Anda di halaman 1dari 38

MODUL PRAKTIKUM

PENGOLAHAN
LIMBAH INDUSTRI

Koordinator Lab
Evelyn, ST. MSc. MEng. PhD. / Jailani Aroen, SSi.
MSi.

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3

TEKNOLOGI PULP DAN KERTAS FAKULTAS


TEKNIK

UNIVERSITAS RIAU

1 PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI


2019

TATA TERTIB PRAKTIKUM

Untuk menjaga keamanan

1. Praktikan harus telah mengenakan jas lab saat memasuki laboratorium dan
bekerja dengan peralatan di laboratorium untuk menghindari kontaminasi dan
terkena bahan kimia.
2. Dilarang keras makan, merokok dan minum di laboratorium.
3. Sebelum dan sesudah bekerja, meja praktikum dibersihkan dengan desinfektan.
4. Praktikan berambut panjang harus mengikat rambutnya sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu kerja dan menghindari dari hal-hal yang tidak
diinginkan.
5. Pengambilan kultur cair atau suspensi dan bahan kimia harus menggunakan
pipet dengan bantuan filler atau menggunakan mikropipet.
6. Dilarang membuang biakan sisa atau habis pakai dan pewarna sisa disembarang
tempat. Bahan tersebut harus dibuang di tempat yang telah disediakan oleh
asisten.
7. Laporkan segera jika terjadi kecelakaan seperti kebakaran, biakan tumpah ada
yang menelan bahan kimia, atau biakan kepada asisten.
8. Jika menggunakan jarum inokulum, ujung jarum dibakar sampai memijar
sesudah dan sebelum bekerja menggunakan alat ini.
9. Sebelum meninggalkan laboratorium disarankan untuk mencuci tangan dengan
seksama.

Untuk kelancaran praktikum

1. Praktikan diwajibkan memakai jas laboratorium sebelum memasuki


laboratorium dan dilepas di luar laboratorium.
2. Praktikan wajib memakai sepatu pada saat praktikum.
3. Praktikan dilarang berbicara yang tidak perlu dan membuat gaduh
4. Memakai pakaian yang sopan pada saat praktikum.
5. Responsi akan dilaksanakan pada awal praktikum sebelum memulai praktikum
untuk mengetahui sejauh mana kompetensi yang dicapai.

2 PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI


6. Bagi praktikan yang akan berpindah jadwal praktikum dan tidak hadir praktikum
(absen), harus seizin koordinator praktikum mikrobiologi industri. Jika
berhalangan hadir, harus mengikuti praktikum susulan yang jadwalnya
ditentukan kemudian.
7. Praktikan akan dinilai keterampilannya selama praktikum oleh asisten.
8. Praktikan yang tidak mengikuti response dan asistensi tanpa keterangan tidak
mendapatkan nilai, tapi jika ada izin tertulis maka dapat mengikuti susulan
seizing dosen pengampu/koordinator.
9. Laporan harus dibawa saat masuk pada praktikum sebagai syarat masuk.
10. Praktikan yang tidak membawa laporan karena tertinggal, tetap diizinkan
mengikuti praktikum tetapi harus mengambil laporan yang tertinggal pada hari
itu juga dan menyerahkannya ke asisten.
11. Aturan-aturan / tata tertib yang belum tercantum akan diputuskan kemudian.

3 PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI


1
PENGUJIAN TOTAL
SUSPENDED SOLID (TSS)
Kompetensi Dasar :
Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa mampu mengetahui jumlah zat padat
tersuspensi dalam sampel air limbah.

1.1. DASAR TEORI


Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting
bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan
umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan (Kementerian
Negara Lingkungan Hidup, 2010). Air merupakan salah satu senyawa kimia yang
terdapat di alam secara berlimpah-limpah akan tetapi ketersediaan air yang memenuhi
syarat bagi keperluan manusia relatif sedikit karena dibatasi oleh berbagai faktor
(Effendi, 2003).
Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia yang
lain. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0° C (32° F) – 100°C, air
berwujud cair. Suhu 0°C merupakan titik beku dan suhu 100°C merupakan tit ik
didih.
2. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpan panas yang sangat baik.
3. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan
(evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi uap air. Proses ini memerlukan
energi panas dalam jumlah yang besar. Sebaliknya, proses perubahan uap air
menjadi cairan (kondensasi) melepaskan energi panas yang besar.
4. Air merupakan pelarut yang baik. Air mampu melarutkan berbagai jenis senyawa
kimia. Sifat ini memungkinkan air digunakan sebagai pencuci yang baik dan
pengencer bahan pencemar (polutan) yang masuk ke badan air.
5. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi. Tegangan permukaan yang tinggi
menyebabkan air memiliki sifat membasahi suatu bahan secara baik (higher
wetting ability).
Zat padat yang berada dalam air (solid) dapat didefinisikan sebagai materi yang
tersisa (residu) jika contoh air diuapkan dan dikeringkan pada temperature 103-105°.
Untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap pada waktu penguapan ataupun pada
waktu pengeringan pada temperatur tersebut tidak termasuk dalam definisi diatas.
Residu dari penguapan dan pemanasan tersebut dapat berupa senyawa organik atau
anorganik, baik dalam bentuk terlarut ataupun yang tersuspensi dalam air. Adapun
pengukuran solid dalam air dibedakan atas : Total Solid (TS), Total Suspended Solid
(TSS), Total Dissolved Solid (TDS), Fixed Total Solid (FTS), Fixed Suspended Solid
(FSS), Fixed Dissolved Solid (FDS), Volatile Total Solid (VTS), Volatile Suspended
Solid (VSS), Volatile Dissolved Solid (VDS). Pada percobaan kali ini, kita hanya akan
membahas mengenai Total Solid (TS), Total Suspended Solid (TSS), Total Dissolved
Solid (TDS).
1. Total Solid
Total padatan (total solids) adalah semua bahan yang terdapat dalam contoh air
setelah dipanaskan pada suhu 103°-105°C selama tidak kurang dari 1 jam. Bahan ini
tertinggal sebagai residu melalui proses evaporasi. Total solid pada air terdiri dari total
padatan terlarut (total dissolved solids) dan total zat padat tersuspensi (total suspended
solids).
2. Total Dissolved Solid
Total Dissolved Solid (TDS) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organik
maupun anorganik) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS menggambarkan jumlah zat
terlarut dalam part per million (ppm) atau sama dengan milligram per liter (mg/L).
Umumnya berdasarkan definisi diatas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan)
harus dapat melewati saringan yang berdiameter 2 micrometer (2×10-6 meter). Aplikasi
yang umum digunakan adalah untuk mengukur kualitas cairan pada pengairan,
pemeliharaan aquarium, kolam renang, proses kimia, pembuatan air mineral, dan lain-
lain. Total padatan terlarut (TDS) juga dapat diartikan sebagai bahan dalam contoh air
yang lolos melalui saringan membran yang berpori 2,0 m atau lebih kecil dan
dipanaskan 180°C selama 1 jam. Total dissolved solids yang terkandung di dalam air
biasanya berkisar antara 20 sampai 1000 mg/L. Pengukuran total solids dikeringkan
dengan suhu 103 sampai 105°C. Digunakan suhu yang lebih tinggi agar air yang
tersumbat dapat dihilangkan secara mekanis. Analisa total padatan terlarut merupakan
pengukuran kualitatif dari jumlah ion terlarut, tetapi tidak menjelaskan pada sifat atau
hubungan ion. Selain itu, pengujian tidak memberikan wawasan dalam masalah kualitas
air yang spesifik. Oleh karena itu, analisa total padatan terlarut digunakan sebagai uji
indikator untuk menentukan kualitas umum dari air. Sumber padatan terlarut total dapat
mencakup semua kation dan anion terlarut (Oram, 2010).
3. Total Suspended Solid
Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari
padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2 μm atau
lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS menyebabkan kekeruhan pada air akibat
padatan tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap. TSS terdiri dari partikel-
partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat,
bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya (Nasution,
2008).

1.2. ALAT DAN BAHAN


ALAT
1. Oven
2. Timbangan analitik
3. Gelas kimia
4. Penjepit stainless steel
5. Cawan petri
6. Erlenmeyer 100 ml
7. Gelas ukur
8. Desikator
BAHAN
1. Kertas saring Wathman
2. Aquades
3. Sampel air

1.3. PROSEDUR KERJA


1. Kertas saring dioven pada suhu ±105°C selama 1 jam.
2. Diamkan dalam desikator selama 15 menit.
3. Timbang kertas saring dan catat berat kertas saring.
4. Tuang sampel air sebanyak 50 ml ke dalam erlenmeyer menggunakan corong yang
telah dilapisi kertas saring.
5. Diamkan kertas saring di dalam desikator selama 15 menit.
6. Kertas saring dimasukan ke dalam oven demgan suhu 103°C  105°C selama 1
jam.
7. Timbang berat akhir kertas saring.
2
PENGUJIAN CHEMICAL
OXYGEN DEMAND (COD)
SECARA REFLUKS DENGAN
POTASSIUM DICHROMATE
Kompetensi Dasar :
Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa mampu melakukan penetapan kadar COD
pada sampel air limbah dengan metode refluks dengan potassium.

2.1. DASAR TEORI


Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 L sampel air,
dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen. Angka COD
merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah
dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut didalam air.

Prinsip analisa COD yaitu sebagian besar zat organis melalui tes COD ini
dioksidasi oleh K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih seperti reaksi
berikut. ∆E

CaHbOc + Cr2O72- + H+ Ag2SO4 CO2 + H2O + Cr3+ (Reaksi 1)


Zat organik
( Warna Kuning ) ( Warna Hijau )
Reaksi ini berlangsung ± 2 jam, uap direfluks dengan alat kondensor, agar zat organisk
volatil tidak lenyap ke luar. Perak Sulfat (Ag2SO4) ditambahkan sebagai katalisator
untuk mempercepat reaksi, sedang merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan
gangguan klorida yang pada umumnya ada didalam air buangan.
Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi
maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah di refluks. K2Cr2O7
yang tersisa didalam larutan tersebut digunakan untuk menentukan berapa
oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi
dengan feroamonium sulfat (FAS), dimana reaksi yang berlangsung adalah
sebagai berikut :
6 Fe 2+ + Cr2O72- + 14 H+ 6 Fe 3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O ( Reaksi 2 )

Indikator fenantrolin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu di saat warna
hijau-biu larutan menjadi coklat-merah. Sisa K2Cr2O7 dalam larutan blanko adalah
K2Cr2O7 awal, karena diharapkan blanko tidak mengandung zat organis yang dapat
dioksidasi oleh K2Cr2O7.

Pengujian COD pada air limbah memiliki beberapa keunggulan


dibandingkan pengujian BOD. Keunggulan itu antara lain :
a. Sanggup menguji air limbah industri yang beracun yang tidak dapat diuji dengan
BOD karena bakteri akan mati.

b. Waktu pengujian yang lebih singkat, kurang lebih hanya 3 jam.

2.2. ALAT DAN BAHAN


ALAT

1. Buret dan stand 6. Labu refluks (flat bottom)


2. Labu didih dengan condenser
3. Erlenmeyer 7. Mantel Pemanas
4. Pipet volume 8. Beaker gelas
5. Pipet ukur

BAHAN
1. Larutan FeSO4.7H2O 5. Larutan Hg2SO4
2. Larutan K2Cr2O7 6. Larutan jenuh Ag2SO4 dalam
3. Indikator Fenantrolin H2SO4
4. Larutan H2SO4 pekat 7. Aquadest
8. Sampel air
2.3. PROSEDUR KERJA

PEMBUATAN REAGEN

1. Larutan Standar K2Cr2O7 0,25 M


Larutan standar yang dibuat dalam volume 100 ml. Dilarutkan 7,375 gr k2Cr2O7
dalam labu ukur 100 ml hingga larut.
2. Larutan Standar FAS 0,25M
98 gr Fe(NH4)2(SO4)2 dilarutkan dalam aquades, kemudian ditambahkan 20 ml
H2SO4 secara perlahan sambil diaduk. Lalu aquades ditambahkan hingga
volume larutan menjadi 1000 ml.
3. Larutan katalis (AgSO4-H2SO4)
10,12 gr Ag2SO4 ditambahkan kedalam 1 L H2SO4 pekat, campuran diaduk dan
dibiarkan 1 hari sampai 2 hari untuk melarutkan.
4. Standarisasi Larutan FAS
Dipipet 10 ml larutan K2Cr2O7 0,25 M, lalu ditambahkan aquades hingga
volume menjadi 100 ml. Selanjutnya ditambahkan larutan AgSO4-H2SO4
sebanyak 10 ml. Penambahan larutan AgSO4-H2SO4 ini menimbulkan panas,
sehingga campuran perlu didinginkan, kemudian ditambahkan 3 tetes ind. Feroin
dan dititrasi dengan larutan FAS hingga TAT dari warna hijau menjadi merah.
Catat volume FAS yang terpakai.
Perhitungan :
V K 2 Cr 2O 7 x M K 2 Cr2 O 7
M FAS =
V FAS

PENGUJIAN COD SECARA CLOSE REFLUK :

1. Pastikan seluruh peralatan gelas bersih dari bahan-bahan organic


2. Kalibrasi larutan ferrous Ammonium sulfat (FAS).
3. Sampel dipipet sebanyak 4 ml, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi tertutup
4. Ditambahkan juga 2 ml larutan K2Cr2O7 0,25 M, kemudian sedikit demi sedikit
ditambahkan katalis (AgSO4-H2SO4) sebanyak 6 ml, diaduk hingga tercampur
sempurna.
5. Tabung reaksi ditutup dan dipanaskan selama 2 jam pada suhu 150 oC
6. Setelah 2 jam, pemanasan dihentikan dan sampel didinginkan
7. Tabung reaksi dibilas dengan aquades hingga volume total sampel 20 ml.
Sebelum dititrasi dengan larutan FAS, sampel diberi 3 tetes ind. Feroin, lalu
titrasi dilakukan hingga terjadi perubahan warna dari biru kehijauan menjadi
coklat kemerahan.
8. Catat volume FAS yang terpakai
9. Diperlukan percobaan blanko dengna cara seperti diatas.
Perhitungan

KALKULASI

( Titer blanko(B)−Titer sampel (A ) ) x N FAS x 8 000


COD= mg/ L
Volume sampel (mL)
3
PENGUJIAN OKSIGEN
TERLARUT (OHLE IODINE-
DIFFERENCE METHOD)
Kompetensi Dasar :
Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa dapat memperoleh kadar oksigen terlarut
(DO) dalam sampel air limbah.

3.1. DASAR TEORI


Oksigen  terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang
berasal dari fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu
perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup
dalam air. Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga
disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu
parameter penting dalam analisis kualitas air

Analisis oksigen terlarut dapat dilakukan dengan 2 macam cara, yaitu metoda titrasi
Winkler dan metoda elektrokimia.

1. Metoda titrasi dengan cara WINKLER


Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri.  Sampel yang akan
dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H - KI, sehingga
akan terjadi endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka
endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul
iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini
selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan
menggunakan indikator larutan amilum (kanji). 
2. Metoda elektrokimia
Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung
untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah
menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalam
larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanyamenggunakan katoda perak
(Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran
plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi
adalah
Katoda : O2 + 2 H2O + 4e  ==> 4 HO-

Anoda : Pb + 2 HO- ==> PbO + H20 + 2e  

Kadar oksigen terlarut dalam air yang alami berkisar 5 – 7 ppm (part per
million atau satu per sejita; 1ml oksigen yang larut dalam 1 liter air dikatakan
memiliki kadar oksigen 1 ppm). Penurunan kadar oksigen terlarut dapat
disebabkan oleh tiga hal :

1. Proses oksidasi (pembongkaran) bahan-bahan organik.


2. Proses reduksi oleh zat-zat yang dihasilkan baktri anaerob dari dasar perairan.
3. Proses pernapasan orgaisme yang hidup di dalam air, terutama pada malam hari.
Pencemaran air (terutama yang disebabkan oleh bahan pencemar organik)
dapat mengurangi persediaan oksigen terlarut. hal ini akan mengancam
kehidupan organisme yang hidup di dalam air. Semakin tercemar, kadar oksigen
terlerut semakin mengecil. Untuk dapat mengukur kadar oksigen terlarut,
dilakukan dengan metode Winkler Semakin besar nilai DO pada air,
mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai
DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO
juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampumenampung biota air
seperti ikan dan mikroorganisme.

Penentuan konsentrasi oksigen terlarut secara volumetric yang akan


dijelaskan di bawah ini adalah metode Ohle yang didasarkan pada metode titrasi
winkler. Ion mangan (II) bereaksi dengan oksigen terlarut di dalam suasana
basa, teroksidasi menjadi hidroksida mangan dengan valensi tinggi. DI dalam
suasana asam, terjadi pembentukan ion mangan (III), yang kemudian akan
mengoksidasi ion iodide menjadi iodine (I2).

Dengan cara ini sejumlah iodine yang banyaknya ekuivalen dengan oksigen
terlarut, terbebaskan dan kemudian dititrasi dengan sodium thiosulfate:

2 Mn3+ + 2I 2 Mn3+ +
2I

I2 + 2S2O32- 2 I- +
S4O32-

3.2. ALAT DAN BAHAN


ALAT

1. Labu ukur
2. Buret
3. Neraca analitik
4. Botol Winkler
BAHAN
1. Larutan Iodine
a. Larutan stok
Larutan yang terdiri dari 5 g iodine (yang sebelumnya di resublimasi terlebih
dahulu) dan 100 g KI dalam 80 mL aquadest. Larutan ini mengandung 44 mg I 2
dan sekitar 880 mg KI per mL.
b. Larutan kerja
Larutan yang terdiri dari 35 g NaCl di dalam 100 mL aquadest kemudian
disaring. Penggunaan larutan NaCl jenuh ini untuk membuat enceran (1/10)
larutan stok iodine. Larutan ini mengandung 4 mg I2 dan 80 mg KI/mL.
2. Larutan thiosulfat
3. Larutan MgCl2
Larutkan 150 g MgCl2 dalam 200 mL aquades dan disaring.
4. Larutan MnCl2/MgCl2
Larutkan 100 g MgCl2.4H2O dan 50 g MgCl2 dalam 200 mL aquades dan
disaring.
5. Larutan NaOH/KI
Larutkan 200 g NaOH (solid), 100 g KI dan 3 Na-azide di dalam 400 mL
aquadest.
3.3. PROSEDUR KERJA

1. Ambil sampel 50 mL dan dimasukkan kedalam erlenmeyer


2. Kemudian tambahkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml larutan alkali iodida azida dan
langsung tutup erlenmeyer
3. Diamkan didalam inkubator selama 10 menit
4. Tambahkan 2 ml H2SO4 pekat
5. Titrasi larutan dengan Na2S2O3 sampai warna kuning muda. Tambahkan indikator
amilum sampai warna menjadi ungu tua dan titrasi kembali dengan larutan standar
natrium thiosulfat hingga bewarna bening. Catat volume larutan standar thiosulfat.

KALKULASI

1 meq thio = 8 mg O2

( Volume Thiosulfat x N Thiosulfat ) x 8000


mg O2 /L=
volume sampel (ml)

4
PENENTUAN BIOLOGICAL
OXYGEN DEMAND (BOD)
DENGAN METODE
PENGENCERAN
Kompetensi Dasar :
Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa dapat mengukur kebutuhan oksigen
biokimiawi (BOD) dalam air limbah.

4.1. DASAR TEORI


Air limbah yaitu air dari suatu daerah permukiman yang telah dipergunakan
untuk berbagai keperluan, harus dikumpulkan dan dibuang untuk menjaga
lingkungan hidup yang sehat dan baik. Unsur – unsur dari suatu sistem
pengolahan air limbah yang modern terdiri dari :
1. Masing – masing sumber air limbah
2. Sarana pemrosesan setempat
3. Sarana pengumpul
4. Sarana penyaluran
5. Sarana pengolahan, dan
6. Sarana pembuangan.
Dan dua faktor yang penting yang harus diperhatikan dalam sistem pengolahan air
limbah yaitu jumlah dan mutu.
Beberapa analisis yang dipakai untuk penentuan ciri – ciri fisik, kimiawi,
dan biologis dari kotoran yang terdapat dari air limbah.
1. Ciri – ciri fisik
Ciri – ciri fisik utama air limbah adalah kandungan padat, warna, bau, dan
suhunya. Bahan padat total terdiri dari bahan padat tak terlarut atau bahan padat
yang terapung serta senyawa – senyawa yang larut dalam air. Kandungan bahan
padat terlarut ditentukan dengan mengeringkan serta menimbang residu yang
didapat dari pengeringan.
Warna adalah ciri kualitatif yang dapat dipakai untuk mengkaji kondisi
umum air limbah. Jika warnanya coklat muda, maka umur air kurang dari 6 jam.
Warna abu – abu muda sampai setengah tua merupakan tanda bahwa air limbah
sedang mengalami pembusukanatau telah ada dalam sistem pengumpul untuk
beberapa lama. Bila warnanya abu – abu tua atau hitam, air limbah sudah
membusuk setelah mengalami pembusukan oleh bakteri dengan kondisi
anaerobik.
Penentuan bau menjadi semakin penting bila masyarakat sangat
mempunyai kepentingan langsung atas terjadinya operasi yang baik pada sarana
pengolahan air limbah. Senyawa utama yang berbau adalah hidrogen sulfida,
senyawa – senyawa lain seperti indol skatol, cadaverin dan mercaptan yang
terbentuk pada kondisi anaerobik dan menyebabkan bau yang sangat
merangsang dari pada bau hidrogen sulfida.
Suhu air limbah biasanya lebih tinggi dari pada air bersih karena adanya
tambahan air hangat dari pemakaian perkotaan. Suhu air limbah biasanya
bervariasi dari musim ke musim, dan juga tergantung pada letak geografisnya.
2. Ciri – Ciri Kimia
Selain pengukuran BOD, COD dan TOC pengujian kimia yang utama
adalah yang bersangkutan dengan Amonia bebas, Nitrogen organik, Nitrit,
Nitrat, Fosfor organik dan Fosfor anorganik. Nitrogen dan fosfor sangat penting
karena kedua nutrien ini telah sangat umum diidentifikasikan sebagai bahan
untuk pertumbuhan gulma air. Pengujian – pengujian lain seperti Klorida, Sulfat,
ph serta alkalinitas diperlukan untuk mengkaji dapat tidaknya air limbah yang
sudah diolah dipakai kembali serta untuk mengendalikan berbagai proses
pengolahan. (Linsley.K.R. 1995).
BOD merupakan parameter pengukuran jumlah oksigen yang dibutuhkan
oleh bekteri untuk mengurai hampir semua zat organik yang terlarut dan
tersuspensi dalam air buangan, dinyatakan dengan BOD 5 hari pada suhu 20 °C
dalam mg/liter atau ppm. Dalam penentuan BOD, sampel yang diuji tidak boleh
mengandung preservatives atau zat-zat lain yang toksik. Untuk sampel yang
mengandung klorin perlu dilakukan pra-perlakuan dengan sodium bisulfit.
Sampel juga harus segera diuji setelah diambil dan jika harus ditunda
pengujiannya, maka harus disimpan pada suhu 5 C. Selama inkubasi, harus
tersedia oksigen terlarut yang cukup berlebih dan hendaknya sekitar 30 %
saturation masih tertinggal setelah 5 hari inkubasi (sampel harus diencerkan
hingga tidak lagi menyerap lebih dari 6 mg/mL oksigen selama inkubasi 5 hari).
Pemeriksaan BOD5 diperlukan untuk menentukan beban pencemaran
terhadap air buangan domestik atau industri juga untuk mendesain sistem
pengolahan limbah biologis bagi air tercemar. Penguraian zat organik adalah
peristiwa alamiah, jika suatu badan air tercemar oleh zat organik maka bakteri
akan dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama
proses biodegradable berlangsung, sehingga dapat mengakibatkan kematian
pada biota air dan keadaan pada badan air dapat menjadi anaerobik yang
ditandai dengan timbulnya bau busuk.

4.2. ALAT DAN BAHAN


ALAT

1. Labu ukur 4. Botol winkler/ BOD


2. Gelas ukur 5. Inkubator
3. Pipet tetes

BAHAN
1. Larutan Ferric Chloride (0,125 g g ammonium sulfat, kemudian
FeCl3.6H2O + 1 L aquades) encerkan hingga 1 L)
2. Larutan Calcium chloride (27,5 g 5. Aquadest
CaCl2 + 1 L aquades) 6. Sampel air
3. Larutan magnesium sulfat (25 g 7. HCl 5 N
MgSO4.7H2O + 1 L aquades) 8. NaOH 1 N
4. Larutan buffer fosfat (42,5 g KH2PO4 9. H2SO4 1 N
+ 700 mL aquades + 8,8 g NaOH + 2 10. Larutan I2 –Asam Winkler
4.3. PROSEDUR KERJA
1. Untuk keperluan pengenceran sampel, tambahkan masing-masing larutan stock
(ferric chloride, calcium chloride, magnesium sulfat, buffer fosfat) sebanyak 1
mL ke dalam aquadest 1 L untuk membuat diluent.
2. Cairan pengencer dijenuhkan dengan oksigen melalui aerasi sebelum digunakan.
3. Atur pH air sampel antara 6,5 – 8,5 dengan menambahkan 1 N NaOH dan 1 N
H2SO4
4. Encerkan 10 mL sampel dengan dengan 100 mL cairan pengencer (diluent)
jenuh O2 sedemikian rupa hingga pada akhir inkubasi (hari ke-5) tingkat
kejenuhan paling tinggi 30 %. Jika sampel diduga tidak memiliki
mikroorganisme pengurai yang cukup, maka cairan pengencer (sebelum
dilengkapkan volumenya) dengan cairan inoculum yang baik sebanyak 5 mL/L.
Pengenceran sampel mungkin dapat diperkirakan dari angka COD, dimana
angka BOD5 umumnya sekitar COD/1,40 untuk limbah cair industry yang
mudah terurai secara biologis.
5. Jaga agar pada setiap homogenisasi tidak mengubah kandungan O2 di dalam
cairan yang diperiksa akibat masuknya udara ke dalamnya atau karena
penguapan.
6. Hasil pengenceran sampel kemudian dituangkan ke dalam 2 buah botol
winkler/BOD hingga penuh (biarkan sedikit tumpah). Biarkan beberapa menit
sebelum ditutup rapat agar tidak terdapat gelembung udara saat ditutup.
7. Sertakan pula 2 buah botol BOD yang diisi dengan cairan pengencer, untuk
dipakai sebagai blanko.
8. Masukkan botol BOD yang berisi sampel dan cairan pengencer ke dalam
inkubator (20 C ± 0,5 C) dan inkubasi selama 5 hari.
9. Tentukan kadar BOD5 dengan prosedur analisa Oksigen terlarut pada sampel
dan blanko.
10. Tentukan kadar oksigen terlarut secara winkler atau dengan cara lain sesuai
pengeceran sampel dan cairan pengencer di dalam botol BOD sebelum dan
sesudah inkubasi. Penentuan oksigen terlarut sebelum inkubasi hendaknya
dilakukan segera (tidak boleh lebih dari 15 menit) setelah preparasinya.

KALKULASI
1 meq thio = 8 mg O2

( Volume Thiosulfat x N Thiosulfat ) x 8 x 1000


DO mg/ L=
volume sampel (ml)

BOD mg/L=( DO 0−DO5 ) −( B0−B5 ) x (1−P)P = ml sampel / ml pengenceran


Keterangan :

8 = ½ dari berat atom oksigen


1000 = konversi dari ml ke liter
1 = volume air yang berkurang dari botol BOD
DO0 = DO0 hari sampai (mg/L)
DO5 = DO0 hari sampai (mg/L)
B0 = DO0 hari sampai (mg/L)
B5 = DO0 hari sampai (mg/L)
P = Pengenceran

CAIRAN SUBSTRAT STANDAR

Untuk penentuan BOD dan cairan inoculum yang digunakan, perlu dilakukan
penentuanmenggunakan cairan substrat standar, yang dapat dibuat sebagai berikut:

1. Larutkan glukosa (150 mg/L) dan asam glutamate (150 mg/L) yang telah
dipanaskan sebelumnya pada 103 C selama 1 jam, dalam aquadest dan
encerkan hingga 1 L.
2. Buatlah pengenceran (50x) dengan cairan pengencer yang berisi inoculum
tersebut di atas tentukan BOD5 nya.
3. Angka BOD5 cairan standar tersebut harus sekitar 220 mg/L atau tidak boleh di
luar range 200 – 240 mg/L.

Tabel 4.1 Prosedur Penentuan BOD5 dengan Metoda Pengenceran

Hasil titrasi dengan Inkubasi (5 hari, 20 C)


thio, mL Sebelum (A) Sesudah (B) Selisih (A-B)
Untuk v sampel D=…
Untuk v diluen saja D=…

KALKULASI HASIL

Nthio =
1 meq thio = 8 mg O2

Volume awal sampel X mL = (1 volum)

Volume diluenY mL =

Rasio Y/X = (a volume)

(a+1) atau V mL

5
PENENTUAN MIXED
LIQUOR SUSPENDED SOLID
(MLSS)
Kompetensi Dasar :
Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa mampu menentukan konsentrasi biomassa
di dalam reaktor pengolahan limbah.

5.1. DASAR TEORI


Di dalam pengolahan air limbah secara biologi, mixed liquor suspended
solids (MLSS) umum digunakan sebagai pengganti mixed liquor volatile
suspended solids (MLVSS), untuk menunjukkan kosentrasi biomassa didalam
bioreaktor. Penggunaan mixed liquor suspended solids (MLSS) ini dianggap
memadai untuk kalkulasi mean cell retention time (θc) di dalam bioreaktor,
karena waktu tinggal rata-rata mikroorganisme kira-kira sama dengan waktu
tinggal rata-rata MLSS di dalam bioreaktor.
MLSS merupakan campuran antara air limbah dengan biomassa
mikroorganisme serta padatan tersuspensi lainnya. MLSS adalah jumlah total
dan padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, termasuk di
dalamnya adalah mikroorganisme. MLSS ditentukan dengan cara menyaring
lumpur campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan pada
temperatur 105 C, dan berat padatan dalam contoh ditimbang (Solichin, 2012).

5.2. ALAT DAN BAHAN


ALAT

1. Tangki Aerasi
2. Filtration apparatus
3. Pompa vakum
BAHAN
1. Lumpur aktif
2. Kertas saring

5.3. PROSEDUR KERJA


1. MLSS dan MLVSS adalah padatan di dalam cairan tangki aerasi yang tersaring
pada filter standar (dengan pori-pori 1 ηm). Filter jenis fibre glass komersial
dengan persyaratan pori-pori 1 ηm dapat diperoleh dipasaran, dengan nama-nama
dagang misalnya Whatmann GF/C, Reeve Angel type 914A dan 934A dan 934H,
serta Gelman type A, atau sejenisnya.
2. Kedua parameter tersebut berbeda dalam hal bahwa nilai MLVSS didasarkan pada
berat kosntan padatan setelah pemanasan pada 500-550oC, sedangkan nilai MLSS
berat konstan padatan setelah pemanasan pada 103-105oC.
3. Sebagai alat bantu dalam penyaringan, gunakan filtration apparatus yang
menggunakan Gooch crucible berkapasitas 25 ml. Apabila diperlukan
penyaringan dapat dibantu dengan pompa vakum agar diperoleh penyaringan yang
lebih cepat.
Prosedur Kerja

1. Kertas saring dipanaskan didalam oven pada susu 105 C selama 1 jam
selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang.
Pemanasan dihentikan jika berat kertas saring sudah konstan.

2. Sebanyak 100 ml contoh yang telah diaduk merata dipindahkan kedalam


penyaring sistem vakum yang telah diberi kertas saring dan telah diketahui
beratnya.

3. Kertas saring yang berisi padatan hasil penyaringan contoh dipisahkan secara hati-
hati dan dikeringkan pada suhu 105 oC selama 1 jam. Selanjutnya didinginkan
dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Pemanasan dihentikan jika berat
kertas saring sudah konstan.

MLSS (mg/ L)=[ ( a−b ) x 1000 ] /c


a = berat kertas saring dan residu sebelum pemanasan
b = berat kertas saring setelah pemanasan 105 C
c = volume sampel (mL)
6
PENENTUAN SLUDGE
VOLUME INDEX (SVI)
Kompetensi Dasar :
Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa dapat mengetahui bagaimana menentukan
sludge volume index (SVI) dalam limbah.

6.1. DASAR TEORI


Didalam proses pengolahan air limbah secara biologi kualitas pengendapan sludge
(biomassa mikroorganisme) yang baik perlu dipertahankan, untuk membantu
pengendalian proses stabilisasi. Beberapa indeks telah digunakan untuk menilai kualitas
pengendapan sludge, termasuk diantaranya, adalah : Sludge volume index (SVI), dan
sludge density index (SDI). Sludge density index (SDI) mempunyai pengertian yang
berkebalikan dengan SVI.

Sludge volume Index (SVI) didefinisikan sebagai volume yang ditempati oleh 1
gram sludge setelah massa pengendapan tertentu (biasanya 30 menit). Untuk sludge
yang berkualitas pengendapan baik umumnya memberikan harga SVI sekitar 40-100
dan sludge dengan harga lebih besar (misalnya 200) dianggap berkualitas rendah karena
tidak memiliki karakteristik pengendapan yang baik.

6.2. ALAT DAN BAHAN


PENGARUH SUHU

ALAT

1. Tangki Aerasi 3. Gelas Ukur (1000 ml)


2. Gelas Ukur (100 ml) 4. Buret

BAHAN
1. Lumpur aktif

6.3. PROSEDUR KERJA


1. Untuk menentukan index ini diperlukan dua parameter, yaitu volume sludge
dan konsentrasi suspended solid di dalam cairan tangki aerasi.
2. Dengan batasan waktu sedimentasi 30 menit, ukur % volum sludge dari cairan
tangki aerasi dengan mempergunakan gelas ukur 100 ml, 1000 ml atau dapat
menggunakan buret 10-50 ml apabila cairan contoh yang akan diukur terbatas
volumnya.
3. Tentukan kosentrasi (g/100 ml) suspended solids cairan contoh dari tangki
aerasi.
4. Sludge volume index dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut ini.

Volum sludge(ml/100 ml)


SVI=
Kosentrasi MLSS (g/100 ml)

7
PENGUJIAN COLIFORM
Kompetensi Dasar :
Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa dapat mengetahui keberadaan bakteri
coliform dalam sampel air kemasan.

7.1 DASAR TEORI


Air merupakan kebutuhan dasar bagi makhluk hidup, baik untuk kebutuhan pokok,
sanitasi, ekosistem, pertanian, industri dan lainya (Mulyanto, 2007). Air yang berada di
permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Menurut Budiman (2014)
berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi:
a. Air Angkasa (Hujan)
Air angkasa atau hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau pada saat
presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami
pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung diatmosfer itu
dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya karbon
dioksida, nitrogen, dan aonia.
b. Air Permukaan
Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga,
waduk, rawa, terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar berasal dari air hujan yang
jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami pencemaran
baik oleh tanah, sampah, maupun lainya.
c. Air tanah
Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang
kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses
filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, di dalam
perjalananya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni
dibandingkan ai permukaan. Air tanah memiliki beberapa kelebihan dibanding sumber
air lain. Pertama, air tanah biasanya bebas dari kuman penyakit dan tidak perlu
mengalami proses purifikasi atau penyernihan. Persediaan air tanah juga cukup tersedia
sepanjang tahun, saat musim kemarau sekalipun. Namun air tanah juga memiliki
beberapa kelemahan dibanding sumber air lainnya. Air tanah mengandung zat-zat
mineral semacam magnesium, kalsium, dan logam berat seperti besi dapat
menyebabkan kesadahan air.
Dalam tubuh manusia air menempati komposisi sebesar 70 %, sehingga untuk tetap
hidup manusia perlu mempertahankan kadar air tersebut dengan minum air. Untuk itu
kualitas air minum harus memenuhi standar yang berlaku. Karena air baku belum tentu
memenuhi standar, maka dilakukan pengolahan air untuk memenuhi standar air minum.
Pengolahan air minum dapat sangat sederhana sampai sangat kompleks tergantung
kualitas air bakunya. Apabila air bakunya baik, maka mungkin tidak diperlukan
pengolahan sama sekali. Apabila hanya ada kontaminan kuman, maka disinfeksi saja
sudah cukup, tetapi apabila air baku semakin jelek kualitasnya maka pengolahan harus
lengkap (Budiman, 2014). Syarat yang diperlukan bagi air minum ialah:
a. Persyaratan biologis, berarti air minum itu tidak boleh mengandung
mikroorganisme.
b. Persyaratan fisik, kondisi fisik air minum terdiri dari kondisi fisik air pada
umumnya, yakni derajat keasaman, suhu, kejernihan, warna, dan bau.
c. Persyaratan kimiawi menjadi penting karena banyak sekali kandungan kimiawi air
yang memberi akibat buruk pada kesehatan karena tidak sesuai dengan proses
biokimiawi tubuh.
d. Persyaratan radiologis sering juga dimasukkan sebagai persyaratan fisik, pada
wilayah tertentu menjadi sangat serius seperti di sekitar reaktor nuklir.
Keempat persyaratan air minum diatas yang paling mudah diatasi adalah masalah
pencemaran biologis karena dapat diatasi dengan mendidihkan air agar mikroorganisme
mati (Kepmenkes, 2002).
Bakteri Coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam saluran
pencernaan manusia. Bakteri Coliform merupakan bakteri indikator keberadaan bakteri
patogenik dan masuk dalam golongan mikroorganisme yang lazim digunakan sebagai
indikator, di mana bakteri ini dapat menjadi sinyal untuk menentukan suatu sumber air
telah terkontaminasi oleh patogen atau tidak. Bakteri Coliform ini menghasilkan zat
etionin yang dapat menyebabkan kanker. Selain itu bakteri pembusuk ini juga
memproduksi bermacam-macam racun seperti indol dan skatol yang dapat
menimbulkan penyakit bila jumlahnya berlebih didalam tubuh. Bakteri Coliform dapat
digunakan sebagai indikator karena densitasnya berbanding lurus dengan tingkat
pencemaran air. Jadi, Coliform adalah indikator kualitas air. Makin sedikit kandungan
Coliform artinya kualitas air semakin baik (Mirna,2012).
Karakter proses bakteri fekal Coliform dari bakteri coliform tapi mampu untuk
membawa keluar fermentasi laktosa pada suhu 44°C. Istilah fekal colirom adalah tidak
terdapat dan digunakan untuk mendeskripsikan bakteri koliform yang disangkakan
berasal dari fekal istilah “thermotolerant coliform” digunakan untuk mendiskripsikan
bakteri coliform (Westwood, 2002).
Metode MPN merupakan uji deretan tabung yang menyuburkan pertumbuhan

Coliform sehingga diperoleh nilai untuk menduga jumlah Coliform dalam sampel yang

diuji. Jumlah Coliform ini bukan perhitungan yang tepat namun merupakan angka yang

mendekati jumlah sebenarnya (Lay,2001). Metode MPN terdiri dari tiga tahap, yaitu uji

pendugaan (presumtive test), uji konfirmasi (confirmed test), dan uji kelengkapan

(completed test). Prinsip pengerjaan metode MPN ini adalah dengan melakukan uji

penduga atau Presumtive Test dengan menggunakan set tabung 3-3-3 atau 5-5-5 kaldu

laktosa, dilanjutkan Uji penguat atau Confirmed Test, dan yang terakhir dilakukan uji

pelengkap atau Completed Test (Novel dkk, 2010).

5.2. ALAT DAN BAHAN


ALAT
1. Inkubator 4. Lampu Bunsen + korek api
2. Pipet volume + karet hisap 5. Tabung reaksi/tabung durham
3. Rak tabung
BAHAN
1. Sampel air minum kemasan 3. Media Lactosa Broth (LB) Single
2. Alkohol 70% Strength
4. Media Lactosa Broth (LB) Double Strength

7.3. PROSEDUR KERJA

UJI PENDUGAAN
1. Siapkan botol sampel berisi air yang akan diperiksa.
2. Homogenkan air yang akan diuji dengan cara dikocok.
3. Siapkan media LB (3 LBDS, 3 LBSS, 3 LBSS) dalam tabung reaksi/durham.
4. Lakukan aseptisasi dengan alcohol 70%, lalu nyalakan Bunsen.
5. Aseptisasi tangan dengan alkohol 70%.
6. Buka tutup sampel, bakar mulut botol dengan api bunsen, lalu bakar ujung pipet
volum lalu pasang karet hisap.
7. Isolasi sampel air sebanyak 10 ml untuk tabung LBDS; 0,1 ml dan 1 ml untuk
tabung LBSS.
8. Inkubasi di dalam incubator dengan suhu 37°C selama 2×24 jam.
9. Tabung durham yang menunjukkan positif coliform ditandai dengan terbentuknya
gas pada tabung durham dan adanya perubahan warna.
10 ml 1 ml 0,1 ml

Sampel air LBDS LBSS LBSS


Inkubasi 2x 24 jam 370 C
UJI KEPASTIAN
Sampel air yang menunjukan hasil positif selanjutnya diinokulasikan pada media (EMB
Agar) dengan menggunakan ose bulat dan diinkubasi pada suhu 35 C selama 24 jam.
Pada pembenihan ini bakteri yang dapat tumbuh hanya bakteri Gram-negatif, sedangkan
bakteri Gram-positif tidak dapat tumbuh atau tumbuh dengan tidak subur.
UJI PELENGKAP
Untuk memastikan kemurniannya koloni dipindah ke lactose broth (LB) untuk
mengamati adanya pembentukan gas, dan ke media miring Nutrient Agar (NA) untuk
mengamati adanya bakteri berbentuk batang, Gram negatif, dan tidak membentuk spora
yang merupakan ciri-ciri spesifik kelompok bakteri coliform. Koloni dipindahkan ke
media LB dan NA secara aseptik, dan diinkubasi pada suhu 370C selama 1x24 jam.
8
PENGOLAHAN AIR LIMBAH
ORGANIK DENGAN PROSES
LUMPUR AKTIF
(ACTIVATED SLUDGE
PROCESS)
Kompetensi Dasar :
Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa mampu mengetahui bagaimana proses
pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif.

8.1. DASAR TEORI


Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan tersuspensi
telah digunakan secara luas di seluruh dunia untuk pengolahan air limbah domestik.
Proses ini secara prinsip merupakan proses aerobic dimana senyawa organic dioksidasi
menjadi CO2 dan H2O, NH4 dan sel biomassa bar. Untuk suplay oksigen biasanya
dengan menghembuskan udara secara mekanik. Sistem pengolahan air limbah dengan
biakan suspense yang paling umum dan telah digunakan secara luas yakni proses
pengolahan dengan sistem lumpur aktif (Activated Sludge Process) ( Ir.Nusa Idaman,
M.Eng).
Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi.
Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material
organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Proses ini menggunakan
udara yang disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik.
Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan. Kemampuan
bakteri dalam membentuk flok menentukan keberhasilan pengolahan limbah secara
biologi, karena akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. Lumpur aktif
dicirikan oleh beberapa parameter, antara lain, Indeks Volume Lumpur (Sludge Volume
Index = SVI) dan Stirred Sludge Volume Index (SSVI)

 Unit Activated-Sludge
 Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi.
Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material
organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Proses ini menggunakan
udara yang disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik.
Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan. Kemampuan
bakteri dalam membentuk flok menentukan keberhasilan pengolahan limbah secara
biologi, karena akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. Lumpur aktif
dicirikan oleh beberapa parameter, antara lain, Indeks Volume Lumpur (Sludge Volume
Index = SVI) dan Stirred Sludge Volume Index (SSVI)

Suatu Unit Activated-Sludge dapat dibuat dengan sofistikasi rancangan dan


perlengkapan instrumentasi menurut keperluan. Akan tetapi secara sederhana Unit
Activated-Sludge hendaknya mempunyai tangki aerasi yang dilengkapi dengan aerator
dan pengaduk. Pada umumnya Unit Activated-Sludge yang dioperasikan dengan proses
kontiu, dilengkapi dengan pipet inlet dan pipa outlet, masing-masing digunakan untuk
masuknya ir limbah yang akan diolah (influen) dan keluarnya air limbah yang telah
diolah (enfluen).

Karena di dalam proses pengolahan akan terus menerus dihasilkan biomassa,


maka biomassa yang keluar bersama efluen perlu diendapkan di dalam tangki
pengendap. Sebagian biomassa yang terendapkan tersebut mungkin dikembalikan ke
dalam tangki aerasi dan sebagian lainnya dibuang. Oleh karena itu Activated-Sludge
perlu pula dilengkapi dengan pipa sirkulasi biomassa dan pipa pembuangan biomassa.
Pembuangan biomassa dapat dilakukan dari tangki pengendap atau langsung dari tangki
aerasi.

 Air Limbah Industri


Air limbah industri yang digunakan dalam pengolahan biologi hendaknya
mengandung bahan organik yang biodegradable dan tidak mengandung senyawa
toksik yang dapat mengahambat pertumbuhan mikroorganisme. Air limbah organik
tersebut hendaknya juga tidak mengandung bahan korosif maupun bahan-bahan lainnya
yang dapat merusak struktur dan fungsi Unit Activated-Sludge.

Bila perlu dilakukan penambahan sumber nitrogen dan sumber fosfor, agar kondisi
nutrisional seimbang, misalnya BOD/N/P = 100/3/1. Pretreatment sering diperlukan
agar proses bio-oksidasi dapat berlangsung sebagaimana mestinya.

8.2. ALAT DAN BAHAN


PENGARUH SUHU

ALAT

1. Tangki Aerasi 3. pH meter


2. Unit Activated-Sludge

4.

BAHAN

1.

8.3. PROSEDUR KERJA

PENGOPERASIAN UNIT ACTIVATED-SLUDGE.

1. Setelah Unit Activated-Sludge dialiri limbah, inokulasi dilakukan dengan


lumpur aktif (Sludge) atau inokulum yang aktif, hingga kosentrasi sekitar
1500 ppm.
2. Apabila aerasi telah dimulai, kultivasi kemudian dilakukan dengan proses
batch hingga diperoleh pertumbuhan mikroorganisme yang subur.
3. Dalam hal yang tidak tersedia fasilitas pengadukan, dilakukan aerasi hingga
diperoleh kondisi pengadukan yang baik di dalam tangki aerasi.
4. Apabila telah diperoleh pertumbuhan mikroorganisme yang subur, lanjutkan
proses batch dengan proses kontinu, dengan cara mengalirkan air limbah ke
dalam tangki aerasi melalui pipet inlet. Pada proses kontinu tersebut akan
keluar air limbah dari pipa outlet, dengan laju-alir yang sama dengan laju alir
influen.
5. Tingkat pembebanan organik terhadap Unit Activated-Sludge dapat dilakukan
dengan mengontrol laju alir influen (F) dengan mempertimbangkan
konsentrasi bahan organik didalam influen (So). Karena volume tangki aerasi
konstan, maka dengan cara mengubah-ubah nilai laju alir influen akan dapat
diperoleh waktu tinggal hidrolik (θ) yang diinginkan.
6. Aerasi perlu dilakukan pada tingkat suplai O2 diatas keperluan bagi kebutuhan
pertumbuhan dan proses bio-oksidasi. Usahakan agar cairan di dalam tangki
aerasi mempunyai kandungan O2 terlarut sekitar 1-3 ppm.
7. Keasaman cairan didalam tangki aerasi perlu dijaga agar tetap pada tingkat
sekitar netral, dan oleh karena itu lakukan netralisasi bila diperlukan.
8. Kosentrasi MLSS hendaknya dipacu untuk mencapai tingkat yang diinginkan.
Usahakan agar proses pengolahan mencapai kondisi steady state dengan
menganalisis nilai BOD influen. Kestabilan nilai COD efluen menunjukan
tercapainya kondisi steady state.

EVALUASI DATA PENGUJIAN


Bio-oksidasi dalam pengolahan air limbah organik dengan proses
Activated-Sludge dapat digunakan untuk menentukan treatability suatu air
limbah industri dan menentukan koefisien hasil pertumbuhan (Y) dan koefisien
kematian (kE) yang diperlukan untuk rancangan proses (process design).
Koefisien kinetika (k) dan (kE) dapat pula ditentukan.

1. Tentukan efisiensi pengolahan, berdasarkan hasil analisis BOD- influen dan


BOD-efluen.
2. Tentukan masing-masing pengaruh waktu tinggal hidrolik (θ) dan waktu
tinggal biomassa (θc) pada efisiensi pengolahan yang diperoleh.
3. Hubungkan efisiensi pengolahan dan waktu tinggal biomassa (θ c) dengan
karakteristik biomassa yang diperoleh, misalnya: kosentrasi biomassa dan
karakteristik settling biomassa.
4. Informasi yang diperoleh dari pengujian semacam itu dapat berguna dalam
mengevaluasi proses Activated-Sludge dan menentukan waktu tinggal
biomassa (θc) atau waktu tinggal hidrolik (θ) yang optimum guna memperoleh
efisiensi pengolahan dan karakteristik settling yang terbaik.
5. Untuk nilai-nilai F, So dan koefisien biokinetika tertentu, efisiensi pengolahan
E, BOD-efluen (S), dan total biomassa di dalam reaktor (VX) dapat ditentukan
pada masing-masing harga (θc).

DAFTAR PUSTAKA
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Air dan
Lingkungan, Kanisius, Yogyakarta

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup


No.03 Tahun 2010 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri

Lay, B., 1994, Analisis Mikroba Di Laboratorium, Raja Grafindo Persada, Jakarta
Mirna, Sari, R., 2012, Analisis Bakteri Coliform (Fekal dan Non Fekal) Pada Air Sumur
Di Komplek Roudi Manokwari, skripsi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Papua, Manokwari
Mulyanto, H.R. 2007. Ilmu Lingkungan.Graha Ilmu. Yogyakarta
Novel., S. S., Wulandari, A.P., dan Safitri, R., 2010. Praktikum Mikrobiologi Dasar,
Trans Info Media, Jakarta
Oram, B., 2010. Total Dissolved Solids, http://www. water- research.net/totaldissolve
dsolids.html, diakses tanggal 12 Desember 2016

Solichin, M. 2012. Proses Pengolahan Air Limbah dengan Biakan Tersuspensi.


Pengolahan Air Limbah Universitas Brawaijaya. 3 : 37 - 49

Anda mungkin juga menyukai