Anda di halaman 1dari 21

Produktivitas Perairan di Embung C Universitas Lampung

(Laporan Akhir Praktikum Produktivitas Perairan)

Oleh
Arley Arliansyah
1914201022
Kelompok 1

PROGRAM STUDI SUMBERDAYA AKUATIK


JURUSAN PERIKAKAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVESITAS LAMPUNG
2021
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Produktivitas merupakan hal penting di wilayah perairan khususnya dalam bidang
perikanan. Produktivitas primer sebagai derajat penyimpanan energi matahari
dalam bentuk bahan organik, sebagai hasil fotosintesis dan kemosintesis dari
produsen primer. Produktivitas primer diistilahkan sebaga laju fiksasi karbon
didalam perairan dan biasanya diekspresikan sebagai gram karbon yang
diproduksi per satuan waktu. Produktivitas primer merupakan sumber utama
energi bagi proses matabolit yang terjadi dalam perairan.

Pada ekosistem perairan sebagian besar produktivitas primer dihasilkan oleh


fitoplankton . fitoplankton adalah organisme mikroskopik yang hidupnya
melayang dekat dengan permukaan air. Keberadaan fitoplankton dapat dijadikan
sebagai bioindikator adanya perubahan lingkungan perairan yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan suatu ekosistem akibat pencemaran. Mikro algae plankton
merupakan parameter biologi yang erat hubungannya dengan zat hara.
Kelimpahan fitoplankton dapat mengasimilasi sebagian besar zat hara dari
perairan. Kelimpahan plankton di suatu perairan akan dipengaruhi oleh parameter
lingkungan termasuk kualitas perairan dan fisiologi.

Apabila ada masukan bahan-bahan organik pada daerah perairan yang ada
disekitar akan meningkatkan kekeruhan dan mencemari daerah tersebut. Hal
tersebut akan memengaruhi keanekaragaman fitoplankton di dalamnya karena
ketersediaan unsur hara yang tersebar tidak merata dan kurangnya penetrasi
cahaya. Selain Fitoplankton ada juga zooplankton dan benthos yang dapat
menjadi indikator tingkat produktivitas di suatu perairan. Organisme tersebut
merupakan produsen primer dan sekunder di dalam perairan.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui produktivitas perairan di embung c universitas lampung
2. Mengetahui kondisi perairan embung c melalui pengukuran parameter kualitas
air
3. Mengetahui hubungan parameter kualitas air terhadap nilai produktivitas
perairan di embung c universitas lampung
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plankton
Plankton adalah organisme yang hidupnya melayang di dalam air. Dimana
kemampuan geraknya sangat terbatas hingga organisme tersebut terbawa oleh arus
namun, mempunyai peranan penting dalam ekosistem laut, karena plankton
menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis hewan laut lainnya. Selain itu hampir
semua hewan laut memulai kehidupannya sebagai plankton terutama pada tahap
masih berupa telur dan larva (Nontji, 2005). Plankton terdiri dari fitoplankton dan
zooplankton. Fitoplankton adalah plankton menyerupai tumbuhan yang bebas
melayang dan hanyut dalam perairan serta mampu berfotosintesis. Zooplankton
adalah organisme renik yang hidup melayang-layang mengikuti pergerakan udara
yang berasal dari jasad hewani (Gusrina, 2008). Plankton sebagai bioindikator
kualitas suatu perairan perairan menggenang dapat ditentukan berdasarkan
fluktuasi populasi plankton yang mempengaruhi tingkat tropik perairan tersebut.
Unsur nutrisi berupa nitrogen dan fosfor yang terakumulasi dalam suatu perairan
akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi fioplankton dan proses ini akan
menyebabkan terjadinya eutrofikasi yang dapat menurunkan kualitas perairan
(Umar, 2002).

2.2 Klorofil –a
Klorofil-a merupakan indikator kelimpahan fitoplankton di perairan yang
berperan dalam proses fotosintesis (Zhang, 2015). Beberapa parameter fisika
kimia yang mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya dan nutrien.
Perbedaan parameter tersebut menjadi penyebab bervariasinya produktivitas
primer di beberapa tempat di laut (Samawi, 2007). Pada umumnya sebaran
konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai sebagai akibat dari tingginya
masukan nutrien yang berasal dari daratan melalui limpasan air sungai, dan
sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas pantai. Sebaran klorofil-a di dalam
kolom perairan sangat tergantung pada konsentrasi nutrien (Canion et al., 2013).
2.3 Produktivitas Primer
Produktivitas primer dari suatu ekosistem didefinisikan sebagai jumlah energi
yang diserap dan disimpan oleh organisme-organisme produser melalui kegiatan
fotosintesis dan kemosintesis dalam suatu periode waktu tertentu (Widianingsih,
2002). Produktivitas primer bersih adalah istilah yang digunakan untuk jumlah
sisa produktivitas primer kotor yang sebagian digunakan oleh tumbuhan. Untuk
respirasi, produktivitas primer inilah yang tersedia bagi tingkat-tingkatan tropik
lain (Nybakken. 1992). Dalam produktivitas primer yang terjadi reduksi
karbondioksida dengan atomhidrogen dari udara untuk menghasilkan gula
sederhana dan selanjutnya membentuk molekul organik yang lebih kompleks
dengan menggunakan energi matahari yang ditangkap klorofil (Harper, 1992).

2.4 Faktor Fisika dan Kimia


Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintnag, ketinggian dari permukaan
laut, sikulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman dari badan air.
Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi dibadan air
(Haslam, 1995). Faktor cahaya matahari yang masuk kedalam air akan
mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan
diserap dan sebagian lagi akan dipantulkan kembali (Barus, 2004). Nilai pH
sangat berpengaruh terhadap proses biokimiawi suatu perairan, misalnya proses
nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Fosfor merupakan unsur yang esensial
bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae, sehingga unsur ini menjadi faktor
pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta mempengaruhi tingkat
produktivitas perairan. Nitrogen dan senyawanya tersebar secara luas dalam
biosfer. Meskipun ditemukan dalam jumlah yang melimpah di lapisan atmosfer,
akan tetapi nitrogen tidak dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup secara
langsung. Nitrogen harus mengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi NH3, NH4,
dan NO3 (Effendi, 2003).
III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis 19 Oktoberber 2021, bertempat di
kolam Laboratoriun Terpadu dan laboratorium Jurusan Perikanan dan Kelautan
Universitas Lampung.

3.2 Alat Dan Bahan


Alat yang digunakkan dalam praktikum ini anatara lain botol BOD, water sampler
(Kemmerer atau van Dorn water sampler) jika diperlukan untuk air contoh dari
kedalaman tertentu, peralatan untuk analisis DO, penyangga botol BOD saat
inkubasi, Filter Millipore (Tipe HA, 47 mm, 0,45 µm porositas), Pompa vakum,
Tissue grinder berkapasitas 10 ml dan batang penggerus, Sentrifus,
Spektrofotometer. Sedangkan Bahan yang digunakan dalam praktrikum ini antara
lain air contoh yang diinkubasi, reagen untuk analisis DO, Aseton 90% , Larutan
MgCO3 1%.

3.3 Metodologi Praktikum


3.3.1 Plankton
Prosedur kerja praktikum sebagai berikut:
1. Ambilah sampel plankton dari badan air dengan menggunakan gayung,
selanjutnya disaring dengan menggunakan plankton net dan dimasukan
ke dalam botol sampel dan diberi larutan pengawet untuk selanjutnya
dibawa ke laboratorium.
2. Sampel plankton yang dibawa dari lapangan selanjutnya diperiksa di
laboratorium. 3. Memasukan sampel air ke dalam counting chamber
dengan menggunakan pipet hingga penuh (1 ml) lalu tutup dengan cover
glass.
3. Amati dibawah mikroskop, lalu catat jenis dan hitung jumlahnya.
4. Hitung kelimpahan dan indeks diversitasnya dengan Indeks Shannon-
Wiener dan Indeks Diversitas Simpson.
3.3.2 Klorofil-a
Sampel air sebanyak 100-200 ml disaring dengan menggunakan filter milipore
dengan ukuran pori 0,45 µm. Untuk memperlancar penyaringan digunakan pompa
hisap dengan tekanan hisap tidak lebih dari 50 cm hg. Air sampel ditambah
beberapa tetas MgCO3 guna mengawetkan klorofil-a. Klorofil-a yang tersaring
dan kertas saring dilarutkan dalam aceton 90% sebanyak 10 ml, kemudian
dimasukkan ke dalam lemari pendingin selama 20 jam. Larutan sampel
disentrifuse selama 30 menit dengan kecepatan 4.000 rpm, larutan yang dihasilkan
dipindah ke dalam tabung spektrofotometer untuk dianalisis kerapatan optiknya
(optical density) dengan panjang gelombang 750, 664, 647, dan 630 nm. Sisa
aceton dari tabung reaksi diambil dan diukur volumenya (v). Kandungan klorofil-
a dihitung dengan menggunakan rumus :

C = konsentrasi klorofil-a (µg/l)


Ca = konsentrasi klorofil-a dari koreksi optic
= 11,85 (D664-D750) – 1,54 (D647-D750) – 0,08 (D630-D750)
V = volume akhir ekstrak (ml)
V = volume sampel (ml)
Tingkat produktivitas perairan ditentukan dengan hasil konsentrasi klorofil-a yang
didapatkan (Beverage. 1964). Hasil dari pengukuran klorofil-a dapat
dikonversikan dalam bentuk produktivitas primer dengan menggunakan rumus
sebagai berikut. Produktivitas Primer (mg/cm3 ) = 56,5 x (klorofil-a)0,61
Catatan:
 Kuvet (gelas spektrofotometer) yang digunakan harus terbuat dari bahan
kaca, bukan dari plastik, karena bahan plastik tertentu dapat larut dalam
aseton
 Tabung “tissue grinder” dan wadah ekstraksi serta kuve perlu dicuci
dengan cermat untuk menghindari kontaminasi dari filter. Bilas wadah-
wadah tersebut dengan “reagent grade aceton” lalu cuci dengan air sabun
panas, bilas dengan air kran, bilas lagi dengan aseton, akhirnya bilas
dengan akuades atau air bebas ion.
 Pengukuran kandungan klorofil-a suatu perairan dapat merupakan
alternatif bagi estimasi kandungan fitoplankton yang ada. Meskipun jenis
atau kelompok plankton yang ada tidak diketahui, demikian juga estimasi
jumlah yang diperoleh juga tidak berupa jumlah individu per liter, tetapi
cukup memadai untuk mengetahui atau menduga gambaran jumlah
totalnya dari µg/l klorofil-a yang diperoleh.
3.3.3 Produktifitas Primer
 Siapkan sekurang-kurangnya 3 botol standar BOD (masing-masing dengan
volume ± 300 cc). Salah satu dari botol tersebut dilapisi dengan plastik
hitam atau isolasi (‘cellotape’) hitam rapat-rapat sehingga cahaya tidak
masuk ke dalam botol (botol gelap); botol-botol lainnya dibiarkan terang.
 Secara berturut-turut dan hati-hati, masukkan air contoh yang diperoleh
dari kedalaman tertentu kedalam botol gelap (D, dark bottle), botol terang
(L, light bottle), dan botol terang yang lain yang akan disebut botol awal
(I, initial bottle). Hindari terbentuknya gelembung-gelembung udara dalam
botol.
 Benamkan dan gantungkan satu botol gelap dan satu botol terang yang
sudah berisi contoh air di lokasi contoh air tersebut berasal (misal pada
interval kedalaman 1 m, 3 m, dan 5 m di suatu danau atau kolam). Biarkan
botol-botol ini berada dalam air atau diinkubasi selama periode waktu
tertentu (3-6 jam). Terhadap satu botol terang yang lain (initial bottle)
segera dilakukan pengukuran kandungan oksigen terlarut dengan metode
Winkler atau dengan alat DO-meter.
 Setelah masa inkubasi (antara 3 sampai 6 jam inkubasi) berakhir, botol-
botol terang dan gelap tersebut diangkat untuk segera dilakukan analisis
kandungan oksigen terlarut. Catat kandungan oksigen (mg/L) dari masing-
masing botol dalam suatu tabel, sesuai dengan kedalamannya.
Konversikan nilai respirasi, R dari satuan mgO2/L/3jam menjadi
mgO2/L/hari didasarkan pada asumsi bahwa laju respirasi pada periode
singkat akan berlangsung secara konstan selama periode 24 jam. Hal ini
diragukan oleh Beyer, 1965 dalam Boyd (1979), tapi sampai sejauh ini
tidak ada cara praktis untuk mengatasi kelemahan tersebut.
GPP = Produktivitas primer kotor = kadar O2 pada botol terang dikurangi
kadar O2 pada botol gelap; atau GPP = L - D (mgO2/L)
NPP = Produktivitas primer bersih = kadar O2 pada botol terang dikurangi
kadar O2 pada botol awal (inisial); atau NPP = L - I (mgO2/L)

Satuan dan masing-masing parameter di atas masih dalam mg O2/L per


lama waktu inkubasi (t). Untuk mengubah satuan ini menjadi mg C/L/t
dapat digunakan rumus sebagai berikut:
R = 0.375 (I - D) RQ
GPP = 0.375 (L - D) PQ
NPP = 0.375 (L - I) PQ

3.3.4 Faktor Fisika Dan Kimia


A. Suhu
 Rendam termometer dalam air dingin selama beberapa waktu sebelum
melakukan pengukuran. Ini akan membuat air raksa pada termometer
yang tadinya menunjukkan suhu ruangan segera turun.
 Untuk dapat mempercepat dalam hal proses turunnya suhu, kalian bisa
mengibas-ngibaskan atau mengocok-ngocok termometer. Caranya
pegang termometer pada bagian ujung yang tidak bewarna silver
(ujung kaca) dan kemudian ayun-ayunkan ke bawah untuk
mempercepat turunnya suhu termometer.
 Setelah 3 menit segera angkat termometer ke arah cahaya dan lihat
berapa angka yang ditunjukkan oleh raksa di termometer.
  Setelah menggunakan termometer, pastikan kalian membersihkan
termometer tersebut pada air yang mengalir menggunakan sabun yang
tidak terlalu keras dan bisa juga menggunakan alkohol.
 Keringkan dengan bantuan lap dan letakkan termometer pada wadah
yang disediakan. Hal ini akan menjada termometer tetap bersih dan
steril untuk pengukuran selanjutnya.
B. Kecerahan
Penurunan secchi diks diharapkan pada tempat yang terpapar langsung
dengan cahaya atau tidak membelakangi cahaya, hal ini agar lebih mudah
untuk melihat/mengamati secchi disk.
 Terlebih dahulu ikatkan secchi disk dengan tali
 Turunkan piring secchi disk ke perairan secara perlahan, sampai tidak
terlihat
 Catat dikedalaman berapa meter secchi disk tidak terlihat (D1)
 Angkat perlahan secchi disk sampai dengan terlihat
 Kemudian catat dikedalam berapa meter secchi diks terlihat (D2)
 Untuk mendapatkan hasil yang maksimal ulangi langkah tersebut
sampai 3 x
C. Ph
Sediakan alat yang akan digunakan, yakni kertas pH dan pH meter.
Celupkan kertas pH kedalam perairan, setelah kertas pH basah angkat
keras pH tersebut lalu tunggu beberapa saat. Lihat perubahan warna yang
terjadi pada kertas pH dan bandingkan warna tersebut dengan papan
standar nilai pH lalu catat hasilnya.
D. Orthofosfat
 Mengambil sampel air yang dengan menggunakan pipet 2,0 yang telah
disaring, lalu memasukkan ke dalam tabung reaksi.
 Menambahkan 2,0 ml H3BO3 1%, lalu mengaduknya.
 Menambahkan 3,0 ml larutan pengoksid fosfat (campuran antara
Asam sulfat 2,5 M, asam ascorbic & ammonium molybdate) lalu
mengaduknya. Dan biarkan satu jam, agar terjadi reaksi yang
sempurna.
 Membuat larutan blanko dari 2,0 ml akuades. Dengan melakukan
prosedur b dan c
 Memilih program pengukuran fosfat pada alat spektrofotometer
 Memasukkan ke dalam kuvet larutan blanko yang telah dibuat
kemudian memasukkan kuvet ke alat Spektrofotometer kemudian
menekan “Zero”
 Setelah itu memasukkan kuvet yang berisi contoh air yang telah
dipreparasi kemudian menekan “Read”
 Mencatat nilai fosfat yang diperoleh dalam satuan mg/L
E. Nitrit
Pipet 50 sampel uji, masukan ke dalam gelas piala 200 mL
Tambahkan 1 mL larutan sulfanilamida,  kocok dan biarklan  2 menit
sampai 8 menit.
 Tambahkan  1  mL NEDH,  kocok  biarkan  selama 10  menit 
dan  segera
lakukan pengukuran ( pengukuran tidak boleh lebih dari 2 jam )
 Tahap Pengukuran Absorbans Dengan UV-Vis
 Tahapan   selanjutnya   yaitu   pengukuran   menggunakan   spektrofot
ometerdaerah UV.
 Pengukuran pertama dilakukan terhadap blanko atau aquadest.
 Selanjutnya dilakukan pengukuran standar,  untuk  menentukan 
panjang gelombang maksimum.
Setelah itu dilakukan pengukuran deret  standar  untuk  mengetahui kurva baku.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Lokasi


Pada praktikum produktivitas primer kali ini dilakukan pengamatan yang
berlokasi di Embung C Unvesitas Lampung. Lokasi Embung C merupakan lokasi
yang paling strategis karena aliran air yang masuk atau inlet dan air yang keluar
outlet berasal dari pembuangan hasil kolam budidaya ikan, ternak dan kegiatan
penelitian lainnya dari Lapangan Terpadu Univesitas Lampung. Namun hal ini
juga dapat dijadikan studi kasus lanjutan karena beberapa selokan aliran air
merupakan pembangan rumah tangga dari lingkungan masyarakat kampus
Universitas Lampung seperti dari perumahan dosen dan asrama mahasiswa.

4.2 Plankton
Dari hasil identifikasi kelompok 1 dibawah mikroskop, didapat beberapa spesies
plankton antara lain Rhabdolaimus sp. dan Euglena sp., Rhabdolaimus sp mampu
mengembangkan adaptasi fisiologi terhadap kondisi lingkungan bentik untuk
kelangsungan hidupnya di bawah kondisi yang kurang oksigen dangan cara
mengurangi aktivitas dan metabolisme. Kondisi lingkungan bentik yang kurang
oksigen ini berkaitan dengan  keberadaan senyawa sulfida (H2S) dalam sedimen.
Morfologi dari Euglena yaitu memiliki  tubuh yang menyerupai gelendong dan
diselimuti oleh pelikel Euglena viridis. Ukuran tubuhnya 35 – 60 mikron dimana
ujung tubuhnya meruncing dengan satu bulu cambuk. Biasa ditemukan di kolam
peternakan atau parit saluran air. Euglena juga memiliki kloroplas yang
mengandung klorofil untuk berfotosintesis. Itulah mengapa dia bisa menghasilkan
makanan sendiri walaupun masih tergolong protozoa (Rohmimohtarto, 2007).

4.3 Klorofil –a
Pada hasil prakikum ini, pengamatan klorofil-a yang dilakukan kelompok 1
mendapatkan 1,9 µl. Konsentrasi kandungan klorofil-a bila dilihat pada lokasinya
berada dekat dengan inlet dan arah masuknya arus mengarah pada masuknya air
yang memungkinkan nutrien akan terbawa ke stasiun yang menyebabkan
kandungan klorofil-a menjadi tinggi. Berbanding terbalik jika berada pada outlet.
Hal ini diduga karena letak stasiun sudah menuju ke arah pintu keluar air sehingga
dapat mengakibatkan sedikitnya masukan nutrien dari limpasan yang
menyebabkan kandungan klorofilnya lebih sedikit.

4.4 Produktivitas Primer


Pada praktikum yang telah dilakukan ddidaptkan hasil nilai produktivitas primer
bersi dengan lama inkubasi selama tiga jam dengan hasil -83,33 mg, sedangkan
nilai produktivitas primer kotor dengan inkubasi selama sembilan jam
mendaptkan hasil 115,45 mg. Perubahan nilai kandungan produktivitas primer
pada waktu inkubasi kedua ini bisa saja disebabkan oleh intensitas cahaya yang
lebih tinggi dari waktu inkubasi lainnya menyebabkan pemanfaatan cahaya oleh
fitoplankton lebih besar. Menurut Valiela, 1984 ketersediaan cahaya dalam jumlah
yang lebih banyak menyebabkan fitoplankton lebih aktif melakukan proses
fotosintesis dan sebaliknya, dan laju produksi bergantung kepada besarnya cahaya
yang masuk dalam suatu perairan.

4.5 Faktor Fisika dan Kimia


4.5.1 Suhu
Hasil pengukuran temperatur yang didapat menggunakan thermometer pada
perairan embung C Universitas Lampung menunjukan kisaran nilai 28,5-31℃.
Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelangsungan hidup organisme.
Bila mereka tak mampu mengikutin kondisi sekitar, organisme tersebut dapat
mengalami kematinan. Organisme yang dalam keadaan aktif hamper tidak ada
yang dapat bertahan hidup pada suhu 50oC (Dharmawan, 2005).

4.5.2 Kecerahan
Pada pengukuran kecerahan dengan sechhi disk, didapat hasil kecerahan 45 cm.
penetrasi kurang dari 1,9 menunjukkan pentrasi cahaya itu tinggi dan perairan
tergolong tinggi. Sedangkan penetrasi cahaya di bawah 0,4 m dari permukaan air
merupakan control bagi perkembangan organisme produsen di perairan (Welch,
1952).
4.5.3 pH
Pada pengamatan kelompok 1, derajat keasaman yang didapat adalah 5 yang
berarti perairan pada stasiun kelompok 1 adalah asam. Air dapat bersifat asam
atau basa tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion
hidrogen di dalam air. Namun, air yang memenuhi syarat untuk kelangsungan
hidup organisme adalah 7 (normal) (Arinda. 2011).

4.5.4 Orthofosfat
Menjadi salah satu senyawa untuk menunjang kehidupan organisme, khususnya
diperairan. Orthofosfat memiliki peran penting dalam pertumbuhan organisme
akuatik. Orthofosfat sangat berguna untuk pertumbuhan organisme dan
merupakan faktor yang menentukan produktifitas badan air. Orthofosfat adalah
bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh organisme akuatik
(Effendi, 2000).

4.5.5 Nitrit
Pada pengujian nitrit, didapat karateristik air sampel dari embung berubah warna
menjadi merah muda dengan kisaran nilai 0,05 mg/l dan 0,3 mg/l. Kandungan
nitrit pada perairan juga menjadi indikasi kesuburan perairan tersebut. kadar nitrit
di perairan jarang >1 mg/L. Kadar nitrit yang lebih dari 0,05 mg/L dapat bersifat
toksik bagiorganisme (Effendi, 2000).
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat pada praktikum kali ini antara lain :
1. Produktvitas primer dapat dilihat dari kadar nutrien dan DO yang
terkandung di perairan tersebut
2. Kondisi perairan di Embung C masih tergolong baik dan bisa untuk
dijadikan tempat berkembang biak bagi organnisme akuatik
3. Dilihat dari hasil parameter yang telah didapat diketahui bahwa kualitas
perairan memiliki hubungan kuat dengan nilai produktivitas

5.2 Saran
Untuk kedepannya agar lebih dipersiapkan alat dan bahan praktikum dengan baik
agar tidak terjadi keterlambatan yang berakibat pada kegagalan praktikum
DAFTAR PUSTAKA

Arinda. 2011. Kajian suhu permukaan laut mengunakan data satelit Aqua MODIS
di perairan Jayapura, Papua. Depik, 4(3), 160-167.
Barus, T.A. 2001. Pengantar Limnologi, Studi tentang Ekosistem Air Daratan.
Jurusan Biologi. Fakultas MIPA USU. Medan.
Canion Andy, H.L. MacIntyre, S. Phipps. 2013. Short-term to seasonal variability
in factors driving primary productivity in a shallow estuary: Implications
for modeling production. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 131 : 224-
234.
Dharmawan, Agus dkk. 2005. Ekologi Hewan. Malang : UM Press.
Effendi H. 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Pengeloaan Sumber Daya Lingkungan
Perairan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 259 hlm.
Effendi, H. 2003. Telaahan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Gusrina, 2008. Budidaya Ikan Jilid I. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan. Klaten: PT. Macaan Jaya Cemerlang.
Harper, D. 1992. Freshwater Eutrophication. Chapman & Hall, London, New
York, Tokyo, Melbourne, Madras.
Haslam, S.M. 1995. River Pollution, an Ecological Perspective. Belhaven Press.
London UK.
Nontji, Anugrah. 2005. Jembatan Laut Nusantara. Jakarta.
Nybakken, J. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia,
Jakarta.
Rohmimohtarto. 2007. Zoologi Invertebrata. Jakarta : Pustaka.
Samawi, MF. 2007. Hubungan Antara Konsentrasi Klorofil-a dengan Kondisi
Oseanografi di Perairan Pantai Kota Makasar. Unhas.
Umar, N. A. 2002. Hubungan antara Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton
(Kopeoda) dengan Larva Kepiting di Peraian Teluk Siddo Kabupaten
Barru Sulawesi Selatan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Welch, P. S. 1992. Limnology. Mc Graw Hill Book Company. New York,
Toronto, London.1992. Kunci Identifikasi Zooplankton. UI, Jakarta.
Widianingsih, N.2002. Produktivitas Primer Fitoplankton Tambak Udang
(Penalis monodon) di Desa Ayah Kabupaten Kebumen. Skripsi Fakultas
Biologi, Purwokerto.
Zhang C, Han M. 2015. Mapping chlorophyll-a concentration in Laizhou Bay
using Landsat 8 OLI data. Proceedings of the 36th IAHR World Congress.
Netherland.
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
Perhitungan

Klorofil -a
Ke Kerapatan Optik Hasil Setelah
l (Panjang Gelombang) Senrifuse
630 nm 0,159 A
647 nm 0,156 A
1
664 nm 0,188 A
750 nm 0,086 A

Ca X v 1,09506 X 200 ml 219,012


C= = = =21,9 µg /ml=0 , 02 µg /l
V 10 ml 10 ml

Ca = 11,85 (0,188-0,086) – 1,54 (0,156-0,086) – 0,08 (0,159-0,086)


= 11,85 (0,102) – 1,54 (0,070) – 0,08 (0,073)
= 1,2087 – 0,1078 – 0,00584
= 1,0950
1, 0950 x 10
= = 0,0547 = 56,5 x (0,326)0,61
200
= 1,99 mg/m3

Produktivitas Primer
Kadar DO
Stasiun Botol Botol Botol
Waktu GPP NPP R
1 inisial Terang Gelap
08.50 6,6 mg/l - -
11.50 - 6,4 mg/l 5,9 mg/l 280,33 -83,33 0,7
17.00 - 9,1 mg/l 7,1 mg/l 92,36 115,45 -0,5

Produktivitas Primer Kotor (GPP) dan Produktivitas Primer Bersih (NPP) dengan
lama inkubasi 3 jam dari pukul 08.50-11.50 yaitu :

02 dalam BT −02 dalam BG 0,375


GPP = X X 4 X 1.000
lama pencahayaan KF
6,4−5,9 0,375
GPP = X X 4 X 1.000
3 1,2
0,5 0,375
GPP = X X 4 X 1.000
3 1,2
GPP = 0,167 X 0,3125 X 4 X 1.000
GPP = 208,33 mg

02 dalam BT −02 Botol Inisial 0,375


NPP = X X 4 X 1.000
lama pencahayaan KF
6,4−6,6 0,375
NPP = X X 4 X 1.000
3 1,2
−0,2 0,375
NPP = X X 4 X 1.000
3 1,2
NPP = -0,067 X 0,3125 X 4 X 1.000
NPP = -83,33 mg

Produktivitas Primer Kotor (GPP) dan Produktivitas Primer Bersih (NPP) dengan
lama inkubasi 9 jam dari pukul 08.50 -17.00 yaitu :

02 dalam BT −02 dalam BG 0,375


GPP = X X 1,33 X 1.000
lama pencahayaan KF
9,1−7,1 0,375
GPP = X X 1,33 X 1.000
9 1,2
2 0,375
GPP = X X 1,33 X 1.000
9 1,2
GPP = 0,222 X 0,3125 X 1,33 X 1.000
GPP = 92,361 mg

02 dalam BT −02 Botol Inisial 0,375


NPP = X X 1,33 X 1.000
lama pencahayaan KF
9,1−6,6 0,375
NPP = X X 1,33 X 1.000
9 1,2
2,5 0,375
NPP = X X 1,33 X 1.000
9 1,2
NPP = 0,3125 X 0,3125 X 1,33 X 1.000
NPP = 115,45 mg

Anda mungkin juga menyukai