KIMIA LINGKUNGAN
DISUSUN OLEH :
Prismawiryanti, S.Si,M.Si
JURUSAN KIMIA
UNIVERSITAS TADULAKO
TAHUN 2022
TEKNIK SAMPLING
A. Landasan teori
Teknik pengambilan sampel air dapat memperhatikan beberapa hal yang
dikemukakan dalam kumpulan standar nasional Indonesia bidang pekerjaan
umum mengenai kualitas air (1990). Pertimbangan dalam pemilihan lokasi
pengambilan sampel Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan
lokasi pengambilan sampel adalah sebagai berikut.
1. Sampel air limbah harus diambil pada lokasi yang mewakili seluruh
karakteristik limbah dan kemungkinan pencemaran yang akan
ditimbulkannya.
2. Sampel air dari badan air harus diambil dari lokasi yang dapat
menggambarkan karakteristik keseluruhan badan air. Oleh karena itu,
sampel air perlu diambil dari beberapa lokasi dengan debit air yang
harus diketahui.
3. Sumber pencemar yang mencemari badan air yang dipantau harus
diketahui, berupa sumber pencemar setempat (point source) atau
sumber pencemar tersebar (disperse source).
4. Jenis bahan baku dan bahan kimia yang digunakan dalam proses
industri perlu diketahui.
PERCOBAAN I
PENGUJIAN SIFAT FISIK AIR
A. Pengukuran pH
I. Landasan teori
pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan, melalui konsentrasi
(aktivitas) ion H+. Ion H+ merupakan faktor utama untuk mengerti reaksi kimiawi dalam ilmu
kesehatan karena :
Ion H+ selalu ada dalam keseimbangan dinamis dalam air (H 2O) yang membentuk
suasana untuk semua reaksi kimiawi yang berkaitan dengan masalah pencemaran air
dimana sumber ion hidrogen tidak pernah habis.
Ion H+ tidak hanya merupakan unsur molekul air saja tetapi juga merupakan unsur
banyak senyawa lain, sehingga jumlah reaksi tanpa H + dapat dikatakan hanya sedikit
saja.
Kadar ion H+ yang terdapat dalam suatu larutan dapat diukur dengan beberapa cara
antara lain memakai kertas indikator, titrasi asam basa, dan menggunakan alat yang
dinamakan pH meter.
C. Pengukuran Suhu
Suhu air dapat ditentukan dengan thermomerter secara langsung.
a. Alat
1. Termometer
2. Alat-alat gelas
b. Bahan
1. Sampel air
c. Prosedur kerja
1. Air sampel dimasukkan kedalam gelas piala.
2. Masukkan thermometer kedalam sampel dan baca suhunya.
D. Pengujian TDS ( Total Disolved Solids ) Dan TSS ( Total Suspended Solids)
I. Landasan teori
Dalam air alamiah ditemui dua kelompok zat padat, yaitu zat terlarut seperti garam
dan molekul organis dan zat padat tersuspensi dan koloidal seperti tanah liat, kwarts.
Perbedaan pokok antara kedua kelompok zat ini ditentukan melalui ukuran/diameter partikel-
partikel tersebut yang dilihat pada gambar berikut :
Perbedaan antara kedua kelompok zat yang ada di air alam cukup jelas dalam praktek
namun kadang-kadang batasan ini tidak dapat dipastikan secara definitif. Dalam kenyataan
suatu molekul organis polimer tetap bersifat zat terlarut walaupun panjangnya lebih dari 10
µm, sedangkan beberapa jenis zat padat koloid mempunyai sifat dapat bereaksi seperti sifat
zat-zat terlarut.
Analisa zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponen-komponen air
secara lengkap, juga untuk perencanaan serta pengawasan proses-proses pengolahan dalam
bidang air minum maupun dalam penolahan air buangan.
Zat padat yang berada dalam suspensi dapat dibedakan menurut ukurannya
sebagaimana terlihat pada gambar 1 yaitu partikel tersuspensi, koloidal (partikel koloid) dan
pertikel suspensi biasa (partikel tersuspensi). Jenis partikel koloid adalah penyebab
kekeruhan dalam air (efek Tyndal) yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang
menembus suspensi tesebut. Seperti halnya zat terlarut zat padat koloidal dapat berupa zat
anorganik (tanah liat dan kwarts) dan dapat juga berupa zat-zat organik (protein, sisa
ganggang, bakteri dan sisa-sisa tumbuhan).
II. Bahan
a. Kertas saring
III. Prosedur Kerja
1. Analisis zat padat tersuspensi
a. Panaskan kertas saring di dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam.
Dinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian timbang dengan cepat.
b. Pemanasan perlu diulang sampai didapatkan berat yang konstan atau
kehilangan berat sesudah pemanasan ulang kurang dari 0.05 mg.
c. Ukur 100 mL sampel lalu saring pada corong buchner.
d. Oven kertas saring selama 1 jam pada suhu yang sama dengan kertas saring
kosong selama 1 jam lalu masukkan kedalam desikator selama 30 menit. Lalu
timbang kertas saring.
( A−B ) x 1000
TSS ( ppm ) =
V sampel (mL)
Keterangan :
A = kertas saring + sampel
B = kertas saring
2. Analisis zat padat terlarut
Cara Kerja :
a. Panaskan cawan porselen di dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam.
Dinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian timbang dengan cepat.
b. Pemanasan perlu diulang sampai didapatkan berat yang konstan atau
kehilangan berat sesudah pemanasan ulang kurang dari 0.05 mg.
c. Ukur 100 mL sampel lalu saring pada corong buchner.
d. Lalu filtrat dimasukkan kedalam cawan porselen lalu dioven pada suhu yang
sama dengan kertas saring kosong selama 1 jam lalu masukkan kedalam
desikator selama 30 menit. Lalu timbang cawan porselen
( A−B ) x 1000
TSS ( ppm ) =
V sampel (mL)
Keterangan :
A = cawan porselen + sampel
B = cawan kosong
3. Analisis zat padat total
Kadar zat padat total dalam sampel merupakan jumlah zat padat tersuspensi dan zat
padat terlarut.
PERCOBAAN II
ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN KIMIA
(COD ANALYSIS)
I. Landasan teori
Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah
jumlah oksigen (mg) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1
liter sampel air, dimana sebagai pengoksidasi digunakan K 2Cr2O7 sebagai sumber oksigen
(oxiding agent).
Nilai COD suatu sampel air merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat
organis yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Nilai COD yang tinggi
menunjukkan adanya pencemaran air oleh zat-zat organik yang dapat berasal dari berbagai
sumber seperti limbah pabrik, limbah rumah tangga, dan sebagainya.
Prinsip dalam analisis COD ini sebagian besar zat organis dioksidasi oleh larutan
K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih dengan reaksi:
E
CaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+
Ag2SO4
Selama reaksi yang berlangsung kurang lebih 2 jam ini, uap direflux dengan alat
kondensor agar zat organis volatil tidak lenyap keluar. Perak sulfat ditambahkan sebagai
katalisator untuk mempercepat reaksi, sedangkan merkuri sulfat ditambahkan untuk
menghilangkan gangguan klorida yang pada umumnya ada di dalam air buangan.
Untuk memastikan hampir semua zat organis habis teroksidasi maka zat pengoksidasi
K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah direfluks untuk menentukan beberapa oksigen yang telah
terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan Fero Ammonium Sulfat
(FAS) dimana reaksi tersebut berlangsung sebagai berikut:
6Fe2+ + Cr2O72- + 14 H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan adanya perubahan warna larutan dengan
menggunakan indikator feroin (fenantrolin fero sulfat) yaitu warna hijau-biru larutan sampel
berubah menjadi coklat-merah. Untuk mengetahui K2Cr2O7 yang digunakan mula-mula maka
dilakukan perlakuan blangko dengan menggunakan akuades dengan perlakuan yang sama
dengan sampel, karena diharapkan blangko tidak mengandung zat organis yang dapat
dioksidasi oleh K2Cr2O7.
II. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Pemanas listrik
b. Biuret 50 ml
c. Pipet volume 10 ml
d. Dua beker glass 100 ml
2. Bahan
a. Larutan standar Kalium dikromat 0,1 N
Dibuat dengan melarutkan 4,90 gram K2Cr2O7 p.a. (telah dikeringkan dalam oven
pada 105°C selama 2 jam dan didinginkan dalam desikator), tambahkan akuades
sampai 1 liter.
b. HCl 2 N , 500 mL
Dibuat dengan mengisi labu takar 500 mL dengan akuades 100 mL, kemudian
mengambil 82,5 mL HCl pekat dengan pipet ukur, masukkan kedalam labu takar yang
telah diisi akuadest tadi, tambahkan akuadest sampai tanda batas.
c. Membuat indikator amilum 1%, 50 mL
Ditimbang 0,5 gram amilum/kanji, larutkan dalam 50 mL akuadest. Didihkan larutan
tersebut hingga diperoleh larutan amilum yang agak kental.
d. Larutan natrium tiosulfat Na2S2O3 0,1 N, 500 mL
Ditimbang 12,4093 gram natrium tiosulfat, larutkan dengan 200 mL akuades dan
tambahkan natrium bikarbonat ( sebagai pengawet ). Aduk hingga larut sempurna.
Masukkan larutan tersebut ke dalam labu takar volume 500 mL dan tambahkan
akuadest sampai tanda batas.
Standarisai natrium tiosulfat dengan kalium dikromat
Siapkan buret 25 mL dan isi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N, lalu dipipet 25
mL kalium dikromat 0,1 N dan dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 mL dan
ditambahkan 2 gram KI , goyang perlahan-lahan hingga KI larut sempurna. Kemudian
ditambahkan 10 mL HCl 2 N dan diencerkan sampai 200 mL. Dititrasi dengan
natrium tiosulfat 0.1 N hingga berwarna kuning muda. Saat warna kuning muda,
hentikan titrasi dan tambahkan 5 tetes indikator amilum. Lanjutkan titrasi secara
perlahan, dan hentikan titrasi saat warna biru menghilang dan warna hijau muda
muncul. Catat volume natrium tiosulfat hasil titrasi.
V k 2 Cr 2O 7 x N k 2 Cr 2 O7
NNa2C2O3 = VNa 2C 2 O 3
e. Larutan KmnO4 0,1 M
Ditimbang 7,9 gram kalium permanganat dan dilarutkan dengan 100 mL akuades dan
dimasukkan kedalam labu takar 500 mL kemudian ditambahkan akuades hingga tanda
batas
f. Larutan H2SO4 4 N
Masukkan 100 mL akuadest kedalam labu takar 500 mL, diambil 55,48 mL asam
sulfat pekat 98% dan ditambahkan akuades hingga tanda batas.
IV. Perhitungan
(a-b) x N x 8000
COD (mg O2/lt) =
ml sampel
Keterangan:
a = ml Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi blangko
b = ml Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi sampel
N = Normalitas larutan standar Na2S2O3
PERCOBAAN III
ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN BIOLOGI (BOD ANALYSIS)
DAN OKSIGEN TERLARUT (DO ANALYSIS)
I. Landasan teori
Biologycal Oxygen Demand (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologi adalah suatu
analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang
terjadi di dalam air. Nilai BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat
organis yang tersuspensi dalam air.
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air
buangan penduduk atau industri dan untuk mendisain sistem pengolahan biologis untuk air
yang tercemar tersebut. Penguraian zat organis adalah peristiwa alamiah dimana kalau suatu
badan air dicemari oleh zat organis, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air
selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air.
Sehingga keadaan menjadi anaerobik dan menimbulkan bau busuk pada air tersebut.
Pemeriksaan BOD didasarkan atas oksidasi zat organis dengan oksigen di dalam air
dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Sebagai hasil oksidasi akan
terbentuk karbon dioksida, air dan ammoniak. Reaksi oksidasi tersebut dapat dituliskan
sebagai berikut:
Atas dasar reaksi tersebut yang memerlukan kira-kira 2 hari dimana 50% reaksi telah
tercapai, 5 hari supaya 75% reaksi tercapai dan 20 hari supaya 100% reaksi tercapai maka
pemeriksaan BOD dapat digunakan untuk menaksir beban pencemaran zat organis. Dengan
kata lain uji BOD berlaku sebagai simulasi proses biologis secara alamiah. Reaksi biologis
pada analisa BOD dilakukan pada temperatur inkubasi 20°C dan dilakukan selama 5 hari
sehingga digambarkan sebagai BOD205.
Disolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut (OT) sangat penting untuk menunjang
kehidupan ikan dan organisme lainnya. Kemampuan air untuk membersihkan pencemaran
secara alamiah tergantung pada cukup tidaknya kadar oksigen terlarut. Oksigen terlarut
berasal dari udara dan dari proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan air. Terlarutnya oksigen
dalam air tergantung pada temperatur, tekanan barometrik udara, dan kadar mineral dalam
air. Ada dua metoda yang banyak digunakan untuk analisa oksigen terlarut:
a. Metode titrasi dengan cara Winkler
b. Metode elektrokimia dengan DO meter yang menggunakan sebuah elektrode
membran.
Prinsip analisis dengan cara Winkler adalah oksigen di dalam sampel akan
mengoksidasi MnSO4 yang ditambahkan ke dalam larutan dalam keadaan alkalis, sehingga
terjadi endapan MnO2. dengan penambahan asam sulfat dan kalium iodida maka akan
dibebaskan iodin yang ekuivalen dengan oksigen terlarut. Iodine yang dibebaskan tersebut
kemudian akan dianalisa dengan metode titrasi iodomentris yaitu dengan larutan standar
tiosulfat dengan indikator pati.
3. Pengenceran sampel
Oleh karena jumlah oksigen terbatas, maksimum tersedia 9 mgO 2/L maka
sebaiknya oksigen terlarut pada akhir masa inkubasi antara 3 dan 6 mg O 2/L,
maka sampel perlu diencerkan:
Karena kadar BOD tidak diketahui maka beberapa pengenceran harus dicoba
supaya setelah inkubasi selama 5 hari paling sedikit satu sampel masih
mengandung 3 sampai 6 mg O2/L. Sebagai pedoman dapat dilakukan sebagai
berikut :
Sampel air sungai perkiraan BOD5 15 mg O2/L, 500 ml sampel diencerkan
jadi 2 liter dengan derajat pengenceran 0,25.
Sampel air buangan penduduk perkiraan BOD5 250 mgO2/L, maka 30 ml
sampel diencerkan jadi 2 liter dengan faktor pengencer 0,0015.
4. Untuk masing-masing sampel dengan derajat pengencer berbeda dibuat masing-
masing 2 buah, satu untuk analisa pada saat t = 0 dan satu untuk analisa pada t =
5.
Bila salah satu derajat pengencer adalah 0,25 maka 500 ml larutan sampel
diencerkan dengan 1500 ml air pengencer. Pengenceran berikut dibuat dengan
memindahkan 1 liter larutan pertama kedalam labu takar 2 liter dan
mengencerkannya tepat 2 liter dengan air pengencer, dst.
5. Inkubasi
Botol-botol BOD yang telah berisi sampel yang diencerkan beserta satu blanko
yang hanya mengandung larutan pengencer di simpan dalam inkubator pada suhu
20°C selam 1 jam, setelah satu jam botol dibuka dan diisi dengan larutan
pengencer hingga didalam botol tidak ada gelembung udara.
6. Botol sampel untuk penentuan oksigen terlarut mula-mula langsung dianalisa
kadar oksigen terlarutnya, sedangkan botol sampel untuk penentuan BOD5
dilanjutkan inkubasinya.
IV. Perhitungan
a x N x 8000
DO =
V–4
Keterangan:
DO = oksigen terlarut (mg O2/lt)
A = volume titran natriumtiosulfat (ml)
N = normalitas larutan natriumtiosulfat (ek/lt)
V = volume botol Winkler (ml)
Keterangan:
BOD520 = sebagai mg O2/lt
X0 = DO (oksigen terlarut) sampel pada saat t = 0 (mg O2/lt)
X5 = DO sampel pada saat t = 5 hari (mg O2/lt)
B0 = DO blangko pada saat t = 0 (mg O2/lt)
B5 = DO blangko pada saat t = 5 hari (mg O2/lt)
P = Faktor pengenceran
PERCOBAAN IV
ANALISIS KESADAHAN TOTAL, ALKALINITAS, DAN ASIDITAS
IV. Perhitungan
ml EDTA
Kesadahan total (mg/lt) = x100,1 x 1000
ml sampel
Keterangan:
a = mg CaCO3 equivalen tiap ml EDTA
ml sampel = ml sampel
B. Analisis alkalinitas
I. Landasan teori
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa penurun
nilai pH larutan. Sama halnya dengan larutan buffer, alkalinitas merupakan pertahanan air
terhadap pengasaman. Alkalinitas dalam air disebabkan oleh ion-ion karbonat, bikarbonat,
hidroksida, borat, fosfat dan juga silikat.
Air leding memerlukan nilai alkalinitas tertentu, kadar alkalinitas yang terlalu tinggi
dibandingkan kadar kesadahan dapat menyebabkan karat pada pipa, sebaliknya jika kadar
alkalinitas yang rendah dan tidak seimbang dengan kesadahan dapat menyebabkan kerak
CaCO3 pada dinding pipa sehingga memperkecil penampang pipa.
Dalam air buangan khususnya dari industri, kadar alkalinitas yang tinggi
menunjukkan adanya senyawa garam dari asam lemah seperti asam asetat, propionat,
amoniak dan sulfit (SO32-). Alkalinitas juga merupakan parameter pengontrol untuk anaerobik
digester dan instalasi lumpur aktif.
Alkalinitas ditetapkan melalui titrasi asam basa, asam kuat seperti asam sulfat dan
asam klorida menetralkan zat-zat alkalinitas yang merupakan basa sampai titik akhir titrasi.
Titik ekuivalen kira-kira pada pH 8,3 dan pH 4,5.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
OH- + H+ H2O
CO32- + H+ HCO3 pada pH 8.3
HCO3- + H+ H2O + CO2 pada pH 4,5
IV. Perhitungan
AxB
Alkalinitas (mg CaCO3/L) = x 1000 x 50,4
C
Keterangan:
A = ml H2SO4
B = normalitas asam sulfat (biasanya 0,02N)
C = ml sampel
50,4 = berat ekuivalen CaCO3
C. Analisis Asiditas
I. Landasan teori
Analisis asiditas merupakan pengukuran konsentrasi asam-asam kuat dan asam-asam
lemah dalam air yang dapat bereaksi dengan ion-ion hidroksil termasuk gas-gas yang terlarut
dalam sampel. Sampel air dititrasi dengan larutan natrium hidroksida bebas karbonat dimana
akhir titrasi ditentukan dengan pengamatan pH meter yaitu pada pH 8,3. nilai asiditas yang
diperoleh sebagai mikroequivalen per liter (µeq/L).
2. Bahan
a. Larutan standar NaOH 1N, dibuat dengan melarutkan 40gr NaOH dalam 250 ml
akuades selanjutnya dimasukkan dalam labu takar 1 liter dan diencerkan dengan
akuades hingga tepat 1 liter.
b. Larutan standar NaOH 0,02 N, dibuat dengan mengencerkan 20 ml NaOH 1N dengan
akuades bebas CO2 hingga 1 liter. Standarisasi larutan NaOH 0,02 N tersebut dengan
larutan KHC8H4O4.
III. Perhitungan
mlB
mlS
Keterangan :
mlB = ml NaOH
mlS = ml sampel
NB = Normalitas NaOH
PERCOBAAN VIII
ANALISIS KADAR BESI, MAGNESIUM DAN KALSIUM DALAM AIR
I. Landasan Teori
Nilai parameter kualitas air dipengaruhi oleh komposisi air sungai. Limbah buangan
industri yang dilepaskan ke sungai dapat mempengaruhi komposisi air sungai. Dalam proses
pengolahan industri dihasilkan berbagai limbah. Terdapat berbagai jenis limbah industri salah
satunya yaitu besi (Fe), besi berasal dari korosi pipa-pipa air, industri baja, pupuk, pestisida,
keramik, dan baterai. Air yang mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila
dikonsumsi selain itu dalam dosis yang besar dapat merusak organ-organ dalam pada tubuh
manusia. Besi merupakan salah satu mineral penting yang dibutuhkan manusia.
Di dalam makanan, besi berupa ion-ion yaitu ion Fe 2+ dan Fe3+. Adanya unsur besi di
dalam tubuh berfungsi untuk memenuhi kebutuhan akan unsur tersebut dalam mengatur
metabolisme tubuh dan pembentukan sel darah merah, namun jika jumlah yang dikonsumsi
terlalu berlebihan maka akan membahayakan kesehatan, seperti menyebabkan kerusakan hati,
diabetes, dan penyumbatan pembuluh jantung serta berdampak buruk bagi lingkungan,
seperti timbulnya warna coklat pada air.
Kalsium adalah logam putih perak yang agak lunak, melebur pada suhu 845, ia
terserang oleh oksigen atmosfer dan lembab. Pada reaksi ini terbentuk kalsium oksida atau
kalsium hidroksida. Kalsium menguraikan air dengan membentuk kalsium hidroksida dan
hydrogen. (Svehla,1985).
Magnesium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang
Mg dan nomor atom 12. Ia berupa padatan abu-abu mengkilap yang memiliki kemiripan fisik
dengan lima unsur lainnya pada kolom kedua (golongan 2, atau logam alkali tanah) tabel
periodik: semua unsur golongan 2 memiliki konfigurasi elektron yang sama pada kelopak
elektron terluar dan struktur kristal yang serupa
DAFTAR PUSTAKA
Alert, G. dan S. S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.
APHA. 1998. Standard methods for the examination of waters and wastewaters.
APHAAWWA-WEF, Washington, DC.
Day, R.A. dan A. L. Underwood.1986. Analysis Quantitative. Prentice Hall. New York.
Miroslav R,. dan N. B. Vladimir. 1999. Practical Environmental Analysis. The royal Society
of Chemistry, UK.
Suhardi. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisa Air dan Penanganan Limbah. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.