Anda di halaman 1dari 29

PENUNTUN PRAKTIKUM

KIMIA LINGKUNGAN

DISUSUN OLEH :

Dr. Dwi Juli Puspitasari, S.Si,M.Chem

Prismawiryanti, S.Si,M.Si

Dr. Jusman, S.Si, M.Si

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK-LINGKUNGAN

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

TAHUN 2022

TEKNIK SAMPLING
A. Landasan teori
Teknik pengambilan sampel air dapat memperhatikan beberapa hal yang
dikemukakan dalam kumpulan standar nasional Indonesia bidang pekerjaan
umum mengenai kualitas air (1990). Pertimbangan dalam pemilihan lokasi
pengambilan sampel Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan
lokasi pengambilan sampel adalah sebagai berikut.
1. Sampel air limbah harus diambil pada lokasi yang mewakili seluruh
karakteristik limbah dan kemungkinan pencemaran yang akan
ditimbulkannya.
2. Sampel air dari badan air harus diambil dari lokasi yang dapat
menggambarkan karakteristik keseluruhan badan air. Oleh karena itu,
sampel air perlu diambil dari beberapa lokasi dengan debit air yang
harus diketahui.
3. Sumber pencemar yang mencemari badan air yang dipantau harus
diketahui, berupa sumber pencemar setempat (point source) atau
sumber pencemar tersebar (disperse source).
4. Jenis bahan baku dan bahan kimia yang digunakan dalam proses
industri perlu diketahui.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
1. Wadah tempat menyimpan sampel contoh yang terbuat dari bahan gelas atau
plastik polietilen (PE), atau polipropilen (PP) atau teflon ( Poli Tetra Flouro
Etilen, PTFE), yang dapat tertutup rapat dan kuat serta bersih dari kontaminan
2. Alat pengambil contoh sederhana dapat berupa ember plastik yng dilengkapi
dengan tali atau gayung yang bertangkai panjang
2. Bahan
1. Handscoon
2. Tissue
3. Asam nitrat/asam sulfat encer untuk pengawetan
C. Prosedur kerja
1. Pengambilan sampel air pada sumur gali
a. Pencucian wadah contoh
Lakukan pencucian wadah contoh sebagai berikut:
1. Peralatan harus dicuci dengan deterjen dan disikat untuk
menghilangkan partikel yang menempel di permukaan;
2. Bilas peralatan dengan air bersih hingga seluruh deterjen hilang;
3. Bila peralatan nya terbuat dari bahan non logam, maka cuci dengan
asam HNO3 1:1, kemudian dibilas dengan air bebas analit;
4. Biarkan peralatan mengering di udara terbuka;
5. Peralatan yang telah dibersihkan diberi label bersih-siap untuk
pengambilan contoh.
b. Pengambilan sampel air
Lakukan pengambilan contoh pada sumur gali, dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. turunkan alat pengambil contoh ke dalam sumur sampai kedalaman
tertentu;
2. angkat alat pengambil contoh setelah terisi contoh;
3. pindahkan air dari alat pengambilan contoh ke dalam wadah
2. pengambilan sampel limbah tahu
a. pencucian wadah contoh
Lakukan pencucian wadah contoh sebagai berikut:
1. Peralatan harus dicuci dengan deterjen dan disikat untuk
menghilangkan partikel yang menempel di permukaan;
2. Bilas peralatan dengan air bersih hingga seluruh deterjen hilang;
3. Bila peralatan nya terbuat dari bahan non logam, maka cuci dengan
asam HNO3 1:1, kemudian dibilas dengan air bebas analit;
Biarkan peralatan mengering di udara terbuka;
4. Peralatan yang telah dibersihkan diberi label bersih-siap untuk
pengambilan contoh.
b. Pengambilan sampel limbah
1. siapkan alat pengambil contoh sesuai dengan saluran
pembuangan;
2. bilas alat dengan contoh yang akan diambil, sebanyak 3 (tiga)
kali;
3. ambil contoh sesuai dengan peruntukan analisis dan campurkan
dalam penampung sementara, kemudian homogenkan;
4. masukkan ke dalam wadah yang sesuai peruntukan analisis;
5. lakukan segera pengujian untuk parameter suhu, kekeruhan dan
daya hantar listrik, pH dan oksigen terlarut yang dapat berubah
dengan cepat dan tidak dapat diawetkan;
6. hasil pengujian parameter lapangan dicatat dalam buku catatan
khusus;
7. pengambilan contoh untuk parameter pengujian di laboratorium
dilakukan pengawetan

PERCOBAAN I
PENGUJIAN SIFAT FISIK AIR
A. Pengukuran pH
I. Landasan teori
pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan, melalui konsentrasi
(aktivitas) ion H+. Ion H+ merupakan faktor utama untuk mengerti reaksi kimiawi dalam ilmu
kesehatan karena :
 Ion H+ selalu ada dalam keseimbangan dinamis dalam air (H 2O) yang membentuk
suasana untuk semua reaksi kimiawi yang berkaitan dengan masalah pencemaran air
dimana sumber ion hidrogen tidak pernah habis.
 Ion H+ tidak hanya merupakan unsur molekul air saja tetapi juga merupakan unsur
banyak senyawa lain, sehingga jumlah reaksi tanpa H + dapat dikatakan hanya sedikit
saja.
Kadar ion H+ yang terdapat dalam suatu larutan dapat diukur dengan beberapa cara
antara lain memakai kertas indikator, titrasi asam basa, dan menggunakan alat yang
dinamakan pH meter.

II. Alat dan Bahan


1. Alat : pH Meter

III. Prosedur Kerja


a. Kalibrasi pH meter dengan menggunakan buffer pH sebelum mengukur pH sampel.
b. Ambil 50 ml sampel dan letakan dalam labu 100 ml, masukan elektroda dan baca pH
larutan.

B. Pengukuran daya hantar listrik


I. Landasan teori
Berbagai macam zat menjadi terionisasi ketika mereka dilarutkan di dalam air atau
cairan lain. Sebagai contoh yang umum adalah garam dapur natrium klorida (NaCl). Ketika
natrium klorida dilarutkan dalam air, garam tersebut memisah ke dalam ion positf (kation)
natrium (Na+) dan ion negatif (anion) klor (Cl-). Jika dua titik dalam larutan memiliki
perbedaan potensial, ion negatif menuju ke arah titik positif, sementara ion positif menuju ke
arah titik negatif. Dengan demikian air yang benar benar murni adalah isolator, dan air yang
mengandung meskipun sedikit bahan terionisasi adalah konduktor.
Pengukuran daya hantar listrik akan dapat memperlihatkan konsentrasi garam yang
dapat larut di dalam sampel pada suhu tertentu. Daya hantar listrik diukur dengan
menggunakan EC meter (Electrical Conductivity).

II. Alat dan Bahan


1. Alat
1. EC Meter
2. Alat-alat gelas
2. Bahan
1. Sampel air
III. Prosedur kerja
1. Air sampel dimasukkan kedalam gelas piala.
2. Celupkan alat kedalam sampel air dan baca daya hantar listriknya.

C. Pengukuran Suhu
Suhu air dapat ditentukan dengan thermomerter secara langsung.
a. Alat
1. Termometer
2. Alat-alat gelas
b. Bahan
1. Sampel air
c. Prosedur kerja
1. Air sampel dimasukkan kedalam gelas piala.
2. Masukkan thermometer kedalam sampel dan baca suhunya.

D. Pengujian TDS ( Total Disolved Solids ) Dan TSS ( Total Suspended Solids)

I. Landasan teori

Dalam air alamiah ditemui dua kelompok zat padat, yaitu zat terlarut seperti garam
dan molekul organis dan zat padat tersuspensi dan koloidal seperti tanah liat, kwarts.
Perbedaan pokok antara kedua kelompok zat ini ditentukan melalui ukuran/diameter partikel-
partikel tersebut yang dilihat pada gambar berikut :
Perbedaan antara kedua kelompok zat yang ada di air alam cukup jelas dalam praktek
namun kadang-kadang batasan ini tidak dapat dipastikan secara definitif. Dalam kenyataan
suatu molekul organis polimer tetap bersifat zat terlarut walaupun panjangnya lebih dari 10
µm, sedangkan beberapa jenis zat padat koloid mempunyai sifat dapat bereaksi seperti sifat
zat-zat terlarut.
Analisa zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponen-komponen air
secara lengkap, juga untuk perencanaan serta pengawasan proses-proses pengolahan dalam
bidang air minum maupun dalam penolahan air buangan.
Zat padat yang berada dalam suspensi dapat dibedakan menurut ukurannya
sebagaimana terlihat pada gambar 1 yaitu partikel tersuspensi, koloidal (partikel koloid) dan
pertikel suspensi biasa (partikel tersuspensi). Jenis partikel koloid adalah penyebab
kekeruhan dalam air (efek Tyndal) yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang
menembus suspensi tesebut. Seperti halnya zat terlarut zat padat koloidal dapat berupa zat
anorganik (tanah liat dan kwarts) dan dapat juga berupa zat-zat organik (protein, sisa
ganggang, bakteri dan sisa-sisa tumbuhan).

II. Alat dan Bahan


1. Alat
b. Cawan penguapan, diameter 90 mm, kapasitas 100 ml terbuat dari porselen atau
platina.
c. Oven untuk pemanasan 105°C.
d. Desikator
e. Timbangan analisis, kapasitas 200 gr, ketelitian 0,1 gr.
f. Corong buchner
g. Gegep

II. Bahan
a. Kertas saring
III. Prosedur Kerja
1. Analisis zat padat tersuspensi
a. Panaskan kertas saring di dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam.
Dinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian timbang dengan cepat.
b. Pemanasan perlu diulang sampai didapatkan berat yang konstan atau
kehilangan berat sesudah pemanasan ulang kurang dari 0.05 mg.
c. Ukur 100 mL sampel lalu saring pada corong buchner.
d. Oven kertas saring selama 1 jam pada suhu yang sama dengan kertas saring
kosong selama 1 jam lalu masukkan kedalam desikator selama 30 menit. Lalu
timbang kertas saring.
( A−B ) x 1000
TSS ( ppm ) =
V sampel (mL)
Keterangan :
A = kertas saring + sampel
B = kertas saring
2. Analisis zat padat terlarut
Cara Kerja :
a. Panaskan cawan porselen di dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam.
Dinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian timbang dengan cepat.
b. Pemanasan perlu diulang sampai didapatkan berat yang konstan atau
kehilangan berat sesudah pemanasan ulang kurang dari 0.05 mg.
c. Ukur 100 mL sampel lalu saring pada corong buchner.
d. Lalu filtrat dimasukkan kedalam cawan porselen lalu dioven pada suhu yang
sama dengan kertas saring kosong selama 1 jam lalu masukkan kedalam
desikator selama 30 menit. Lalu timbang cawan porselen
( A−B ) x 1000
TSS ( ppm ) =
V sampel (mL)
Keterangan :
A = cawan porselen + sampel
B = cawan kosong
3. Analisis zat padat total
Kadar zat padat total dalam sampel merupakan jumlah zat padat tersuspensi dan zat
padat terlarut.

PERCOBAAN II
ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN KIMIA
(COD ANALYSIS)

I. Landasan teori
Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah
jumlah oksigen (mg) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1
liter sampel air, dimana sebagai pengoksidasi digunakan K 2Cr2O7 sebagai sumber oksigen
(oxiding agent).
Nilai COD suatu sampel air merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat
organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Nilai COD yang tinggi
menunjukkan adanya pencemaran air oleh zat-zat organik yang dapat berasal dari berbagai
sumber seperti limbah pabrik, limbah rumah tangga, dan sebagainya.
Prinsip dalam analisis COD ini sebagian besar zat organis dioksidasi oleh larutan
K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih dengan reaksi:
E
CaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+
Ag2SO4

Selama reaksi yang berlangsung kurang lebih 2 jam ini, uap direflux dengan alat
kondensor agar zat organis volatil tidak lenyap keluar. Perak sulfat ditambahkan sebagai
katalisator untuk mempercepat reaksi, sedangkan merkuri sulfat ditambahkan untuk
menghilangkan gangguan klorida yang pada umumnya ada di dalam air buangan.
Untuk memastikan hampir semua zat organis habis teroksidasi maka zat pengoksidasi
K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah direfluks untuk menentukan beberapa oksigen yang telah
terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan Fero Ammonium Sulfat
(FAS) dimana reaksi tersebut berlangsung sebagai berikut:
6Fe2+ + Cr2O72- + 14 H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan adanya perubahan warna larutan dengan
menggunakan indikator feroin (fenantrolin fero sulfat) yaitu warna hijau-biru larutan sampel
berubah menjadi coklat-merah. Untuk mengetahui K2Cr2O7 yang digunakan mula-mula maka
dilakukan perlakuan blangko dengan menggunakan akuades dengan perlakuan yang sama
dengan sampel, karena diharapkan blangko tidak mengandung zat organis yang dapat
dioksidasi oleh K2Cr2O7.
II. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Pemanas listrik
b. Biuret 50 ml
c. Pipet volume 10 ml
d. Dua beker glass 100 ml
2. Bahan
a. Larutan standar Kalium dikromat 0,1 N
Dibuat dengan melarutkan 4,90 gram K2Cr2O7 p.a. (telah dikeringkan dalam oven
pada 105°C selama 2 jam dan didinginkan dalam desikator), tambahkan akuades
sampai 1 liter.
b. HCl 2 N , 500 mL
Dibuat dengan mengisi labu takar 500 mL dengan akuades 100 mL, kemudian
mengambil 82,5 mL HCl pekat dengan pipet ukur, masukkan kedalam labu takar yang
telah diisi akuadest tadi, tambahkan akuadest sampai tanda batas.
c. Membuat indikator amilum 1%, 50 mL
Ditimbang 0,5 gram amilum/kanji, larutkan dalam 50 mL akuadest. Didihkan larutan
tersebut hingga diperoleh larutan amilum yang agak kental.
d. Larutan natrium tiosulfat Na2S2O3 0,1 N, 500 mL
Ditimbang 12,4093 gram natrium tiosulfat, larutkan dengan 200 mL akuades dan
tambahkan natrium bikarbonat ( sebagai pengawet ). Aduk hingga larut sempurna.
Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar volume 500 mL dan tambahkan
akuadest sampai tanda batas.
Standarisai natrium tiosulfat dengan kalium dikromat
Siapkan buret 25 mL dan isi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N, lalu dipipet 25
mL kalium dikromat 0,1 N dan dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 mL dan
ditambahkan 2 gram KI , goyang perlahan-lahan hingga KI larut sempurna. Kemudian
ditambahkan 10 mL HCl 2 N dan diencerkan sampai 200 mL. Dititrasi dengan
natrium tiosulfat 0.1 N hingga berwarna kuning muda. Saat warna kuning muda,
hentikan titrasi dan tambahkan 5 tetes indikator amilum. Lanjutkan titrasi secara
perlahan, dan hentikan titrasi saat warna biru menghilang dan warna hijau muda
muncul. Catat volume natrium tiosulfat hasil titrasi.
V k 2 Cr 2O 7 x N k 2 Cr 2 O7
NNa2C2O3 = VNa 2C 2 O 3
e. Larutan KmnO4 0,1 M
Ditimbang 7,9 gram kalium permanganat dan dilarutkan dengan 100 mL akuades dan
dimasukkan kedalam labu takar 500 mL kemudian ditambahkan akuades hingga tanda
batas
f. Larutan H2SO4 4 N
Masukkan 100 mL akuadest kedalam labu takar 500 mL, diambil 55,48 mL asam
sulfat pekat 98% dan ditambahkan akuades hingga tanda batas.

III. Prosedur Kerja


a. Pengambilan dan penyimpanan contoh air
Contoh air bila memungkinkan langsung dianalisa, apabila harus ditunda maka perlu
ditambah asam sulfat pekat sampai asam.
b. Prosedur analisis
1. Ukur 10 mL larutan blanko ( Aquadest ) dan 10 mL larutan sampel
2. Lalu tambahkan masing-masing 0,1 gram HgSO 4 ( Padatan ) dan 0,5 mL KMnO 4
0,1 M
3. Tutup dan bungkus dengan aluminium foil lalu panaskan selama 1 jam di
penangas air
4. Kemudian dinginkan dan tambahkan larutan 5 mL KI 10% dan 10 mL H 2SO4 4
N.
5. Selanjutnya dititrasi dengan menggunakan Na2S2O3 0,1 N dengan menggunakan
indikator amilum 1% yang ditambahkan sebanyak 3 tetes
6. Catatlah larutan Na2S2O3 0,1 N yang terpakai dalam titrasi blangko (akuades) dan
titrasi sampel.

IV. Perhitungan
(a-b) x N x 8000
COD (mg O2/lt) =
ml sampel

Keterangan:
a = ml Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi blangko
b = ml Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi sampel
N = Normalitas larutan standar Na2S2O3

PERCOBAAN III
ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN BIOLOGI (BOD ANALYSIS)
DAN OKSIGEN TERLARUT (DO ANALYSIS)
I. Landasan teori
Biologycal Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologi adalah suatu
analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang
terjadi di dalam air. Nilai BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat
organis yang tersuspensi dalam air.
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air
buangan penduduk atau industri dan untuk mendisain sistem pengolahan biologis untuk air
yang tercemar tersebut. Penguraian zat organis adalah peristiwa alamiah dimana kalau suatu
badan air dicemari oleh zat organis, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air
selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air.
Sehingga keadaan menjadi anaerobik dan menimbulkan bau busuk pada air tersebut.
Pemeriksaan BOD didasarkan atas oksidasi zat organis dengan oksigen di dalam air
dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Sebagai hasil oksidasi akan
terbentuk karbon dioksida, air dan ammoniak. Reaksi oksidasi tersebut dapat dituliskan
sebagai berikut:

Atas dasar reaksi tersebut yang memerlukan kira-kira 2 hari dimana 50% reaksi telah
tercapai, 5 hari supaya 75% reaksi tercapai dan 20 hari supaya 100% reaksi tercapai maka
pemeriksaan BOD dapat digunakan untuk menaksir beban pencemaran zat organis. Dengan
kata lain uji BOD berlaku sebagai simulasi proses biologis secara alamiah. Reaksi biologis
pada analisa BOD dilakukan pada temperatur inkubasi 20°C dan dilakukan selama 5 hari
sehingga digambarkan sebagai BOD205.
Disolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut (OT) sangat penting untuk menunjang
kehidupan ikan dan organisme lainnya. Kemampuan air untuk membersihkan pencemaran
secara alamiah tergantung pada cukup tidaknya kadar oksigen terlarut. Oksigen terlarut
berasal dari udara dan dari proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan air. Terlarutnya oksigen
dalam air tergantung pada temperatur, tekanan barometrik udara, dan kadar mineral dalam
air. Ada dua metoda yang banyak digunakan untuk analisa oksigen terlarut:
a. Metode titrasi dengan cara Winkler
b. Metode elektrokimia dengan DO meter yang menggunakan sebuah elektrode
membran.
Prinsip analisis dengan cara Winkler adalah oksigen di dalam sampel akan
mengoksidasi MnSO4 yang ditambahkan ke dalam larutan dalam keadaan alkalis, sehingga
terjadi endapan MnO2. dengan penambahan asam sulfat dan kalium iodida maka akan
dibebaskan iodin yang ekuivalen dengan oksigen terlarut. Iodine yang dibebaskan tersebut
kemudian akan dianalisa dengan metode titrasi iodomentris yaitu dengan larutan standar
tiosulfat dengan indikator pati.

II. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Botol BOD (botol inkubasi Winkler)
b. Inkubator : suhu 20°C dan gelap
c. Labu takar 1 L
d. Bermacam-macam pipet volum
2. Bahan
a. Akuades, tidak boleh mengandung zat beracun seperti Cr,Cl2, dsb.
b. Larutan buffer fosfat pH 7,2
Dibuat dengan melarutkan 8,5 gr KH2PO4, 33,4 gr Na2HPO4.7H2O dan 1,7g NH4Cl
dalam 500 ml akuades, kemudian dimasukkan dalam labu takar 1 liter dan encerkan
dengan akuades hingga tepat 1 liter. Sesuaikan pH nya sampai 7,2 dengan
penambahan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N.
c. Larutan magnesium sulfat
Dibuat dengan melarutkan 22,5 g MgSO4.7H2O dengan 500 ml akuades, kemudian
encerkan dengan akuades hingga tepat 1 liter.
d. Larutan natrium tiosulfat 0,025 N (Na2S2O3).
e. Larutan pengencer
Dibuat dari akuades berkualitas baik, hendaknya jenuh oksigen dengan cara digojok
kuat-kuat. Suhu air suling 20°C kemudian ditambahkan dengan 1 ml larutan buffer
fosfat pH 7,2 dan 1 ml larutan MnSO 4 2,25%, apabila air pengencer akan disimpan
penambahan larutan buffer dilakukan pada saat akan digunakan.
III. Prosedur Kerja
a. Pengambilan dan pengawetan sampel
Sampel BOD harus dilakukan paling lama 2 jam setelah pengambilan sampel. Kalau
hal ini tidak mungkin dilakukan, sampel harus disimpan pada 4°C (kulkas atau termos
es dengan es biasa atau es kering) selama paling lama 24 jam.
Prosedur analisis:
1. Sampel yang bersifat asam atau basa harus dinetralkan dulu sampai pH 7 dengan
penambahan H2SO4 1N atau NaOH 1 N. Penentuan pH dapat dilakukan dengan
pH meter.
2. Sampel yang diduga mengandung senyawa klorin (yang dapat menghalangi proses
mikrobiologis) harus dihilangkan dulu dengan penambahan larutan natrium
tiosulfat. Banyaknya natrium tiosulfat yang dibutuhkan ditentukan dengan cara
berikut ini:
100-1000 ml sampel ditambahkan 5 ml asam asetat (1:1) kemudian tambahkan 10
ml larutan KI 10% (akan terbentuk larutan bewarna kuning), titrasilah dengan
larutan natrium tiosulfat 0,025 N sampai warna kuning hampir hilang (larutan
bebas iodin). Tambahkan 1 ml indikator pati, sampel akan berwarna biru, dan
lanjutkan titrasi hingga warna biru hilang pada titik akhir titrasi. Sebagai blanko
lakukan perlakuan yang sama terhadap akuades.
(A-B) x N
Kadar Klorin sebagai mg Cl2/L =
V
Dimana : A = ml Natrium tiosulfat sampel
B = ml Natrium tiosulfat blanko (akuades)
N = normalitas Natrium tiosulfat
V = volume sampel

3. Pengenceran sampel
Oleh karena jumlah oksigen terbatas, maksimum tersedia 9 mgO 2/L maka
sebaiknya oksigen terlarut pada akhir masa inkubasi antara 3 dan 6 mg O 2/L,
maka sampel perlu diencerkan:
Karena kadar BOD tidak diketahui maka beberapa pengenceran harus dicoba
supaya setelah inkubasi selama 5 hari paling sedikit satu sampel masih
mengandung 3 sampai 6 mg O2/L. Sebagai pedoman dapat dilakukan sebagai
berikut :
 Sampel air sungai perkiraan BOD5 15 mg O2/L, 500 ml sampel diencerkan
jadi 2 liter dengan derajat pengenceran 0,25.
 Sampel air buangan penduduk perkiraan BOD5 250 mgO2/L, maka 30 ml
sampel diencerkan jadi 2 liter dengan faktor pengencer 0,0015.
4. Untuk masing-masing sampel dengan derajat pengencer berbeda dibuat masing-
masing 2 buah, satu untuk analisa pada saat t = 0 dan satu untuk analisa pada t =
5.
Bila salah satu derajat pengencer adalah 0,25 maka 500 ml larutan sampel
diencerkan dengan 1500 ml air pengencer. Pengenceran berikut dibuat dengan
memindahkan 1 liter larutan pertama kedalam labu takar 2 liter dan
mengencerkannya tepat 2 liter dengan air pengencer, dst.
5. Inkubasi
Botol-botol BOD yang telah berisi sampel yang diencerkan beserta satu blanko
yang hanya mengandung larutan pengencer di simpan dalam inkubator pada suhu
20°C selam 1 jam, setelah satu jam botol dibuka dan diisi dengan larutan
pengencer hingga didalam botol tidak ada gelembung udara.
6. Botol sampel untuk penentuan oksigen terlarut mula-mula langsung dianalisa
kadar oksigen terlarutnya, sedangkan botol sampel untuk penentuan BOD5
dilanjutkan inkubasinya.

7. Analisis oksigen terlarut


Sampel blanko dan sampel dengan berbagai variasi pengenceran dianalisa kadar
oksigen terlarutnya pada t = 0 atau oksigen terlarut mula-mula sebagai berikut :
a. Masukkan sampel kedalam botol BOD 300 mL sampai penuh.
b. Kedalam sampel ditambahkan 2 ml larutan mangan sulfat dibawah permukaan
cairan.
c. Kemudian tambahkan 2 ml larutan alkali-iodida-azida kemudian botol ditutup
kembali, kemudian dikocok dengan membalik-balikkan botol beberapa kali.
c. Biarkan gumpalan mengendap selama 10 menit, bila proses pengendapan
sudah sempurna, tambahkan 2 ml asam sulfat pekat pada larutan yang
mengendap dalam botol Winkler yang dialirkan melalui dinding bagian dalam
leher botol, kemudian botol segera tutup kembali.
d. Botol digoyang dengan hati-hati sehingga semua endapan melarut, seluruh isi
botol dituang kedalam erlenmeyer 500.
e. Selanjutnya titrasi dengan larutan tiosulfat 0,025 N sehingga berwarna kuning,
catat volume larutan natrium tiosulfat yang digunakan.
f. Tambahkan 1 mL larutan indikator amilum (akan timbul warna biru),
lanjutkan titrasi dengan Natrium tiosulfat hingga warna biru hilang untuk
pertama kali (setelah beberapa menit akan timbul lagi), catat volume Natrium
tiosulfat yang digunakan.
g. Lakukan perlakuan yang sma terrhadap sampel akuades sebagao blanko.
8. Setelah 5 hari tentukan kadar oksigen terlarut dalam botol-botol BOD dan blanko.

IV. Perhitungan

a x N x 8000
DO =
V–4
Keterangan:
DO = oksigen terlarut (mg O2/lt)
A = volume titran natriumtiosulfat (ml)
N = normalitas larutan natriumtiosulfat (ek/lt)
V = volume botol Winkler (ml)

(X0 – X5) – (B0 - B5) (1- P)


20
BOD5 =
P

Keterangan:
BOD520 = sebagai mg O2/lt
X0 = DO (oksigen terlarut) sampel pada saat t = 0 (mg O2/lt)
X5 = DO sampel pada saat t = 5 hari (mg O2/lt)
B0 = DO blangko pada saat t = 0 (mg O2/lt)
B5 = DO blangko pada saat t = 5 hari (mg O2/lt)
P = Faktor pengenceran

PERCOBAAN IV
ANALISIS KESADAHAN TOTAL, ALKALINITAS, DAN ASIDITAS

A. Analisis kesadahan total


I. Landasan teori
Kesadahan air menunjukkan adanya garam-garam kalsium, magnesium berdasarkan
sifatnya kesadahan dibagi menjadi dua yaitu
1. Kesadahan tetap yang disebabkan oleh garam-garam CaCl 2, MgCl2, CaSO4, MgSO4,
yang tidak akan hilang meskipun telah dididihkan.
2. Kesadahan sementara disebabkan oleh adanya garam-garam Ca(HCO 3)2 atau
Mg(HCO3)2 yang akan hilang apabila air dididihkan.
Kesadahan total merupakan jumlah ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang dapat ditentukan
melalui titrasi dengan EDTA sebagai titran dan menggunakan indikator yang peka terhadap
kedua kation tersebut yaitu indikator Eriokrom hitam T (Eriocrome Blak T). Indikator
Eriokrom hitam T adalah sejenis indikator yang bewarna merah muda bila berada dalam
larutan yang mengandung ion kalsium dan ion magnesium dengan pH 10 ±0,1.
Dasar penentuan kesadahan adalah dengan mereaksikannya dengan asam etilen
diamin tetraasetat (EDTA) sehingga ion-ion logam penyebab kesadahan tersebut membentuk
khelat dan mengendap. Banyaknya EDTA equivalent dengan tingkat kesadahan. Kesadahan
2+ 2+
total juga dapat ditentukan dengan menjumlahkan ion Ca dan Mg yang dianalisis secara
terpisah dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom.
Biasanya untuk penentuan tingkat kesadahan dipakai standar unit ppm CaCO 3 seperti
tertera dalam table berikut ini:

Tingkat kesadahan ppm CaCO3


Air lunak (soft water) < 50 ppm
Air sedikit sadah 50-100 ppm
Air sadah 100-200 ppm
Air sadah sekali (hard water) > 200 ppm

II. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Erlenmeyer 200 ml.
b. Pipet volume 25 ml,
2. Bahan
a. Larutan buffer ammonium chloride:16,9 gram ammonium chlorida (NH 4Cl)
dilarutkan dalam 143 ml larutan NH 4OH pekat yang sudah berada dalam labu takar
250 ml, kocok dan encerkan sampai 250 ml dengan akuades. Simpanlah larutan
buffer dalam botol plastik dan tertutup baik.
b. Larutan EDTA 0,01 M. Larutkan 3,723 gram dinatrium EDTA (dihidrat) p.a dalam
akuades dan encerkan dalam labu takar sampai 1 L. Standarisasi dengan larutan
kalsium standar (1 ml = 1 mg CaCO3).
c. Larutan standar primer Ca2+, keringkan CaCO3 pada 105°C semalam dan ditimbang 1
gram, kemudian dilarutkan dalam HCl 1+1 (yaitu larutan yang terdiri 1 bagian HCl
pekat dan 1 bagian akuades) tetes demi tetes sampai CaCO 3 larut semua. Tambahkan
200 ml akuades dan didihkan beberapa menit untuk menghilangkan CO 2, dinginkan
dan tambahkan beberapa tetes indikator metil merah dan atur sampai berwarna
orange dengan menambahkan NH4OH 3N. Pindahkan ke dalam labu takar 1 lt dan
tambahkan akuades hingga 1 lt. Larutan standar tersebut mengandung 1 mg CaCO 3
dalam 1 ml.
d. Indikator : Campuran 0,5 g Eriokrom hitam-T dan 100 g NaCl kering kemudian giling
dalam mortar sampai menjadi bubuk halus. Simpan dalam botol kaca yang tertutup
dengan baik. Indikator ini dapat bertahan lebih dari 1 tahun. Atau sebagai alternatif
lain larutkan indikator tersebut dalam 20 ml akuades dengan pemanasan, larutan ini
stabil selama satu minggu.
III. Prosedur Kerja
a. Pengawetan sampel
Bila sampel harus disimpan lebih dari 2 hari lebih baik diasamkan sampai pH ≤ 5
dahulu atau diasamkan 1 jam sebelum analisis supaya semua endapan CaCO3 terlarut
kembali.

a. Prosedur analisis Kesadahan Total


1. Ambil 25 mL larutan sampel air
2. Tambahkan 0,5 ml larutan buffer, untuk membuat pH larutan sampel 10,0-10,1.
3. Tambahkan indikator EBT beberapa tetes bila air sadah akan berwarna merah.
4. Titrasi perlahan-lahan dengan larutan EDTA sampai warna merah hilang berubah
menjadi biru. Titrasi harus dilakukan dengan cukup pelan dengan waktu tunggu
beberapa detik antara dua penambahan titran namun harus selesai dalam waktu 5
menit pada saat warna merah hilang sama sekali menjadi biru.
5. Catat konsentrasi EDTA yang digunakan.

IV. Perhitungan
ml EDTA
Kesadahan total (mg/lt) = x100,1 x 1000
ml sampel

Keterangan:
a = mg CaCO3 equivalen tiap ml EDTA
ml sampel = ml sampel

b. Prosedur analisis Kesadahan Tetap

1. Didihkan sampel air, dinginkan.


2. Saring sampel dengan kertas saring whatman.
3. Ambil 25 mL larutan sampel air
4. Tambahkan 0,5 ml larutan buffer, untuk membuat pH larutan sampel 10,0-10,1.
5. Tambahkan indikator EBT beberapa tetes bila air sadah akan berwarna merah.
6. Titrasi perlahan-lahan dengan larutan EDTA sampai warna merah hilang berubah menjadi
biru. Catat konsentrasi EDTA yang digunakan, hitung nilai kesadahan tetap dengan rumus
yang sama dengan kesadahan total.

Kesadahan sementara = Nilai Kesadahan Total - Nilai Kesadahan Tetap.

B. Analisis alkalinitas
I. Landasan teori
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa penurun
nilai pH larutan. Sama halnya dengan larutan buffer, alkalinitas merupakan pertahanan air
terhadap pengasaman. Alkalinitas dalam air disebabkan oleh ion-ion karbonat, bikarbonat,
hidroksida, borat, fosfat dan juga silikat.
Air leding memerlukan nilai alkalinitas tertentu, kadar alkalinitas yang terlalu tinggi
dibandingkan kadar kesadahan dapat menyebabkan karat pada pipa, sebaliknya jika kadar
alkalinitas yang rendah dan tidak seimbang dengan kesadahan dapat menyebabkan kerak
CaCO3 pada dinding pipa sehingga memperkecil penampang pipa.
Dalam air buangan khususnya dari industri, kadar alkalinitas yang tinggi
menunjukkan adanya senyawa garam dari asam lemah seperti asam asetat, propionat,
amoniak dan sulfit (SO32-). Alkalinitas juga merupakan parameter pengontrol untuk anaerobik
digester dan instalasi lumpur aktif.
Alkalinitas ditetapkan melalui titrasi asam basa, asam kuat seperti asam sulfat dan
asam klorida menetralkan zat-zat alkalinitas yang merupakan basa sampai titik akhir titrasi.
Titik ekuivalen kira-kira pada pH 8,3 dan pH 4,5.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
OH- + H+ H2O
CO32- + H+ HCO3 pada pH 8.3
HCO3- + H+ H2O + CO2 pada pH 4,5

II. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Gelas beker 200 ml atau 100 ml kalau contoh air 50 ml.
b. Buret 50 ml atau 25 ml.
c. Pengaduk magnetik
d. Pipet 100 ml atau 50 ml
e. 3 labu takar 1 liter
2. Bahan
a. Larutan standar asam sulfat 0,02 N
b. Larutan standar asam sulfat 0,1 N, larutan ini harus distandarkan dengan titrasi asam
menggunakan larutan standar NaOH 0,1 N dengan indikator metil oranye atau pH
meter dengan pH titik akhir titrasi adalah 7.
c. Larutan standar NaOH 0,1 N, dapat dibuat langsung dari ampul Merck yang khusus
NaOH 1 N, atau dapat juga dibuat dari butir NaOH, karena butir NaOH higroskopis
sebelum digunakan sebaiknya dikering dalam oven 60°C selama 1 jam kemudian
didinginkan dalam desikator selama 30 menit.
d. Indikator fenolflatein (pp)
Larutkan 0,05 gram bubuk fenolflatein didalam pelarut yang terdiri dari 50 ml etanol
dan 50 ml air suling.
e. Indikator metil oranye
Larutkan 1 mg bubuk metil oranye dalam 50 ml pelarut yang terdiri dari 70% etanol
dan 30% air suling, indikator ini bisa diganti dengan indikator campuran bromkresol
hijau dan metil merah yang perubahan warnanya meliputi daerah pH yang lebih luas.
Indikator campuran dapat dibuat dengan menambahkan 100 mg bubuk garam natrium
bromkresol hijau serta 20 mg bubuk garam natrium metil merah kedalam 100 ml
akuades.

III. Prosedur Kerja


c. Pengambilan dan pengawetan sampel
Gunakan botol yang terbuat dari polietilen atau kaca borosilikat. Isi botol sampai
penuh dan tutup dengan baik supaya tidak ada kontak antara cairan dan udara. Simpan
pada suhu rendah (1-5°C). Ganggang dan bakteri dapat menurunkan atau
menambahkan kadar CO2 sehingga analisa harus dilaksanakan secepat mungkin
paling lambat 1 hari, kalau kegiataan biologis ternyata tinggi misalnya suhu atau
kadar organis agak tinggi, paling lambat 6 jam. Lama waktu pengawetan untuk air
sungai paling lambat 6 jam, untuk air sumur paling lambat 24 jam dan air dari sistem
pengolahan lumpur aktif harus segera dianalisa.
b. Prosedur analisis
1. Tambahkan beberapa tetes indikator pp pada 50 ml sampel air yang berada dalam
beker 100 ml.
2. Lanjutkan dengan penambahan 3 tetes indikator metal oranye, sampai warna
larutan menjadi kuning.
3. Titrasikan larutan dengan larutan asam sulfat 0,02N sampail larutan menjadi
berwarna oranye.
4. Catat volume asam sulfat yang digunakan

IV. Perhitungan
AxB
Alkalinitas (mg CaCO3/L) = x 1000 x 50,4
C

Keterangan:
A = ml H2SO4
B = normalitas asam sulfat (biasanya 0,02N)
C = ml sampel
50,4 = berat ekuivalen CaCO3
C. Analisis Asiditas

I. Landasan teori
Analisis asiditas merupakan pengukuran konsentrasi asam-asam kuat dan asam-asam
lemah dalam air yang dapat bereaksi dengan ion-ion hidroksil termasuk gas-gas yang terlarut
dalam sampel. Sampel air dititrasi dengan larutan natrium hidroksida bebas karbonat dimana
akhir titrasi ditentukan dengan pengamatan pH meter yaitu pada pH 8,3. nilai asiditas yang
diperoleh sebagai mikroequivalen per liter (µeq/L).

II. Alat dan Bahan


1. Alat
a. pH meter dengan elektroda
b. Mikroburet
c. Pengaduk magnet
d. Erlemeyer
e. Gelas beker

2. Bahan
a. Larutan standar NaOH 1N, dibuat dengan melarutkan 40gr NaOH dalam 250 ml
akuades selanjutnya dimasukkan dalam labu takar 1 liter dan diencerkan dengan
akuades hingga tepat 1 liter.
b. Larutan standar NaOH 0,02 N, dibuat dengan mengencerkan 20 ml NaOH 1N dengan
akuades bebas CO2 hingga 1 liter. Standarisasi larutan NaOH 0,02 N tersebut dengan
larutan KHC8H4O4.

III. Prosedur Kerja


a. Pengambilan dan pengawetan sampel
Botol sampel harus diisi penuh lalu ditutup rapat dan disimpan dalam keadaan dingin
pada 4 ̊C. Harus dihindari kontak langsung dengan udara luar dan hanya dibuka pada
saat akan dianalisis.
b. Prosedur analisis
1. Dipipet 50ml sampel dan dimasukkan kedalm erlemeyer, periksa pH larutan
sampae, jika < 3 teteskan 3 tetes indikator MO dan dikocok sampai merata.
2. Titrasi dengan larutan NaOH 0,02N sampai terjadi perubahan warna dari merah
atau jingga kuning menjadi oranye.
3. Tambahkan indikator pp 3 tetes, dikocok hingga merata, selanjutnya titrasi dengan
NaOH sampai muncul warna merah jambu pertama kali

III. Perhitungan

mlB

Asiditas µeq/L = x NB x 105

mlS

Keterangan :

mlB = ml NaOH

mlS = ml sampel
NB = Normalitas NaOH

PERCOBAAN VIII
ANALISIS KADAR BESI, MAGNESIUM DAN KALSIUM DALAM AIR
I. Landasan Teori
Nilai parameter kualitas air dipengaruhi oleh komposisi air sungai. Limbah buangan
industri yang dilepaskan ke sungai dapat mempengaruhi komposisi air sungai. Dalam proses
pengolahan industri dihasilkan berbagai limbah. Terdapat berbagai jenis limbah industri salah
satunya yaitu besi (Fe), besi berasal dari korosi pipa-pipa air, industri baja, pupuk, pestisida,
keramik, dan baterai. Air yang mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila
dikonsumsi selain itu dalam dosis yang besar dapat merusak organ-organ dalam pada tubuh
manusia. Besi merupakan salah satu mineral penting yang dibutuhkan manusia.
Di dalam makanan, besi berupa ion-ion yaitu ion Fe 2+ dan Fe3+. Adanya unsur besi di
dalam tubuh berfungsi untuk memenuhi kebutuhan akan unsur tersebut dalam mengatur
metabolisme tubuh dan pembentukan sel darah merah, namun jika jumlah yang dikonsumsi
terlalu berlebihan maka akan membahayakan kesehatan, seperti menyebabkan kerusakan hati,
diabetes, dan penyumbatan pembuluh jantung serta berdampak buruk bagi lingkungan,
seperti timbulnya warna coklat pada air.
Kalsium adalah logam putih perak yang agak lunak, melebur pada suhu 845, ia
terserang oleh oksigen atmosfer dan lembab. Pada reaksi ini terbentuk kalsium oksida atau
kalsium hidroksida. Kalsium menguraikan air dengan membentuk kalsium hidroksida dan
hydrogen. (Svehla,1985).

Magnesium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang
Mg dan nomor atom 12. Ia berupa padatan abu-abu mengkilap yang memiliki kemiripan fisik
dengan lima unsur lainnya pada kolom kedua (golongan 2, atau logam alkali tanah) tabel
periodik: semua unsur golongan 2 memiliki konfigurasi elektron yang sama pada kelopak
elektron terluar dan struktur kristal yang serupa

II. Alat dan bahan


1. Alat

1. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)-nyala.


2. Gelas piala 100 mL dan 250 mL.
3. Pipet volumetrik 10,0 mL dan 50,0 mL.
4. Labu ukur 50,0; 100,0mL.
5. Erlenmeyer 100 mL.
6. Corong gelas.
7. Kaca arloji.
8. Kertas saring whatman 40
9. Timbangan analitik dengan ketelitian 0,0001 g.
10. Labu semprot.
2. Bahan
a. Air bebas mineral.
b. Sampel air sawah, air sumur, air galon
c. Asam nitrat (HNO3) pekat.
d. Larutan standar Fe
e. Larutan standar Mg
f. Larutan standar Ca
g. Gas asetilen (C2H2) HP dengan tekanan minimum 100 psi.
h. Larutan pengencer HNO3 5% (v/v).
i. Larutan pencuci HNO3 5% (v/v).
Tambahkan 50 mL asam nitrat pekat ke dalam 800 mL air bebas mineral ke
dalam gelas piala 1000 mL, lalu tambahkan air bebas mineral hingga 1000 mL
dan homogenkan.

III. Prosedur Kerja


a. Pengawetan contoh uji
Siapkan contoh uji yang telah disaring dengan saringan membran berpori 0,45 μm dan
diawetkan. Bila contoh uji tidak dapat segera diuji, maka contoh uji diawetkan dengan
penambahan HNO3 sampai pH kurang dari 2 dengan waktu simpan maksimal 6 bulan.
b. Pembuatan Deret Standar Fe, Ca dan Mg
1. Dibuat deret standar dengan konsentrasi 0;1;2;3;4;5 dan 6 ppm
2. Ditambahkan dengan larutan larutan HNO3 5% (v/v) sampai tanda Tera
3. Dimasukkan kedalam Botol Vial
c. prosedur dan pembuatan kurva kalibrasi
1. Optimasikan alat SSA sesuai petunjuk pengguanaan alat.
2. Ukur masing-masing larutan kerja yang telah dibuat pada panjang gelombang 248,3
nm.
3. Lakukan pembilasan pada selang aspirator dengan larutan pengencer.
4. Buat kurva kalibrasi untuk mendapatkan persamaan garis regresi.
5. Lanjutkan dengan pengukuran contoh uji yang sudah dipersiapkan.
d. Analisis sampel
1. Masukkan 50,0 mL contoh uji yang sudah dikocok sampai homogen ke dalam gelas
piala 100 mL atau erlenmeyer 100 mL.
2. Tambahkan 5 mL HNO3 pekat, bila menggunakan gelas piala, tutup dengan kaca
arloji dan bila dengan erlenmeyer gunakan corong sebagai penutup.
3. Panaskan perlahan-lahan sampai sisa volumenya 15 mL sampai dengan 20 mL.
4. Ditambahkan 50,0 mL air suling.
5. Contoh uji siap diukur serapannya.

DAFTAR PUSTAKA

Alert, G. dan S. S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.
APHA. 1998. Standard methods for the examination of waters and wastewaters.
APHAAWWA-WEF, Washington, DC.

Day, R.A. dan A. L. Underwood.1986. Analysis Quantitative. Prentice Hall. New York.

Miroslav R,. dan N. B. Vladimir. 1999. Practical Environmental Analysis. The royal Society
of Chemistry, UK.

Suhardi. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisa Air dan Penanganan Limbah. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai