Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan
campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan dapat mengetahui kuantitasnya. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.
KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk
kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksipereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat. Prinsip kerjanya adalah berdasarkan adsorpsi dan partisi, dimana sampel akan berpisah berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengn eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Pada praktikum kali ini kita melakukan pemeriksaan flavonoid secara kromatografi lapis tipis. Pelat kromatografi yang digunakan berupa silica gel sebagai fase diam dan toluen : etil asetat (7:3) sebagai fase gerak. Pelarut yang digunakan adalah toluen-etilasetat karena kepolarannya sama dengan senyawa yang di uji. toluen-etilasetat bersifat non polar. Langkah pertama yang kita lakukan yaitu Sampel ektraks dan fraksi terlebih dahulu di larutkan dengan pelarut sebelum nya, perlakuan ini dilakukan agar tidak susah pada saat penotolan pada fase diam, lalu menjenuhkan bejana kromatografi dengan larutan fase gerak yang akan digunakan. Penjenuhan ini dilakukan agar proses elusi berjalan dengan baik dan juga dimaksudkan untuk memperkecil penguapan pelarut dan menghasilkan bercak (noda) yang lebih baik. Jangan membuka bejana kromatografi selama penjenuhan berlangsung. Karena apabila bejana kromatografi terbuka larutan yang di dalamnya akan menguap karena sifatnya mudah menguap bila terkena udara.
Kemudian totolkan larutan percobaan masing-masing
sebanyak 5 l pada fase diam silica gel GF 254 dengan
menggunakan pipa kapiler. Buatlah totolan sekecil mungkin
dengan jalan menotolkan larutan sedikit demi sedikit. Jarak antara totolan yang satu dengan yang lain minimal 0,5cm, agar hasil tidak bertabrakan sehingga kita bisa melihat bagaimana jarak elusi yang terbentuk. Pada saat penotolan jangan terlalu banyak karena jika cairan yang ditotolkan terlalu banyak dan menjadi melebar akan mempersempit ruang gerak senyawa untuk berelusi sehingga terjadi tabrakan satu dengan yang lain.
Masukkan fase diam silica gel yang sudah ditotoli ke dalam
bejana kromatografi yang telah dijenuhkan dengan fase gerak, tunggu sampai fase gerak mencapai jarak yang sudah ditentukan. Dalam mengambil dan meletakkan plat kromatografi harus hati-hati karena silica gel mudah terkelupas sehingga apabila ada bagian yang terkelupas membuat naiknya cairan tidak merata. Lalu angkat fase diam dari bejana kromatografi, keringkan dengan pemanasan dalam oven pada suhu 105 0C selama 5 menit. Lalu dilakukan penyemprotan bercak pada fase diam dengan pereaksi penampak bercak sitroborat. Penyemprotan ini dilakukan untuk menghasilkan warna atau memperjelas warna di amati dengan ultra violet 366 nm. Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. Pada praktikum ini didapat hasil Rf dari senyawa flavonoid adalah pada ekstrak etanol rimpang jahe didapatkan Rf 0,07 0, 42 dan 0,58. Ini menunjukan bahwa pada Rf 0,58 mengandung flavonoid. Sedangkan Pada fraksi etil asetat rimpang jahe didapatkan Rf 0,08 0, 48 dan 0,7. Ini menunjukan bahwa pada Rf 0,7 mengandung flavonoid.
Pada plat KTL noda yang terbentuk pada praktikum tidak
lurus. Noda yang terbentuk akan mempengaruhi harga Rf yang didapat. Hal ini bisa terjadi karena beberapa factor, diantaranya, fase diam (kualitas, keberadaan pengotor, ketidakseragaman ketebalan, aktivasi pelat), fase gerak (kemurnian pelarut), bejana pengembang (ukuran bejana, kuantitas pelarut, kejenuhan), suhu (pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap), jarak pengembangan, dan kuantitas sampel.
KESIMPULAN
Kromatografi lapis tipis (KLT) atau Thin layer
Chromatography (TLC) adalah metode pemisahan fisikokimia dimana komponen yang dipisahkan didistribusikan diantara 2 fase yaitu fase diam (Stationer Phase) dan fase gerak (Mobile Phase). Fase diam yang digunakan pada uji minyak atsiri dengan KLT ini adalah silica gel dan fase geraknya adalah toluen- etilasetat dengan konsentrasi 7 : 3.
Alasan menggunakan toluen-etilasetat sebagai fase
geraknya karena kepolarannya sama dengan senyawa yang di uji, yaitu bersifat non polar.
Alasan penjenuhan fase diam dalam bejana adalah agar
proses elusi berjalan dengan baik dan juga dimaksudkan untuk memperkecil penguapan pelarut dan menghasilkan bercak (noda) yang lebih baik.
Penotolan flavonoid pada silica gel harus sekecil mungkin
dan jarak antara totolan yang satu dengan yang lain minimal 0,5 cm, agar tidak bertabrakan sehingga kita bisa melihat bagaimana jarak elusi yang terbentuk. Jika totolan terlalu besar/banyak maka totolan akan melebar dan mempersempit ruang gerak senyawa untuk berelusi sehingga terjadi tabrakan satu dengan yang lain.
Dalam mengambil dan meletakkan plat kromatografi harus
hati-hati karena silica gel mudah terkelupas sehingga apabila ada bagian yang terkelupas membuat naiknya cairan tidak merata.
Penyemprotan bercak pada fase diam dengan pereaksi
sitroborat bertujuan untuk menghasilkan warna atau memperjelas warna.
Pada praktikum ini didapat hasil Rf dari senyawa flavonoid
adalah pada ekstrak etanol rimpang jahe didapatkan Rf 0,07 0, 42 dan 0,58. Ini menunjukan bahwa pada Rf 0,58 mengandung flavonoid. Sedangkan Pada fraksi etil asetat rimpang jahe didapatkan Rf 0,08 0, 48 dan 0,7. Ini menunjukan bahwa pada Rf 0,7 mengandung flavonoid.