• Video 1
Kesimpulan :
Diketahui : jarak sampel = 3 cm
Jarak pelarut = 4 cm
Jawab : Rf = Jarak sampel/jarak pelarut
Rf = 3 cm/ 4cm
= 0,75 cm
Jadi, nilai Rf pada percobaan KLT objek ini yaitu 0,75 cm
Sumber video :
https://drive.google.com/folderview?id=1uQlTzalv3j3zEDuM8tzjLLkV6v8qc1At
• Video 2
Hasil Pengamatan
Sumber Video :
5.2. Pembahasan
Pada praktikum objek ini telah melakukan percobaan mengidentifikasi suatu
senyawa organik menggunakan metode kromatografi lapis Tipis. Kromatografi
lapis tipis. Kromatografi lapis tipis merupakan suatu proses dalam memisahkan
analit-analit dalam sampel yang tersebar antara dua fase yaitu fase gerak dan fase
diam. Fase diam dapat berupa bahan padat dalam bentuk molekul kecil atau
bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding
kolom. Fase diam yang digunakan pada objek ini berupa lapisan tipis sorben
partikel berbahan plastik yang dilapisi silika gel. Sedangkan fase gerak pada objek
ini yaitu dari campuran kloroform, n-heksana dan etanol dengan perbandingan
6:3:1.
Kromatografi lapis tipis merupakan pemisahan senyawa bedarkan
pembentukan yang spesifik melibatkan ikatan kompleks spesifik antara sampel
dengan fase diam. Ikatan ini seperti ikatan antara enzim dengan substrat atau
antibodi dengan antigen.Pemisahan ini juga disebut dengan kromatografi afinitas.
Prinsip dari kromatografi lapis tipis yaitu adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi
adalah penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau
kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut
yang digunakan. Tujuan dari Kromatografi lapis tipis yaitu memastikan senyawa
yang telah diisolasi sebelumnya tidak tercampur oleh senyawa lain. Kromatografi
lapis tipis merupakan cara untuk memantau senyawa yang terdapat pada larutan
terentu
Kromatografi lapis tipis berguna untuk memisahkan senyawa-senyawa yang
sifatnya hidrofob(sukar menarik air) seperti hidrokarbon dan lipida. Fase diam
yang digunakan pada objek ini digunakan senyawa yang tak bereaksi yaitu lapisan
tipis sorben dilapisi silika gel. Bahan ini dapat digunakan sebagai fase non polar
maupun polar. Memperkuat pelapisan pada pendukungnya yaitu lapisan tipis
sorben,silica gel perlu ditambah gips(kalsium sulfat). Terkadang silica gel dapat
ditambah senyawa flourosensi atau berpendar, sehingga dikenal dengan silica gel
GF254 yang berarti silica gel dengan flouresen yang berpendar pada 254 nm.
Silica gel adalah bentuk dari silikon dioksida (silika) dimana atom dari
silikonnya berinteraksi dengan atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar.
Namun, pada permukaan jel silika, atom silikon berlekatan pada gugus -OH.
Dengan adanya gugus -OH ini maka permukaan silika gel ; sangat polar sehingga
dapat membentuk ikatan hidogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai
disekitarnya.
Pada fase non polar, silica gel terbuat dari silika yang dilapisi senyawa non
polar seperti, parafin,lemak, minyak silikon raber gom atau lilin. Dengan fase fase
tersebut fase gerak air yang polar dapat digunakan sebagai eluen. Fase diam ini
dapat memisahkan banyak senyawa, namun elusinya sangat lambat dan hasil uji
ulangnya kurang bagus.
Sampel yang digunakan pada praktikum ini yaitu sampel teh yang diekstrak
sebelumnya, memiliki senyawa alami yaitu kafein. Kafein inilah yang kemudian
nanti dianalisis niali Rf-nya. Setelah proses ekstraksi pada teh,maka akan
diperoleh ekstrak curcumin. Sebelum proses pemisahan dilakukan,disiapkan eluen
pada suatu wadah yang terdiri atas kloroform, n-heksana, serta metanol dengan
perbandingan 6:3:1.
Eluen yang terdiri dari pelarut dengan titik didih rendah dan sangat mudah
menguap dapat menyebaban terjadinya efek tepi dan melengkungnya bentuk garis
depan eluen. Hal ini dikarenakan penguapan tidak hanya terjadi dari atas ke
bawah tapi juga dari samping tepi chamber ke tengah chamber. Hal inilah yang
menjadi penyebab kenapa harus dilakukan penjenuhan terlebih dahulu sebelum
dimasukkannya plat Kromatografi lapis tipis yang berisi sampel.
Kemudian, eluen yang telah disiapkan dimasukkan kedalam chamber
dengan plat kromatografi lapis tipis berupa kertas sorben. Penjenuhan dilakukan
dengan menggunakan kertas sorben (kertas saring). Penjenuhan dapat dilakukan
selama 2 - 15 menit tergantung pelarut yang digunakan. Penjenuhan ditandai
dengan berhentinya fase gerak mengenai kertas saring dan kertas saring
mengering. Setelah proses penjenuhan maka dilakukan proses pemisahan
menggunakan KLT.
Chamber dalam kondisi tertutup saat dimasukkan kertas saring, agar
menjenuhkan area pada chamber dengan eluen yang ada,sehingga kertas saring
dapat menyerap eluen dengan baik serta eluen tidak mudah menguap dari
chamber. Chamber harus dijenuhkan agar menghilangkan uap air atau gas lain.
Uap air dan gas lain ini mengisi fasa penjerap yang akan menghalangi laju eluen.
Penjenuhan akan menghentikan penguapan pada eluen dan menyeimbangkan
tekanan atmosfer di dalam dan di luar chamber, menjadikan eluen memenuhi
chamber sehingga distribusi fasa diam dapat berjalan dengan lancar. Jika eluen
tidak memenuhi chamber, maka distribusi daripada fasa diam tidak akan dapat
berjalan sehingga kromatografi gagal dan hasil yang diperoleh tidak teliti.
Setelah kertas saring dikeluarkan dari chamber, plat KLT diberi tanda garis
dengan pensil 0,5-1 cm dari bawah dan atas plat KLT. Hal ini dilakukan agar
membatasi plat KLT menyerap eluen yang ada, sehingga memudahkan dalam
identifikasi suatu senyawa dengan sinar UV. Setelah itu,totolkan kafein murni
hasil ekstraksi pada plat KLT. Tunggu beberapa saat hingga kering. Kemudian
dimasukkan kembali plat KLT ke dalam chamber yang berisi eluen sebelumnya.
Fenomena awal yang terjadi dalam chamber adalah terjadinya keseimbangan
antara fase eluen dan fase uap eluen dalam chamber. Ketika lempeng dimasukkan
ke dalam chamber, lempeng langsung kontak dengan uap eluen, terjadi interaksi
antara sorben lempeng KLT dengan molekul uap pelarut. Interaksi yang terjadi
tergantung dari kejenuhan chamber. Secara bersamaan pelarut bergerak melewati
sorben lempeng KLT melalui gaya kapilaritas dan berinteraksi dengan uap eluen
secara simultan.
Di dalam lempeng terjadi interaksi antara fase uap eluen, fase eluen,
kelembaban yang teradsorbsi dalam lempeng, dan sorben lempeng itu sendiri.
Adanya analit atau sampel yang ditotolkan dalam lempeng akan menambah
jumlah interaksi yang terjadi. Gambar di bawah ini menunjukkan gambaran
fenomena yang terjadi dalam chamber.
Sumber :
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fgenerasibiologi.com%2F2016
%2F02%2Fkromatografi-lapis-
tipis.html&psig=AOvVaw22Jj2Q7CvEywbN22C4589W&ust=1617209390761000&sour
ce=images&cd=vfe&ved=0CAIQjRxqFwoTCJi93tC82O8CFQAAAAAdAAAAABAJ
Pada proses pemisahan saat plat KLT berada dalam chamber, bagian atas
chamber mengalami adsorpsi uap eluen oleh lempeng KLT kering, sehingga uap
eluen semakin tak jenuh. Pengauapan dari eluen yang ada dalam lempeng menuju
ruangan dalam chamber , kecepatan aliran eluen berkurang. Setelah proses
pemisahan selesai, plat KLT dikringkan serta diangkat dilakukan analisis untuk
mengetahui bentuk kromatogramnya. Analisis dilakukan menggunakan lampu
UV. Panjang gelombang UV yang sering dugunakan berskisar antara 200–400
nm. Namun untuk penggunaan panjang gelombang yang paling rendah adalah 254
nm dan untuk yang paling tinggi menggunakan 366 nm.
Didapatkan bahwa nilai Rf pada sampel ini yaitu, 0,75 cm. Nilai Rf
merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas dan kromatografi lapis
tipis. Nilai Rf merupakan ukuran kecepatan pergerakan suatu senyawa pada
kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran karakteristik dan
reprodusibel. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa
dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Rf = Jarak titik tengah
noda dari titik awal / Jarak tepi muka pelarut dari titik awal
VI. Kesimpulan dan Saran
6.1. Kesimpulan
6.2. Saran
• Agar lebih teliti dalam menotolkan sampel pada plat KLT yang digunakan
• Memastikan alat dan bahan digunakan sesuai prosedur praktikum yang
diberikan
• Lalukanlah KLT secara berulang atau trail error untuk menentukan pelarut
atau eluen yang cocok untuk senyawa yang kita miliki.
Daftar Pustaka
Garcia, J. I., Dobado, J. A. and Garcia, H. M. (2016) Experimental Organic
Chemistry Laboratory manual. Granada, Spain: Elsevier inc.
Gilbert, J. C. and Martin, S. F. (2011) Experimental organic chemistry,Fifth
Edition. Fifth. Edited by M. et al Finch. Boston,USA: Cengage Learning.
Mohrig, J. R., Hammond, C. N. and Schatz, P. F. (2014) Laboratory Techniques
in Organic Chemistry. Fourth Edi. New York: W.H. Freeman and Company.
Pedersen, S. F. and Myres, A. M. (2011) Understanding the principle of Organic
Chemistry A Laboratory Course. Berkeley, USA: Brooks/cole, Cengage Learning.
Williamson, K. L. and Masters, K. M. (2011) Macroscale and Microscale
Organic Experiments. Sixth. Belmont,USA: Brooks/cole, Cengage Learning.