantara struktur pori kertas saring.

Pada percobaan kromatografi menaik menggunakan 3 sampel dengan


3 percobaan. Pada bejana etanol kloroform 1:1 menggunakan spidol merah
(menghasilkan warna merah namun tidak menghasilkan nilai Rf), spidol biru
(menghasilkan warna biru dengan nilai Rf 0,416), spidol ungu (menghasilkan
warna biru dengan nilai Rf 0,096 dan warna ungu dengan nilai Rf 0,055)

Pada bejana etanol kloroform 4:1 menggunakan spidol merah


(menghasilkan warna merah namun tidak menghasilkan nilai Rf) spidol biru
(menghasilkan warna biru dengan nilai rf 0,083), spidol ungu (menghasilkan
warna biru muda dengan nilai Rf 0,12, biru tua dengan nilai Rf 0,283, dan
ungu dengan nilai Rf 0,63)

Pada bejana etanol kloroform 1:4 menggunakan spidol merah


(menghasilkan warna merah dengan niali rf 0,05) spidol biru (menghasilkan
warna ungu dengan nilai rf 0,05), spidol ungu (menghasilkan warna biru
dengan nilai rf 0,025)

Pada percobaan kromatografi mendatar menggunakan 3 sampel 1


percobaan pada kaca arloji etanol kloroform 1:1 menggunakan spidol merah
(menghasilkan warna merah dengan nilai Rf 0,05) , spidol biru (menghasilkan
warna biru dengan nilai Rf 0,71), spidol ungu (menghasilkan warna biru
dengan nilai Rf 0,82 dan warna ungu dengan nilai Rf 0,14).
I. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai