Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KIMIA FISIKA


“ Analisis Kelarutan Fase ”

Hari/Jam Praktikum : Senin, 28 Oktober 2019 (10.00 – 13.00)


Asisten Lab : 1. Nadya Galuh Kurniasari
2. Maratul Mahdiyyah
3. Maria Elvina Tresina Butarbutar

SHIFT B 2019
ZAKYA NURSYAHIDA
260110190064

LABORATORIUM KIMIA FISIKA


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
I. Tujuan
1.1 Mengenal dan memahami prinsip pemisahan dan alat-alat yang
digunakan dalam kromatografi kertas
1.2 Menerapkan metode idi dalam identifikasi dari pemisahan campuran
obat
1.3 Mengenal dan memahami prinsip kromatografi lapis tipis
1.4 Menerapkannya dalam identifikasi dari pemisahan senyawa dari
campurannya.

II. Prinsip
2.1 Adsorpsi
Penyerapan suatu zat pada zat lain atau pengambilan komponen dari
gas/cairan dengan penyerapan oleh suatu padatan (Soekardjo, 2002).
2.2 Kapilaritas
Gejala kenaikan air di dalam pipa kapiler karena gaya kohesi dan adhesi
(Gandjar dan Rohman, 2007).
2.3 Like Dissolved Like
Suatu senyawa akan larut pada senyawa yang memiliki struktur kritis yang
sama. Polar akan larut dalam polar, begitupun sebaliknya (Arsyad, 2001).

III. Data Pengamatan dan Perhitungan

3.1 Data Pengamatan


No. Perlakuan Hasil
Membuat batas 1 cm di tepi silica Dibuat batas 1 cm di tepi silica
1
gel gel
Memasukkan n-butanol : etil asetat Dimasukkan n-butanol : etil
2. : air dengan perbandingan 7 : 1 : 2 asetat : air dengan perbandingan
ke dalam gelas beaker 7 : 1 : 2 ke dalam gelas beaker
Menaruh helaian kecil tissue di Ditaruh helaian kecil tissue di
mulut gelas beaker tutup dengan mulut gelas beaker tutup dengan
3.
plastic wrap hingga tissue sedikit plastic wrap hingga tissue
basah sedikit basah
Dilarutkan jamu (tolak angin)
4. Melarutkan jamu dalam etanol
dalam etanol
Menumbuk dexamethasone Ditumbuk dexamethasone
5. dengan mortar dan alu dan dengan mortar dan alu dan
melarutkan dalam etanol diarutkan dalam etanol
Menotolkan jamu dan Ditotolkan jamu dan
dexamethasone yang telah dexamethasone yang telah
6.
dilarutkan ke atas silica gel dengan dilarutkan ke atas silica gel
pipa kapiler dengan pipa kapiler
Dimasukkan silica gel ke dalam
Memasukkan silica gel ke dalam gelas beaker, ditutup kembali,
7. gelas beaker, tutup kembali dan dan tunggu larutan naik sampai
tunggu larutan naik batas pada ujung yang
berlawanan
Telah dikeluarkan silica gel dari
Dikeluarkan silica gel dari bejana
bejana dan tunggu kering,
8 dan tunggu kering, setelah itu
setelah itu amati silica gel
amati silica gel dibawah sinar uv
dibawah sinar uv
Dihitung Rf dan didapatkan
hasil Rf jamu sebesar 0,916 dan
9. Menghitung Rf
Rf dexamethasone sebesar
0,6667

No Sampel Jarak tempuh Jarak tempuh Rf


sampel pelarut
1 Jamu 5,5 cm 6 cm 0,916
2 dexamethason 4 cm 6 cm 0,667

3.2. Perhitungan
a. Perhitungan Rf Jamu Pegal Linu
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑛𝑜𝑑𝑎 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Rf =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
5,5
Rf = = 0,916
6

b. Perhitungan Rf Dexamethason

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑛𝑜𝑑𝑎 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙


Rf =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
4
Rf = = 0,6667
6

IV. Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk mengenal, memahami prinsip
kromatografi lapis tipis, dan menerapkannya dalam identifikasi dan
pemisahan senyawa dari campurannya. Adapun dalam praktikum ini
didapati beberapa prinsip, antara lain adalah adsorbsi, kapilaritas, dan
like dissolve like. Kromatografi adalah istilah yang sering digunakan
dalam pemisahan zat. Secara teori, kromatografi adalah suatu teknik
pemisahan yang dilakukan berdasarkan perbedaan kelarutan suatu zat
pada dua fase yang berbeda. Dua fase yang dimaksud adalah fase gerak
dan fase diam. Zat yang merupakan fase gerak dapat berupa cairan
ataupun padatan bahkan gas. Adapun kromatografi lapis tipis adalah
salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi
dengan memisahkan komponen- komponen sampel berdasarkan
perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan.
Teknik ini biasanya menggunakan fase diam, dari bentuk plat silika dan
fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan.
Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen.
Semakin dekat kepolaran dengan sampel eluen maka sampel akan
semakin terbawa oleh fase geraknya tersebut.Dan semakin sempel
bersifat polar, sampel tersebut hanyak akan bergerak sedikit pada fase
diam. FAsa diam dapat berupa padatan atau cairan yang terikat pada
permukaan padatan ( Kertas atau adsorben).
Pada percobaan ini fase diamnya adalah silika gel, Silika gel ini
bersifat aktif dan efek pemisahannya berupa adsorbsi dan partisi, silika
gel merupakan suatu adsorben yang bersifat polar jadi cuplikan akan
ditahan berdasarkan pada perbedaan kepolarannya. sedangkan fasa
gerak dapat berupa cairan disebut eluen atau pelarut, Pada pecobaan ini
yang berperan sebagai fase gerak adalah campuran n-butanol, etil asetat
dan air.
KLT merupakan salah satu metode instrumental yang sering
digunakan. KLT digunakan karena memiliki beberapa keuntungan
diantaranya adalah Peralatan yang diperlukan sedikit waktu untuk
menganalisis yang cepat, hasil pemisahan lebih baik, daya pemisahan
tinggi, pengerjaannya sederhana dan mudah, serta harganya terjangkau.
Namun dengan beberapa keuntungan yang dimiliki KLT, KLT memiliki
kekurangan dalam penggunaannya diantaranya adalah adalah hasilnya
kurang akurat, lebih akurat menggunakan metode kromatografi kolom
daripada kromatogarafi lapis tipis.
Langkah pertama yang dilakukan adalah pembuatan sampel.
Sampel yang digunakan adalah jamu, jamu dilarutkan dalam etanol
dalam 10 ml. Seperti yang sudah disebutkan bahwa tujuan dari
praktikum ini adalah mengidentifikasi adanya senyawa obat dalam
jamu tersebut atau tidak. Dengan itu diperlukan pembanding untuk
membandingkan nilai Rf yang dilmiliki oleh jamu. Yang menjadi
pembanding atau variable control adalah dexamethasone.
Dexamethason digerus terlebih dahulu lalu dilarutkan dalam etrhanol.
Selanjutnya, adalah membuat fase gerak dengan mencampurkan 7 ml n-
butanol, 1 ml etil asetat, dan 2 ml air..
Fase gerak (eluen) adalah yang berperan penting pada proses elusi
bagi larutan untuk melewati fasa diam (adsorben). Interaksi antara
adsorben dengan eluen sangat menentukan terjadinya pemisahan
komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen sampel secara
kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluen. Dikatakan sebagai fase
gerak karena berfungsi sebagai larutan yang dapat membawa sampel
dan mampu menarik sampel yang ditotolkan pada silika gel (fase diam).
Selanjutnya adalah melakukan penjenuhan terhadap eluen,
penjenuhan bertujuan agar tekanan dalam bejana. Alasan mengapa
eluen harus dijenuhkan yaitu agar tekanan dalam chamber sama agar
noda yang dihasilkan sesuai dengan diinginkan. Penjenuhan dilakukan
dengan cara mendiamkan eluen di dalam bejana tanda bahwa eluen
sudah mengalami penjenuhan adalah eluen mengalami kenaikan suhu
yang berarti reaksi penjenuhan sudah berjalan dan sifatnya eksoterm
karena memancarkan panas ke lingkungan luar. Setelah eluen
dipastikan mengalami penjenuhan. Dilakukan pentotolan sampe yaitu
jamu dan dexamethasone pada fase diam. saat melakukan penotolan,
saat penotolan harus dipastikan tidak terlalu besar dan kecil, oleh karena
itu digunakan pipa kapiler. Serta diperhatikan batas antara totolan dan
pelarut fase gerak agar totolan tidak larut dalam fase gerak sehingga
tidak terjadi elusi.
Penandaan pada plat silika gel harus menggunakan pensil, tidak
diperbolehkan menggunakan bolpoint, hal ini disebabkan tinta pada
bolpoint akan menganggu saat dicelupkan di fase gerak, tinta akan ikut
masuk dan menganggu pengamatan. Silika gel harus dijaga sebersih
mungkin, karena apabila basah ataupun kotor akan menganggu
disebabkan adanya pengotor jadi bukan dari sampel atau zat murni yang
akan diteliti. Hal ini bertujuan untuk mengecek fase gerak apakah mau
memisah dan juga membersihkan fase gerak dari pengotor yang dapat
menganggu jalannya pengamatan. Pada pentotolan antara
dexamethasone dengan jamu harus diberi jarak agarwarna yang
ditimbulkan dapat dilihatdengan jelas. Setelah itu dimasukkanfase diam
yang sudah ditotoli sampel ke dalam bejana yang berisi eluen dengan
posisi tegak. Dengan tujuan agar naiknya eluen pada fase diam akan
terlihat dengan jelas. Setelah itu tunggu sampai maksimal batas silika
gel yang telah di tentukan tercapai. Kemudian silika gel di ambil dan di
keringkan agar sampel teradsorbsi dengan baik oleh fasa diam serta
untuk mencegah terjadinya rekasi antara sampel dengan pelarut.
Selanjutnya Silika gel dilihat di bawah sinar UV 366 nm.
Sementara itu, bila digunakan panjang gelombang 366 nm yang
mengalami fluoroesensi adalah noda itu sendiri dan lempeng akan
tampak berwarna gelap (ungu/biru). Hal ini disebabkan oleh adanya
interaksi antara sinar UV dengan kromofor yang terikat oleh ausokrom
pada noda. Bercak yang terlihat ditandai dengan pensil tipis, agar dapat
dihitung jarak serta Rf zat tersebut.
Perbedaan jarak yang ditempuh zat terlarut disebabkan karena
dipengaruhi oleh kepolaran masing-masing tinta tersebut sehingga
harga Rf yang dihasilkan juga bebeda. Larutan yang bersifat non-polar
akan memperlambat proses kromatografi komponennya, karena
komponennya bersifat polar, sehingga akan mempengaruhi harga Rf,
karena perbedaan kelarutan serta sifat dari campuran tersebut.
Harga Rf dapat diketahui dengan membandingkan jarak antara titik
Pusat bercak dari titik awal dengan jarak garis depan dari titik awal. Jika
keadaan luar misalnya sifat penyerap yang agak menyimpang,
menghasilkan kromatogram yang agak menyimpang, menghasilkan
kromatogram yang secara umum menunjukkan angka Rf lebih rendah
atau lebih tinggi, maka sistem pelarut harus diganti dengan yang lebih
sesuai. Jika angka hRf lebih tinggi dari hRf yang dinyatakan, kepolaran
pelarut harus dikurangi, jika hRf lebih rendah maka komponen polar
pelarut harus dinaikkan.

V. Simpulan
5.1. Telah dipahami dan mengenal prinsip pemisahan dan alat- alat yang
digunakan dalam kromatografi
5.2. Telah diterapkan metode kromatografi dalam identifikasi dan
pemisahan campuran obat
5.3. Telah mengenal dan memahami prinsip kromatografi lapis tipis
5.4. Telah diterapkan dalam identifikasi dan pemisahan senyawa dari
campurannya.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M. 2001. Kamus Kimia: Arti dan Penjelas Istilah. Jakarta: Gramedia.
Gandjar, G. dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Soekardjo. 2002. Kimia Anorganik. Jakarta: Rineka Utama.

Anda mungkin juga menyukai