I. Tujuan
Mengetahui Kromatografi lapis tipis (KLT) beserta prinsip kerjanya
II. Landasan teori
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-
komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini.Semua kromatografi
memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa
cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang
terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda.
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang
seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras.Jel silika (atau alumina)
merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi
yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet.
(A. Rio,2011 )
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan pola pergerakan
antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen (berupa molekul) yang berada pada
larutan. Molekul yang terlarut dalam fase gerak, akan melewati kolom yang merupakan fase diam.
Molekul yang memiliki ikatan yang kuat dengan kolom akan cenderung bergerak lebih lambat
dibanding molekul yang berikatan lemah. Dengan ini, berbagai macam tipe molekul dapat dipisahkan
berdasarkan pergerakan pada kolom. Salah satu jenis kromatografi adalah TLC atau kromatografi
lapis tipis. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang
ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan
kepolaran. Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen
menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan salah
satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak
keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam
kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Kromatografi lapis tipis menggunakan plat
tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa.
Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam. Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering
disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan
campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu.
Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error.Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor
retensi) yang diperoleh.KLT sangat berguna untuk mengetahui jumlah komponen dalam sampel.
Peralatan yang digunakan untuk KLT adalah chamber (wadah untuk proses KLT) , pinset, plat KLT,
dan eluen.
Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan prinsip yang sama. Seluruh bentuk kromatografi
memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan
atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari
campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang
berbeda pula. Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponenkomponen atas dasar
perbedaan adsorpsi atau partisi oleh pase diam dibawah gerakan pelarut pengembang. Pada
dasarnya KLT sangat mirip dengan kromatografi kertas , terutama pada cara pelaksanaannya.
Perbedaan nyatanya terlihat pada fase diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan
tipis adsorben sebagai pengganti kertas. Bahan adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan silika
gel, alumina dan serbuk selulosa. Partikel selika gel mengandung gugus hidroksil pada
permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul polar air. Fase diam untuk
kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour
dalam sinar ultra violet.
(M. zacky,2010)
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu teknik kromatografi yang sederhana yang biasanya
digunakan untuk identifikasi senyawa-senyawa organik. Teknik ini dikembangkan pada tahun 1938
oleh Ismailoff dan Schraiber. Metode ini kepekaannya cukup tinggi dengan jumlah cuplikan beberapa
mikrogram. Pada hakekatnya KLT melibatkan dua perubahan yaitu fase diam dan sifat gerak. Fase
diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-
padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Prinsip kerja
dari KLT yaitu campuran yang akan dipisahkan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Penotolan
dilakukan memakai pipa kapiler. Pelarut dibiarkan menguap atau dihilangkan dengan bantuan aliran
udara kering. Lapisan kemudian dimasukan ke dalam bejana yang berisi pelarut yang dalamnya
sekitar satu cm yang akan bertindak sebagai fase gerak. Lalu bejana ditutup ketat dan pelarut
dibiarkan sekitar 10-15 menit. Titik tempat campuran yang ditotolkan pada ujung pelat atau lembaran
disebut titik awal dan cara menempatkan cuplikan disebut penotolan. Garis depan pelarut ialah
bagian atas fase gerak atau pelarut ketika bergerak melalui lapisan dan setelah pengembangan
selesai, merupakan tinggi maksimum yang dicapai pelarut.
(Tim kimia organic,2014.34)
KLT adalah metode analitik yang relatif murah dan mudah pengerjaannya, namun KLT kurang
sensitif jika dibandungkan dengan teknik immunoassay .
Untuk meningkatkan sensitifitas KLT sangat disarankan dalam analisis toksikologi forensik, uji
penapisan dengan KLT dilakukan paling sedikit lebih dari satu sistem pengembang dengan
penampak noda yang berbeda. Dengan menggunakan spektrofotodensitometri analit yang telah
terpisah dengan KLT dapat dideteksi spektrumnya (UV atau fluoresensi). Kombinasi ini tentunya akan
meningkatkan derajat sensitifitas dan spesifisitas dari uji penapisan dengan metode KLT. Secara
simultan kombinasi ini dapat digunakan untuk uji pemastian
(Made Agus Gelgel Wirasuta,2008:50)
III. Prosedur percobaan
3.1 alat dan bahan
a. alat
Oven
Kertas saring
Kaca besar
Pita selotip
Gelas piala 100ml
Batang pengaduk
TLC
Tabung reaksi
Pipa gelas kapiler
Bejana
Gelas piala 200ml
Rotarvan
Pipet tetes
Benzen
Lempeng
b. Bahan
Aquades
Methanol
5ml etanol
2 buah tablet kafelin
Zat cateknik
90 ml PE
1 gr CaCO4
2 gr sukrosa
Larutan pengembang komposisi methanol.
1. Reparasi Plat
3. Penotolan sampel
Ditotolkan sampel pada ujung plat menggunakan pipet halus
Didiamkan sampai kering
Dimasukkan plat dalam chember
Diangkat plat dari chember bila pelarutnya sudah sampai batas plat
Diamkan 5-10 menit
A. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah diharapkan dapat menjelaskan proses dan
teknik pemisahan kurkumin dari kunyit secara kromatografi serta sifat-sifat
kurkumin.
B. Landasan Teori
Berdasarkan penelitan (Chearwae, et al., 2004), analisa KLT ekstrak kasar
kurkuminoid dengan menggunakan fase gerak kloroform : etanol : asam asetat
dengan perbandingan 94 : 5 : 1 (v/v/v) juga menghasilkan 3 spot utama
berwarna oranye. Spot yang terakhir kali terelusi (paling non polar) yaitu spot A
diidentifikasi sebagai kurkumin, kemudian demetoksikurkumin (B) dan
bisdemetoksikurkumin (C). Jika dianalisa berdasarkan kepekatan warna dan luas
spot pada plat KLT, kurkumin merupakan pigmen yang paling dominan yang
terdapat pada kunyit. Fase gerak yang digunakan sudah cukup baik dalam
memisahkan ketiga pigmen kurkuminoid dalam ekstrak kasar sehingga dapat
diterapkan dalam isolasi dengan kromatografi kolom (Trully dan Kris, 2005)
Kurkumin (1,7-bis (4- hidroksi- 3-metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,5-dion,
merupakan senyawa hasil isolasi dari tanaman Curcuma sp dan telah berhasil
dikembangkan sintesisnya oleh Pabon (1964). Kurkumin telah diketahui memiliki
aktivitas biologis dengan spektrum yang luas. Aktivitas antioksidan ditentukan
oleh gugus hidroksi aromatik terminal, gugus diketon dan ikatan rangkap telah
dibuktikan berperan pada aktivitas antikanker dan antimutagenik kurkumin
(Majeed et al., 1995). Kurkumin memiliki aktivitas penghambat siklooksigenase
(COX) sebesar 79% (van der Goot, 1997), dan diduga bersifat COX-2 selektif,
berdasarkan sifat tidak toksik pada gastrointestinal meskipun pada dosis tinggi
(Kawamori, et al., 1999). Aktivitas penghambat COX-2 memungkinkan
pengembangan kurkumin sebagai zat antikanker yang bersifat antiproliferaif dan
memacu apoptosis (Meiyanto, 1999)(Supardjan dan M. Dai, 2005).
Salah satu cara pengambilan kurkumin dari rimpangnya adalah dengan cara
ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan berdasarkan
perbedaan kelarutan. Secara umum ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses
pemisahan dan isolasi zat dari suatu zat dengan penambahan pelarut tertentu
untuk mengeluarkan komponen campuran dari zat padat atau zat cair. Dalam hal
ini fraksi padat yang diinginkan bersifat larut dalam pelarut (solvent), sedangkan
fraksi padat lainnya tidak dapat larut. Proses tersebut akan menjadi sempurna
jika solute dipisahkan dari pelarutnya, misalnya dengan cara distilasi/penguapan
(Wahyuni, et al., 2004).
Kurkumin atau 1,7-bis-(4 hidroksi-3-metoksi fenil) hepta-1,6-diena-3,5-dion
memiliki berat molekul 368,126. Kurkumin dikenal sebagai bahan alam berupa
zat warna kuning yang diisolasi dari Curcuma longa, L. Pertama kali kurkumin
ditemukan pada tahun 1815 oleh Vogel dan Pelletier (van der Goot, 1997).
Kristalisasi kurkumin pertama kali dilakukan oleh Daube (1870) dan elusidasi
struktur kimia dilakukan pada tahun 1910 oleh Lampe. Sintesis kurkumin
dilakukan pada tahun 1913 oleh Lampe dan Milobedzka (Aggarawal et al., 2003).
UNTUK MENDOWNLOAD FULL LAPORAN INI (file doc.) KLIK DISINI via Ziddu atau
via Mediafire.
F. PEMBAHASAN
Kurkumin adalah senyawa turunan fenolik dari hasil isolasi rimpang tanaman
kunyit (Curcuma longa). Zat ini adalah polifenol dengan rumus kimia C21H20O6.
Kurkumin dapat memiliki dua bentuk tautomer: keton dan enol. Struktur keton
lebih dominan dalam bentuk padat, sedangkan struktur enol ditemukan dalam
bentuk cairan. Senyawa ini memiliki rumus molekul 2 gugus vinilguaiacol yang
saling dihubungkan dengan rantai alfa beta diketon
Pada percobaan ini dilakukan isolasi kurkumin dari rimpang kunyit. Proses isolasi
ini meliputi dua tahap pengerjaan yaitu dengan kromatografi kolom kromatografi
lapis tipis. Prinsip pemisahan dari metode kromatografi adalah memisahkan
campuran senyawa atas komponen-komponennya berdasarkan perbedaan
kecepatan migrasi masing-masing pada dua fase, yakni fase diam dan fase
gerak. Berdasarkan definisi prinsip kromatografi tersebut, kromatografi kolom
sama dengan KLT, dimana senyawa-senyawa dalam campuran terpisahkan
karena adsorbsi suatu padatan penyerap sebagai fasa diam dan eluennya
sebagai fasa gerak. Perbedaa kecepatan migrasi tiap komponen dapat
disebabkan oleh kemampuan masing-masing komponen untuk teradsorpsi atau
perbedaan distribusi diantara dua fase yang tak saling campur.
Pada percobaan ini sebelum dilakukan isolasi terlebih dahulu dilakukan proses
preparasi sampel. Kunyit yang digunakan berbentuk serbuk halus, agar
mempermudah pemisahan kurkumin dari kunyit dan hasil yang akan diperoleh
lebih maksimal. Proses refluks dilakukan dengan menggunakan dikloroetan,
tujuannya untuk memaksimalkan proses isolasi. Dengan menggunakan pelarut
yang bersifat nonpolar sebab kurkumin juga bersifat nonpolar. Jadi senyawa yang
bersifat nonpolar salah satunya kurkumin kita pisahkan terlebih dahulu. setelah
itu filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan cara evaporasi. Evaporasi yaitu
proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang
dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat. Dengan bantuan pompa vakum, uap
larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi
menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas
bulat.
Setelah ekstrak dievaporasi kemudian dilanjutkan proses pemisahan dengan
menggunakan metode kromatografi kolom. Pada metode ini, kolom diisikan
dengan adsorben yang berupa padatan dalam hal ini adalah silika gel yang
sebelumnya telah dilarutkan dengan eluen. Eluennya sendiri merupakan
campuran antara diklorometan dengan metanol pada perbandingan 99:1.yang
dicampurkan hingga membentuk bubur silika (slurry). Slurry dimasukkan dengan
hati-hati kedalam kolom kromatografi yang telah diisikan eluen yang sebelumnya
telah disumbat dengan kapas dan kertas saring yang berfungsi sebagai penahan
adsorben agar tidak keluar bersama eluen. Pengisian kolom harus dikerjakan
secara seragam dan sepadat mungkin untuk menghindari terjadinya gelembung-
gelembung udara. Jika terdapat gelembung-gelembung udara dalam kolom maka
akan berpotensi menyebabkan pecahnya kolom.
Hal lain yang dapat dilakukan agar tidak terjadi pemecahan kolom adalah
dengan menambahkan eluen secara kontinu agar udara tidak masuk kedalam
kolom. Kolom yang padat diindikasikan dengan warna slurry yang semakin
memutih dan kecepatan alir eluen yang semakin lambat. Jika kolom sudah
memadat, larutan sampel kemudian diisikan kedalam kolom . Mekanisme yang
terjadi pada kromatografi kolom ialah sampel akan terelusi oleh eluen melalui
fase diam silika gel. Senyawa organik terelusi oleh eluen proses elusi terjadi
karena keseimbangan distribusi zat analit pada fase gerak eluen dan fase diam
selika gel. Elusi terus berlangsung hingga tidak ada lagi yang tinggal dalam
kolom. Proses elusi ini menghasilkan eluat yang diharapkan mengandung banyak
kurkumin.
Dari fraksi yang dihasilkan pada kromatografi kolom selanjutnya dilakukan
kromatografi lapis tipis, namun sebelumnya fraksi yang diperoleh dari
kromatografi kolom dipekatkan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan pelarut yang masih terkandung dalam fraksi tersebut.
Kromatografi Lapis Tipis dilakukan dengan cara menotolkan fraksi tersebut pada
plat KLT, dan selanjutnya dielusi dengan eluen yang sudah di jenuhkan. Eluen
digunakan adalah dikloroetan dan MeOH dengan perbandingan 99:1. Ketika
eluen mulai membasahi lempengan plat KLT, pelarut pertama akan melarutkan
senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis dasar.
Senyawa-senyawa akan cenderung bergerak pada lempengan kromatografi
sebagaimana halnya pergerakan pelarut. Cepatnya senyawa-senyawa dibawa
bergerak ke atas pada lempengan, tergantung pada kelarutan senyawa dalam
pelarut. Hal ini bergantung pada bagaimana besar atraksi antara molekul-
molekul senyawa dengan pelarut. Kurkumin merupakan senyawa yang
terkandung dalam ekstrak kunyit yang dapat membentuk ikatan kimia
karakteristik dengan silikon dioksida. Senyawa ini dapat membentuk ikatan
hidrogen maupun ikatan van der walls yang lemah. Senyawa yang dapat
membentuk ikatan hydrogen ini akan melekat pada plat lebih kuat dibanding
senyawa lainnya. Atau dapat dikatakan bahwa senyawa Kurkumin ini terjerap
lebih kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan
suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan. Ketika kurkumin dijerap pada
plat-untuk sementara waktu proses penjerapan berhenti-dimana pelarut
bergerak tanpa senyawa. Ini berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap,
semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas lempengan. Senyawa yang terikat
pada plat KLT akan terlihat sebagai noda
Letak noda menunjukkan identitas suatu komponen, sehingga disini dapat
dibandingkan nilai Rf yang diperoleh secara praktek dan secara teori, sehingga
senyawa yang terkandung dalam kurkumin dapat dikenali. Rate of Flow (Rf)
merupakan harga perbandingan jarak yang ditempuh zat terlarut dengan jarak
yang ditempuh pelarut adalah dasar untuk mengelompokkan dan
mengidentifikasi komponen yang terdapat dalam ekstrak yang berupa noda-
noda yang timbul pada plat KLT. Dari hasil pengamatan dan perhitungan dengan
mengacu pada analisis ekstrak kasar kurkumin dari penelitian (Trully dan Kris,
2005) dengan Kromatografi Lapis Tipis, spot yang terakhir terelusi (paling non
polar) yaitu pada spot yang mempunyai nilai Rf yang terbesar dan berdasarkan
kepekatan warna dan luas spot pada plat KLT diidentifikasi adalah senyawa
kurkumin. Dikarenakan senyawa kurkumin merupakan pigmen yang paling
dominan yang terdapat dalam kunyit. Jadi, dapat dindikasikan bahwa senyawa
kurkumin ada pada spot noda A4 yang dimana memiliki nilai Rf terbesar yaitu
0,62 dan warna yang pekat dari noda-noda lainnya.
B. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat disimpulkaan bahwa proses
pemisahan senyawa kurkumin dari kunyit dilakukan secara kromatografi kolom
dan kromatografi lapis tipis yang pada prinsipnya sama yaitu pemisahan
komponen-komponen dalam senyawa karena adsorbsi suatu padatan penjerap
sebagai fasa diamnya dan eluen sebagai fasa geraknya. Komponen yang
terpisahkan pada kromatografi kolom berupa fraksi sedangkan pada
kromatografi lapis tipis berupa noda atau spot.
DAFTAR PUSTAKA
Aggarawal, BB., Kumar, A. Aggarawal, MS., and Shishodia, S., 2003, Curcumin
derived from Turmeric (Curcuma longa): A Spice for All Seasons, Phytochemical
in cancer chemoprevention, 8(28).
Chearwae, W., Anuchapreeda, S., Nandigama, K., Ambudkar, S. V., dan Limtrakul,
P. (2004). Biochemical mechanism of modulation of human P-glycoprotein
(ABCB1) by curcumin I, II, and III purified from Turmeric powder. Biochemical
Pharmacology 68.
Hayani, E., 2007. Pemisahan Komponen Rimpang Temu Kunci Secara
Kromatografi Kolom. Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1.
Kawamori, T., Lubet, R., Steele, V.E., Kellof, G.J., Kakey, R.B., Rao., C.V., and
Reddy, B.S., 1999, Chemopreventive Effect of Curcumin, a Naturally Occuring
Anti-Infalammatory Prevent, during the Promotion/Progession Stages of Colon
Cancer, CancerRes., 59.
Majeed, M., Badmaev, V., Shirakumar U., and Rajendran R., 1995, Curcuminoids
antioxidant phytonutrients, 3-80, Nutrience Publisher Inc., PisCataway,
New Jersey.
Meiyanto, E., 1999, Kurkumin Sebagai Obat Anti Kanker: Menelusuri Mekanisme
Aksinya, Majalah Farmasi Indonesia, 10(4).
Pabon, H.J.J., 1964, A Synthesis of Curcumin and related Compounds, Recl. Trav.
Chem., 23: 379-386.
Supardjan, A.M., dan M. Dai. 2005, Hubungan Struktur Dan Aktivitas Sitotoksik
Turunan Kurkumin Terhadap Sel Myeloma. Majalah Farmasi Indonesia 16(2).
Supardjan, A.M. dan Muhammad DaI, 2005, Hubungan Struktur dan Aktivitas
Sitotoksik Turunan Kurkumin terhadap Sel Myeloma, Majalah Farmasi
Indonesia 16(2):100-104.
Trully, M.S.P., dan Kris H.T., Pengaruh Penambahan Asam Terhadap Aktivitas
Antioksidan Kurkumin. BSS_194_1.
5. Dimasukkan ke dalam corong pisah sampel dan larutan ditizon 0,1 % dalam kloroform
sebanyak 10 ml. Dikocok dengan sekali-kali tutupnya dibuka. Lalu larutan didiamkan beberapa saat
agar terpisah dengan baik.
6. Larutan dipisahkan.
8. Dimasukkan ke dalam corong pisah 10 ml HNO 3 0,02 N dalam corong pisah, lalu dikocok
dengan sekali-sekali tutupnya dibuka, kemudian didiamkan dan dipisahkan.
9. Ditampung larutan di bagian bawah dalam botol vial dan ditotolkan pada lempeng kemudian
dielusi.
10. Dicatat spot yang terbentuk dan dihitung nilai Rf yang terbentuk.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil pengamatan
IV.1.1 Data Pengamatan
No. Jumlah Kode zat Warna noda Jarak noda Jarak
noda eluen
1. 1 I Merah muda 3,2 5,5
2. 2 X Coklat 0,9 5,5
Coklat muda 4,8 5,5
3. 2 Y Merah muda 3,2 5,5
Coklat 4,0 5,5
4. 2 S Ungu 4,6 5,5
Merah muda 3,8 5,5
5. 3 R Orange 4,8 5,5
Coklat 4,5 5,5
Merah muda 3,7 5,5
IV.1.2 Perhitungan
Jarak yang ditempuh oleh noda
Rf =
Jarak yang ditempuh oleh eluen
Kode sampel I
Rf = 3,2 / 5,5
Rf = 0,581 (noda merah muda)
Kode sampel X
Rf = 0,9 / 5,5
Rf = 0,163 (coklat)
Rf =4,8 / 5,5
Rf = 0,872 (coklat muda)
Kode sampel Y
Rf = 3,2 / 5,5
Rf = 0,581 (merah muda)
Rf = 4,0 / 5,5
Rf = 0,727 (coklat)
Kode sampel S
Rf = 4,6 / 5,5
Rf = 0,836 (ungu)
Rf = 3,8 / 5,5
Rf = 0,690 (merah muda)
Kode sampel R
Rf = 4,8 / 5,5
Rf = 0,873 (orange)
Rf = 4,5 / 5,5
Rf = 0,818 (coklat)
Rf = 3,7 / 5,5
Rf = 0,627 (merah muda)
IV.2 Pembahasan
Pada percobaan ini dilakuakan pengidentifikasian kation dan anion dengan menggunakan
kromatografi lapis tipis berdasarkan kecepatan partisi dan adsorbsi dari zat uji ke dalam eluen dengan
parameter Rf dari noda yang terbentuk. Lempeng yang digunakan menggunakan adsorben yang
terbuat dari silika gel.
Peralatan yang digunakan pada KLT ini meliputi suatu lempeng tipis. Dengan batuan alat ini
bahan sorben dapat dibuat rata pada pelat dan dapat dilapiskan dengan ketebalan yang diinginkan.
Pelat ini memungkinkan sejumlah larutan diperiksa dan larutan pembanding ditotolkan padab titik
awal. Selain pelat juga digunakan bejana kromatografi dari bahan tembus cahaya dengan tutup rapat.
Bejana dilapisi kertas saring dan sejumlah besar fase gerak dituangkan untuk penjenuhan kertas dan
pada dasar bejana diisi dengan pelarut pengembang setinggi 1,5 ml. Ditutup dan dibiarkan jenuh
dengan eluen.
Adsorben yang paling banyak digunakan dalam kromatografi lapis tipis adalah silika gel dan
aluminium oksida. Silika gel umumnya mengandung bahan tambahan kalsium sulfat untuk
mempertinggi daya lekatnya. Silika gel digunakan sebagai adsorben untuk kromatografi senyawa-
senyawa netral, asam dan basa. Selain itu silika gel mempunyai efek pemisahan melalui proses
adsorbsi dan partisi.
Larutan zat uji ditotolkan 2,5 cm dari bawah dan minimum 2 cm dari sisi pelat, sedemikian
rupa sehingga terjadi noda teratur yang maksimum berdiameter 6 mm, tetapi pada percobaan ini
syarat tersebut tidak diperhatikan sehingga lempeng yang digunakan lebernya sangat kecil. Penotol
yang digunakan sebaiknya berdiameter 0,1 mm 1 mm, sehingga larutan zat uji yang digunakan juga
sesuai dengan apa yang diinginkan.
Setelah ditotolkan, pelat diuapkan. Lalu pelat diletakkanvertikal dalam bejana kromatografi
dan titik awal harus tetap berada disebelah atas permukaan fase mobil. Bejana ditutup dan disimpan
pada suhu 20 25 oC. Jika fase gerak sudah melewati trayek yang diberikan dalam monografi, pelat
dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan diudara. Cara pengembangan pada KLT adalah menaik.
Untuk KLT dapat digunakan metode identifikasi dengan menggunakan pereaksi kimia.
Pereaksi yang sering digunakan asam sulfat pekat dalam bentuk yang disemprotkan. Akan terbentuk
noda gelap senyawa yang dipisahkan karena terjadi pengarangan. Tetapi pada praktikum ini tidak
digunakan pereaksi karena senyawa yang ingin dipisahkan sudah berwarna.
Harga Rf merupakan parameter karasteritik kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis.
Harga ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada kromatogram dan pada kondisi
konstan merupakan besaran karasteristikdan reproduksibel. Harga Rf didefinisikan sebagai
perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Harga Rf
dipengaruhi oleh faktor berikut :
Pelarut yang digunakan
Suhu.
Kelembaban udara.
Ketidakhomogenan lempeng.
Berdasarkan faktor-faktor diatas, maka kesalahan dalam melakuakn peraktikum ini tetap
mesti ada. Misalnya suhu udara padasaat praktikum dan kelembaban udara, karena pada saat
praktikum diluar hujan. Selain itu Cuma digunakan satu jenis adsorben, sehingga pemisahan yang
dilakukan kurang teliti karena harga Rf-nya dan warna bercak mungkin saja bisa sama.
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini adalah
No. Kode sampel Sampel yang
digunakan
1. I CaCl2
2. X Semua zat
3. Y Pb asetat
4. S NaCl
5. R ZnCl2
VI.2 Saran
Agar di dalam praktikum ini eluen yang digunakan berbagai jenis dan perbandingan serta
lempeng yang digunakan mempunyai fase diam yang berbeda-beda misalnya alumin dan selulosa,
sehingga hasil yang diinginkan lebih teliti.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gritter, J.R., dkk., (1991), Kromatografi , Penerbit Institut Teknologi Bandung, 1, 6, 8.
2. Ditjen POM., (1995), Farmakope Indonesia , Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta,
45, 46, 50, 1002
3. Munson, J.R., (1991), Analisis Farmasi, Bagian B, Airlangga University Press, Surabaya,
125, 128.
4. Ditjen POM., (1979), Farmakope Indonesia , Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta,
41, 658, 151
5. Svehla, G., (1985), VOGEL : Buku Teks Analisis Kualitatif Makro dan Semimikro , PT
Kalman Media Pustaka, Jakarta.