Anda di halaman 1dari 153

PEMANFAATAN GAS METANA SAMPAH SEBAGAI ENERGI

TERBARUKAN (STUDI KASUS TPA PUWATU KENDARI)

THE WASTE METHANE GAS UTILIZATION AS A


RENEWABLE ENERGY (A CASE STUDY PUWATU LANDFILL
MUNICIPAL OF KENDARI)

NINA ANGRIANI A.

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii

PEMANFAATAN GAS METANA SAMPAH SEBAGAI ENERGI


TERBARUKAN (STUDI KASUS TPA PUWATU KENDARI)

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

Disusun dan diajukan oleh

NINA ANGRIANI A.

kepada

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
3
iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : NINA ANGRIANI A.

Nomor Mahasiswa : P0204215301

Program Studi : Perencanaan dan Pengembangan

Wilayah

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini


benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain, apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.

Makassar, April 2017

Yang menyatakan,

Nina Angriani A.
v

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis dengan judul “Pemanfaatan Gas Metana sampah Sebagai Energi
Terbarukan” untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar
Magister pada Program Studi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
Universitas Hasanuddin dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka


penyusunan tesis ini, dan berkat bantuan berbagai pihak maka tesis ini
selesdai pada waktunya. Oleh karena itu, Dengan tulus penulis
menghaturkan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Budimawan,
DEA selaku ketua komisi penasehat dan Prof. Dr. Ir. Ansar Suyuti, MT
selaku anggota komisi penasehat, atas bimbingan, motivasi dan
arahannya yang tiada henti. Selain itu, penulis juga menyampaikan terima
kasih kepada dosen penguji yakni Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir, M.Eng, Prof.
Dr. Ir. Hazairin Zubair, MS, dan Dr. Ir. Daniel Useng, M.Eng.Sc, atas
koreksi, masukan dan saran untuk perbaikan tesis ini.

1. Rektor Universitas Hasanuddin, Direktur Pascasarjana, seluruh


Asisten Direktur beserta staf atas kerjasama dan pelayanannya, Ketua
Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah (PPW) dan
Ketua Konsentrasi Manajemen Perencanaan beserta seluruh dosen
pengajar yang mentransfer ilmu kepada penulis beserta Staf
pengelola Manajemen Perencanaan kelas Bappenas.

2. Kepala Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan dan bantuan yang


diberikan untuk mengikuti Karyasiswa S2 Bappenas ini.

3. Kepala Bappeda Provinsi Sulawesi Tenggara DR. H. Muh. Nasir A.


Baso, MM, beserta seluruh rekan kerja di Bappeda Prov. Sultra atas
vi

doa, dukungan, dan kerjasamanya selama penulis menempuh masa


perkuliahan.

4. Sahabat dan saudara seperjuangan kelas Bappenas Angkatan 13


Linda, Mulvi, Aty, Ani, Lely, Bone, Lutfi, Adi, Cecep, Iwan, Irfan, Jamal,
atas kebersamaan serta dukungannya selama penulis menempuh
masa studi.

5. Ladies Bappeda Provinsi Sulawesi Tenggara (Nida, Nini, Arin, Mimi,


Novesty, Fauziah, Misra) untuk doa dan dukungannya selama ini.

6. Saudara-saudara di Korpala Unhas yang telah membantu selama ini.


Secara khusus untuk Ahmad, Fahmi, Baso yang telah banyak
membantu selama penulis menempuh masa studi.

Akhirnya penghargaan yang tulus serta terima kasih yang tak


terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tuaku Bapak Abukasim
dan Ibu Martini Inggai, serta segenap keluarga dan kerabat untuk kasih
sayang, doa, dan motivasi yang tidak pernah putus terucap buat penulis.
Akhir kata penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi
semua yang membacanya.

Makassar, Agustus 2017

Nina Angriani A.
vii

ABSTRAK

NINA ANGRIANI A.. Pemanfaatan gas Metana Sampah Sebagai Energi


Terbarukan (Studi Kasus TPA Puwatu Kota Kendari) (dibimbing oleh
Budimawan dan Ansar Suyuti).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) potensi energi listrik
TPA Puwatu, (2) manfaat dan biaya yang ditimbulkan dari pengembangan
energi listrik di TPA Puwatu, dan (3) merumuskan arahan pengembangan
energi listrik TPA Puwatu.
Penelitian ini menggunakan metode IPCC 2006 untuk menghitung
emisi gas metan TPA Puwatu. Data yang dianalisis terkait dengan biaya
dan manfaat kegiatan pengembangan energi listrik dari gas metan dengan
parameter kelayakan NPV, IRR, BC Rasio, dan payback period. Data
dianalisis menggunakan metode SWOT untuk merumuskan arahan
pengembangan.
Hasil penelitian menunjukkan potensi energi listrik dari gas metan
yang dimiliki TPA Puwatu tahun 2017 sebesar 12.298.234,56 kWh dan
jumlahnya terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampah
yang masuk di TPA, Biaya pengembangan energi listrik TPA Puwatu
meliputi: biaya investasi awal sebesar Rp. 95.972.432.400, biaya
operasional sistem pengumpulan gas sebesar Rp. 88.311.600 dan biaya
operasional pembangkit listrik Rp. 9.547.200.000. Manfaat
pengembangan energi listrik TPA Puwatu berupa pendapatan dari
penjualan listrik dan tipping fee. Pada aspek finansial, kriteria kelayakan
diperoleh nilai NPV Rp.19.348.514.956,71, B/C rasio 1,65, IRR 24% dan
payback period 4,96 tahun. Nilai-nilai tersebut menunjukkan proyek
pembangkit listrik tenaga sampah TPA Puwatu memenuhi kelayakan
untuk dilaksanakan. Berdasarkan hasil analisis SWOT diperoleh arahan
pengembangan energi listrik dari gas metan TPA puwatu yaitu
meningkatkan porsi pemanfaatan energi terbarukan yang berasal dari gas
metana TPA Puwatu, akselerasi pengembangan pembangkitan energi
listrik di TPA Puwatu, memanfaatkan peluang pembiayaan melalui skema
Mekanisme Pembangunan Bersih

Kata Kunci : TPA Puwatu, gas landfill, gas metan, energi listrik, ekonomi
teknik, strategi.
viii

ABSTRACT

NINA ANGRIANI A. The Waste Methane Gas Utilization as a Renewable


Energy (A Case Study: on Puwatu Landfill Municipal of Kendari)
(supervised by Budimawan and Ansar Suyuti).

The research aimed to investigate: (1) the electric energy potential,


(2) the benefits and costs brought about by the electric energy
development, and (3) by formulating electric energy development referral
on Puwatu landfill.
The research used IPCC 2006 method to calculate methane gas
emission. The cost and benefit analysis of the electric energy development
activity of the methane gas used the feasibility parameter of NPV, IRR, BC
Ratio and Payback period and SWOT analysis to formulate development
referral.
The research result indicates that the electric energy potential of the
methane gas in Puwatu landfill in 2017 is 12,298,234.56 kWh and the
energy amount keeps increasing in line with the increase of the waste
amount entering the landfill. The electric energy development cost of
Puwatu landfill including the initial investment is Rp. 95,972,432,400.00,
the operational cost of gas collection system is Rp. 88,311,600.00 and the
operational cost of power plant is Rp. 9,547,200,000.00. The electric
energy development benefits in the landfill are the income from the
electricity sales and tipping fee. In the financial aspect, the feasibility
criterion indicates NPV value of Rp. 19,348,514,956.71, B/C ratio of 1.65,
IRR of 24% and Payback Period of 4,96 years. The values indicate that
the waste power plant project of Puwatu landfill meets the feasibility to be
implemented. SWOT analysis result indicates that the electric energy
development referral of the methane gas of Puwatu landfill is to improve
the renewable energy utilization portion derived from methane gas, the
acceleration of the electric power plant development of Puwatu Landfill,
utilizing the financing opportunity through Clean Development Mechanism
(CDM) scheme.

Keyword : Puwatu Landfill, landfill gas, methane gas, electric energy,


engineering economics, strategy
ix

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ................................................................................................ vii


DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................8
D. Manfaat Penelitian...........................................................................8
E. Batasan Penelitian ..........................................................................9
A. Konsep Pengelolaan Sampah .......................................................10
1. Pengertian Sampah ..................................................................10
2. Sumber, Timbulan, dan Komposisi Sampah..............................11
3. Pengelolaan Sampah ................................................................14
4. Gas landfill ................................................................................16
B. Pengolahan Gas Metana Sampah menjadi Tenaga Listrik ............23
1. Sistem Penangkapan Gas .........................................................23
2. Sistem Treatment Gas Landfill ..................................................24
3. Pembangkit Listrik .....................................................................25
C. Perhitungan Potensi Gas Landfill ..................................................25
D. Ekonomi Teknik .............................................................................30
E. Tinjauan Hasil Penelitian ...............................................................33
F. Dasar Kerangka Konseptual ..........................................................36
BAB III METODE PENELITIAN................................................................39
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ..................................................39
B. Waktu dan Lokasi Penelitian .........................................................39
x

C. Jenis dan Sumber Data .................................................................41


D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................42
E. Teknik Analisis Data ......................................................................44
F. Definisi Operasional ......................................................................61
G. Asumsi Dasar ................................................................................61
H. Matriks Penelitian ..........................................................................63
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................66
A. Gambaran Umum Kota Kendari ....................................................66
B. TPA Puwatu ..................................................................................72
C. Potensi Energi Listrik .....................................................................77
D. Analisis Manfaat dan Biaya ...........................................................82
E. Arahan Pengembangan Pemanfaatan Gas Metana Sampah
Sebagai Sumber Energi Listrik ......................................................95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................129
A. KESIMPULAN .............................................................................129
B. SARAN ........................................................................................130
xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Target Bauran Energi ................................................................3


Gambar 2 Penentuan Komposisi Berbasis 1 m3 Sampel Tanpa Reduksi
Volume Sampah .....................................................................14
Gambar 3 Fase Dekomposisi Organik .....................................................18
Gambar 4 Biokimia Produksi Gas Metan .................................................18
Gambar 5 Pembentukan Monomer ..........................................................19
Gambar 6 Pembentukan Metana dari Asam Asetat (a) dan dari
Karbondioksida (b) ..................................................................21
Gambar 7 Site Plan Ekstraksi gas Landfill ...............................................24
Gambar 8 a. Sumur Ekstraksi Vertikal, b. Sumur Ekstraksi Horizontal ....24
Gambar 9 Alur Pengambilan Keputusan Estimasi Emisi CH4 .................29
Gambar 10 Kerangka Konsep Penelitian .................................................38
Gambar 11 Peta Lokasi TPA Kota Kendari ..............................................40
Gambar 13 Diagram SWOT : Identifikasi Posisi Strategi .........................57
Gambar 14 Diagram Alir Metode Penelitian .............................................60
Gambar 15 Peta Administrasi Kota Kendari .............................................68
Gambar 16 Sketsa Eksisting TPA Puwatu ...............................................74
Gambar 17 Proses pengolahan sampah dan penimbunan ......................76
Gambar 18 Konstruksi dan skema proses penangkapan gas metan TPA
Puuwatu ..................................................................................77
Gambar 19 Sampling Komposisi Sampah ...............................................79
Gambar 20 Sanitary Landfill TPA Puwatu ................................................99
Gambar 21 Kolam Air Lindi TPA Puwatu .................................................99
Gambar 22 Instalasi Gas Metan TPA Puwatu ........................................100
Gambar 23 Struktur Organisasi Dinas Kebersihan Kota Kendari ...........101
Gambar 24 Pola Umum Pengolahan Sampah Kota Kendari ..................103
Gambar 25 Alur Proses CDM di Indonesia ...........................................112
Gambar 26 Diagram Kuadran Strategi SWOT .......................................123
xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hasil Survey Laju Pembentukan Sampah Domestik Rata-Rata di


Berbagai Kota Di Indonesia .......................................................12
Tabel 2 Komposisi gas landfill ................................................................16
Tabel 3 Data Konversi Energi ................................................................48
Tabel 4 Matriks SWOT...........................................................................59
Tabel 5 Matriks Penelitian ......................................................................64
Tabel 6 Letak dan luas wilayah administrasi per kecamatan di Kota ......
Kendari .....................................................................................69
Tabel 7 Temperatur, kelembaban dan curah hujan Kota Kendari ..........70
Tabel 8 Jumlah Penduduk dan Rasio jenis Kelamin Menurut Kecamatan
di Kota Kendari, 2015 ...............................................................71
Tabel 9 Data Timbulan Sampah Kota Kendari .......................................72
Tabel 10 Kondisi TPA Puwatu .................................................................73
Tabel 11 Sarana dan prasarana TPA Puuwatu ........................................75
Tabel 12 Komposisi sampah dalam % berat basah berdasarkan hasil
penelitian dibandingkan dengan nilai default IPCC 2006 ...........80
Tabel 13 Proyeksi Potensi energi listrik melalui pemanfaatan gas metana
TPA Puuwatu ............................................................................81
Tabel 14 Proyeksi Pendapatan Listrik PLTSa Kota Kendari.....................83
Tabel 15 Proyeksi manfaat ekonomi dari Tipping Fee bagi PLTSa TPA
Puwatu ......................................................................................85
Tabel 16 Potensi manfaat ekonomi reduksi emisi gas rumah kaca ..........88
Tabel 17 Pembayaran angsuran pinjaman ..............................................92
Tabel 18 Hasil Parameter Kelayakan Ekonomi ........................................94
Tabel 19 Data Alokasi Kota Kendari untuk sektor Persampahan .............97
Tabel 20 Produksi dan Konsumsi Minyak Bumi Indonesia Tahun 2006-
2016 ........................................................................................113
Tabel 21 Faktor Internal dan Faktor Eksternal .......................................115
xiii

Tabel 22 Hasil pengklasifikasian faktor internal .....................................116


Tabel 23 Hasil pengklasifikasian faktor eksternal ...................................117
Tabel 24 Faktor Kekuatan, Peluang, Kelemahan dan Ancaman ............118
Tabel 25 Hasil pemberian bobot dan skala rating faktor internal ............120
Tabel 26 Hasil pemberian bobot dan skala rating faktor eksternal .........121
Tabel 27 Hasil Matriks SWOT ................................................................124
Tabel 28 Program dan Kegiatan Pengembangan Energi Listrik TPA
Puwatu ....................................................................................127
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengembangan wilayah adalah sebuah konsep yang berfokus

pada stimulasi dan diversifikasi kegiatan ekonomi, merangsang investasi

di sektor swasta dan publik, yang bermaksud untuk mengurangi

perbedaan sosio-ekonomi di antara berbagai bidang, dalam rangka

meningkatkan taraf hidup dan menawarkan layanan berkualitas kepada

masyarakat (Apostolache, 2014).

Energi merupakan kebutuhan bagi pembangunan ekonomi dan

perbaikan kualitas hidup, namun energi ini terutama dihasilkan dari bahan

bakar fosil yang kontras dengan keberlanjutan. Karena itu,

pengembangan green alternative untuk produksi energi telah menjadi

perhatian utama di seluruh dunia (IEA, 2014).

Tingginya ketergantungan terhadap bahan bakar fosil saat ini

telihat dari bauran energi nasional 2015 yaitu Minyak 31,49 %, Gas 19,04

%, Batubara 24,82%, Hidro 2,36%, Panas Bumi 1,11%, biomassa 21,05 %

dan biofuel sebesar 0,13% (Kementerian ESDM, 2016). Hal ini

menyebabkan kerentanan ketahanan energi. Konsumsi minyak terus

meningkat sementara produksi dalam negeri mengalami penurunan.

Konsumsi energi final di Indonesia meningkat dari 1,411 juta barel per
2

hari/ Barrel per day (bpd) pada tahun 2010 menjadi 1,615 juta barel per

hari/ Barrel per day (bpd) pada tahun 2016 atau tumbuh rata-rata sebesar

2%. Sementara produksi minyak mengalami penurunan dari 1,003 juta

barel per hari/ Barrel per day (bpd) menjadi 881 ribu barel per hari/ Barrel

per day (bpd) atau turun rata-rata sebesar -2,6% (BP Statistical, 2017).

Selama kurun waktu 2000-2013, pertumbuhan konsumsi energi ini

dibayangi oleh pemberian subsidi energi yang terus meningkat dan

membebani anggaran belanja negara (BPPT, 2015).

Berbagai permasalahan energi saat ini dan yang mungkin muncul

dimasa depan memerlukan solusi yang tepat dengan pendekatan yang

komprehensif. Perencanaan dan pengembangan energi serta analisis

terhadap pelaksanaan kebijakan yang ada perlu terus dilanjutkan guna

merealisasikan penerapan teknologi energi bersih yang andal,

berkelanjutan dan terjangkau (BPPT, 2015). Pemerintah telah

meluncurkan inisiatif energi hijau, yaitu perpaduan konsep antara energi

terbarukan, energi efisien dan energi bersih agar dapat tercipta

pembangunan energi berkelanjutan sehingga dapat mendukung

pembangunan berkelanjutan dengan mengeluarkan regulasi yaitu

Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional,

yang kemudian direvisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun

2014. Kebijakan ini menetapkan target bauran energi nasional di tahun

2025 yang mengurangi konsumsi energi fosil dan meningkatkan

pemanfaatan energi terbarukan dengan porsi 23% dan menjadi 31% pada
3

tahun 2050. Regulasi lainnya mengenai energi yaitu Undang-Undang

No.30 Tahun 2007 tentang energi, yang landasan filosofisnya adalah

untuk menuju kemandirian dan ketahanan energi nasional yang berdaulat,

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang konservasi energi, dan

Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan yang

mendorong pengembangan sumber energi terbarukan sebagai penghasil

listrik. (Gambar 1)

Sumber : Peraturan Pemerintah no. 79 tahun 2014, BPPT (2015)


Gambar 1 Target Bauran Energi

Menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007, energi terbarukan

adalah energi yang berasal dari sumber energi terbarukan, yaitu sumber

energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika

dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar

matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu laut.

Bioenergi dapat diperoleh dari pengolahan sampah dengan metoda


4

tertentu. Pemanfaatan sampah sebagai sumber energi terbarukan dapat

mengatasi masalah pembuangan sampah, menghasilkan sumber energi

pengganti bahan bakar fosil dan mengurangi emisi gas rumah kaca dari

pengolahan sampah (Tan, et al., 2015).

Sampah berkaitan dengan buangan aktifitas sehari-hari, praktek

umumnya terlihat di sekitar pemukiman manusia. Pengelolaan sampah

telah lama menjadi isu utama bagi banyak otoritas di dunia. Pertumbuhan

penduduk yang cepat, meningkatnya urbanisasi, perkembangan

infrastruktur yang cepat, perubahan gaya hidup dan kondisi ekonomi

meningkatkan tingkat timbulan dan komposisi sampah. (Mensah, 2006).

Sumber sampah terbesar di Indonesia adalah sampah rumah tangga,

terbesar kedua adalah sampah dari pasar tradisional. (Aye, 2006).

Disebagian besar kota, pengelolaan sampah meliputi

pengumpulan, pengangkutan, dan pemrosesan akhir/pembuangan.

Masalah utama sampah kota umumnya terjadi di Tempat pemrosesan

akhir (TPA) terutama di beberapa kota besar. Masalah tersebut

diantaranya keterbatasan lahan TPA, produksi sampah yang terus

meningkat, teknologi proses yang tidak efisien dan tidak ramah lingkungan

serta belum dapat dipasarkannya produk hasil sampingan sampah kota

(Sudrajat, 2009).

Salah satu hasil sampingan sampah di TPA adalah biogas. Biogas

merupakan sumber energi terbarukan yang dihasilkan oleh fermentasi

anaerobik dari bahan organik. Biogas dapat diproduksi dari limbah kotoran
5

hewan, air limbah, dan limbah padat. Komposisinya bervariasi, tergantung

sumber bahan biogasnya. Akan tetapi, biasanya memiliki kandungan 50–

70 % metana, 25–50 % karbondioksida , 1–5 % H2, 0,3–3 % N2 dan

Hidrogen Sulfida (Arifin dkk., 2011). Timbulnya biogas dapat menimbulkan

dampak negatif apabila tidak ditangani secara baik karena akan

menimbulkan ledakan bila berada di udara dengan konsentrasi sekitar

15%. Salah satu kandungan biogas yaitu gas metana yang merupakan

gas rumah kaca yang mempunyai potensi pemanasan global 33 kali

dibanding CO2, dan mencegahnya terlepas ke udara sangat penting untuk

mencegah perubahan iklim global (Dace et al, 2015). Oleh karena itu gas

metana yang terbentuk sebaiknya dikonversi menjadi CO2 dengan jalan

membakarnya atau dimanfaatkan sebagai sumber energi baik untuk

energi listrik atau untuk bahan bakar. Timbulnya gas metana dapat

dianggap sebagai nilai tambah dari sebuah landfill (Damanhuri, 2008).

Ekstraksi energi non fosil berbentuk biogas ini merupakan salah

satu bentuk energi hijau, yang juga mendukung program nasional dalam

Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional

Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) dalam upaya

melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara, Kota kendari menjadi

pusat pelayanan jasa, pendidikan, pelayanan kesehatan, perdagangan

serta transportasi antar wilayah. Konsekuensinya, Kota Kendari

menghadapi masalah lingkungan termasuk sampah perkotaan. Dengan


6

luas wilayah 295,89 Km2 dan jumlah penduduk di tahun 2016 sebanyak

347.496 jiwa, setiap harinya bisa memproduksi sampah hingga dengan

179,7 ton per hari. Kebijakan pengelolaan sampah Kota Kendari meliputi

upaya pengurangan dan penanganan sampah di sumber timbulan serta

penanganan sampah di TPA. Upaya pengurangan dan penanganan

sampah di sumber timbulan berupa pewadahan, pemilahan, pengolahan

sampah organik (kompos) dan anorganik (3R), optimalisasi TPS skala

pemukiman serta otimalisasi Bank Sampah. Sedangkan penangan

sampah di TPA berupa pemilahan dan kegiatan 3R, pemadatan dan

penutupan, pemanfaatan gas metana, serta pengolahan lindi.

Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Puuwatu Kota

Kendari Sulawesi Tenggara saat ini menggunakan sistem lahan urug

terkendali (controlled landfill). Pada tahun 2011 dimulai ujicoba

pemanfaatan gas metana yang berasal dari landfill dan hasilnya

dimanfaatkan untuk kebutuhan energi di TPA Puwatu. Di tahun 2013

Pemerintah Kota Kendari membangun sebuah kawasan kampung mandiri

energi di areal Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Kelurahan

Puwatu. Energi pada kampung mandiri energi tersebut bersumber dari

gas metana yang dihasilkan dari pengelolaan sampah di Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) Puwatu. Hingga saat ini ada 120 rumah warga

sekitar memanfaatkannya untuk penerangan listrik dan kebutuhan

memasak.
7

Dari sisi penyediaan energi listrik, Kota Kendari juga masih

menghadapi masalah. Rasio elektrifikasi Kota Kendari di tahun 2015

adalah sebesar 80,21%, dengan komposisi pembangkit listrik Sulawesi

Tenggara yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Diesel 74,95%, Pembangkit

Listrik Tenaga Uap 20.56%, Pembangkit Listrik Tenaga Hidro 2.23 %,

Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro 0.03 % dan Pembangkit Listrik

Tenaga Surya 0.22 %. Distribusi pembangkitan listrik di Provinsi Sulawesi

Tenggara jika dibagi dari jenis energi primernya adalah 97.51 %

pembangkit listrik berbahan bakar fosil dan 2.28 % energi baru

terbarukan.

Pemanfaatan gas metana pada TPA Puwatu diharapkan dapat

menangani masalah sampah perkotaan, penurunan emisi gas rumah kaca

dan energi. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai pemanfaatan

gas metana sampah sebagai sumber energi alternatif.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan sebelumnya maka

dibuat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Berapa besar potensi energi listrik dari gas metana sampah di TPA

Puwatu?

2. Bagaimana biaya dan manfaat yang mungkin dihasilkan dari

pengembangan energi listrik tenaga gas metana sampah di TPA

Puwatu?
8

3. Bagaimana arahan pengembangan pemanfaatan gas metana sampah

sebagai sumber energi listrik ?

C. Tujuan Penelitian

1. Menghitung potensi energi listrik dari gas metana sampah di TPA

Puwatu.

2. Menganalisis biaya dan manfaat yang mungkin dihasilkan dari

pengembangan energi listrik tenaga gas metana sampah di TPA

Puwatu.

3. Merumuskan arahan pengembangan pemanfaatan gas metana

sampah sebagai sumber energi listrik di TPA Puwatu

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang luas

bagi masyarakat umum dan terkhusus bagi para penentu kebijakan

dengan maksud sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah Daerah, sebagai acuan dalam merumuskan

kebijakan mengenai perencanaan dan pengembangan pembangkit

listrik tenaga gas metana sampah.

2. Sebagai masukan bagi kalangan swasta dan investor untuk

menanamkan modalnya di bidang energi listrik dari gas metana

sampah.
9

3. Bagi peneliti dan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

salah satu referensi mengenai pemanfaatan dan pengelolaan sampah

sebagai sumber energi terbarukan yang potensial.

E. Batasan Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini dibatasi untuk berfokus pada

pemanfaatan gas metana sampah menjadi energi listrik di TPA Puwatu.

TPA Puwatu menampung sampah yang berasal dari Kota Kendari.

Penimbunan sampah organik di TPA menghasilkan gas metana,

kemudian gas metana ini ditangkap dan dimanfaatkan sebagai sumber

energi pembangkit listrik. Perhitungan potensi gas metana yang dihasilkan

berdasarkan timbulan sampah dan komposisi sampah. Manfaat proyek

dalam penelitian ini mencakup manfaat langsung proyek (listrik dan tipping

fee) serta manfaat tidak langsung proyek (reduksi emisi gas rumah kaca).

Penyerapan gas metana sebagai input produksi listrik akan dinilai untuk

mengestimasi manfaat ekonomi reduksi emisi gas rumah kaca.


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pengelolaan Sampah

1. Pengertian Sampah

Menurut Undang-Undang No 18 tahun 2008, sampah adalah sisa

kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.

Sampah merupakan salah satu kontributor dalam mempengaruhi

terjadinya efek rumah kaca. Sampah tersebut diawali dengan proses

degradasi yang kemudian melepaskan gas-gas seperti gas metana (CH4)

dan karbon dioksida (CO2) (Hapsari & Wilujeng, 2012).

Menurut Purwendro dan Nurhidayat (2007), sampah merupakan

bahan padat buangan dari kegiatan rumah tangga, pasar, perkantoran,

komersial, industri atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia

lainnya. Sampah juga merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia

yang sudah tidak terpakai. Besarnya sampah yang dihasilkan dalam suatu

daerah tertentu sebanding dengan jumlah penduduk, jenis aktivitas, dan

tingkat konsumsi penduduk tersebut terhadap barang atau material.

Semakin besar jumlah penduduk atau tingkat konsumsi terhadap barang

maka semakin besar pula volume sampah yang dihasilkan.

Sedangkan menurut Sejati (2009), sampah adalah suatu bahan

yang terbuang atau dibuang, merupakan hasil aktifitas manusia maupun


11

alam yang sudah tidak digunakan lagi karena sudah diambil unsur atau

fungsi utamanya.

Menurut SNI 19-2454-2002 Tata cara teknik operasional

pengelolaan sampah perkotaan, sampah adalah limbah yang bersifat

padat terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak

berguna lagi dan harus dikelola agar tidak mambahayakan lingkungan dan

melindungi investasi pembangunan.

2. Sumber, Timbulan, dan Komposisi Sampah

2.1 Sumber dan Timbulan Sampah

Menurut Damanhuri dan Padmi (2010), secara praktis sampah

dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu :

a. Sampah dari permukiman atau sampah rumah tangga

b. Sampah dari non permukiman yang sejenis sampah rumah tangga

seperti pasar, daerah komersial, dan sebagainya.

Kedua jenis sampah tersebut dikenal sebagai sampah domestik

Sedangkan sampah non domestik adalah sampah atau limbah yang

bukan sejenis sampah rumah tangga, misalnya limbah dari proses

industri. Sampah domestik yang berasal dari lingkungan perkotaan

disebut juga Municipal Solid Waste (MSW).

Sumber sampah kota yang terbanyak berasal dari permukiman

dan pasar tradisional. Sampah pasar khusus seperti pasar sayur mayur,

pasar buah, atau pasar ikan, jenisnya relatif seragam. Sebagian besar

(95%) berupa sampah organik sehingga lebih mudah ditangani. Sampah


12

yang berasal dari pemukiman umumnya sangat beragam, terdiri dari

minimal 75% sampah organik dan sisanya non organik (Sudrajat, 2006).

Timbulan sampah biasanya akan bervariasi dari waktu ke waktu,

antara satu daerah atau negara dengan daerah atau negara lainnya.

variasi ini terutama disebabkan oleh perbedaan jumlah penduduk dan

tingkat pertumbuhannya, tingkat hidup, musim, cara hidup dan mobilitas

penduduk, iklim serta cara penanganan makanannya (Damanhuri dan

Padmi, 2010).

Hasil survey laju pembentukan sampah di beberapa daerah

perkotaan di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Hasil Survey Laju Pembentukan Sampah Domestik Rata-Rata di


Berbagai Kota Di Indonesia

Laju Pembentukan
No Tipe Kota Sampah Domestik
Ton/kapita/tahun
1 Kota Metropolitan (jumlah pendudk > 1.000.000 jiwa) 0,28
Kota Besar (umlah penduduk antara 500.000-1.000.000
0,22
2 jiwa)
Kota Sedang (jumlah penduduk antara 100.000-500.000
0,20
3 jiwa)
4 Kota Kecil (jumlah penduduk antara 20.000-100.000 jiwa) 0,19
Rata-rata 0,22
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup (2012)

2.2 Komposisi Sampah

Hoornweg dan Bhada-Tata (2012) menyatakan bahwa komposisi

sampah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti budaya, pembangunan

ekonomi, iklim dan sumber energi. Komposisi mempengaruhi seberapa


13

sering sampah dikumpulkan dan bagaimana cara membuangnya. Negara

berpendapatan rendah memiliki proporsi sampah organik tertinggi,

sementara negara berpendapatan tinggi memiliki komposisi kertas, plastik

dan material anorganik lainnya dengan proporsi tertinggi. Berdasarkan

wilayah, Asia Timur dan Pasifik memiliki proporsi tertinggi sampah organik

sebesar 62%, sedangkan negara-negara Organisasi untuk Kerja Sama

dan Pembangunan Ekonomi (OECD/Organisation for Economic Co-

operation and Development) memiliki proporsi sampah organik setidaknya

27 % walaupun jumlah keseluruhan sampah organik pada negara OECD

masih yang tertinggi.

Intergovernmental Panel on Climate Change (2006) membagi

komposisi sampah dalam 11 kriteria yaitu makanan, kertas/karton,

nappies, sampah taman, kayu, kain, karet dan kulit, platik, logam, kaca,

dan lainnya. Komposisi sampah tersebut menjadi salah satu parameter

yang menunjukkan fraksi dari berat basah sampah atau berat kering dari

komponen-komponen sampah. Faktor ini menentukan tingkat emisi gas

rumah kaca dari suatu pengelolaan limbah karena berpengaruh pada

besarnya GRK yang dapat terbentuk dihubungkan dengan seberapa

besar komponen organik/karbon yang terdapat pada limbah (Ranradgrk,

2015).

Penentuan komposisi sampah sebaiknya berbasis 1 m3 sampel

sampah yang merepresentasikan komposisi seluruh sampah yang

ditimbun di TPA yang berasal dari berbagai wilayah (gambar 2).


14

Komposisi sampah dapat ditentukan berdasarkan penimbangan

komponen-komponen sampel sampah yang dipilah dari 1 m3 sampel

tanpa reduksi volume sampel. Frekuensi sampling sampah yang ideal

dilakukan 8 hari berturut-turut untuk setiap musim (hujan dan kemarau).

Jika terdapat keterbatasan waktu dan sumberdaya, pengambilan sampel

MSW

setiap musim dapat dilakukan 2 kali untuk mewakili komposisi sampah

hari kerja dan akhir pekan (Kementerian LH, 2012).

Gambar 2 Penentuan Komposisi Berbasis 1 m3 Sampel


Tanpa Reduksi Volume Sampah
(Sumber : Kementerian LH, 2012)

3. Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah didefinisikan adalah semua kegiatan yang

bersangkut paut dengan pengendalian timbulnya sampah, pengumpulan,

transfer dan transportasi, pengolahan dan pemrosesan akhir/pembuangan

sampah dengan mempertimbangkan faktor kesehatan lingkungan,

ekonomi, teknologi, konservasi, estetika dan faktor-faktor lingkungan


15

lainnya yang erat kaitannya dengan respon masyarakat (Kementerian PU,

2006).

Menurut Undang-Undang no. 18 Tahun 2008 pengelolaan sampah

didefinisikan sebagai kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan

berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

Undang-Undang no. 18 tahun 2008 mengamanatkan bahwa mulai

tahun 2013 tidak diperkenankan lagi operasi TPA secara open dumping.

Metode pembuangan akhir minimal harus dilakukan dengan controlled

landfill untuk kota sedang dan kota kecil, dan sanitary landfill untuk kota

besar dan kota metropolitan dengan sistem sel.

Menurut Suharto (2011), sistem landfill adalah sarana dan fasilitas

untuk pembuangan limbah padat dimana limbah padat diletakkan diatas

lahan dan dibawah limbah padat terdiri atas beberapa lapisan media

padat antara lain granular, geotekstil, plastik, tanah liat dan batuan lain-

lain.

Menurut Damanhuri dan Padmi (2010), sanitary landfill adalah

metode pengurugan sampah ke dalam tanah dengan menyebarkan

sampah secara berlapis-lapis pada sebuah lahan yang telah disiapkan,

kemudian dilakukan pemadatan dengan alat berat, kemudian ditutup

dengan tanah penutup pada akhir hari operasi. Sedangkan pada

controlled landfill, aplikasi tanah penutup tidak dilakukan setiap hari.

Penutupan sampah dilakukan setiap 5-7 hari sesuai dengan siklus lalat.
16

4. Gas landfill

Ouda et al (2013) menyatakan bahwa sampah perkotaan harus

dipertimbangkan sebagai sumber bahan daur ulang dan energi yang

berharga. Sebuah landfill yang berisi sampah perkotaan bekerja seperti

bio reaktor dimana gas landfill dihasilkan dari proses biokimia dari

dekomposisi material organik. Gas landfill adalah suatu gas campuran

yang utamanya terdiri dari metana, karbondioksida dan nitrogen.

Komposisi gas landfill yang dihasilkan oleh deposit materi organik di TPA

bervariasi signifikan selama fase operasional (masuknya sampah ke TPA)

dan setelah penimbunan (Krakow,2010). Persentase distribusi gas landfill

dapat dilihat dalam tabel 2.

Gas landfill tidak berwarna, memiliki kepadatan 1,25 kg/Nm3, dan

lebih ringan dari udara. Seringkali gas landfill berbau tidak enak karena

adanya kandungan hidrogen sulfida (Larsson, 2014). Biogas dengan

kandungan metana lebih dari 45 % bersifat mudah terbakar (flammable)

(Deublein dan Steinhauser, 2011). Intensitas produksi gas juga bervariasi

tergantung waktu sejak dari sampah mengendap di landfill. Komposisi gas

landfill dan alirannya adalah kunci utama yang menentukan penggunaan

potensi energi sebuah landfill yang tepat dan bermanfaat. (Krakow, 2010)

Tabel 2 Komposisi gas landfill

Komponen Persentase (dry volume basis)


Metana 45-60
Karbondioksida 40-60
Nitrogen 2-5
17

Oksigen 0,1-1,0
Ammonia 0,1-1,0
Sulfida, disulfide, merkaptan, dll 0-1,0
Hidrogen 0-0,2
Karbon monooksida 0-0,2

(Sumber: Tchobanoglous & Kreith, 2002)

Dekomposisi sampah memiliki waktu jeda, tidak langsung terjadi

setelah sampah dibuang. Oleh karena itu, emisi CH4 oleh dekomposisi

sampah dapat berlangsung dalam periode waktu yang panjang (kira-kira

50 tahun) setelah sampah ditimbun dalam landfill (Feng, et al., 2014,

IPCC, 2006). Model dekomposisi khas organik ditunjukkan pada gambar

3, terdiri dari lima tahap proses kimiawi dan biokimiawi yang menghasilkan

gas landfill. Diagram dekomposisi organik menunjukkan komponen

bervariasi dari gas landfill. Diagram dasar membedakan antara 5 fase

dekomposisi substansi organik, termasuk dekomposisi aerobik,

dekomposisi anaerobik (fermentasi asam, unsteady dan steady

methanogenesis), dan akhir dari produksi metana. Tahap akhir pada

diagram tersebut yaitu tahap kelima menunjukkan akhir dari dekomposisi

anaerobik dan produksi metana dari timbunan sampah meluruh secara

bertahap (Krakow, 2010).


18

Gambar 3 Fase Dekomposisi Organik


(Sumber: Krakow, 2010)
Fermentasi metana merupakan sebuah proses yang kompleks

yang dapat dibagi menjadi 4 tahap degradasi, yaitu hidrolisis,

acidogenesis, acetogenesis dan metanogenesis. Gambar 3 menunjukkan

proses biokimia produksi gas metana (Deublein dan Steinhauser 2011).

Hidrolisis Asidogenesis Asetogenesis Metanogenesis

Substrat Pyruvate Asam


Subtrat
Asetat
Lemak Asam Lemak Homo
Asetogenik
Asetogenesis
Laktat,
Protein Asam Amino NH4 Butirat, H2/CO2 CH4
Peptida Propianat,
Succinate, CO2
Karbohidrat Gula Etanol Ethanol Formate
Asam lemak volatil (Asam Organik
(Polimer rantai (Polimer rantai Rantai Pendek)
panjang) pendek)
Metanol

Gambar 4 Biokimia Produksi Gas Metan


(Sumber : Deublein dan Steinhauser, 2011)

Langkah-langkah dari penguraian anaerobik secara lebih rinci

yaitu sebagai berikut:

a. Hidrolisis
19

Pada tahap hidrolisis, air bereaksi dengan polimer organik rantai

panjang seperti polisakarida, lemak dan protein untuk membentuk polimer

rantai pendek yang terlarut, seperti gula, asam lemak ratai panjang dan

asam amino. Proses ini dilakukan oleh selulosa, amilase, lipase atau

protease (enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme).

Gambar 5 Pembentukan Monomer


(Sumber : Deublein dan Steinhauser, 2011)

b. Asidogenesis

Pada fase asidogenesis, monomer yang terbentuk dalam fase

hidrolisis terdegradasi menjadi asam organik rantai pendek, molekul C1-C5

(seperti asam butirat, asam propionat, asetat, asam asetat), alkohol,

nitrogen oksida, hidrogen sulfida, hidrogen, dan karbon dioksida..

Berbagai bakteri yang berbeda melakukan asidogenesis. Karbohidrat

diurai oleh lactobacillus, asam lemak oleh acetobacer, dan asam amino

oleh clostridium botulinum Konsentrasi ion hidrogen yang terbentuk

mempengaruhi jenis produk fermentasi.

c. Asetogenesis

Pada tahap ini, bakteri asetogenik yang memproduksi hidrogen

mengkonversi asam lemak dan etanol/alkohol menjadi asetat,

karbondioksida dan hidrogen. Konversi lanjutan ini sangat penting bagi


20

keberhasilan produksi biogas, karena metanogen tidak bisa menggunakan

senyawa asam lemak dan etanol secara langsung.

d. Metanogenesis

Pembentukan metana terjadi pada kondisi anaerobik yang ketat

(respirasi karbon). Dengan demikian, karbon pada biomassa dikonversi ke

karbondioksida (terlarut sebagai HCO-3 + H2) dan metana. Metana

dibentuk melalui dua rute utama (gambar 5). Pada rute primer, fermentasi

produk utama yang berasal dari tahap pembentukan asam yaitu asam

asetat diubah menjadi metana dan karbon dioksida. Bakteri yang

mengubah asam asetat adalah bakteri asetoklastik atau asetofilik. Rute

sekunder menggunakan hidrogen untuk mengurangi CO2 dan untuk

menghasilkan CH4 dengan metanogen hidrogenofilik. Hanya sejumlah

senyawa dalam jumlah terbatas yang dapat digunakan sebagai substrat

dalam metanogenesis yaitu asetat, H2, C02, metanol, dan format.

Berdasarkan stoikiometri, diperkirakan bahwa sekitar 70% dari metana

dihasilkan dari asetat, sedangkan 30% sisanya dihasilkan dari H2 dan

CO2 (Winrock, 2015) .


21

Gambar 6 Pembentukan Metana dari Asam Asetat (a)


dan dari Karbondioksida (b)
(Sumber: Deublein and Steinhauser 2011)

Metana adalah hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas

dengan rumus kimia CH4. Metana murni tidak berbau, tapi jika digunakan

untuk keperluan komersial, biasanya ditambahkan sedikit bau belerang

untuk mendeteksi kebocoran yang mungkin terjadi. Sebagai komponen

utama gas alam, metana adalah sumber bahan bakar utama. Pembakaran

satu molekul metana dengan oksigen akan melepaskan satu molekul CO2

(karbondioksida) dan dua molekul H2O (air): CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O.

Berdasarkan laporan Climate Change 2014 oleh

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), metana adalah gas

penyebab perubahan iklim terbesar kedua setelah karbondioksida dan

merupakan satu dari enam gas rumah kaca yang terdaftar dalam Protokol
22

Kyoto. The Fifth Assessment Report (AR5) dari Intergovernmental Panel

on Climate Change (IPCC) pada November 2014 menunjukkan uap air

(H2O), karbondioksida (CO2), nitrogen oksida (N2O), metana (CH4) dan

Ozon (O) adalah gas rumah kaca utama dalam atmosfir bumi. Laporan itu

juga menunjukkan bahwa potensi pemanasan global metana lebih besar

30% dari laporan sebelumnya yaitu The Fourth Assessment Report (AR4)

dari IPCC. Potensi pemanasan global metana adalah 33 kali lipat dari

karbondioksida dengan rentang waktu 100 tahun (Wu & Ma, 2016). Hal ini

berarti bahwa jika jumlah CO2 dan CH4 yang sama masuk ke atmosfer

maka metana akan menjebak panas 33 kali lipat dibandingkan

karbondioksida dalam rentang waktu 100 tahun ke depan (Winrock, 2015).

Saat ini metana (CH4) dianggap sebagai bahan bakar yang

menjembatani antara ekonomi bahan bakar fosil (karbon) dan kebutuhan

terhadap energi terbarukan dan energi ini diproyeksikan memainkan peran

penting dalam bauran energi global hingga 2035. Sebagai gas rumah

kaca paling melimpah kedua, emisi tahunan CH4 global sebanyak 645 juta

metrik ton, terhitung 14,3% dari jumlah emisi gas rumah kaca

antropogenik global. Dari jumlah ini, lima sumber utama antropogenik

yaitu pertanian, batubara, landfill, minyak dan gas,serta air limbah

bersama-sama mengemisikan 68% dari seluruh emisi CH4. Landfill

merupakan sumber emisi antropogenik CH4 tertinggi ketiga setelah

pertanian dan tambang batubara, dan emisi dari sektor limbah diharapkan
23

mencapai hampir 800 juta metrik ton CO2 ekuivalen (MMTCOe) pada

tahun 2015 (Xiaoli dkk., 2016).

B. Pengolahan Gas Metana Sampah menjadi Tenaga Listrik

Menurut LFG Energy Project Development Handbook (US EPA,

2015), untuk memanfaatkan gas landfill menjadi tenaga listrik secara garis

besar dalam 3 tahap yaitu pengumpulan gas, treatment gas dan

pembangkitan listrik.

1. Sistem Penangkapan Gas

Sistem penangkapan gas landfill dapat dikonfigurasikan dengan

sumur vertikal, parit horizontal atau kombinasi keduanya. Metode paling

umum dalam penangkapan gas yaitu pengeboran sumur vertikal ke dalam

timbunan sampah dan dan menghubungkan pipa untuk mengalirkan gas

ke penampungan menggunakan blower atau sistem induksi vakum. Tipe

sistem penangkapan gas landfill lainnya yaitu menggunakan pipa

horizontal dalam timbunan sampah. Sistem perpipaan horizontal berguna

pada tipe landfill yang lebih dalam dan pada area penimbunan yang aktif.

Beberapa sistem penangkapan menggabungkan sumur vertikal dan

horizontal. Pemilihan desain bergantung pada kondisi spesifik TPA dan

waktu instalasi sistem penangkapan gas landfill. Gambar 8 dan gambar 9

menggambarkan contoh site plan ekstraksi gas landfill, desain sumur

ekstraksi vertikal dan horizontal.


24

Gambar 7 Site Plan Ekstraksi gas Landfill


(Sumber : US. EPA, 2015)

(a) (b)

Gambar 8 a. Sumur Ekstraksi Vertikal, b. Sumur Ekstraksi Horizontal


(Sumber: US. EPA, 2015)

2. Sistem Treatment Gas Landfill

Sebelum gas landfill dapat digunakan dalam proses konversi, gas

ini harus dibersihkan untuk menghilangkan kondensat, partikulat dan


25

pengotor lainnya. Kondensasi terbentuk ketika gas hangat dari landfill

menjadi dingin selama melalui sistem penangkapan. Jika air tidak

dipisahkan dari gas dapat menyebabkan penyumbatan pada sistem

perpipaan dan mengganggu proses penangkapan energi. Gas landfill juga

kadang mengandung siloksan dan senyawa sulfur yang berasal dari

sampah. Kontaminan tersebut dapat mengurangi kinerja pembangkit

listrik.

3. Pembangkit Listrik

Teknologi yang umumnya digunakan pada proyek energi gas

landfill untuk membangkitkan listrik yang dapat mengakomodasi berbagai

ukuran proyek yaitu mesin pembakaran dalam, turbin gas dan mikroturbin.

Kebanyakan proyek pembangkit listrik energi gas landfill (lebih dari 70%)

menggunakan mesin pembakaran dalam, yang sesuai untuk proyek mulai

dari 800 kW hingga 3 MW. Turbin gas lebih digunakan pada proyek besar,

biasanya 5 MW atau lebih. Mikroturbin, sesuai dengan namanya, lebih

kecil dari turbin dengan 1 unit tunggal berkapasitas antara 30 dan 250 kW

dan biasanya digunakan untuk proyek lebih kecil dari 1 MW. Mesin

pembakaran dalam kecil juga sesuai untuk proyek dengan ukuran kisaran

kecil.

C. Perhitungan Potensi Gas Landfill

Pembentukan gas landfill telah banyak diteliti. Proses

pembentukan gas dipengaruhi oleh banyak faktor mengingat signifikannya


26

variabel kondisi TPA, penilaian teoritis tingkat produksi gas menjadi terlalu

rumit. Gas yang diperhitungkan dalam kegiatan penimbunan sampah

adalah gas CH4 (Krakow, 2010).

Jumlah gas landfill yang ditangkap setiap tahun dihitung dengan

menggunakan metodologi IPCC. Metodologi ini merupakan metodologi

yang paling efisien untuk menghitung emisi gas rumah kaca dari landfill

(Ahmed, et al., 2015). Model IPCC 2006 dikembangkan oleh

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) untuk memperkirakan

emisi CH4 dari tempat pembuangan limbah padat. Model ini menggunakan

metode First Order Decay (FOD). Metode ini mengasumsikan bahwa

Degradable Organic Carbon (DOC) meluruh secara perlahan sehingga

CH4 dan CO2 terbentuk. Jika kondisi konstan, laju produksi CH4

bergantung pada jumlah karbon yang tersedia pada limbah. (IPCC,2006)

CH4 dihasilkan dari proses degradasi bahan organik dalam kondisi

anaerob. Selanjutnya, CH4 yang dihasilkan tersebut dapat mengalami

berbagai proses, yaitu teroksidasi di permukaan tanah landfill (OXT), atau

dapat ditangkap gas metannya (RT). Bentuknya dapat berupa

pemanfaatan energinya atau hanya dibakar (flaring). (Ranradgrk, 2015)

Emisi CH4 dari penimbunan sampah dihitung berdasarkan massa

timbulan sampah, fraksi sampah yang terdeposisi, dan potensi

pembentukan gas CH4. Net emisi CH4 untuk satu tahun dapat diperkirakan

dengan mengurangkan emisi CH4 yang terbentuk dengan CH4 yang di

recovery dan teroksidasi seperti pada persamaan berikut:


27

Emisi CH 4   CH 4 , x ,T 
 RT x 1  OX T 

Dimana,

CH4,generated = CH4 yang terbentuk pada tahun T hasil


dekomposisi komponen organik yang tersimpan di
dalam sampah (DDOC)
MSW = timbulan sampah (Gg/tahun)
MSW f = massa limbah yang terdeposisi (Gg)
Lo = potensi pembentukan gas CH4
MCF = faktor koreksi CH4
DOC = fraksi degradable karbon organik pada tahun
deposisi sampah, Gg C/Gg waste
DOCf = fraksi DOC yang dapat terdekomposisi pada
kondisi anaerobik
F = fraksi CH4 pada gas landfill yang terbentuk (%)
16/12 = rasio berat molekul CH4/C:
Emisi CH4 = emisi CH4 dalam tahun T (Gg)
T = tahun inventori
x = kategori atau jenis limbah
RT = recovery CH4 dalam tahun T (Gg)
OXT = faktor oksidasi dalam tahun T (fraksi)

Tingkatan perhitungan tergantung kepada nilai parameter dan

data aktivitas. Cara memperoleh data dapat dipilih sebagai berikut :

a. Tier 1: data aktivitas dan parameter menggunakan angka yang

default (digeneralisir, menggunakan data yang terlah disediakan oleh


28

IPCC,2006).

b. Tier 2: data aktivitas dan parameter menggunakan angka gabungan

antara angka default dan data yang spesifik, berupa kecenderungan

statistik dari data historis (setidaknya 10 tahun terakhir), statistik hasil

survei di wilayah studi, atau data analogi dari wilayah yang memiliki

karakter yang dianggap mewakili.

c. Tier 3: menggunakan kualitas data aktivitas yang spesifik,

dikembangkan secara regional/nasional, atau pengukuran yang

diturunkan dari parameter-parameter spesifik-suatu wilayah tertentu.

Perhitungan dapat menggunakan metoda spesifik-negara yang

setara atau berkualitas lebih tinggi diatas seperti yang dirumuskan dalam

FOD yang berdasarkan metoda Tingkat 3. Parameter-parameter kunci

termasuk half life (waktu paruh) dan penghasil metana potensial (Lo) atau

kandungan DOC dalam limbah dan fraksi DOC yang melalui proses

dekomposisasi (DOCf).

Alur pengambilan keputusan untuk estimasi emisi CH4 dari lahan

pembuangan limbah padat ditunjukkan pada gambar 9.


29

Gambar 9 Alur Pengambilan Keputusan Estimasi Emisi CH4


(Sumber: IPCC, 2006)

Berdasarkan IPCC 2006 Guidelines, CO2 yang diemisikan

dari pengolahan limbah secara biologi tidak termasuk dalam

inventarisasi gas rumah kaca (GRK) dari penimbunan limbah padat di

TPA karena dikategorikan biogenic origin dan dihitung sebagai net

emission dari sektor Agriculture, Forestry and Other Land Use (AFOLU).

Gas-gas lainnya juga tidak termasuk dalam inventarisasi karena tidak

signifikan jumlahnya.
30

D. Ekonomi Teknik

Ekonomi teknik adalah suatu ilmu pengetahuan yang berorientasi

pada pengungkapan dan perhitungan nilai-nilai ekonomis yang

terkandung dalam suatu rencana kegiatan teknik (engineering). Karena

penetapan kegiatan teknik pada umumnya memerlukan investasi yang

relatif besar dan berdampak jangka panjang terhadap aktifitas

pengikutnya, penerapan aktifitas teknik tersebut menuntut adanya

keputusan-keputusan strategis yang memerlukan pertimbangan-

pertimbangan teknik maupun ekonomis yang baik dan rasional. Oleh

karena itu, ilmu ekonomi teknik sering juga dianggap sebagai sarana

pendukung keputusan (Decision Making Support) (Giatman, 2011).

Penelitian dan penilaian ditujukan untuk mengetahui apakah suatu

investasi akan memberi manfaat ekonomi atau apakah investasi yang

dimaksud sudah merupakan pilihan yang optimal dari berbagai

kemungkinan yang ada. Secara umum perhitungan nilai ekonomi

mencakup beberapa parameter yaitu Benefit and Cost Ratio (B/C Ratio),

Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback

Period (PBP).

1. Metode Benefit Cost Ratio (BCR)

Metode benefit cost ratio (BCR) adalah salah satu metode yang

sering digunakan dalam tahap-tahap evaluasi awal perencanaan investasi

atau analisis tambahan untuk memvalidasi hasil evaluasi yang telah

dilakukan dengan metode lainnya. Metode ini sangat baik dilakukan dalam
31

rangka mengevaluasi proyek-proyek pemerintah yang berdampak

langsung pada masyarakat banyak. (public government project) baik

dampak yang bersifat positif maupun yang negatif. Metode BCR ini

memberikan penekanan terhadap nilai perbandingan antara aspek

manfaat (benefit) yang akan diperoleh dengan aspek biaya dan kerugian

yang akan ditanggung (cost) dengan adanya investasi tersebut.

Aspek benefit dan cost dalam proyek-proyek pemerintah mempunyai

pengertian yang lebih luas daripada pengertian biasa, dimana benefit dan

cost itu sendiri seringkali ditemukan dalam bentuk manfaat dan biaya tidak

langsung yang diperoleh pemerintah atauu masyarakat.

Untuk mengetahui BCR dapat dicari dengan menggunakan

persamaan berikut:

Jika BCR ≥ 1 maka investasi layak secara ekonomis dan jika BCR ≤ 1

maka investasi tidak layak secara ekonomis.

2. Net Present Value (NPV)

NPV adalah nilai sekarang dari keseluruhan Discounted Cash Flow

atau gambaran pembiayaan total. Dengan kata lain, NPV adalah

pendapatan total suatu proyek dilihat dari nilai sekarang (nilai pada awal

proyek) (Dodi dkk,2015). Secara matematik nilai NPV dapat dicari dengan

menggunakan persamaan dibawah ini:


32

Dimana:

NPV : Net Present Value


K : Discount rate yang digunakan
COF : Cash outflow investasi
CIFt : Cash inflow pada periode t
N : Periode terakhir cash flow diharapkan

3. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate Return adalah besarnya tingkat keuntungan yang

digunakan untuk melunasi jumlah modal yang dipinjam agar tercapai

keseimbangan kearah nol dengan pertimbangan keuntungan IRR

ditunjukkan dalam bentuk persentase (%) per periode dan biasanya

bernilai positif (I>0) (Dodi dkk, 2015). Untuk menghitung nilai IRR dengan

menggunakan persamaan berikut:

( )

Dimana:

IRR : Internal Rate of Return (%)


NPV1 : Net Present Value dengan tingkat bunga rendah
NPV2 : Net Present Value dengan tingkat bunga tinggi
i1 : tingkat bunga pertama (%)

4. Payback Period (PBP)

Analisis Payback Period pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui

seberapa lama (periode) investasi akan dapat dikembangkan saat


33

terjadinya kondisi balik modal (break even-point). Lamanya periode

pengembalian (k) pada saat BEP adalah:

Dimana:

K : periode pengembalian
CFt : cash flow periode ke t

E. Tinjauan Hasil Penelitian

Sulistyo (2010) telah melakukan kajian terkait pemanfaatan

sampah organik di Pasar Induk kramat Jati sebagai pembangkit listrik

tenaga biogas. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu 1) Mengkaji potensi

sampah organik (sayur-mayur, buah-buahan, dan umbi-umbian) di Pasar

Induk Kramat Jati sebagai bahan baku biogas; 2) Mengkaji metode

pengolahan sampah organik untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan

baku biogas; 3) Merencanakan aspek teknis yang berkaitan dengan

pemilihan lokasi pembangkit listrik, konstruksi digester, proses pemurnian

gas dari digester dan menentukan jenis teknologi pembangkit yang

digunakan; 4) menghitung kapasitas energi listrik dari PLT Biogas yang

dapat dibangkitkan; 5) Menganalisis aspek teknis dan ekonomis PLT

Biogas yang menggunakan teknologi konversi pembangkit gas engine dan

gas turbin engine. Metode yang digunakan untuk mengkaji tujuan tersebut
34

adalah perencanaan digester, analisis aspek teknis, analisis ekonomi dan

analisis kelayakan finansial (kriteria berupa NPV, PBP, dan IRR)

Hapsari dan Wilujeng (2012) telah melakukan kajian emisi

karbondioksida dan metana dari kegiatan reduksi sampah di wilayah

Surabaya bagian selatan. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk

mengetahui jumlah emisi gas karbondioksida dan gas metana dari

timbulan sampah Kota Surabaya dan dari kegiatan reduksi sampah di

wilayah Surabaya bagian selatan dan juga untuk mengetahui faktor

perilaku yang paling mempengaruhi masyarakat untuk melakukan

kegiatan reduksi sampah di wilayah Surabaya bagian selatan. Emisi

karbondioksida dan metana yang dihasilkan dari timbulan sampah

dihitung dengan menggunakan metode perhitungan Intergovernmental

Panel on Climate Change (IPCC), sedangkan Emisi karbondioksida dan

metana yang dihasilkan dari kegiatan reduksi sampah dihitung dengan

menggunakan metode perhitungan United States Environmental

Protection Agency (US-EPA).

Syarifuddin (2012) telah melakukan kajian manfaat dan biaya

pembangkit listrik tenaga sampah untuk desa terpencil di Indragiri Hilir

(studi kasus TPA Sei Beringin). Tujuan penelitian tersebut untuk

memperoleh suatu analisis manfaat yang dihasilkan dengan adanya

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah, dan juga biaya yang dibutuhkan

menerapkan teknologi tersebut di Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau.

PLTSa menggunakan mesin gas pembakaran dalam berbahan bakar gas


35

yang berasal dari landfill. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode Landfill Gas Emission (LandGEM), yaitu alat analisis yang

digunakan oleh US. Environmental Protection Agency (US. EPA) untuk

menghitung gas landfill, dan analisis ekonomi teknik (kriteria berupa

Benefit and Cost Ratio dan NPV).

Safrizal (2014) telah melakukan kajian teknis dan ekonomis

konversi energi dari produksi sampah kota medan. Penelitian ini meliputi

perhitungan total kapasitas sampah di TPA Namo Bintang yang akan

diolah sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga sampah kota dan

potensi energi listrik yang mampu dibangkitkan sebagai sumber energi

listrik alternatif berbasis energi terbarukan ramah lingkungan. Hasil

penelitian volume sampah kota Medan mencapai 1.812 ton/hari dapat

dijadikan sumber energi listrik alternatif sebesar 21,744 MW sekaligus

membantu defisit energi listrik kota Medan.

Widyaputri (2014) melakukan analisis ekonomi pembangkit listrik

tenaga sampah dan manfaat reduksi emisi karbon di tempat pengolahan

sampah terpadu Bantargebang. Tujuan penelitian tersebut yaitu 1)

Mengidentifikasi sistem pengolahan sampah di TPST Bantargebang; 2)

Mengevaluasi manfaat (benefit) ekonomi yang mungkin dihasilkan melalui

reduksi emisi karbon dari kegiatan PLTSa; 3) Mengevaluasi secara

ekonomi terhadap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di

TPST Bantargebang. Penilaian manfaat ekonomi reduksi emisi karbon

menggunakan Landfill Gas Emission (LandGEM) dari US.EPA. Analisis


36

Benefit-Cost digunakan untuk mengevaluasi proyek secara ekonomi

dengan kriteria berupa NPV, IRR, (Net B/C) Net Benefit Cost dan Payback

Period.

Dodi, dkk (2015) melakukan kajian kelayakan pembangunan

pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di TPA Air Dingin Kota

Padang. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu metode

perhitungan IPCC untuk perhitungan emisi CH4 dan analisis ekonomi

pembangunan PLTSa dengan kriteria NPV, IRR, Benefit Cost Ratio dan

Payback Period.

F. Dasar Kerangka Konseptual

Ide dasar dari penelitian ini adalah pengelolaan sampah, emisi

gas rumah kaca dan isu energi. Masalah tersebut didasari dari

pertumbuhan penduduk. Seiiring dengan pertumbuhan penduduk maka

kebutuhan konsumsi produk dan konsumsi energi listrik pun akan

bertambah. Hal ini menyebabkan peningkatan timbulan sampah dan

menurunnya cadangan energi dimana saat ini ketergantungan terhadap

bahan bakar fosil masih sangat besar. Pengolahan sampah pada

pemrosesan akhir di TPA dengan sistem controlled landfill menghasilkan

emisi gas rumah kaca.

Sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut penulis

berpendapat bahwa pemanfaatan gas metana hasil penimbunan sampah

di TPA Puwatu sebagai sumber energi terbarukan memberikan solusi


37

terhadap permasalahan diatas. Untuk itu perlu dilakukan penelitian

tentang potensi energi listrik yang dapat dihasilkan oleh gas metana TPA

Puwatu.

Setelah potensi energi diketahui maka analisis manfaat dan biaya

yang mungkin dihasilkan dari pemanfaatan energi TPA Puwatu menjadi

energi listrik sangat diperlukan untuk mengetahui apakah pembangunan

suatu pembangkit listrik tenaga gas metan sampah layak dikembangkan.

Dengan mempertimbangkan aspek teknis, ekonomis dan faktor

internal (kekuatan dan kelemahan) serta faktor eksternal (peluang dan

ancaman) maka strategi pengembangan pemanfaatan energi gas metan

sampah menjadi energi listrik dapat dirumuskan.

Gambar 11 menjelaskan secara umum kerangka konseptual dari

penelitian ini, adapun variabel penelitian dan teknik analisis dijelaskan

dalam diagram alur metode penelitian pada Gambar 14.


38

Pertambahan Penduduk

Pertambahan Konsumsi Pertambahan Konsumsi


Produk Energi Listrik

Pertambahan Timbulan Menurunnya cadangan


Sampah energi fosil

Peningkatan Emisi Gas Berkurangnya pasokan


Metan di TPA energi untuk listrik

Regulasi :
Regulasi : 1. PP 79/2014 ttg Kebijakan energi Nasional,
1. UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan peningkatan persentase pemanfaatan
Pemanfaatan Gas Metan Sampah
2. Perpres 61/2011 tentang Rencana Aksi energi terbarukan dalam bauran energi nasional dan
sebagai energi alternatif untuk
Nasional Penurunan emisi Gas Rumah mengurangi pemanfaatan energi fosil
pembangkit listrik
Kaca (RAN-GRK) 2. Permen ESDM 19/2013 tentang Pembelian tenaga listrik
oleh PT. PLN (Persero) dari pembangkit listrik berbasis
sampah kota

Mengurangi emisi gas Mengurangi konsumsi


rumah kaca Potensi Energi Listrik energi BBM berbasis fosil

Mengatasi masalah Meningkatkan Rasio


sampah Elektrifikasi
Kelayakan Usaha

Keterangan : Ruang lingkup


Strategi Pengembangan
penelitian

Gambar 10 Kerangka Konsep Penelitian


39

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

kuantitatif dan kualitatif. Penelitian deskriptif kuantitatif merupakan usaha

sadar dan sistematis untuk memberikan jawaban terhadap suatu masalah

dan/atau mendapatkan informasi lebih mendalam dan luas terhadap suatu

fenomena dengan menggunakan tahap-tahap penelitian kuantitatif (Yusuf,

2013). Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui perhitungan potensi gas

metana sampah di TPA Puwatu, perhitungan potensi energi listrik dari

gas metana sampah, serta penilaian manfaat dan biaya pengembangan

gas metana sampah sebagai sumber energi listrik yang didukung dengan

survey dan wawancara kepada narasumber yang berkompeten, juga

mengakses data pada instansi terkait.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian di lakukan pada bulan Januari – Maret 2017 dan

dilaksanakan di Kota Kendari dengan fokus utama pada pengembangan

pemanfatan gas metana sebagai sumber energi listrik di TPA Puwatu Kota

Kendari.
40

Gambar 11 Peta Lokasi TPA Kota Kendari


41

C. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini sumber data yang dibutuhkan meliputi data

primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung

dilokasi penelitian. Data ini diperoleh dari observasi dilapangan dan

melalui wawancara informan. Informan ditentukan secara sengaja

untuk memudahkan penelitian.

Sumber data primer diperoleh dari TPA Puwatu, Dinas

Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Kendari, serta

BAPPEDA Provinsi Sulawesi Tenggara.

Data primer yang dibutuhkan adalah komposisi sampah di

TPA Puwatu, kebijakan pengelolaan sampah di Kota Kendari serta

kebijakan pengembangan energi daerah.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui berbagai sumber laporan

tertulis, pustaka dan dokumen-dokumen lainnya. Sumber data

sekunder adalah Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman

Kota Kendari, Kantor BPS, dan dari studi literatur.

Data sekunder yang dibutuhkan antara lain data

kependudukan (Jumlah penduduk, pertumbuhan jumlah penduduk )

dan data pengelolaan sampah. Selain itu data sekunder juga


42

diperoleh dari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan

pemanfaatan gas landfill sebagai energi.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua

jenis yaitu data primer dan data sekunder. Adapun teknik pengumpulan

dan penyajian masing-masing jenis data sebagai berikut :

1. Pengumpulan Data Primer

Merupakan suatu proses pengambilan data secara langsung di

lapangan untuk mengetahui fakta atau kondisi aktual di wilayah studi.

Survei data primer dilakukan dengan :

1. Observasi

Observasi dilakukan dengan melihat, mengamati atau mengukur

secara langsung obyek dan situasi lokasi dengan memperoleh

gambaran secara nyata yang terjadi dilapangan dengan

mengumpulkan data secara obyektif seperti komposisi sampah TPA

Puwatu, kondisi TPA Puwatu, pengolahan sampah di TPA Puwatu.

Pengukuran komposisi sampah dilakukan dengan mengambil

sampel sampah yang berasal dari tumpahan sampah (dari truk)

sebanyak 1 m3. Setelah itu dilakukan pemilahan sampel sampah ke

dalam 11 komponen sesuai dengan komposisi sampah metode IPCC

2006. Kemudian dilakukan penimbangan untuk setiap komponen


43

tersebut. Pengukuran komposisi sampah dilakukan untuk 2 musim

yaitu musim kemarau dan musim hujan.

2. Wawancara

Pedoman wawancara yang digunakan berupa pengolahan

sampah di TPA, permasalahan dan penjelasan lebih mendalam dari

informan mengenai pemanfaatan gas metana dari sampah sebagai

energi.

Teknik penentuan informan menggunakan cara purposive

sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan menggunakan

kriteria khusus terhadap sampel yang dipilih. Informan dipilih dengan

pertimbangan bahwa orang-orang tersebut mempunyai informasi dan

merupakan pengambil kebijakan di instansi masing-masing.

2. Pengumpulan data sekunder

Data sekunder diperoleh melalui survei institusional dan studi

pustaka.

1. Survei Institusional

Survei ini dilakukan dengan mengunjungi instansi terkait untuk

memperoleh data yang dibutuhkan.

2. Studi literatur

Studi literatur yang dilakukan berkaitan dengan penelitian ini,

berupa teori dasar, kajian energi metana, kajian pembangkit listrik

tenaga gas metana sampah, kajian ekonomi teknik, jurnal, sumber

informasi terkait pemanfaatan gas landfill sebagai energi terbarukan.


44

E. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua pendekatan

yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Adapun analisis data untuk

menyelesaikan rumusan masalah dijabarkan sebagai berikut:

1. Menghitung potensi energi Listrik dari gas metana sampah

1.1 Menghitung potensi gas metana sampah TPA Puwatu

Untuk mengetahui potensi energi listrik dari gas metana sampah di

TPA Puwatu terlebih dahulu dilakukan perhitungan potensi gas metana

sampah TPA Puwatu. Estimasi potensi gas metana sampah TPA Puwatu

akan dinilai dengan menggunakan model perhitungan metode IPCC

2006. Intergovernmental Panel of Climate Change (2006)

mengembangkan sebuah metode untuk memperkirakan kandungan gas

rumah kaca yang disebut metode IPCC 2006. IPCC 2006 dioperasikan

dengan mengadopsi sistem software Microsoft Excel. Metodologi dari

IPCC 2006 dalam memperkirakan emisi CH4 dari tempat pembuangan

limbah padat didasarkan pada metode First Order Decay (FOD).

Berdasarkan metode FOD ini, total gas CH4 yang dihasilkan pada tahun T

dan dikoreksi jumlah gas CH4 yang dimanfaatkan atau dibakar. Metode ini

mengasumsikan bahwa Degradable Organic Carbon (DOC) meluruh

secara perlahan sehingga CH4 dan CO2 terbentuk. Jika kondisi konstan,

laju produksi CH4 bergantung pada jumlah karbon yang tersedia pada

sampah (IPCC,2006).
45

Data yang digunakan adalah proyeksi penduduk, laju

pembentukan sampah domestik, jenis TPA, data distribusi pengelolaan

sampah, dan data komposisi sampah.

Proses perhitungan emisi CH4 dengan metode IPCC 2006 diawali

dengan menghitung total sampah terurai yang ditimbun di TPA

menggunakan persamaan berikut :

DDOCm = W x DOC x DOCf x MCF

dimana:

DDOCm : total sampah terurai yang ditimbun di TPA ((Gg)

W : total sampah yang ditimbun di TPA (Gg)

DOC : fraksi sampah mudah terurai (Gg C/Gg sampah)

DOCf : fraksi DOC terdekomposisi

MCF : faktor koreksi CH4

Estimasi nilai DOC dapat diperoleh berdasarkan komposisi

sampah dan dapat dihitung melalui rata-rata nilai DOC dari masing-

masing sampah terurai. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

DOC = Σ (DOCi x W i)

dimana:

DOCi : fraksi karbon organik sampah tipe i

Wi : fraksi berat sampah tipe i

Nilai DOCf yang umum digunakan adalah 0,5. Nilai DOCf

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kelembaban, pH, dan


46

komposisi sampah (Ranradgrk, 2015).

Emisi CH4 dari penimbunan sampah untuk satu tahun dapat

diperkirakan dengan menggunakan persamaan berikut:

Emisi CH 4   CH 4 , x ,T 
 RT x 1  OX T 

Dimana,

Emisi CH4 : emisi CH4 dalam tahun T (Gg)

T : tahun inventori

x : kategori atau jenis limbah

RT : recovery CH4 dalam tahun T (Gg)

OXT : faktor oksidasi dalam tahun T (fraksi)

Berdasarkan prosesnya, CH4 dihasilkan dari degradasi bahan

organik dalam kondisi anaerob. Selanjutnya, CH 4 yang dihasilkan

tersebut dapat mengalami berbagai proses, yaitu teroksidasi di

permukaan tanah landfill (OXT), atau dapat ditangkap gas metananya

(RT). Bentuknya dapat berupa pemanfaatan energinya atau hanya

dibakar (flaring).

Fitur utama yang disediakan oleh IPCC 2006 adalah parameter,

activity, Methane Correction Factor dan Result. Tata cara penggunaan

spreadsheet atau software IPCC 2006 GL sebagai berikut :

Tahap I Input Parameter

Pada sheet ini dibutuhkan data nama kota , negara dan wilayah

perhitungan emisi metana, tahun TPA mulai beroperasi, DOC

(Degradable Organic Carbon), konstanta pembentukan metana, delay


47

time (waktu rata-rata yang dibutuhkan sebelum reaksi), fraksi gas metana

dalam gas landfill, faktor konversi C menjadi CH4, faktor oksidasi

dipermukaan.

Tahap II Penentuan Methane Correction Factor (MCF)

Faktor koreksi metana (MCF) menunjukkan derajat terjadinya

penguraian secara anaerob. Terjadinya penguraian anaerob tergantung

dari jenis TPA yaitu unmanaged-shallow, unmanaged-deep, managed,

managed-semi aerobic, uncategorized. Pada sheet ini, input MCF

berdasarkan tipe TPA dengan opsi :

1. Menggunakan nilai IPCC default MCF, atau

2. Menggunakan nilai parameter MCF lokal apabila tersedia.

Input kedua yaitu persentase distribusi sampah di masing-masing

jenis TPA atau tipe TPA yang dimiliki suatu daerah.

Tahap III Input Aktivitas data

Pada sheet ini dibutuhkan data jumlah sampah yang masuk ke

TPA dalam Ggram, persentase sampah yang dibuang ke TPA dan

komposisi sampah di TPA.

Tahap IV Hitungan Emisi CH4 dari timbunan sampah TPA

Sheet Result merupakan langka terakhir dalam metode IPCC ini

yang menampilkan hasil-hasil perhitungan metana yang terbentuk.

1.2 Menghitung potensi energi listrik dari gas metana yang dihasilkan

oleh landfill
48

Dengan mengetahui potensi gas metana yang dihasilkan TPA

puwatu, maka potensi energi listrik dapat dihitung. Perhitungan potensi

energi listrik dari gas metana sampah dilakukan dengan menyetarakan

potensi energi gas metana ke dalam satuan energi listrik (kWh). Dalam

Renewable energy Conversion, Transmission and Storage oleh Bent

Sorensen (2007), konversi gas metana sampah menjadi energi listrik

dilakukan dengan menyetarakan potensi panas yang dimiliki 1 Kg gas

metana yaitu setara dengan 6,13 x 107 J dan 1 kWh listrik setara 3,6 x

106J sehingga 1 Kg gas metana setara dengan 17,03 kWh.

Tabel 3 Data Konversi Energi

Konversi Energi

1 Kg Gas Metana 6,13 x 107 J

1 kWh 3,6 x 106J

1 Kg Gas Metana 17,03 kWh

Sumber : Sorensen (2007)

2. Mengetahui manfaat dan biaya pengembangan energi listrik dari

gas metana sampah

Setelah mengetahui potensi energi listrik, kemudian menganalisis

manfaat dan biaya yang mungkin dihasilkan dari pemanfaatan potensi

tersebut. Manfaat yang diterima merupakan semua pendapatan yang

mungkin didapatkan dari pembangkit listrik tenaga gas metana sampah.

Komponen pendapatan terdiri dari penjualan listrik, tipping fee dan


49

pendapatan akibat pengurangan emisi gas rumah kaca.

Komponen biaya merupakan biaya yang harus dikeluarkan dalam

pembangunan, pengembangan, maupun pemeliharaan proyek.

Komponen tersebut dapat dikelompokkan menjadi biaya investasi dan

biaya O&M (Operasional dan Pemeliharaan). Biaya investasi meliputi

investasi modal tetap dan modal kerja. Investasi modal tetap mencakup

perkiraan beberapa komponen biaya langsung seperti biaya pembelian

peralatan, utilitas, dan biaya tak langsung seperti biaya perancangan,

biaya pengawasan dan biaya tak terduga. Dalam melakukan asumsi-

asumsi untuk biaya investasi disesuaikan dengan kondisi dan keadaan

yang ada di TPA Puwatu Kendari.

Biaya investasi yang diperlukan untuk membangun pembangkit

listrik tenaga gas metana sampah di TPA Puwatu meliputi:

a. Collection System

Biaya collection system terdiri dari biaya biaya pembuatan sumur

gas, flare dan blower beserta biaya instalasinya.

b. Treatment System

Biaya treatment system yaitu biaya sistem kondensator. Biaya ini

terdiri dari sistem pemurnian/pemisahan gas dengan air yang ada

pada landfill dan pendinginan gas dari suhu 60˚C menjadi 25˚C.

c. Electricity Generation

Biaya electricity generation terdiri dari sistem pembangkit listrik

yang menggunakan gas engine atau gas turbine engine dan trafo.
50

d. Capping dan Instalasi

Capping adalah penutup pada sanitary landfill yang terbuat

dari bahan retardant fiber material.

e. Pipa Gas, Pipa Air Lindi, Sludge dan Instalasi

Biaya operasional dan pemeliharaan adalah pengeluaran yang

diperlukan agar kegiatan operasi dan produksi berjalan dengan lancar

dan tidak ada hambatan baik dari segi mesin maupun faktor-faktor

lainnya.

Setelah mengidentifikasi biaya dan manfaat dapat diketahui

kelayakan investasi proyek pembangkit listrik tenaga gas metana sampah

dengan menggunakan parameter Net Benefit Cost (Net B/C) dan Net

Present Value (NPV).

3. Arahan pengembangan energi listrik dari gas metana sampah

Metode SWOT

Untuk merumuskan arahan pengembangan pemanfaatan gas

metana sampah sebagai tujuan ketiga dalam penelitian ini, penulis

menggunakan teknik analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities

dan Threats). Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara

sistematis untuk merumuskan strategi daerah atau institusi. Analisis ini

didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength)

dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat

meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats).


51

Keempat unsur SWOT ini dapat pula dikelompokkan menjadi dua

yaitu faktor internal kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), serta

faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats).

Kriteria-kriteria internal utama yang dipertimbangkan adalah

faktor yang mempengaruhi keberhasilan program pembangkit listrik

tenaga gas metana sampah di TPA Puwatu, meliputi beberapa aspek

yaitu:

1. Aspek Sumberdaya

a. Aspek ketersediaan sumber penghasil energi listrik

Ketersediaan sampah organik yang cukup akan menghasilkan gas

metana yang dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik.

b. Aspek Sumberdaya manusia

Aspek ini meliputi kompetensi, kemampuan dan jumlah sumberdaya

manusia di wilayah dan di instansi pengelola TPA Puwatu.

c. Aspek sumberdaya finansial

Aspek pembiayaan TPA Puwatu mempunyai peran penting dalam

menjalankan roda operasi dan pemeliharaan sistem pemanfaatan gas

metan TPA Puwatu. Berbagai masalah yang timbul pada umumnya

disebabkan oleh adanya keterbatasan dana sepeti keterbatasan dana

investasi peralatan, dana operasional dan pemeliharaan.

d. Aspek geografis
52

Aspek geografis wilayah digunakan untuk melihat bagaimana letak,

posisi dan wilayah jangkauan PLTSA termasuk mobilitas dan akses ke

lokasi.

e. Aspek infrastruktur

Aspek infrastruktur meliputi ketersediaan sarana dan prasarana

dalam terwujudnya pembangkit listrik tenaga gas metana, serta kesiapan

infrastruktur dan jaringan pendukung.

2. Aspek Kelembagaan

Aspek kelembagaan meliputi institusi pengelola sampah, sistem

pengumpulan sampah dan penanganan sampah

3. Aspek Regulasi

Aspek peraturan dan kebijakan daerah digunakan untuk mengetahui

apakah pemanfaatan gas metana TPA Puwatu mendapat dukungan dari

pemerintah.

Faktor yang dipertimbangkan dalam penilaian eksternal adalah

dengan memahami kondisi situasi yang terkait politik, sosial, ekonomi dan

teknologi yang dapat mempengaruhi terlaksananya PLTSa di TPA

Puwatu. Kriteria tersebut adalah:

a. Aspek Politik

Aspek politik mempertimbangkan kondisi politik yang dapat

mempengaruhi penerapan PLTSa di wilayah seperti kebijakan/peraturan

pemerintah pusat terkait energi terbarukan dan gas rumah kaca.

b. Aspek Ekonomi
53

Yaitu aspek yang dapat mempengaruhi terlaksananya PLTSa seperti

sumber pembiayaan yang bisa diperoleh, investasi pembangunan, harga

peralatan dan bahan yang mendukung terlaksanya pengembangan

pembangkit listrik tenaga sampah. .

c. Aspek Teknologi

Aspek ini meliputi ketersediaan teknologi dalam pengembangan

PLTSa.

Adapun langkah-langkah merumuskan arahan dengan analisis

SWOT sebagai berikut:

1. Analisis Faktor Internal

Analisis faktor strategi internal dilakukan dengan menyusun

suatu Tabel IFAS (Internal Factor Analysis System) guna dapat

melakukan penilaian secara lebih konkret terhadap faktor-faktor

strategis daerah atau institusi baik kekuatan maupun kelemahan

(Rangkuti, 2006).

Penyusunan tabel IFAS dengan menggunakan langkah dan

tahapan perhitungan sebagai berikut:

a. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan

utama dari daerah penelitian ke dalam kolom 1.

b. Memberi bobot masing-masing faktor dalam kolom 2 untuk unsur

tersebut dengan nilai mulai dari 0,0 (tidak penting) sampai

dengan 1,0 (sangat penting) berdasarkan fungsi dan peranan

faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis daerah penelitian


54

c. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor

atau unsur menggunakan skala mulai dari 1 (sangat buruk)

sampai dengan 3 (sangat baik) berdasarkan kondisi dan kualitas

masing-masing unsur kekuatan dan kelemahan.

d. Kalikan bobot dalam kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk

memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa

skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya

bervariasi mulai mulai dari 3,0 (sangat baik) hingga 1,0 (sangat

buruk).

e. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh

total skor pembobotan bagi daerah atau institusi yang

bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana daerah atau

institusi bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya.

2. Analisis Faktor Eksternal

Analisis faktor strategi Eksternal dilakukan dengan menyusun

suatu Tabel EFAS (External Factor Analysis System) untuk

merumuskan faktor-faktor strategi eksternal dalam kerangka peluang

(Opportunities) dan ancaman (Threats). Langkah-langkah dan

tahapan perhitungannya sebagai berikut :

a. Menentukan beberapa peluang dan ancaman utama yang

dihadapi oleh daerah ke dalam kolom 1.

b. Memberi bobot masing-masing faktor dalam kolom 2 dengan nilai

mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting)
55

sesuai fungsi dan peranan faktor-faktor tersebut terhadap posisi

strategis daerah dalam pencapaian tujuan.

c. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor

atau unsur menggunakan skala mulai dari 1 (sangat buruk)

sampai dengan 3 (sangat baik) berdasarkan besarnya pengaruh

faktor tersebut terhadap kondisi daerah bersangkutan.

d. Kalikan bobot dalam kolom 2 dengan skor pada kolom 3 untuk

memperoleh nilai untuk masing-masing faktor ke dalam kolom 4.

Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor

yang nilainya bervariasi mulai dari 3,0 (sangat baik) hingga 1,0

(sangat buruk).

e. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh

total skor pembobotan bagi daerah atau institusi yang

bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana daerah atau

institusi bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya.

Nilai bobot diperoleh berdasarkan rumus sebagai berikut :

Bobot Faktor x (Bi)

Dimana :

Bi : Bobot setiap rating


TR : Total rating
Σn : Jumlah faktor/aktivitas
Ri : Rating setiap faktor/aktivitas
56

3. Identifikasi posisi strategi pengembangan melalui diagram

Berdasarkan hasil perhitungan matriks IFAS dan EFAS yang

menhghasilkan sumbu x dan y kemudian digambarkan dalam diagram

SWOT. Diagram SWOT menunjukkan posisi strategi pemanfaatan gas

metana sampah pada kuadran I, II, III, atau IV. Diagram SWOT dapat

dilihat pada gambar berikut 13 dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Kuadran I (positif, positif)


Posisi ini menandakan sebuah situasi yang sangat

menguntungkan, Rekomendasi strategi yang harus diterapkan

dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pengembangan

yang agresif.

2. Kuadran II (positif, negatif)


Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun

menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang

diberikan adalah Diversifikasi Strategi, artinya organisasi dalam

kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat

sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan

untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi

sebelumnya. Oleh karenanya, organisasi disarankan untuk

segera memperbanyak ragam strategi taktisnya.

3. Kuadran III
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun

sangat berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah

Ubah Strategi, artinya organisasi disarankan untuk mengubah


57

strategi sebelumnya. Sebab, strategi yang lama dikhawatirkan

sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus

memperbaiki kinerja organisasi.

4. Kuadran IV
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan

menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategi yang

diberikan adalah Strategi Bertahan, artinya kondisi internal

organisasi berada pada pilihan dilematis. Oleh karenanya

organisasi disarankan untuk meenggunakan strategi bertahan,

mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok.

Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.

Sumber: Rangkuti, 2006


Gambar 12 Diagram SWOT : Identifikasi Posisi Strategi
58

4. Merumuskan Strategi SWOT

Penyusunan strategi menggunakan metode ini melalui matriks

SWOT menghasilkan kombinasi atau keluaran strategi berikut ini :

a. Strategi SO

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran pemerintah atau

pelaku penyedia data dan perencana, yaitu dengan memanfaatkan

seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang

sebesar-besarnya.

b. Strategi ST

Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang

dimiliki lembaga pemerintah untuk mengatasi ancaman.

c. Strategi WO

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang

ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

d. Strategi WT

Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan

berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari

ancaman.
59

Tabel 4 Matriks SWOT

IFAS
Kekuatan Kelemahan

Tentukan 5-10 faktor Tentukan 5-10 faktor


kekuatan internal yang kelemahan internal yang
EFAS
paling strategis paling strategis

Peluang Strategi SO Strategi WO


Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
Tentukan 5-10 faktor
menggunakan kekuatan meminimalkan
peluang eksternal yang
paling strategis untuk memanfaatkan kelemahan untuk
peluang memanfaatkan peluang
Strategi ST Strategi WT
Ancaman
Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
Tentukan 5-10 faktor menggunakan kekuatan meminimalkan
ancaman eksternal yang untuk mengatasi kelemahan dan
paling strategis ancaman menghindari ancaman

Sumber: (Rangkuti, 2006)


60

Gambar 13 Diagram Alir Metode Penelitian


61

F. Definisi Operasional

Untuk kesamaan pemahaman tentang masalah yang diteliti maka

perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut :

1. Landfill adalah penimbunan sampah pada lubang ditanah.

2. Sanitary Landfill adalah sistem pengolahan sampah dengan

menimbun, meratakan dan memadatkan sampah dengan alat berat

yang dilakukan setiap hari.

3. Controlled Landfill adalah sistem pengolahan sampah dengan

menimbun, meratakan dan memadatkan sampah dengan alat berat

yang dilakukan setiap 3-6 hari sekali.

4. Energi terbarukan adalah sumber energi yang cepat dipulihkan

kembali secara alami, dan prosesnya berkelanjutan.

5. Potensi gas metana adalah gas metana yang dihasilkan dari

kegiatan penimbunan sampah di TPA.

6. Potensi energi listrik adalah jumlah listrik yang bisa dihasilkan oleh

produksi gas metana dari landfill.

7. PLTSa adalah pembangkit listrik tenaga sampah.

G. Asumsi Dasar

Pada pembangunan Pembangkit listrik tenaga sampah, Dinas

Kebersihan menggunakan modal yang berasal dari dana cadangan yang

diambil APBD Kota Kendari. Harga yang digunakan adalah harga yang
62

berlaku pada saat penelitian, yaitu pada bulan Januari - Maret 2017.

Berikut asumsi dasar yang digunakan untuk perhitungan kelayakan

finansial pembangunan PLTSa adalah sebagai berikut:

1. Modal awal berasal dari pinjaman sehingga suku bunga yang

digunakan sebesar 17 persen (sesuai dengan tingkat suku bunga

untuk pinjaman BI 2017).

2. Pengelola PLTSa adalah PT. A, adalah unit usaha yang merupakan

unit identitas bisnis murni.

3. Harga seluruh peralatan dan biaya-biaya pada analisis ini bersumber

dari survey lapangan olahan penulis

4. Umur ekonomis proyek ditetapkan 20 tahun, berdasarkan umur

ekonomis pembangkit sebagai komponen PLTSa.

5. Dalam satu tahun diasumsikan 335 hari operasional dan 30 hari

maintainance.

6. Tanah tidak diperhitungkan dalam analisis ini, karena tanah yang

digunakan milik Pemkot Kendari.

7. Bahan baku dari PLTSa adalah seluruh gas metana yang dihasilkan

TPA Puuwatu Kota Kendari.

8. Teknologi yang digunakan untuk PLTSa Kota Kendari mengacu pada

LFG Energy Project Development Handbook US Environmental

Protection Agency (2015).


63

9. Harga sampah dianggap nol dan perhitungan produksi PLTSa dalam

penelitian ini diasumsikan dilakukan diawal proses dan seterusnya

sama.

10. Pendapatan berasal dari penjualan listrik dan tipping fee..

11. Biaya operasional mengalami kenaikan 10 persen per dua tahun.

12. Harga jual listrik dari pemanfaatan gas metana dengan teknologi

sanitary landfill, sesuai tarif ketetapan Permen ESDM No. 44 tahun

2015 tentang pembelian tenaga listrik oleh PT. PLN (Persero) dari

pembangkit listrik berbasis sampah kota yaitu sebesar 20,16 cent

USD/kWh dengan kurs dollar Rp. 13.200 yang terhubung ke

Jaringan tegangan Rendah (JTR).

13. Perhitungan pajak melalui analisis rugi laba berdasarkan undang-

undang No.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan badan usaha,

adapun besarnya nilai pajak sebagai berikut: rugi tidak dikenakan

pajak, kurang dari 50 juta dikenakan pajak 10 persen, antara 50-100

juta dikenakan pajak 10 persen, ditambah selisih pendapatan setelah

dikurangi 50 juta dikenakan pajak 15 persen, lebih dari 100 juta

dikenakan pajak 10 persen, ditambah 50 juta dikenakan pajak 15

persen, ditambah selisih pendapatan setelah dikurangi 100 juta

dikenakan pajak 30 persen.

H. Matriks Penelitian

Untuk menggambarkan secara detail penelitian ini, maka disusun

sebuah tabel/matriks penelitian, sebagai berikut:


64

Tabel 5 Matriks Penelitian

SUMBER PENGUMPULAN
RUMUSAN TUJUAN ANALISIS
NO KONSEP & VARIABEL DATA DAN INFORMASI DATA DAN DATA DAN
MASALAH PENELITIAN DATA
INFORMASI INFORMASI
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Berapa besar potensi Menghitung potensi Potensi Gas Metana Data Sekunder Kantor Studi dokumen Analisis
energi listrik dari gas energi listrik dari gas TPA Bappeda dan observasi Kuantitatif
metana sampah di metana sampah di 1 Data Proyeksi Prov. Sultra, Metode
TPA Puwatu Kendari TPA Puwatu - Timbulan sampah, -
penduduk IPCC
2 Data laju Dinas - Konversi
- Komposisi sampah
pembentukan Kebersihan energi
Konversi energi sampah domestik Kota Kendari, terbarukan
terbarukan 3 Data Timbulan
Sampah
4 Laju Pertumbuhan
Penduduk
Data Primer
1 Komposisi Sampah
2 Bagaimana biaya dan Menganalisis biaya Konsep Ekonomi Data Sekunder Dinas Studi Dokumen Analisis
manfaat yang dan manfaat yang Teknik Kebersihan dan observasi Kuantitatif
mungkin dihasilkan mungkin dihasilkan 1 Biaya Investasi Kota Kendari Ekonomi
dari pengembangan dari pengembangan pemanfaatan gas Teknik
energi listrik tenaga energi listrik tenaga metan - Analisis
gas metana sampah gas metana sampah 2 Biaya Operasional Benefit/Cost
di TPA Puwatu di TPA Puwatu. Pemanfaatan gas
- NPV
metan
3 Harga kredit reduksi - IRR
emisi
Data hasil analisa: - Payback
Period
Potensi energi listrik gas
metana sampah
65

SUMBER PENGUMPULAN
RUMUSAN TUJUAN ANALISIS
NO KONSEP & VARIABEL DATA DAN INFORMASI DATA DAN DATA DAN
MASALAH PENELITIAN DATA
INFORMASI INFORMASI
1 2 3 4 5 6 7 8

3 Bagaimana arahan Merumuskan arahan Konsep SWOT Data Primer Informan: Wawancara, Analisis SWOT
pengembangan pengembangan 1 Faktor Internal Dinas observasi dan
pemanfaatan gas pemanfaatan gas (Kekuatan dan Kebersihan studi dokumen
metana sampah metana sampah Kelemahan Kota Kendari,
sebagai energi listrik? sebagai sumber Dinas ESDM
energi listrik di TPA Prov. Sultra
Puwatu 2 Faktor Eksternal Hasil dari
(Peluang dan analisis
ancaman) tujuan 1 dan
3 Hasil dari analisis tujuan 2
tujuan 1 dan tujuan 2
66

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kota Kendari

Kota Kendari adalah ibukota provinsi Sulawesi Tenggara, secara

geografis terletak di antara 122°26‟33” dan 122°39‟14” Bujur Timur dan

3°54‟40” dan 4°5‟05” Lintang Selatan serta mempunyai ketinggian rata-

rata minimal 14 Meter, maksimal 45 Meter. Kota Kendari memiliki luas

wilayah administratif 295,89 Km2, terdiri atas 10 Kecamatan, 64

Kelurahan, 335 RW, 918 RT dengan jumlah penduduk 347.496 jiwa.

Sebagian besar wilayah daratan Kota Kendari mengelilingi Teluk Kendari

yang dilewati oleh beberapa sungai-sungai yang bermuara ke Teluk

kendari.

Secara administrasi wilayah Kota Kendari sebelah utara

berbatasan dengan wilayah Kabupaten Konawe, sebelah barat

berbatasan dengan kabupaten Konawe Selatan, sebelah timur berbatasan

dengan Laut Kendari, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten

Konawe Selatan. (Gambar 15)

Luas wilayah menurut kecamatan sangat beragam. Kecamatan

Baruga merupakan kecamatan terluas dengan wilayah 55,51 km2 atau

18,76% dari total luas wilayah Kota Kendari, sedangkan kecamatan


67

terkecil adalah Kecamatan Kadia dengan luas wilayah 7,61 km2 atau

hanya 2,57% dari total luas Kota Kendari. (Tabel 6)


68

Gambar 14 Peta Administrasi Kota Kendari


(Sumber : Pokja Sanitasi dan Air Minum Kota Kendari, 2012)
69

Tabel 6 Letak dan luas wilayah administrasi per kecamatan di Kota


Kendari

Letak Luas Wilayah


No. Kecamatan
Lintang Selatan Bujur Timur Km2 %
1 Mandonga 3°54'40" - 3°58'49" 122°30'17" - 122°32'03" 23,33 7,88
2 Baruga 3°59'47" - 4°5'01" 122°26'37" - 122°32'57" 49,15 16,61
3 Puuwatu 3°55'03" - 4°0'55" 122°26'33" - 122°30'40" 45,79 15,48
4 Kadia 3°58'15" - 3°59'59" 122°29'27" - 122°31'32" 7,61 2,57
5 Wua-wua 3°58'35" - 4°0'48" 122°27'58" - 122°30'52" 9,73 3,29
6 Poasia 3°58'59" - 4°5'05" 122°32'01" - 122°36'04" 55,51 18,76
7 Abeli 3°58'34" - 4°4'02" 122°34'13" - 122°39'14" 46,98 15,88
8 Kambu 3°58'39" - 4°4'45" 122°30'39" - 122°33'42" 21,17 7,15
9 Kendari 3°56'27" - 3°58'44" 122°34'40" - 122°37'37" 14,21 4,8
10 Kendari Barat 3°56'11" - 3°58'23" 122°31'12" - 122°34'58" 22,41 7,57

Sumber: BPS,2017

Kota Kendari merupakan wilayah tropis dengan temperatur udara

rata-rata berkisar antara 25,1°C - 28,9°C, suhu minimum terendah pada

bulan September yaitu 17,8°C dan suhu maksimum tertinggi pada bulan

November dan Desember yaitu 35,4°C. pada bulan Juni hingga

September arus angin berasal dari Benua Australia dan tidak banyak

mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau.

Sebaliknya pada bulan Desember hingga Maret arus angin banyak

mengandung uap air yang berasal dari Benua Asia dan Samudera Pasifik

sehingga terjadi musim penghujan. Rata-rata kelembaban udara sekitar

82,6 %. Keadaan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari

sedangkan rata-rata curah hujan dalam setahun adalah 1.595 mm3. Hari

hujan tertinggi yaitu pada bulan Januari, Februari dan Desember dengan

hari hujan sebanyak 24 hari. (Tabel 7 )


70

Tabel 7 Temperatur, kelembaban dan curah hujan Kota Kendari

Curah
Temperatur (°C) Kelembaban
Hujan Hari
Bulan
Rata- Hujan
min maks (%) mm3
rata
Januari 23,2 34,4 27,5 83 243 24
Februari 23,2 33,4 26,8 83 277 24
Maret 22,8 33,6 26,9 87 252 22
April 23 33,8 27,4 84 172 20
Mei 22,2 32,6 27 85 136 15
Juni 23 32 26,4 87 213 20
Juli 20,8 31,2 25,8 83 42 12
Agustus 18,5 33,2 25,1 81 1 3
September 17,8 31,5 25,6 80 0 1
Oktober 20 32,4 26,7 79 5 1
November 23,4 35,4 28,9 78 5 3
Desember 24,2 35,4 28,8 81 249 24
Sumber: BPS (2015)

Jumlah Penduduk Kota kendari tahun 2015 sebanyak 347.496

jiwa yang terdiri atas 175.337 jiwa penduduk laki-laki dan 172.159 jiwa

penduduk perempuan. Dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun

2014, penduduk Kota Kendari mengalami pertumbuhan sebesar 3,46

persen dengan masing-masing persentase pertumbuhan laki-laki sebesar

3,52 persen dan penduduk perempuan sebesar 3,39 persen. Rasio jenis

kelamin tahun 2015 penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan

sebesar 101,85. Kecamatan dengan penduduk terbanyak yaitu

Kecamatan Kendari Barat dengan jumlah penduduk 51.443 jiwa

sedangkan kecamatan dengan penduduk terendah yaitu Kecamatan

Baruga dengan jumlah penduduk 23.213 jiwa. (Tabel 8)


71

Tabel 8 Jumlah Penduduk dan Rasio jenis Kelamin Menurut Kecamatan di


Kota Kendari, 2015

Kepadatan Jenis Kelamin (ribu) Rasio


No. Kecamatan Laki- Jenis
per km2 Perempuan Jumlah Kelamin
laki
1 Mandonga 1858 21.694 21.644 43.338 100,23
2 Baruga 472 11.655 11.558 23.213 100,84
3 Puuwatu 726 17.099 16.155 33.254 105,84
4 Kadia 6180 23.410 23.621 47.031 99,11
5 Wua-wua 3006 14.875 14.374 29.249 103,49
6 Poasia 539 15.258 14.674 29.932 103,98
7 Abeli 572 13.746 13.144 26.890 104,58
8 Kambu 1536 16.425 16.094 32.519 102,06
9 Kendari 2155 15.394 15.233 30.627 101,06
10 Kendari Barat 2296 25.781 25.662 51.443 100,46
175.337 172.159 347.496 101,85
Sumber: BPS,2017

Kepadatan penduduk di Kota Kendari tahun 2015 mencapai 1.174

jiwa/km2. Kepadatan penduduk di 10 kecamatan cukup beragam dengan

kepadatan penduduk tertinggi terletak di Kecamatan Kadia dengan

kepadatan sebesar 6.180 jiwa/km2 dan terendah di kecamatan Baruga

sebesar 472 jiwa/km2.

Pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya mempengaruhi

berbagai aktivitas perekonomian. Sektor rumah tangga hingga pusat

perbelanjaan menghasilkan buangan berupa sampah. Secara parsial,

rekapitulasi timbulan sampah dan sampah yang terangkut di Kota Kendari

dapat dilihat pada tabel berikut.


72

Tabel 9 Data Timbulan Sampah Kota Kendari

2011 2012 2013 2014 2015


No. Uraian
m3 m3 m3 m3 ton
1 Jumlah sampah yang
198.560,00 198.553,00 198.553,00 208.050,00 60.506,00
ditimbun di TPA

2 Jumlah produksi 264.193,00 270.395,65 270.395,65 286.890,00 78.639,25


sampah

Presentase sampah
3 75,157 73,431 73,431 72,519 76,941
ditimbun di TPA

Sumber : Dinas Kebersihan Kota Kendari (2017)

B. TPA Puwatu

TPA Puwatu bertempat di wilayah administrasi Kelurahan Puwatu

Kecamatan Puwatu. Wilayah Kecamatan Puwatu terletak dibagian barat

laut Kota Kendari dengan luas wilayah 45,79 km2 atau 14,86 persen dari

luas daratan Kota Kendari. Kecamatan Puwatu berjarak 4,5 km dari ke

pusat Kota kendari.

Letak wilayah Kecamatan Puwatu sebelah utara berbatasan

dengan Kab. Konawe utara, sebelah selatan berbatasan dengan Kec.

Baruga, Kec. Wua-wua dan Kec. Kadia, sebelah timur berbatasan dengan

Kec. Mandonga dan sebelah barat berbatasan dengan Kab. Konawe.

TPA Puwatu memiliki luas lahan sekitar 18 hektar. Pengadaan

lahan TPA Puwatu bertambah secara bertahap, yaitu pada tahun 2002

sebanyak 13 Hektar dan pada tahun 2013 bertambah sebanyak 5 hektar

yang dibiayai oleh anggaran Pemerintah Daerah Kota Kendari.


73

Penggunaan lahan untuk TPA Puwatu sesuai dengan Perda No. 1 tahun

2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Kendari tahun 2012-

2032.

Tabel 10 Kondisi TPA Puwatu

No. Uraian Spesifikasi

1 Letak Lokasi Kel. Puwatu


2 Luas Areal 18 Ha
3 Jarak terhadap pemukiman terdekat 0,5 Km
4 Jarak rata-rata dari dareah pelayanan 16 Km
5 Jarak terhadap sungai Puwatu 0,5 Km
6 Jarak terhadap pusat kota 8 Km
7 Jenis Tanah Lempung
8 Kemiringan lahan 10% - 45%
9 Elevasi muka air tanah 12 Meter

TPA Puwatu mulai beroperasi pada tahun 2002 dengan sistem

open dumping hingga tahun 2007. Sejak tahun 2008, operasional TPA

Puwatu berubah menjadi controlled landfill dengan berlakunya Undang-

Undang no. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sebagian besar

sampah perkotaan yang diolah di TPA berasal dari sampah rumah tangga,

sampah pasar, sampah perkantoran, dan sampah industri. Sketsa

eksisting TPA Puuwatu ditunjukkan pada gambar 16.


74

Zona dan sarana-prasarana menjadi pendukung optimalisasi

pengelolaan sampah agar sampah yang menumpuk tidak lagi

menimbulkan masalah sosial dan lingkungan. Zona A dioperasikan

dengan cara open dumping dan saat ini telah tertutup dan beralih fungsi

menjadi tambahan zona penyangga sejak tahun 2005. Zona B memiliki 2

blok dimana pada blok 2 terdapat sumur LFG. Pada zona C yang dibagi

dalam 2 blok memiliki 12 sumur LFG pada blok 1 dan 7 sumur LFG pada

blok 2. Zona D merupakan zona baru yang dibangun dengan dana APBN

dengan konstruksi sanitary landfill dengan menggunakan pengaman

berupa geo membran dan geo tekstil yang saat ini aktip digunakan. Zona

E memiliki 2 blok dan 5 sel yang merupakan zona aktip pengurugan

sampah. Sarana prasarana yang dimiliki TPA Puuwatu dapat dilihat pada

tabel 11.

Gambar 15 Sketsa Eksisting TPA Puwatu


75

(Sumber : Dinas Kebersihan Kota Kendari, 2017)

Tabel 11 Sarana dan prasarana TPA Puuwatu

Kondisi
Jenis Jumlah Tidak Ket.
Baik Sedang
Berfungsi
Alat Berat
Landfill compactor 1 unit √
Dozer tipe D-31 1 unit √
Dozer tipe D-6 1 unit √
Excavator tipe 3200 1 unit √
Loader Bechu 1 unit

Bangunan 1 unit
Lab gas metan 1 unit √
Bangunan komposter 1 unit √
Tempat pencucian mobil 1 unit √
Pos jaga 1 unit √
Rumah penjaga TPA 1 unit √
Garasi alat berat 1 unit √
4 Kolam
Pengolahan Lindi stabilisasi √
Sumur Kontrol 3 unit √
Sumur LFG 43 unit √
Zona Penyangga 6 HA √
Hangar Kerja 1 unit √
Jembatan timbang 1 unit √

Sumber : Dinas Kebersihan Kota Kendari, 2017

Teknis operasional pengelolaan sampah di TPA Puwatu yaitu

sampah yang diangkut dengan menggunakan dump truck dibuang

kedalam suatu titik dalam lokasi TPA sesuai dengan instruksi dan petunjuk

petugas TPA. Kemudian didorong dan dipadatkan dengan menggunakan

buldozer. Selanjutnya pada periode tertentu (3-6 hari) ditutup dengan


76

menggunakan tanah urug dengan menggunakan excavator hingga

mencapai ketebalan 10 cm. Dalam waktu kurang lebih hingga enam

minggu, sampah akan mengalami pembusukan alami sehingga lokasi

dimana sampah tertimbun mengalami stagnansi, sehingga dapat

dipergunakan kembali hingga mencapai ketinggian tertentu (± 4 meter).

Gambar 16 Proses pengolahan sampah dan penimbunan


(Sumber: Dinas Kebersihan Kota Kendari, 2017)

Pada tahun 2011 gas metana sebagai produk sampingan dari

kegiatan pengolahan sampah di TPA Puwatu mulai dimanfaatkan untuk

keperluan memasak dan operasional listrik TPA sehari-hari dengan daya

5000 watt. Pemanfaatan LFG TPA Puuwatu terus ditingkatkan dan hingga

kini telah dimanfaatkan oleh 120 KK yang bertempat tinggal disekitar TPA

Puuwatu yang diberi nama Kampung Mandiri Energi.


77

Penangkapan gas metan TPA Puuwatu menggunakan konstruksi

perpipaan horizontal dan vertikal. Proses pengambilan gas metan

sehingga menghasilkan energi listrik maupun sebagai bahan bakar

alternatif ditunjukkan pada gambar 18.

Gambar 17 Konstruksi dan skema proses penangkapan gas metan TPA


Puuwatu
(Sumber : Dinas Kebersihan Kota Kendari, 2017)

C. Potensi Energi Listrik

Potensi energi listrik TPA Puwatu tergantung dari banyaknya

landfill gas yang dihasilkan oleh kegiatan penimbunan sampah. Landfill

gas memiliki kandungan metana yang dapat dimanfaatkan sebagai energi

listrik. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi LFG adalah jumlah

sampah dan komposisi sampah dalam landfill.


78

Jumlah sampah yang masuk di TPA Puwatu dihitung dengan

menjumlahkan unit truk sampah yang masuk. Sampah yang masuk ke

TPA Puwatu dibagi menjadi dua kategori, yaitu: sampah yang diangkut

oleh truk dinas kebersihan dan sampah yang diangkut secara mandiri

yang umumnya berasal dari pabrik, perusahaan swasta dan pasar. Berat

sampah diperoleh dengan menggunakan bulk density (kepadatan

sampah) sebesar 215,77 kg/m3 (GIZ, 2013).

Komposisi sampah akan mempengaruhi berapa besar jumlah LFG

yang akan dihasilkan setiap tahunnya. Komposisi sampah merupakan

penggambaran dari masing-masing komponen yang terdapat dalam

sampah dan distribusinya, biasanya dinyatakan dalam berat basah.

Secara umum, semakin tinggi persentase sampah organik yang

biodegradable maka akan semakin tinggi pula potensi LFG yang akan

dihasilkan. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran komposisi sampah

di TPA Puwatu yang dilakukan pada bulan Agustus 2016 untuk mewakili

komposisi sampah musim kemarau dan pada bulan Januari 2017 untuk

mewakili komposisi sampah musim hujan. Dari hasil penelitian diperoleh

komposisi sampah TPA Puwatu didominasi oleh sampah organik dengan

komposisi terbesar adalah sampah sisa makanan yaitu rata-rata sebesar

56,5 %. Komposisi sampah lainnya berturut-turut meliputi, popok (nappies)

15,1%; sampah taman 6,5%; kayu 6%; plastik 5%; kertas/karton 4,1%;

logam 2,4%; lain-lain 1,9%; karet dan kulit 1,1%; kain 0,9%; dan kaca

0,6% (tabel 12). Sampah yang bernilai ekonomis seperti kertas dan logam
79

cenderung sedikit, hal ini dikarenakan adanya kegiatan pemilahan pada

sumber dan TPS sebelum diangkut oleh petugas kebersihan. Di TPA juga

dapat ditemui keberadaan pemulung yang umumnya mengumpulkan

sampah plastik kemasan dan karton.

(28 Agustus 2016)

(21 Januari 2017)

Gambar 18 Sampling Komposisi Sampah


80

Bila dibandingkan dengan komposisi default oleh IPCC 2006

guidelines untuk wilayah asia tenggara, sampah sisa makanan merupakan

komposisi sampah terbesar namun dengan persentase yang berbeda

yaitu sebesar 43,50 %. Komposisi sampah default IPCC 2006 lainnya

berturut-turut meliputi, lainnya 16,3%; kertas/karton dan nappies 12,9%;

sampah taman dan kayu 9,9%; plastik 7,2%, kaca 4%, logam 3,3%; kain

2,7% serta karet dan kulit 0,9%. (Tabel 12)

Hal ini sejalan dengan Hoornweg & Bhada-Tata (2012) yang

menyatakan bahwa negara berpendapatan rendah memiliki proporsi

sampah organik tertinggi, sementara negara berpendapatan tinggi

memiliki komposisi kertas, plastik dan material anorganik lainnya dengan

proporsi tertinggi. Komposisi sampah dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti budaya, pembangunan ekonomi, iklim dan sumber energi.

Tabel 12 Komposisi sampah dalam % berat basah berdasarkan hasil


penelitian dibandingkan dengan nilai default IPCC 2006

Komposisi Sampah, % berat basah


Komponen IPCC 2006
No. Musim Musim Rata-
Sampah Guidelines (South
Hujan Kemarau rata
East Asia Region)
1 Makanan 62,90 50,20 56,50 43,50
2 Kertas/Karton 4,30 3,80 4,10 12,90
3 Nappies 16,25 13,90 15,10
4 Sampah Taman 2,69 10,20 6,50 9,90
5 Kayu 1,50 10,40 6,00
6 Kain 0,85 0,90 0,90 2,70
7 Karet dan Kulit 0,91 1,40 1,10 0,90
8 Plastik 5,30 4,70 5,00 7,20
9 Logam 1,50 3,20 2,40 3,30
10 Kaca 0,30 1,00 0,60 4,00
11 Lainnya 3,50 0,30 1,90 16,30
Sumber : Penulis, diolah(2017)
81

Perhitungan emisi metana untuk sampah yang ditimbun di TPA

Puwatu dilakukan dengan menggunakan metode IPCC 2006 yang

merupakan metodologi standar untuk menghitung emisi gas rumah kaca.

Secara umum, metode ini dikelompokkan dalam kategori Tier-1, Tier-2

dan Tier 3. Metode yang digunakan dalam studi ini termasuk dalam Tier-2

dimana beberapa parameter yang digunakan didapat dari hasil studi

lapangan dan beberapa parameter lainnya menggunakan data tetap

IPCC. Proyeksi jumlah gas metan yang bisa dihasilkan dari penimbunan

sampah di TPA Puwatu diperoleh sebagai berikut :

Tabel 13 Proyeksi Potensi energi listrik melalui pemanfaatan gas metana


TPA Puuwatu
Jumlah sampah Potensi Emisi Potensi Energi Listrik
Tahun
masuk di TPA Gas Metana yang dibangkitkan
Ton Ton kWh
2017 57.048,53 1.972,44 12.298.234,56
2018 58.725,85 2.118,47 13.208.713,06
2019 60.449,64 2.250,08 14.029.322,39
2020 62.204,21 2.371,87 14.788.677,59
2021 64.387,58 2.486,85 15.505.579,49
2022 66.647,58 2.601,89 16.222.836,71
2023 68.986,91 2.717,66 16.944.705,13
2024 71.408,35 2.834,74 17.674.679,91
2025 73.914,78 2.953,59 18.415.699,81
2026 76.509,19 3.074,61 19.170.292,73
2027 79.194,67 3.198,17 19.940.680,80
2028 81.974,40 3.324,58 20.728.857,16
2029 84.851,70 3.454,14 21.536.642,80
2030 87.829,99 3.587,11 22.365.729,41
2031 90.912,83 3.723,76 23.217.712,05
2032 94.103,87 3.864,32 24.094.114,64
2033 97.406,91 4.009,03 24.996.409,92
2034 100.825,90 4.158,13 25.926.035,63
2035 104.364,88 4.311,84 26.884.407,54
2036 108.028,09 4.470,38 27.872.930,33
Sumber : Penulis, diolah(2017)
82

D. Analisis Manfaat dan Biaya

1. Identifikasi Manfaat

Manfaat atau inflow merupakan segala sesuatu yang dapat

menambah pendapatan bagi usaha dengan kata lain segala sesuatu yang

diperoleh setelah adanya pengorbanan atau biaya.pada usaha

pembangkit listrik tenaga gas metan sampah, Manfaat yang diperoleh

berasal dari penjualan listrik, tipping fee dan reduksi emisi gas rumah

kaca,

a. Penjualan listrik

Proyek recovery energi dari landfill TPA Puwatu mendapatkan

manfaat langsung dari produksi listrik. Nilai penjualan listrik diperoleh

dari volume produksi listrik dikalikan dengan harga jual listrik.

Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM no. 44 tahun 2015 tentang

pembelian tenaga listrik oleh PT.PLN (persero) dari pembangkit

listrik berbasis sampah kota, harga jual listrik dengan pemanfaatan

gas metana dengan teknologi sanitary landfill yaitu sebesar 20,16

cent USD/kWh atau sebesar Rp.2.661,12/kWh (kurs terhadap rupiah

Rp.13.200/USD).

Setiap ouput listrik akan dikurangi sebesar 40% sebagai beban

listrik untuk aktivitas produksi dan pemukiman sekitar TPA Puwatu

(Kampung Mandiri Energi). Jumlah output yang telah dikurangi

tersebut kemudian akan dijual ke PLN sesuai harga yang berlaku.


83

Proyeksi pada tabel 6 menunjukkan potensi pendapatan dari

penjualan listrik selama 20 tahun sesuai dengan umur ekonomis

proyek.

Penjualan listrik PLTSa akan meningkat 35 persen setiap lima

tahun. Hal diasumsikan bahwa rata-rata inflasi pertahun sekitar tujuh

persen sehingga dalam kurun waktu lima tahun inflasi akan

mencapai 35 persen. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 14 Proyeksi Pendapatan Listrik PLTSa Kota Kendari

Input Output listrik


Manfaat Ekonomi
Tahun Sampah yang dijual
Ton kWh Rp.

1 57.048,53 7.378.940,74 19.636.246.770,35

2 58.725,85 7.925.227,84 21.089.982.305,06

3 60.449,64 8.417.593,43 22.400.226.231,87

4 62.204,21 8.873.206,56 23.612.667.428,38

5 64.387,58 9.303.347,69 24.757.324.617,12

6 66.647,58 9.733.702,03 34.968.441.338,17

7 68.986,91 10.166.823,08 36.524.433.903,84

8 71.408,35 10.604.807,95 38.097.899.812,89

9 73.914,78 11.049.419,89 39.695.173.530,31

10 76.509,19 11.502.175,64 41.321.703.995,26

11 79.194,67 11.964.408,48 58.026.079.407,64

12 81.974,40 12.437.314,30 60.319.621.163,88


13 12.921.985,68 62.670.224.648,67
84

84.851,70

14 87.829,99 13.419.437,64 65.082.812.541,86

15 90.912,83 13.930.627,23 67.562.026.424,60

16 94.103,87 14.456.468,78 94.651.605.982,97

17 97.406,91 14.997.845,95 98.196.193.488,81

18 100.825,90 15.555.621,38 101.848.146.156,97

19 104.364,88 16.130.644,53 105.613.025.759,36

20 108.028,09 16.723.758,20 109.496.350.423,38


Sumber : Penulis, 2017 (diolah)

b. Tipping Fee

Selain mendapatkan manfaat ekonomi dari listrik, PLTSa juga

menerima insentif berupa tipping fee yang dibayarkan oleh Pemkot

Kendari sebagai pembayaran jasa dari pengolahan sampah yang

diambil dari biaya pelayanan yang selama ini dibayarkan masyarakat

ke Dinas Kebersihan yaitu dalam bentuk penerimaan retribusi.

Tipping fee didasarkan pada biaya operasional yang harus

dibayarkan oleh institusi sebelumnya karena adanya biaya

operasional pengelolaan sampah. Tipping fee yang dibayarkan

PLTSa sebanyak Rp. 35.000/ton sampah yang diolah. Pendapatan

tipping fee akan mengalami peningkatan sebesar 30 persen dalam

rentang waktu tiga tahun sekali. Secara lebih jelas, proyeksi

penerimaan tipping fee oleh PLTSa dapat dilihat pada tabel 15.
85

Tabel 15 Proyeksi manfaat ekonomi dari Tipping Fee bagi PLTSa


TPA Puwatu

Jumlah sampah Tipping


Manfaat Ekonomi
Tahun masuk TPA Fee
Ton Rp./ton Rp.
1 57.048,53 35.000 1.996.698.577,06
2 58.725,85 35.000 2.055.404.729,52
3 60.449,64 35.000 2.115.737.419,42
4 62.204,21 45.500 2.830.291.472,35
5 64.387,58 45.500 2.929.634.703,03
6 66.647,58 45.500 3.032.464.881,11
7 68.986,91 59.150 4.080.575.717,97
8 71.408,35 59.150 4.223.803.925,67
9 73.914,78 59.150 4.372.059.443,46
10 76.509,19 76.895 5.883.174.348,90
11 79.194,67 76.895 6.089.673.768,55
12 81.974,40 76.895 6.303.421.317,82
13 84.851,70 99.964 8.482.072.827,90
14 87.829,99 99.964 8.779.793.584,16
15 90.912,83 99.964 9.087.964.338,96
16 94.103,87 129.953 12.229.037.453,44
17 97.406,91 129.953 12.658.276.668,06
18 100.825,90 129.953 13.102.582.179,11
19 104.364,88 168.938 17.631.227.657,67
20 108.028,09 168.938 18.250.083.748,45
Sumber : Penulis, diolah (2017)

c. Reduksi emisi gas rumah kaca

Sektor limbah merupakan salah satu sektor yang berkontribusi

penting dalam emisi gas rumah kaca. Pemanfaatan landfill gas

sebagai energi merupakan salah satu upaya mitigasi gas rumah

kaca yang ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara

Nomor 30 tahun 2012 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan


86

Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) dan Peraturan Presiden Nomor

11 TAhun 2011 Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi

Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). Kegiatan ini memberikan peluang

ekonomi dengan memanfaatkan salah satu mekanisme Protokol

Kyoto yaitu Mekanisme Pembangunan Bersih atau dikenal dengan

Clean Development Mechanism (CDM).

CDM adalah sebuah mekanisme yang bertujuan untuk

membantu negara industri memenuhi target pengurangan emisi gas

rumah kacanya dan mendukung pembangunan berkelanjutan pada

negara berkembang dengan membantu negara-negara berkembang

melaksanakan proyek-proyek yang mampu menurunkan atau

menyerap setidaknya satu dari enam jenis gas rumah kaca. Satuan

jumlah emisi gas rumah kaca yang bisa diturunkan atau diserap

dikonversikan menjadi sebuah kredit yang dikenal dengan istilah

Certified Emissions Reduction (CERs) atau satuan reduksi emisi

yang telah disertifikasi. Nilai satu CER setara dengan satu ton CO2

ekuvalen (tCO2eq). CER akan didapatkan oleh negara maju sebagai

sebuah kredit apabila proyek yang dilakukan oleh negara

berkembang terbukti dapat menurunkan emisi gas rumah kaca.

Kredit yang dihasilkan dari CER kemudian akan dihitung sebagai

emisi yang berhasil diturunkan oleh negara maju melalui mekanisme

CDM yang dapat digunakan untuk memenuhi target mereka di dalam

protokol (IGES, 2005).


87

Teng & Zhang (2010) menyebutkan dalam “Clean Development

Practice in China: Current status and possibilities for future regime”

bahwa harga normal CER pada Emission Reduction Purchase

Agreement (ERPA) adalah sebesar US$10-13,5/tCO2. Nilai tersebut

berarti bahwa satu kredit CER yang berbentuk perjanjian kerja, sama

dengan setiap ton polusi yang dihasilkan oleh sebuah sanitary

landfill.

Potensi pasar CER dari sebuah proyek Clean Development

Mechanism sangat signifikan. Uni Eropa memperkirakan sekitar 430

juta ton CO2 harus diturunkan di seluruh dunia untuk memenuhi

target reduksi seperti yang telah ditetapkan oleh protokol Kyoto.dan

CER diharapkan dapat memberikan kontribusi yang penting

(UNEPFI, 2005). Beberapa proyek CDM berbasis limbah di

Indonesia yaitu pembangkit listrik dari pengolahan limbah kota

(Municipal Waste Power Plant Project) di Sidoarjo dengan perkiraan

pengurangan GRK sebanyak 123.631 ton/tahun dan Pembangkit

Listrik Tenaga Sampah Bantar Gebang yang mampu mereduksi

emisi CO2 sebanyak 1.943,67 ton di tahun 2009 dari olahan 127.750

ton sampah (Widyaputri, 2014) (IGES, 2005).

Berdasarkan The Fourth Assesment Report (AR4) dari IPCC

(2014), potensi pemanasan global metana adalah 33 kali lipat dari

karbondioksida. Sehingga keuntungan CER dari ERPA yang berhasil

ditangkap oleh sanitary landfill adalah sebagai berikut:


88

Tabel 16 Potensi manfaat ekonomi reduksi emisi gas rumah kaca

Jumlah Potensi Keuntungan


Emisi
Sampah Pemanasan Pengurangan
Tahun CH4
Yang Diolah Global Emisi GRK
Ton ton/tahun TCO2eq/tahun CER dalam Rp.
1 57.048,53 1.972,44 65.090,65 8.591.965.833,22
2 58.725,85 2.118,47 69.909,52 9.228.057.148,98
3 60.449,64 2.250,08 74.252,75 9.801.362.790,54
4 62.204,21 2.371,87 78.271,77 10.331.874.219,58
5 64.387,58 2.486,85 82.066,11 10.832.726.320,87
6 66.647,58 2.601,89 85.862,32 11.333.826.662,59
7 68.986,91 2.717,66 89.682,94 11.838.148.541,19
8 71.408,35 2.834,74 93.546,47 12.348.133.807,63
9 73.914,78 2.953,59 97.468,45 12.865.835.562,50
10 76.509,19 3.074,61 101.462,27 13.393.019.893,45
11 79.194,67 3.198,17 105.539,69 13.931.239.261,98
12 81.974,40 3.324,58 109.711,26 14.481.886.131,28
13 84.851,70 3.454,14 113.986,61 15.046.232.712,87
14 87.829,99 3.587,11 118.374,70 15.625.460.872,41
15 90.912,83 3.723,76 122.883,98 16.220.684.987,75
16 94.103,87 3.864,32 127.522,50 16.832.969.702,98
17 97.406,91 4.009,03 132.298,06 17.463.343.942,02
18 100.825,90 4.158,13 137.218,27 18.112.812.146,83
19 104.364,88 4.311,84 142.290,63 18.782.363.430,44
20 108.028,09 4.470,38 147.522,57 19.472.979.144,12
Total Manfaat Ekonomi Reduksi Emisi GRK (Rp.) 276.534.923.113,24
Sumber : Penulis, diolah (2017)

Dari tabel diatas menunjukkan pada tahun pertama, proyek

PLTSa mampu mereduksi emisi gas metana sebanyak 65.090,65

TCO2eq dari olahan 57.048,53 ton sampah. Aktivitas produksi

tersebut menghasilkan manfaat ekonomi yang didapatkan dari ERPA

sebesar Rp. 8.591.965.833. Pendapatan akan mengalami

peningkatan dengan bertambahnya produksi gas metana setiap


89

tahunnya sehingga semakin banyak pula emisi gas rumah kaca yang

dihasilkan. Dari tahun pertama hingga proyek berakhir 20 tahun

kemudian, proyek energi listrik TPA Puwatu dapat mereduksi emisi

gas metana sebanyak 2.094.961,54 TCO2eq. Adapun total manfaat

ekonomi reduksi emisi gas rumah kaca dalam kurun waktu 20 tahun

yaitu sebesar Rp. 276.534.923.113,24.

2. Identifikasi Biaya

Selain manfaat yang dihasilkan, dalam sebuah proyek juga

memiliki biaya yang harus dikeluarkan dalam pembangunan,

pengembangan dan pemeliharaannya. Pada unit usaha PLTSa

Puwatu, komponen arus biaya terdiri dari biaya investasi mesin dan

sistem operasi. Berdasarkan LFG Energy Project Development

Handbook (US. EPA, 2015), secara umum biaya proyek energi LFG

meliputi biaya pembelian dan instalasi serta operasional dan

pemeliharaan. Biaya akan dijabarkan melalui arus pengeluaran dan

pemasukan perusahaan (cash flow) untuk mengetahui bagaimana

manfaat yang dihasilkan dari biaya tersebut. Setelah cash flow

disusun melalui komponen biaya yang tersedia, maka selanjutnya

dilakukan kajian terhadap kelayakan investasi proyek. (lampiran)

a. Biaya investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada awal

umur proyek secara keseluruhan. Barang-barang investasi akan

habis dipakai jika umur ekonomis dari barang tersebut telah habis
90

waktunya. Kegiatan investasi juga dapat dilakukan lagi jika umur

ekonomis dari barang tertentu telah habis sedangkan pelaksanaan

proyek belum berakhir, kegiatan ini disebut sebagai re-investasi

peralatan, mesin, bangunan ataupun prasarana-prasarana yang

mendukung kegiatan proyek.

Berdasarkan LFG Energy Project Development Handbook (US.

EPA, 2015) elemen biaya investasi mencakup biaya desain dan

engineering, perizinan, persiapan lokasi dan peralatan, biaya

pembelian, instalasi dan housing peralatan, biaya awal dan modal

kerja serta biaya administrasi. Untuk proyek energi landfill biaya

investasi terbagi dua yaitu biaya sistem pengumpulan gas dan

flaring, serta biaya proyek energi listrik.

Biaya modal sistem pengumpulan gas dan flaring yaitu sebesar

25.500 USD/acre. Untuk sanitary landfill TPA Puwatu seluas 0,6

hektar maka biaya investasi untuk biogas sebesar Rp. 500.432.400.

Masa operasional sanitary landfill TPA Puwatu adalah tiga tahun.

Sehingga re-investasi sistem pengumpulan gas dilakukan setiap tiga

tahun. (lampiran)

Biaya modal proyek energi listrik untuk jenis teknologi internal

combustion engine dengan kapasitas 800 kW atau lebih yaitu

sebesar 1.800 USD/kW. Sesuai dengan potensi energi listrik TPA

Puwatu maka dipilih teknologi pembangkit Jenbacher Type J612

kapasitas 4MW yang memiliki efisiensi mesin 45,2% dengan biaya


91

investasi Rp.95.472.000.000. Reinvestasi mesin akan dilakukan

pada tahun ke-11 menyesuaikan dengan besarnya potensi energi

listrik. (lampiran)

b. Biaya Operasional dan pemeliharaan

Berdasarkan LFG Energy Project Development Handbook (US.

EPA, 2015), elemen biaya operasional dan pemeliharaan mencakup

biaya material dan suku cadang, biaya tenaga kerja, peralatan, biaya

keuangan, pajak dan administrasi.

Biaya operasional dan pemeliharaan sistem pengumpulan gas

dan flaring yaitu sebesar 4.500 USD/acre. Untuk sanitary landfill TPA

Puwatu seluas 0,6 hektar maka biaya operasional dan pemeliharaan

untuk biogas sebesar Rp.88.311.600.

Biaya operasional dan pemeliharaan internal combustion

engine yaitu sebesar 180 USD/kW. Sehingga untuk internal

combustion engine Jenbacher Type J612 kapasitas 4 MW memiliki

biaya internal combustion engine Jenbacher Type J612 kapasitas 4

MW sebesar Rp.9.547.200.000. Biaya operasional mengalami

kenaikan 10 persen per dua tahun. (Lampiran)

c. Biaya angsuran pinjaman

Analisis finansial kelayakan usaha PLTSa Puwatu yang

direncanakan memperoleh pinjaman Bank sebesar Rp.

95.000.000.000 dengan lama pinjaman 10 tahun dan bentuk


92

pengembalian angsuran tetap. Perhitungan angsuran pinjaman

pokok dan bunga pinjaman sebagai berikut :

Angsuran per tahun = Pinjaman x {interest x (1+interest)^periode}


{(1+interest)^periode – 1}
Rincian pinjaman yang harus dibayarkan kepada pihak bank

dapat dilihat pada tabel 17.

Tabel 17 Pembayaran angsuran pinjaman

Uraian Satuan Nilai


Pinjaman Rp. 95.000.000.000
Jangka waktu angsuran Tahun 10
Tingkat suku bunga Persen 17
Capital Recovery Faktor - 0,21
Angsuran kredit per tahun Rp./tahun 19.950.000.000
Total yang harus dibayarkan Rp. 199.500.000.000
Sumber : Penulis, Diolah (2017)

d. Biaya pajak penghasilan

Besarnya pajak yang dikeluarkan tergantung dari perolehan

laba PLTSa setiap tahunnya. Rujukan perhitungan pajak penghasilan

diperoleh dari laporan rugi laba yang telah dianalisis oleh pihak

Bank. PLTSa baru mendapatkan pendapatan positif ditahun ke-

tujuh, sehingga mulai tahun ke-tujuh PLTSa dikenakan pajak. Jumlah

pendapatan bersih yang dihasilkan PLTSa lebih besar daripada

seratus juta sehingga pajak yang dikenakan sesuai ketentuan pada

point ke empat yaitu pajak yang harus dibayarkan PLTSa kepada


93

Pemerintah berdasarkan undang-undang No. 17 tahun 2000 tentang

pajak penghasilan badan usaha, lebih dari 100 juta dikenakan pajak

10 persen, ditambah 50 juta dikenakan pajak 15 persen, ditambah

selisih pendapatan setelah dikurangi 100 juta dikenakan 30 persen.

Pada tahun ke-enam PLTSa PT. A mendapatkan keuntungan bersih

Rp. 2.634.158.034,22. Sehingga, pajak pertama yang harus

dikeluarkan adalah lebih dari 100 juta dikenakan pajak 10 persen

dari 50 juta pertama yaitu Rp. 5.000.000 ditambah 15 persen dari 50

juta kedua yaitu Rp. 7.500.000. Sisanya (Rp. 2.634.158.034,22–

Rp.100.000.000 = Rp. 2.534.158.034,22 dikali 30 persen yaitu Rp.

760.247.410,27. Jadi total pajak yang harus dikeluarkan adalah Rp.

5.000.000 + Rp. 7.500.000 + Rp. 760.247.410,27. =

Rp.772.747.410,27 dan seterusnya sama. (lampiran)

3. Kelayakan Finansial PLTSa TPA Puwatu

Kelayakan finansial usaha dilihat dari beberapa kriteria yaitu

NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period. Dengan melakukan

perhitungan benefit and cost analysis, NPV, dilakukan proyeksi

perhitungan pendapatan dan biaya yang terjadi selama perkiraan

umur ekonomis proyek yaitu 20 tahun. Dalam perhitungan ini, bunga

yang digunakan adalah sebesar sebesar 17%. Asumsi biaya dan

manfaat yang digunakan sesuai dengan pembahasan sebelumnya.

Manfaat ekonomi dari reduksi emisi gas rumah kaca tidak

diperhitungkan dalam analisis kelayakan dengan asumsi bahwa hal


94

ini sulit untuk diklaim. Berikut adalah hasil dari pengolahan data pada

arus kas yang berupa BC Rasio, NPV, IRR dan Payback Period.

Tabel 18 Hasil Parameter Kelayakan Ekonomi

No. Kriteria Kelayakan Nilai


1. NPV Rp. 19.348.514.956,71
2. NET B/C 1,65
3. IRR 24%
4. Payback Period 4,96
Sumber : Penulis, diolah (2017)

Nilai NPV yang diperoleh bernilai positif yaitu sebesar

Rp. 19.348.514.956,71, yang berarti bahwa dari segi ekonomis

proyek selama 20 tahun memberi keuntungan sebesar Rp.

19.348.514.956,71. Sehingga PLTSa TPA Puwatu sudah layak untuk

dibangun.

Nilai B/C rasio diperoleh sebesar 1,89 yang berarti setiap satu

rupiah tambahan biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan manfaat

sebesar Rp. 1,65. Proyek ini dikatakan layak karena Benefit yang

dihasilkan selama umur ekonomis proyek tidak hanya cukup untuk

menutupi biaya dan investasi, namun juga mendapatkan

keuntungan.

Adapun kriteria kelayakan IRR menunjukkan nilai 24 persen

yang berarti NPV proyek akan berada pada kondisi sama dengan nol

ketika discount rate (i) sebesar 24 persen. Nilai tersebut


95

menunjukkan IRR lebih besar daripada biaya dana proyek sehingga

layak untuk dilaksanakan.

Nilai Payback Period menunjukkan waktu yang dibutuhkan

perusahaan untuk mengembalikan biaya yang dikeluarkan dalam

investasi proyek. PP finansial menunjukkan nilai 4,96 Tahun. Proyek

yang baik adalah proyek yang memiliki jangka waktu kurang dari

umur proyek dalam pengembalian biaya investasi. Umur proyek

PLTSa TPA Puwatu adalah 20 tahun yang berarti proyek PLTSa

TPA Puwatu layak dilaksanakan.

E. Arahan Pengembangan Pemanfaatan Gas Metana Sampah


Sebagai Sumber Energi Listrik

Untuk merumuskan arahan pengembangan pemanfaatan gas

metana sampah TPA Puwatu sebagai sumber energi listrik digunakan

analisa SWOT. Analisa SWOT bertujuan untuk menilai faktor internal dan

eksternal dalam mempengaruhi pengembangan pembangkit listrik tenaga

gas metana sampah di TPA Puwatu. Model analisis ini membandingkan

faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dengan faktor

eksternal berupa peluang dan ancaman yang ada. Penentuan strategi

melalui analisis SWOT dilakukan dengan menentukan faktor internal dan

eksternal.
96

1. Faktor Internal

a. Kekuatan (Strenghts)

1. Tersedianya potensi gas metana sebagai penghasil listrik

Dari pembahasan sebelumnya diketahui komposisi sampah

organik TPA Puwatu lebih besar dari 80 % sehingga diperoleh

potensi gas metana TPA Puwatu yang dapat dimanfaatkan untuk

membangkitkan energi listrik, yang besarnya meningkat sepanjang

tahun seiring dengan meningkatnya potensi sampah yg masuk di

TPA Puwatu.

2. Sistem pembiayaan

Sumber dana untuk kegiatan pengelolaan sampah di Kota

Kendari berasal dari APBN dan APBD. Dana yang berasal dari

APBN pada umumnya digunakan untuk pengadaan barang/investasi

seperti pengadaan alat berat (dump truck, Excavator, dan Buldozer),

pembangunan sanitary landfill dan pembangunan instalasi air lindi.

Sedangkan dana yang berasal APBD digunakan untuk biaya

operasional/pemeliharaan rutin. Kendala yang dihadapi oleh

Pemerintah Kota Kendari dalam mengembangkan sistem

pengelolaan sampah yaitu terbatasnya biaya dan sumber pendanaan

untuk investasi dan operasi/pemeliharaan yang mengakibatkan

pengelolaan sampah tidak optimal. Sumber pembiayaan pengelolaan

sampah dari APBD Kota Kendari mengalami peningkatan setiap


97

tahunnya, namun peningkatan pembiayaan tersebut belum

sebanding dengan peningkatan volume timbulan sampah.

Besaran alokasi pembiayaan melalui APBD Kota Kendari

sesuai dengan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja

Perangkat Daerah (DPA-SKPD) Dinas Kebersihan Kota Kendari

adalah sebagai berikut :

Tabel 19 Data Alokasi Kota Kendari untuk sektor Persampahan

Tahun (Rp. Juta)


No. Uraian Pembiayaan
2010 2011 2012 2013
1 Total APBD 650.035 767.310 920.772 1.104.926
2 Sektor Persampahan 3.030 4.762 4.851 5.821
a. Dinas Kebersihan 2568 4.010 3.981 4.777
b. Badan Lingkungan Hidup 462 752 870 1.044
Persentase 0,47 0,62 0,53 0,53

Sumber : Bappeda Kota Kendari (2017)

Sumber pembiayaan lainnya didalam membiayai program

pengelolaan persampahan berasal dari pertisipasi masyarakat

melalui retribusi sampah. Retribusi sampah Kota Kendari diatur

dalam Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 2 Tahun 2012 tentang

Retribusi Jasa Umum. Pemungutan retribusi sampah dilakukan oleh

Dinas Pendapatan melalui Lurah dan Badan Perizinan dan

Penanaman Modal Kota Kendari.

Proyek recovery energi dari gas landfill TPA Puwatu berpeluang

mendapatkan pendapatan dari penjualan listrik. Produksi listrik

merupakan manfaat langsung dari proyek recovery energi di TPA


98

Puwatu. Pemerintah mendorong peningkatan pemanfaatan sampah

kota sebagai bahan baku listrik dalam rangka mendukung kebijakan

strategis mengenai pengelolaan sampah kota dan pencapaian target

energi baru terbarukan sesuai kebijakan energi nasional. Melalui

Peraturan Menteri ESDM no. 44 tahun 2015 tentang pembelian

tenaga listrik oleh PT.PLN (persero) dari pembangkit listrik berbasis

sampah kota, pemerintah menjamin produk listrik dari pembangkit

listrik berbasis sampah kota dapat bernilai ekonomi. Nilai penjualan

listrik diperoleh dari volume produksi listrik dikalikan dengan harga

jual listrik. Harga jual listrik dengan pemanfaatan gas metana dengan

teknologi sanitary landfill yaitu sebesar 16,55 cent USD/kWh atau

sebesar Rp.2.184,6/kWh jika terhubung ke Jaringan Tegangan

Tinggi atau Menengah dan 20,16 cent USD/kWh atau sebesar

Rp.2.661,12/kWh (kurs terhadap rupiah Rp. 13.200/USD) jika

terhubung ke Jaringan Tegangan Rendah.

3. Kondisi geografis berupa letak TPA Puwatu

TPA Puwatu terletak di Kelurahan Puwatu berjarak 8 km dari

pusat kota dan 0,5 km dari pemukiman terdekat sehingga PLTSa

memungkinkan untuk terhubung ke jaringan PLN.

4. Aspek Infrastruktur

TPA Puwatu memiliki sanitary landfill dengan lapisan

geomembran pada bagian dasar dan dinding TPA dan sarana

pengolah air lindi berupa empat kolam stabilisasi serta fasilitas


99

pembuang gas. Pipa gas digunakan untuk mengeluarkan gas hasil

dekomposisi dan mengurangi tekanan gas didalam timbunan

sampah. Pemerintah Kota Kendari mengembangkan pemukiman

Mandiri Energi bagi masyarakat yang bermukim di sekitar TPA

Puwatu dengan memanfaatkan gas metan TPA sebagai pembangkit

listrik dan untuk keperluan memasak.

Gambar 19 Sanitary Landfill TPA Puwatu

Gambar 20 Kolam Air Lindi TPA Puwatu


100

Gambar 21 Instalasi Gas Metan TPA Puwatu

5. Aspek Kelembagaan

Dalam struktur pemerintahan Kota Kendari, urusan

kewenangan pengelolaan persampahan dilaksanakan oleh Dinas

Kebersihan Kota kendari yang berfungsi sebagai pelaksana,

pelayanan kebersihan (operator) dan juga berfungsi melaksanakan

pengaturan/pengendalian (regulator), sesuai dengan Peraturan

daerah Kota Kendari No. 14 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketiga

atas Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 9 Tahun 2008 Tentang

Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota

Kendari. Dalam struktur organisasi Dinas Kebersihan Kota Kendari,

bidang yang bertanggungjawab secara langsung terhadap


101

pengelolaan sampah yaitu Bidang Persampahan. Sedangkan TPA

Puwatu berada di bawah Seksi Pengolahan Sampah Dinas

Kebersihan. Secara detail, bagan struktur organisasi Dinas

Kebersihan Kota Kendari sebagaimana diuraikan pada gambar 23.

Gambar 22 Struktur Organisasi Dinas Kebersihan Kota Kendari


Sumber : Dinas Kebersihan Kota Kendari, 2017

Secara umum pengelolaan sampah Kota Kendari dilakukan

melalui tiga tahapan, yaitu: pengumpulan, pengangkutan dan

pemrosesan akhir/ pembuangan sampah. Tahapan kegiatan tersebut

merupakan suatu sistem, sehingga masing-masing tahapan dapat

disebut sebagai sub sistem.

Sistem pengumpulan sampah di Kota Kendari menerapkan

sistem komunal langsung dan sistem individual langsung.


102

Pengumpulan sampah dengan sistem komunal langsung yaitu

timbulan sampah yang berasal dari sumber seperti rumah, sekolah,

perkantoran, pasar dan pusat perdagangan dikumpulkan ke TPST

kemudian dibawa ke TPA Puwatu untuk pemrosesan akhir dengan

dump truk dan arm roll truk. Sementara pengumpulan sampah

sistem individual langsung, truk sampah mengumpulkan sampah

langsung dari sumber timbulan pada wilayah tertentu seperti

kompleks perumahan, kawasan industri, serta jalan raya untuk

dibuang ke tempat pemrosesan akhir. Persentase sampah yang

masuk di TPA Puwatu sebesar 77 % dikarenakan adanya pemilahan

sampah di sumber timbulan dan kegiatan daur ulang (3R) di tempat

penampungan sementara. Secara lebih ringkas, pola pengangkutan

sampah seperti diuraikan pada gambar 24.


103

Gambar 23 Pola Umum Pengolahan Sampah Kota Kendari


(Dinas Kebersihan Kota Kendari, 2017)

Sistem pengangkutan sampah dilakukan tiap hari dengan

menggunakan truk jenis dump truck kapasitas 6 m3 dan arm roll truk

kapasitas 10 m3. Jumlah keseluruhan kendaraan pengangkut

sebanyak 35 unit dengan ritasi pengangkutan rata-rata 2 rit/hari.

SIstem penanganan sampah yang masuk di TPA Puwatu

adalah sistem controlled landfill atau lahan urug terkendali dimana

sampah ditutup dengan tanah setiap 3-6 hari. Upaya pengamanan

lingkungan TPA dilakukan dengan penyediaan fasilitas perlindungan

seperti lapisan kedap air/geomembran pada dasar TPA, jaringan

pengumpul air lindi, sistem pengumpulan gas, tanah penutup dan

sumur uji.
104

Dalam Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah

(Renstra SKPD) Dinas Kebersihan tahun 2013-2017, kegiatan

pemanfaatan gas metana TPA Puwatu sebagai energi merupakan

penjabaran dari visi, misi, strategi, kebijakan dan program Dinas

Kebersihan Kota Kendari. Visi Dinas Kebersihan Kota Kendari

adalah mewujudkan Kota Kendari Tahun 2020 sebagai kota yang

bersih dan hijau. Untuk mewujudkan visi tersebut dijabarkan dalam 4

misi yaitu: misi lingkungan, misi sosial kemasyarakatan, misi

pelayanan dan misi profesionalisme aparat. Salah satu program

untuk melakukan misi lingkungan adalah program pengembangan

kinerja pengelolaan persampahan dimana salah satu kegiatannya

yaitu penataan tempat pemrosesan akhir (TPA) seperti

pembangunan pengolahan gas metan, pengadaan mesin genset gas

metan, pembuatan dapur umum gas metan, pemeliharaan instalasi

gas metan.

6. Aspek Regulasi

Aspek peraturan merupakan dasar dalam pelaksanaan

pengelolaan sampah, dimana setiap kegiatan atau kebijakan dalam

rangka pelaksanaan dan perbaikan sistem pengelolaan sampah

harus dilandasi dengan kekuatan hukum yang sumbernya adalah

peraturan-peraturan terkait dengan bidang persampahan.

Pengaturan pengelolaan sampah di Kota Kendari diatur dalam

beberapa peraturan perundangan daerah meliputi: Peraturan daerah


105

No. 4 tahun 2015 tentang pengelolaan sampah, Peraturan daerah

no. 12 tahun 2014 tentang Kebersihan dan Keindahan, Perwali no.

21 tahun 2009 tentang Kawasan tertib Sampah, Peraturan daerah

no. 25 tahun 2012 tentang Retribusi Sampah, Perwali No. 68 tahun

2013 tentang Bank Sampah dan Perwali No. 05 tahun 2014 tentang

Izin Penyimpanan Limbah B3 dan Pengumpulan Limbah B3.

Pemanfaatan gas metana tercakup dalam Peraturan daerah

No. 4 tahun 2015 tentang pengelolaan sampah, dimana pengolahan

sampah meliputi kegiatan: pemadatan, pengomposan, daur ulang

materi dan daur ulang energi.

b. Kelemahan

1. Sumberdaya pengelola TPA Puwatu

Untuk memanfaatkan gas metan TPA menjadi energi listrik

membutuhkan tenaga kerja. Tenaga kerja ini terdiri dari Plant

manager, Assistant manager, supervisor, administrasi keuangan dan

umum, teknisi dan operator, driver, security dan helper. Teknisi dan

operator menempati posisi penimbangan sampah, sistem transmisi

listrik, pengolahan gas metan, pengolahan air lindi. Security

ditempatkan di pintu masuk dan kantor. Driver meliputi sopir dump

truck, excavator, buldozer, compactor dan sopir cadangan. Helper

diperlukan sebagai juru bantu di lokasi sanitary landfill dan kantor.


106

Pengalokasian tenaga kerja disesuaikan dengan kemampuan

dan beban kerja. Plant manager dan assistant manager harus

memiliki tingkat pendidikan minimal master yang menguasai

pengelolaan industri. Tingkat pendidikan untuk teknisi adalah sarjana

dan diploma untuk tenaga administrasi, sedangkan untuk driver dan

helper adalah SMU dan SMP.

Widyaputri (2014) mengungkapkan bahwa pada unit

pembangkit listrik tenaga sampah TPA Bantar gebang memiliki total

tenaga kerja sebanyak 51 orang dengan rincian: 1 orang plant

manager, 1 orang assistant manager, 3 orang supervisor, 1 orang

tenaga administrasi, 10 orang driver, 3 orang security, 25 orang

tenaga tukang listrik dan 1 orang office boy.

TPA Puwatu dikelola oleh Dinas Kebersihan Kota Kendari

dalam hal ini Kepala Seksi Pengolahan Sampah yang membawahi 6

orang staf pengelola dengan pembagian tugas: 1 orang operator, 1

orang tenaga administrasi, 1 orang pengawas lapangan dan 3 orang

operator alat berat. Latar belakang pendidikan pengelola TPA saat

ini belum memenuhi kompetensi yang disyaratkan oleh proyek

pembangkitan energi listrik. Sehingga permasalahan yang dihadapi

yaitu masih kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia

pengelola TPA Puwatu.

2. Tidak berfungsinya beberapa sarana prasarana pengolahan sampah

di TPA Puwatu
107

Meningkatnya jumlah sampah yang masuk di TPA Puwatu tidak

diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana yang

mendukung operasional pengelolaan sampah di TPA. Berdasarkan

observasi lapangan, 2 buah Dozer dan Compactor dalam kondisi

rusak. Selain itu, fasilitas jembatan timbang juga dalam keadaan

rusak karena memiliki konstruksi yang rendah sehingga terendam air

ketika banjir.

3. Teknologi konversi energi masih sederhana

Pengumpulan gas metan TPA Puwatu dilakukan melalui

instalasi perpipaan jenis PVC 4 inchi yang dibuat berlubang yang

diletakkan dalam area landfill secara vertikal dan horizontal. Pipa

tersebut kemudian terhubung dengan pipa PVC 1¼ inchi untuk

mengalirkan gas metan ke mesin turbin yang dihubungkan ke

generator sehingga menghasilkan listrik yang dialirkan ke Kampung

Mandiri Energi. Mesin turbin penggerak generator yang digunakan

merupakan mesin mobil hardtop yang dimodifikasi sehingga bahan

bakarnya berupa gas dari landfill. Pembangkitan listrik tidak berjalan

optimal karena mesin yang digunakan kadang mengalami

kerusakan.
108

2. Faktor Eksternal

a. Peluang (Opportunities)

1. Pemanfaatan Gas Metan Sampah sesuai dengan Program Nasional

Pemerintah telah berkomitmen mengurangi emisi gas rumah

kaca. Seperti yang tertuang dalam Perpres Nomor 61 Tahun 2011

Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah

Kaca,. dan diperkuat dengan peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara

Nomor 30 tahun 2012 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan

Emisi Gas Rumah Kaca. Pemanfaatan gas metana sampah sebagai

energi selain mengurangi pencemaran lingkungan, juga merupakan

bagian dari energi terbarukan yang dapat mengurangi

ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Hal ini juga didukung

dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor

44 tahun 2015 tentang Pembelian Tenaga Listrik Oleh PT. PLN

(Persero) dari Pembangkit Listrik Berbasis Sampah Kota, yang

menjamin produksi listrik dari pembangkit listrik berbasis sampah

kota memiliki nilai ekonomi.

2. Peluang pendapatan dari mekanisme Clean Development

Mechanism (CDM) Protokol Kyoto

Dari pembahasan sebelumnya diketahui bahwa kegiatan

recovery energi dari sanitary landfill TPA berpotensi mendapatkan

pendapatan dari reduksi emisi gas rumah kaca dengan


109

memanfaatkan mekanisme Clean Development Mechanism (CDM).

CDM adalah sebuiah mekanisme dimana negara-negara yang

tergabung di dalam Annex 1 (negara maju), yang memiliki kewajiban

untuk menurunkan emisi gas-gas rumah kaca sebesar rata-rata

sebesar 5,2% dibawah tingkat emisi tahun 1990 sesuai ketentuan

protokol Kyoto, membantu negara-negara non-Annex 1 untuk

melaksanakan proyek-proyek yang mampu menurunkan atau

menyerap emisi setidaknya satu dari enam jenis gas rumah kaca.

Negara-negara non-Annex 1 adalah negara yang menandatangani

Protokol Kyoto namun tidak memiliki kewajiban untuk menurunkan

emisinya. Indonesia telah meratifikasi UNFCCC dan Protokol Kyoto

dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2004 tentang Pengesahan

United Nations Framework Convention On Climate Change

(Konvensi Kerangka Kerja PBB Mengenai Perubahan Iklim) dan

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2004 tentang Pengesahan

Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja PBB Tentang

Perubahan Iklim. Sehingga Indonesia dapat mengambil bagian

dalam usaha global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca

sekaligus mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Satuan jumlah emisi gas rumah kaca yang bisa diturunkan

dikonversikan menjadi sebuah kredit yang dikenal dengan istilah

Certified Emissions Reduction (CERs) atau satuan reduksi emisi

yang telah disertifikasi. Tingkat reduksi emisi yang dihasilkan oleh


110

sebuah proyek CDM diukur dengan menggunakan ton CO2eq (CO2

ekuivalen). Negara-negara Annex 1 dapat memanfaatkan CER ini

untuk membantu memenuhi target penurunan emisi.

Teng & Zhang (2010) menyebutkan dalam “Clean Development

Practice in China: Current status and possibilities for future regime”

bahwa harga normal CER pada Emission Reduction Purchase

Agreement (ERPA) adalah sebesar US$10-13,5/tCO2. Nilai tersebut

berarti bahwa satu kredit CER yang berbentuk perjanjian kerja, sama

dengan setiap ton polusi yang dihasilkan oleh sebuah sanitary

landfill.

Proyek CDM dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian utama

yaitu reduksi emisi GRK dan penyerapan karbon. Salah satu tipe

proyek yang layak untuk menjadi proyek CDM adalah proyek energi

terbarukan. Proyek dalam kategori ini yaitu tenaga matahari, angin,

biogas, biomass, air, panas bumi, sistem hybrid dan sampah. Proyek

energi berbasis sampah yang telah melakukan registrasi CER adalah

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah TPA Bantargebang. Proyek

CDM berbasis sampah lainnya yang potensial adalah pembangkit

listrik dari pengolahan limbah kota (Municipal Power Plant Project)

Sidoarjo dengan perkiraan pengurangan gas rumah kaca sebanyak

123.631 ton/tahun, konversi limbah padat kota ke energi di Malang,

Surabaya, dan Bali dengan pengurangan gas rumah kaca masing-


111

masing sebanyak 17.000 ton/tahun, 30.000 ton/tahun dan 500.000

ton/tahun. (IGES, 2005)

Proses pengajuan CDM untuk proyek yang berpotensi

mendapatkan CER melalui beberapa tahapan. Diantaranya adalah

perencanaan proyek dan penyiapan dokumen rancangan proyek

oleh pengembang, selanjutnya proses evaluasi dan validasi oleh

entitas operasional yang diakreditasi oleh Badan Eksekutif CDM.

Seluruh kegiatan proyek akan dievaluasi mulai dari teknologi,

kegiatan dan potensi pengurangan emisi gas rumah kaca.

Pengembang proyek harus melakukan monitoring terhadap

pengurangan emisi atau penyerapan GRK yang dihasilkan oleh

proyek. Apabila pengurangan emisi telah dimonitor dan dilaporkan ke

Designated Operational Entity (DOE) oleh pengembang proyek, DOE

akan melakukan verifikasi dalam rangka sertifikasi. Badan Eksekutif

CDM akan menerbitkan CERs jika menerima permohonan dari

pengembang. Alur proses CDM dapat dilihat pada gambar 25.


112

Perencanaan Proyek CDM


(Pengembang Proyek)

Penyiapan Dokumen
Konsultasi Publik
Rancangan Proyek (PDD)

Persetujuan Komisi Nasional Validasi oleh Desidnated


Operational Entity (DOE)

Registrasi Ke CDM
Executive Board

Pelaksanaan dan Monitoring Verifikasi sertifikasi


(Pengembang Proyek) (DOE)

Penerbitan CERs
(Executive Board)

Gambar 24 Alur Proses CDM di Indonesia


(Sumber: IGES, 2005)

3. Semakin langkanya energi fosil

Indonesia sebagai negara penghasil minyak terus mengalami

penurunan produksi sementara konsumsi minyak terus meningkat

bahkan melampaui produksi minyak itu sendiri. Keadaan ini

menyebabkan langkanya sumber energi fosil. Di sisi lain, hal ini

menjadi peluang dalam pengembangan energi listrik berbasis energi

terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga sampah.

BP Statistical Review of World Energy memberikan data

kualitas tinggi dan konsisten mengenai pasar energi dunia.

Berdasarkan kajian terakhir pada Juni 2017, terjadi defisit minyak

setiap tahunnya dimana konsumsi minyak bumi lebih besar daripada


113

produksi minyak bumi. Keadaan ini semakin meningkat setiap

tahunnya. (Tabel 20)

Tabel 20 Produksi dan Konsumsi Minyak Bumi Indonesia


Tahun 2006-2016
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Konsumsi Minyak Bumi Indonesia
(bpd)* 1244 1318 1287 1317 1411 1589 1625 1639 1663 1592 1615
(MT)** 58,5 61,8 60,1 60,8 64,7 73,1 74,4 74,5 75,3 71,8 72,6

Produksi Minyak Bumi Indonesia


(bpd)* 1018 972 1006 994 1003 952 918 882 852 841 881
(MT)** 50,2 47,8 49,4 48,4 48,6 46,3 44,6 42,7 41,2 40,7 43
*dalam ribuan barrels per day (bpd)
**dalam millions tonnes (MT)
Sumber : BP Statistical Review of World Energy June 2017

Minyak bumi juga digunakan untuk membangkitkan listrik.

Komposisi pembangkit listrik Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu

Pembangkit Listrik Tenaga Diesel 74,95%, Pembangkit Listrik

Tenaga Uap 20,56%, Pembangkit Listrik Tenaga Hidro 2,23%,

Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro 0,03% dan Pembangkit

Listrik Tenaga Surya 0,22%. Energi primer pembangkit listrik di

Sulawesi Tenggara 97,51% merupakan minyak bumi. Sehingga

pemanfaatan bentuk energi terbarukan diharapkan dapat

mengimbangi beban konsumsi minyak.

4. Ketersediaan teknologi pembangkit energi listrik tenaga gas

Ada beberapa cara efektif untuk memanfaatkan gas landfill

sebagai energi. Memproduksi listrik dari gas landfill merupakan


114

pemanfaatan yang paling umum di dunia. Tercatat sekitar tiga per

empat dari keseluruhan proyek energi gas landfill di Amerika Serikat.

Teknologi konversi energi yang tersedia yaitu internal combustion

engine, turbin gas dan mikroturbin. Pemilihan jenis teknologi yang

digunakan disesuaikan dengan potensi gas landfill. Teknologi yang

paling banyak digunakan yaitu internal combustion engine (US EPA,

2015).

b. Ancaman (Threats)

1. Masih mahalnya biaya investasi

Salah satu masalah dalam mengembangkan energi listrik

berbasis energi terbarukan adalah mahalnya biaya investasi

pembangunan infrastruktur pembangkit. Hal ini disebabkan karena

masih banyaknya peralatan dan komponen pembangkit yang masih

diimport dari luar negeri. Fluktuasi nilai tukar mata uang

mempengaruhi harga peralatan.

Sesuai dengan potensi energi TPA Puwatu maka pembangkit

listrik yang sesuai berkapasitas 4 MWatt yang akan re-investasi

dalam 10 tahun menyesuaikan meningkatnya potensi energi listrik.

Merujuk pada Landfill Gas Energy Project Development Handbook

(US.EPA,2015) maka biaya investasi instalasi gas dan mesin

pembangkit untuk TPA Puwatu sebesar Rp.95.972.432.400.


115

3. Analisis SWOT

a. Tahap pengumpulan dan klasifikasi data

Aspek-aspek yang telah dikumpulkan dari hasil observasi dan

wawancara dengan stakeholder yang terkait penelitian kemudian

diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan eksternal.

Hasil klasifikasi ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 21 Faktor Internal dan Faktor Eksternal

Faktor Internal Faktor Eksternal


Aspek Sumberdaya Aspek Regulasi
1. Tersedianya potensi gas metana 1. Pemanfaatan landfill gas sebagai
sebagai penghasil listrik energi sejalan dengan program
2. Selain sumber pembiayaan dari nasional
APBN dan APBD, ada peluang
pendapatan dari penjualan listrik Aspek Ekonomi
3. Letak geografis TPA Puwatu 2. Pemanfaatan landfill gas sebagai
memungkinkan PLTSa terhubung energi berpeluang mendapatkan
dengan jaringan listrik PLN manfaat ekonomi dari
4. TPA Puwatu telah memiliki pengurangan emisi gas rumah
sanitary landfill, sistem kaca melalui mekanisme
pengumpulan gas dan sarana pembangunan bersih Protokol
pengolahan air lindi Kyoto
5. Sumberdaya pengelola TPA 3. Masih mahalnya biaya investasi
puwatu masih kurang dari segi pembangunan infrastruktur
jumlah dan kompetensi pembangkit
6. Beberapa sarana prasarana di
TPA Puwatu tidak berfungsi Aspek Sumberdaya
dengan baik (alat berat dan 4. Semakin langkanya energi fosil
jembatan timbang)
7. Teknologi pemanfaatan gas 5. Teknologi pembangkitan energi
metan masih sederhana dari gas sudah tersedia
(menggunakan mesin rakitan dari
mesin mobil)

Aspek Kelembagaan
8. Sudah ada SKPD Pengelola
Persampahan Kota Kendari
Sudah ada Sub bidang pengelola
persampahan dan TPA Puwatu
9. Sudah ada dokumen
perencanaan dan masterplan
116

Faktor Internal Faktor Eksternal


persampahan

Aspek Regulasi
10. Recovery energi dari sampah
sudah didukung oleh regulasi
daerah yaitu perda No. 4 Tahun
2015 Tentang Pengelolaan
Sampah, dan sudah
diimplementasikan
Hasil pengklasifikasian faktor internal dan eksternal selanjutnya

diklasifikasi berdasarkan faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan,

dan faktor eksternal berupa peluang dan ancaman.

Tabel 22 Hasil pengklasifikasian faktor internal

Faktor Internal
Kekuatan (Strengths)
Aspek Sumberdaya
1. Tersedianya potensi gas metana sebagai penghasil listrik
2. Selain sumber pembiayaan dari APBN dan APBD, ada peluang
pendapatan dari penjualan listrik
3. Letak geografis TPA Puwatu memungkinkan PLTSa terhubung dengan
jaringan listrik PLN
4. TPA Puwatu telah memiliki sanitary landfill, sistem pengumpulan gas
dan sarana pengolahan air lindi
Aspek Kelembagaan
5. Sudah ada SKPD Pengelola Persampahan Kota Kendari
Sudah ada Sub bidang pengelola persampahan dan TPA Puwatu
6. Sudah ada dokumen perencanaan dan masterplan persampahan
Aspek Regulasi
7. Recovery energi dari sampah sudah didukung oleh regulasi daerah yaitu
perda No. 4 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Sampah, dan sudah
diimplementasikan.
Kelemahan (Weaknesses)
117

Faktor Internal
Aspek Sumberdaya
1. Sumberdaya pengelola TPA puwatu masih kurang dari segi jumlah dan
kompetensi
2. Beberapa sarana prasarana di TPA Puwatu tidak berfungsi dengan baik
(alat berat dan jembatan timbang)
3. Teknologi pembangkitan energi listrik masih sederhana (menggunakan
mesin rakitan dari mesin mobil)
Tabel 23 Hasil pengklasifikasian faktor eksternal

Faktor Eksternal
Peluang (Opportunities)
Aspek Politik
1. Pemanfaatan landfill gas sebagai energi sejalan dengan program
nasional
Aspek Ekonomi
2. Pemanfaatan landfill gas sebagai energi berpeluang mendapatkan
manfaat ekonomi dari pengurangan emisi gas rumah kaca melalui
mekanisme pembangunan bersih Protokol Kyoto
Aspek Sumberdaya
3. Semakin langkanya energi fosil
4. Teknologi pembangkit energi listrik dari gas tersedia
Ancaman (Threats)
Aspek Ekonomi
5. Masih mahalnya biaya investasi pembangunan infrastruktur
pembangkit

b. Tahap analisis

Hasil klasifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman

dipilih untuk mendapatkan faktor yang diasumsi paling berpengaruh atau


118

kuat dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga gas metan di TPA

Puwatu. Faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 24 Faktor Kekuatan, Peluang, Kelemahan dan Ancaman

Faktor Internal Faktor Eksternal


A. Kekuatan (Strengths) C. Peluang (Opportunities)
Aspek Sumberdaya Aspek Regulasi
1. Tersedianya potensi gas metana 1. Pemanfaatan landfill gas
sebagai penghasil listrik sebagai energi sejalan dengan
2. Selain sumber pembiayaan dari program Provinsi dan nasional
APBN dan APBD, ada peluang
pendapatan dari penjualan listrik Aspek Ekonomi
3. Letak geografis TPA Puwatu 2. Pemanfaatan landfill gas
memungkinkan PLTSa terhubung sebagai energi berpeluang
dengan jaringan listrik PLN mendapatkan manfaat
TPA Puwatu telah memiliki ekonomi dari pengurangan
4. sanitary landfill, sistem emisi gas rumah kaca melalui
pengumpulan gas dan sarana mekanisme pembangunan
pengolahan air lindi bersih Protokol Kyoto

Aspek Kelembagaan Aspek Sumberdaya


Sudah ada SKPD Pengelola 3. Semakin langkanya energi fosil
Persampahan Kota Kendari Teknologi pembangkit energi
Sudah ada Sub bidang pengelola 4. dari gas tersedia
5. persampahan dan TPA Puwatu
Sudah ada dokumen perencanaan
dan masterplan persampahan

6. Aspek Regulasi
Recovery energi dari sampah
sudah didukung oleh regulasi
daerah yaitu perda No. 4 Tahun
2015 Tentang Pengelolaan
7. Sampah, dan sudah
diimplementasikan.
B. Kelemahan (Weaknesses) D. Ancaman (Threats)
Aspek Sumberdaya Aspek Ekonomi
1. Sumberdaya pengelola TPA 1. Masih mahalnya biaya
puwatu masih kurang dari segi investasi pembangunan
119

Faktor Internal Faktor Eksternal


jumlah dan kompetensi infrastruktur pembangkit
2. Beberapa sarana prasarana di
TPA Puwatu tidak berfungsi
dengan baik (alat berat dan
jembatan timbang)
3. Teknologi pemanfaatan gas
metan yang digunakan masih
sederhana (mesin rakitan dari
mesin mobil)

Kemudian keempat faktor tersebut diberi bobot dengan nilai

kumulatif mulai 0,0 (tidak penting) sampai dengan nilai 1,00 (paling

penting). Selanjutnya faktor-faktor yang teridentifikasi diberi skala rating

dengan metode likers dengan nilai interval 1,2 dan 3.

Pemberian nilai rating pada faktor kekuatan yang paling besar diberi

nilai rating tiga, jika nilai kekuatannya kecil diberi nilai rating satu,

sedangkan nilai rating pada faktor kelemahan adalah sebaliknya. Jika nilai

kelemahannya besar nilai rating satu, tetapi jika kelemahannya kecil diberi

nilai rating tiga. Hal ini serupa dengan pemberian nilai skala rating faktor

eksternal, peluang yang paling besar diberi nilai tiga, peluang yang kecil

diberi nilai rating satu. Selanjutnya faktor ancaman yang besar diberi nilai

satu, sebaliknya bila ancamannya kecil diberi nilai empat.


120

Tabel 25 Hasil pemberian bobot dan skala rating faktor internal

FAKTOR-FAKTOR INTERNAL
BOBOT RATING
A KEKUATAN (B) „(R)
BxR

1. Tersedianya potensi gas metana sebagai 0,11 3 0,32


penghasil listrik

2. Selain sumber pembiayaan dari APBN dan 0,11 3 0,32


APBD, ada peluang pendapatan dari
penjualan listrik

3. Letak geografis TPA Puwatu memungkinkan 0,11 3 0,32


PLTSa terhubung dengan jaringan listrik
PLN
4.
TPA Puwatu telah memiliki sanitary landfill, 0,11 3 0,32
sistem pengumpulan gas dan sarana
pengolahan air lindi
5.
Sudah ada SKPD Pengelola Persampahan 0,11 3 0,32
Kota Kendari
Sudah ada Sub bidang pengelola
persampahan dan TPA Puwatu
6.
Sudah ada dokumen perencanaan dan 0,11 3 0,32
masterplan persampahan.
7.
Recovery energi dari sampah sudah 0,11 3 0,32
didukung oleh regulasi daerah yaitu perda
No. 4 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan
Sampah dan sudah diimplementasikan
0,76 2,27
B KELEMAHAN
1 Kapasitas dan jumlah SDM pengelolaan 0,11 3 0,32
persampahan masih kurang

2. Beberapa sarana prasarana di TPA Puwatu 0,08 2 0,16


tidak berfungsi dengan baik (alat berat dan
jembatan timbang)

3. Teknologi pemanfaatan gas metan yang 0,05 1 0,05


digunakan masih sederhana (menggunakan
mesin rakitan dari mesin mobil)

0,24 0,54
121

FAKTOR-FAKTOR INTERNAL
BOBOT RATING
A KEKUATAN (B) „(R)
BxR

JUMLAH 1,00

Faktor internal pada tabel 17 , menunjukkan bahwa nilai kumulatif

rata-rata untuk faktor kekuatan sebesar 2,27 lebih besar daripada nilai

kumulatif rata-rata faktor kelemahan sebesar 0,54. Kondisi ini

mengidentifikasikan bahwa faktor kekuatan untuk pengembangan

pembangkit listrik tenaga gas metan dapat mendukung kelemahan yang

dimiliki.

Tabel 26 Hasil pemberian bobot dan skala rating faktor eksternal

FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL
BOBOT RATING
A PELUANG BxR
(B) „(R)
1 Pemanfaatan landfill gas sebagai energi 0,21 3 0,63
sejalan dengan program Provinsi dan
Nasional.

2 Adanya Peluang Pendanaan melalui 0,16 2 0,32


mekanisme pembangunan bersih
Protokol Kyoto untuk kegiatan
pemanfaatan landfill gas sebagai energi.

3 Semakin langkanya energi fosil 0,21 3 0,63

4 Teknologi pembangkit energi listrik dari 0,21 3 0,63


gas sampah tersedia
0,79 2,21
B ANCAMAN
1 Masih mahalnya biaya investasi 0,21 3 0,63
pembangunan infrastruktur pembangkit
0,21 1,58
JUMLAH 1,00
122

Faktor eksternal pada tabel 18 menunjukkan bahwa nilai kumulatif

rata-rata untuk faktor peluang sebesar 5,58 lebih besar daripada nilai

kumulatif rata-rata faktor ancaman sebesar 0,63. Keaadaan ini

mengidentifikasikan bahwa faktor peluang untuk pengembangan

pembangkit listrik tenaga gas landfill TPA Puwatu lebih besar daripada

faktor ancaman yang akan menghambatnya.

c. Penentuan Koordinat Kebijakan

Dari hasil analisis dari tabel 17 dan tabel 18, total skor terbobot

variabel kekuatan (S) adalah 2,27 dan skor kelemahan (W) adalah 0,54.

Sedangkan total skor terbobot variabel peluang (O) adalah 2,21 dan

ancaman (T) adalah 0,63. Sehingga penentuan sumbu koordinat x adalah

pengurangan antara (S) dengan (W) dan sumbu y adalah pengurangan

antara (O) dan (T). Nilai koordinat sumbu x yang diperoleh adalah 1,73

dan sumbu y 1,58.

Hasil yang diperoleh menunjukkan koordinat kebijakan

pengembangan pembangkit listrik tenaga landfill gas TPA Puwatu berada

pada kuadran I (S-O) yang menunjukkan adanya kekuatan dan peluang.

Sehingga strategi yang digunakan adalah strategi kebijakan Agresif.

Langkah yang dilakukan adalah menggunakan seluruh kekuatan untuk

memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.


123

-3 -2 -1 0 1
W 2 3
S
-1

-2

-3

T
Gambar 25 Diagram Kuadran Strategi SWOT

d. Tahap penetapan strategi

Berdasarkan penentuan koordinat kebijakan, diperoleh hasil berupa

Strategi Agresif dimana strategi ini berfokus pada pemanfaatan kekuatan

yang ada untuk merebut peluang. Kebijakan yang dihasilkan dari strategi

ini dapat dilihat pada tabel 17


124

Tabel 27 Hasil Matriks SWOT

KEKUATAN [S] KELEMAHAN [W]

1. Tersedianya potensi gas metana sebagai penghasil 1. Sumberdaya pengelola TPA puwatu masih
INTERNAL listrik kurang dari segi jumlah dan kompetensi
2. Selain sumber pembiayaan dari APBN dan APBD, 2. Beberapa sarana prasarana di TPA Puwatu
ada peluang pendapatan dari penjualan listrik tidak berfungsi dengan baik (alat berat dan
3. Letak geografis TPA Puwatu memungkinkan PLTSa jembatan timbang)
terhubung dengan jaringan listrik PLN 3. Teknologi pemanfaatan gas metan yang
4. TPA Puwatu telah memiliki sanitary landfill, sistem digunakan masih sederhana (mesin rakitan dari
pengumpulan gas dan sarana pengolahan air lindi mesin mobil)
5. Sudah ada SKPD Pengelola Persampahan Kota
Kendari
Sudah ada Sub bidang pengelola persampahan dan
TPA Puwatu
6. Sudah ada dokumen perencanaan dan masterplan
persampahan
EKSTERNAL 7. Recovery energi dari sampah sudah didukung oleh
regulasi daerah yaitu perda No. 4 Tahun 2015
Tentang Pengelolaan Sampah dan sudah
dimplementasikan.

PELUANG [O]

1. Pemanfaatan landfill gas sebagai energi sejalan 1. Meningkatkan porsi pemanfaatan energi terbarukan 1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM
dengan program Provinsi dan nasional yang berasal dari gas metana TPA Puwatu pengelola TPA Puwatu di bidang pengelolaan
2. Pemanfaatan landfill gas sebagai energi 2. Akselerasi pengembangan pembangkitan energi persampahan dan energi
berpeluang mendapatkan manfaat ekonomi dari listrik TPA Puwatu hingga terkoneksi ke jaringan 2. Meningkatkan teknologi konversi energi listrik
pengurangan emisi gas rumah kaca melalui PLN 3. Meningkatkan sarana prasarana pengelolaan
mekanisme pembangunan bersih Protokol Kyoto 3. Memanfaatkan pembiayaan melalui skema CDM persampahan TPA Puwatu
3. Semakin langkanya energi fosil (Clean Development Mechanism)
4. Teknologi pembangkit energi dari gas tersedia

ANCAMAN [T]
1. Memanfaatkan peluang-peluang pendapatan dari 1. Menerapkan pengendalian dan pengawasan
1. Masih mahalnya biaya investasi pembangunan penjualan listrik dan CER untuk pengadaan teknologi dalam penggunaan infrastruktur yang tidak
infrastruktur dan teknologi pembangkit dan membangun infrastruktur sesuai standar yang telah ditentukan
125

4. Strategi Pengembangan Energi Listrik TPA Puwatu

Berdasarkan penilaian pada setiap faktor internal dan eksternal

dalam strategi pengembangan energi listrik TPA Puwatu sesuai dengan

potensi energi yang dimiliki, maka dapat dilakukan alternatif strategi

sebagai berikut:

1. Strategi Kombinasi antara Kekuatan dan Peluang (S-O)

Strategi ini adalah menggunakan seluruh kekuatan untuk

memanfaatkan peluang. Adapun strategi yang dapat yang dapat

dimanfaatkan adalah:

1. Meningkatkan porsi pemanfaatan energi terbarukan yang berasal

dari gas metana di TPA Puwatu

2. Akselerasi pengembangan pembangkitan energi listrik di TPA

Puwatu hingga terkoneksi ke jaringan PLN.

3. Memanfaatkan pembiayaan melalui skema CDM (Clean

Development Mechanism)

2. Strategi Kombinasi antara Kekuatan dan Ancaman (S-T)

Strategi ini menggunakan seluruh kekuatan yang dimiliki dengan

cara menghindari ancaman, yaitu:

1. Memanfaatkan peluang-peluang pendapatan dari penjualan

listrik dan CER untuk pengadaan teknologi dan membangun

infrastruktur.
126

3. Strategi Kombinasi antara Peluang dan Kelemahan (W-O)

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada

dengan mengatasi kelemahan yang dimiliki, yaitu :

1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM pengelola TPA

Puwatu di bidang pengelolaan persampahan dan energi

2. Meningkatkan sarana prasarana pengelolaan persampahan TPA

Puwatu

3. Meningkatkan teknologi konversi energi terbarukan

4. Strategi Kombinasi antara Kelemahan dan Ancaman (W-T)

Strategi ini digunakan untuk meminimalkan kelemahan yang ada

serta menghindari ancaman, yaitu:

1. Menerapkan pengendalian dan pengawasan dalam penggunaan

infrastruktur yang tidak sesuai standar yang telah ditentukan

Sesuai dengan hasil analisis SWOT, secara lebih rinci strategi-

strategi tersebut dapat diimplementasikan melalui program-program dan

kegiatan-kegiatan berikut:
127

Tabel 28 Program dan Kegiatan Pengembangan Energi Listrik TPA Puwatu

Strategi Program Kegiatan

1. Meningkatkan porsi pemanfaatan energi 1. Pemanfaatan gas metan TPA Puwatu - Penyediaan sistem pengumpulan gas
terbarukan yang berasal dari gas sebagai energi alternatif dan flaring
metana di TPA Puwatu - Kerjasama pengolahan energi listrik gas
metan
2. Akselerasi pengembangkan
2. Kerjasama pendanaan pembangunan - Penyusunan rencana usaha (business
pembangkitan energi listrik TPA Puwatu
infrastruktur pembangkit energi di TPA plan) TPA Puwatu
hingga terkoneksi ke jaringan PLN
Puwatu - Penyediaan infrastruktur jaringan listrik

3. Memanfaatkan pembiayaan melalui


3. Pengajuan pembiayaan melalui - Pembuatan studi kelayakan
skema CDM (Clean Development
mekanisme pembangunan bersih - Pembuatan dokumen rancangan proyek
Mechanism)
Protokol Kyoto - Mendaftarkan proyek PLTSA agar
mendapatkan CER
4. Memanfaatkan peluang pendapatan
dari penjualan listrik dan CER untuk 4. Penyusunan kebijakan kerjasama - Kerjasama dengan PLN untuk penjualan
pengadaan teknologi dan membangun penjualan output listrik TPA Puwatu output listrik TPA Puwatu
infrastruktur dengan lembaga usaha

- Peningkatan kapasitas sumberdaya


5. Meningkatkan kualitas dan kuantitas 5. Program peningkatan sumberdaya manusia (Pendidikan dan pelatihan,
SDM Pengelola TPA Puwatu di bidang manusia bimbingan teknis dan sosialisasi)
pengelolaan persampahan dan energi - Pelaksanaan sertifikasi untuk teknisi
128

Strategi Program Kegiatan


- Benchmarking ke daerah lain yang telah
mengembangkan energi landfill gas

6. Meningkatkan teknologi konversi energi


6. Pengembangan teknologi konversi - Pengadaan mesin pembangkit listrik
terbarukan
energi yang standar yang standar

7. Meningkatkan sarana prasarana 7. Program Peningkatan Sarana dan - Pengadaan fasilitas operasional TPA
pengelolaan persampahan TPA Puwatu prasarana TPA - Rehabilitasi sarana prasarana TPA
(jembatan timbang)

8. Menerapkan pengendalian dan


8. Pencegahan dan penanggulangan - Monitoring dan pelaporan berkala kondisi
pengawasan dalam penggunaan
kerusakan sarana sarana dan parasarana
infrastruktur yang tidak sesuai standar
- Pemeliharaan rutin/berkala kendaraan
yang telah ditentukan
operasional
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis yang dilakukan

terhadap tujuan penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. TPA Puwatu Kota Kendari memiliki potensi energi listrik dari gas

metana yang dihasilkan dari kegiatan penimbunan sampah. Gas

metana TPA Puwatu tahun 2017 memiliki potensi energi listrik

sebesar 12.298.234,56 kWh. Potensi ini terus meningkat seiring

dengan meningkatnya jumlah sampah yang masuk di TPA.

2. Biaya pengembangan energi listrik TPA Puwatu meliputi biaya

investasi awal sebesar Rp. 95.972.432.400,00 dan biaya operasional

sistem pengumpulan gas sebesar Rp. 88.311.600 serta biaya

operasional pembangkit listrik Rp. 9.547.200.000. Manfaat dari

pengembangan energi listrik TPA Puwatu berupa pendapatan dari

penjualan listrik. Pada aspek finansial, kriteria kelayakan diperoleh

nilai NPV Rp. 19.348.514.956,71, B/C rasio 1,65, IRR 24% dan

Payback Period 4,96 tahun. Nilai-nilai tersebut menunjukkan proyek

pembangkit listrik tenaga sampah TPA Puwatu memenuhi kelayakan

ekonomi untuk dilaksanakan.

3. Strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan energi listrik

TPA Puwatu berdasarkan analisis SWOT adalah 3 strategi Strength-


130

Opportunities, 3 strategi Weakness-Opportunities, 1 strategi

Strengths-Threats dan 1 strategi Weakness-Threats. Strategi

tersebut dapat diimplementasikan melalui 8 Program, dengan

strategi pengembangan utama adalah strategi Strength-

Opportunities yaitu meningkatkan porsi pemanfaatan energi

terbarukan dengan memanfaatkan potensi gas metana di TPA

Puwatu, akselerasi pengembangkan pembangkitan energi listrik TPA

Puwatu hingga terkoneksi ke jaringan PLN, memanfaatkan

pembiayaan melalui skema CDM (Clean Development Mechanism).

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disarankan hal-hal sebagai

berikut :

1. Sistem pengolahan sampah menjadi produk lanjutan berupa energi

di TPA Puwatu dapat diterapkan di TPA lainnya. Penanganan

sampah yang baik selain mengurangi masalah lingkungan, dapat

memberi manfaat ekonomi untuk pengelola, pemerintah, maupun

masyarakat.

2. Perlu dilakukan kajian dan analisis tentang mekanisme yang jelas

mengenai cara pelaksanaan, pembiayaan dan kerjasama

pengembangan energi terbarukan melalui mekanisme Clean

Development Mechanism (CDM).


131

DAFTAR PUSTAKA

(UNEPFI), United Nation on Environmental Programme-Finance Initiative.


(2005, Desember 2005). CEO Briefing on the Future of Climate
Change Policy: The Financial Sector Perspective. UNEPFI.

Ahmed, S. I., Johari, A., Hashim, H., Mat, R., Lim, J. S., Ngadi, N., & Ali,
A. (2015). Optimal landfill gas utilization for renewable energy
production. Environmental Progress & Sustainable Energy, Volume
34, Issue 1, Pages 289-296.

Apostolache, M. A. (2014). Regional Development in Romania- from


regulation to practice. Procedia Economics and Finance 8, 35-41.

Arifin, M., Aep, S., & Arifin, S. (2011). Kajian Biogas Sebagai Sumber
Pembangkit Tenaga Listrik di Pesantren Saung Balong Al Baroqah,
Majalengka Jawa Barat. Journal of Mechatronics, Electrical Power,
and Vehicular Technology Vol. 02, No 2, pp 73-78.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2010). Buku referensi opsi


sistem dan teknologi sanitasi. Jakarta: Ketua Tim Pengarah TTPS.

Badan Standarisasi Nasional - BSN. (2002). Tata Cara Teknik


Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan. SNI 19-2454-2002.

Badan Standarisasi Nasional. (1994). SNI 19-3964-1994 Metode


Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi
Sampah Perkotaan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

BPPT (Badan Pengakajian dan Penerapan Teknologi). (2015). Outlook


Energi Indonesia 2015, Pengembangan Energi Untuk Mendukung
Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Pusat Teknologi
Pengembangan Sumber Daya Energi (PTPSE).

BPS. (2016). Kota Kendari Dalam Angka 2016. Kendari: BPS Kota
Kendari.
132

Dace, E., Blumberga, D., Kuplais, G., Larissa Bozko, Z. K., & Khabdullin,
A. (2015). Optimization of landfill gas use in municipal solid waste
landfills in Latvia. Energy Procedia, Volume 72 Pages 293-299.

Damanhuri, E. (2008). Diktat Landfilling Gas. Bandung: Fakultas Teknik


Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.

Damanhuri, E., & Padmi, T. (2010). Pengelolaan Sampah. Bandung:


Fakultas Teknik Sipil Dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung.

Deublein, D., & Steinhauser, d. A. (2011). Biogas From Waste and


Renewable Resources: An Introduction. Weinheim: John Wiley ad
Sons.

Dodi, N., Syafii, & Raharjo, S. (2015). Studi Kajian Kelayakan


Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Kota
Padang (Studi Kajian di TPA Air Dingin Kota Padang). Jurnal
Teknik Elektro ITP, Volume 4 No. 2 Juli 2015.

Feng, C. B., Liu Jian Guo, G. Q., Qin, N. X., Dong, C., Cui, L. L., Ying, Z.,
& Sheng, Z. Z. (2014). Estimation of methane emission from
municipal solid waste landfills in China based on point emission
sources. Advances in Climate Change research, Volume 5, Issue 2,
Pages 81-91.

GIZ, k. d. (2013). Studi Awal Potensi Emis Gas Rumah Kaca (GRK)
Sektor Persampahan Perkotaan Di Kota Kendari. GIZ.

Hapsari, C., & Wilujeng, S. A. (2012). Studi Emisi Karbondioksida (CO2)


dan Metana (CH4) dari Kegiatan Reduksi Sampah di Wilayah
Surabaya Bagian Selatan. Jurnal Lingkungan Tropis, 21-30.

Hong, J., Chen, Y., Wang, M., Ye, L., Qi, C., Yuan, H., . . . Li, X. (2017).
Intensification of municipal solid waste disposal in China.
Renewable and Sustainable Energy Reviews, Vol. 69 Pages 168-
176.

Hoornweg, D., & Bhada-Tata, P. (2012). What a Waste; A Global Review


of Solid Waste Management. Washington DC: The World Bank
Press.

IEA (International Energy Agency). (2015, September 8). Indonesia 2015,


Ringkasan Pelaksanaan, Kebijakan Energi Luar Negeri IEA.
France: www.iea.org. Diambil kembali dari www.iea.org
133

IEA, (. E. (2014). World Final Consumtion 2012. p. Sankey Diagram.

IGES (Institute for Global Environmental Strategies). (2005). Panduan


Kegiatan MPB di Indonesia. Japan: Ministry of The Environment.

IPCC 2006. (2006). IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas


Inventories, Prepared by the National Greenhouse Gas Inventories
Programme, Eggleston H.S, Buendia L., Miwa K., Ngara T. and
Tanabe K (eds). Japan: IGES.

Kementerian ESDM. (2016). Handbook of Energy and Economic Statistics


of Indonesia Final Edition 2016. Jakarta: Ministry of Energy and
Mineral Resources Republic Of Indonesia.

Kementerian Lingkungan Hidup. (2012). Pedoman penyelenggaraan


Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional, Volume 4 Metodologi
Penghitungan Tingkat Emisi Gas Rumah Kaca, Pengelolaan
Limbah. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup Republik
Indonesia.

Kementerian PU. (2006). Materi Bidang Sampah. Jakarta: Direktorat


Jenderal Cipta Karya Kementerian Pelerjaan Umum.

Krakow. (2010). Landfill Gas Energy Technologies. Instytut Nafty I Gazu.

Larsson, J. (2014). Thesis : A Case Study od Landfill Gas Potential at


Kikas Landfill: Assesment of environmental Impact and Alternatives
For Mitigation. Diambil kembali dari Chalmers Publication Library:
publications.lib.chalmers.se 31 Desember 2016

Lu Aye, E. R. (2006). Environmental and economic analyses of waste


disposal options for traditional markets in Indonesia. Waste
Management Vol. 26, 10, p. 1180-1191.

Mensah, A. (2006). People and Their Waste in an Emergency context :


The Case of Monrovia, Liberia. Habitat International, Volume 30,
Issue 4, pages 754–768.

Mochammad Haerul, M. T. (2007). Municipal Solid Waste Management in


Indonesia: Status and The Strategic Actions. Journal of the Faculty
of Environmental Science and Technology Vol. 12, 41-49.

Ouda, O. K., Cekirge, H. M., & Raza, S. A. (2013). An assessment of the


potential contribution from waste-to-energy facilities to electricity
134

demand in Saudi Arabia. Energy Conversion and management,


Volume 75 Pages 402-406.

Pemerintah Republik Indonesia. (2007, Agustus 10). Undang-Undang


Republik Indonesia No. 30 Tahun 2007 tentang Energi. Jakarta,
Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang No. 18 Tahun


2008 tentang Pengelolaan Sampah. Jakarta: Sekretariat Negara.

Pemerintah Republik Indonesia. (2014). Peraturan Pemerintah Nomor 79


Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional. Jakarta:
Sekretariat Negara.

Pokja Sanitasi dan Air Minum Kota Kendari. (2012). Buku Putih Sanitasi
Kota Kendari 2012. Pokja Sanitasi dan Air Minum Kota Kendari.

Purwendro, S., & Nurhidayat. (2007). Mengolah sampah untuk Pupuk


Pestisida Organik. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rangkuti, F. (2006). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis.


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

RANRADGRK BAPPENAS. (Agustus 2015). Modul Pelatihan BAU


Baseline RAD-GRK Bidang Pengelolaan Limbah.
www.ranradgrk.bappenas.go.id.

Sejati, K. (2009). Pengolahan Sampah Terpadu Dengan Sistem Node,


Sub Point, dan Center Point. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Setyo Purwendro, N. (2006). Mengolah Sampah Untuk Pupuk dan


Pestisida Organik. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sjafrizal. (2014). Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi


(1 ed.). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Sorensen, B. (2007). Renewable Energy Conversion, Transmission and


Storage (Third Edition ed.).

Sudrajat. (2006). Mengelola Sampah Kota. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sudrajat, H. (2009). Mengelola Sampah Kota : Solusi Mengatasi Masalah


Sampah Kota dengan manajemen Terpadu dan Mengolahnya
Menjadi Energi Listrik dan Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya.
135

Suharto, I. (2011). Limbah Kimia Dalam Pencemaran Udara dan Air.


Yogyakarta: Penerbit Andi.

Tan, S. T., Ho, W. S., Hashim, H., Lee, C. T., Taib, M. R., & Ho, C. S.
(2015). Energy, economic and environmental (3E) analysis of waste
to energy (WTE) strategies for municipal solid waste (MSW)
management in Malaysia. Energy Conversion and Management,
Volume 102 Pages 111-120.

Tchobanoglous, G., & Kreith, F. (2002). Handbook of Solid Waste


Management. The Mcgraw-Hill Companies.

Tumiran. (2015, Maret 12). Paradigma Baru Pengelolaan Energi Nasional.


Dipetik April 13, 2016, dari www.migasreview.com:
http://www.migasreview.com

United State Environment Agency (US EPA). (2015). LFG Energy


Development Handbook. Washington DC: Landfill Methane
Outreach Programme.

United States Environmental Protection Agency (US EPA). (2005). Landfill


Gas Emissions Model (LandGEM) Version 3.02 User's Guide.
Washington DC: Unites States Environmental Protection Agency
(US EPA).

United States Environmental Protection Agency (US EPA). (2010).


Methane and Nitrous Oxide Emissions From Natural Resources.
Washington DC: Unites States Environmental Protection Agency.

Unites State Environmental Protection Agency (US EPA). (2010). Landfill


Gas Energy Project Development Handbook: Landfill Methane
Outreach Program (LMOP), Climate Change Division. US. EPA.

Widyaputri, L. A. (2014). Skripsi : Analisis Ekonomi Pembangkit Listrik


Tenaga Sampah dan Manfaat Reduksi Emisi Karbon di Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.

Winrock, I. (2015). Buku Panduan Konversi POME Menjadi Biogas;


Pengembangan Proyek di Indonesia. Winrock International dan
USAID.

Wintolo, M. (2007). Landfill Gas Sebagai Energi Alternatif. M&E volume 5


no.2, p 865-92.
136

Wu, J., & Ma, Y. (February 2016). Experimental study on performance of a


biogas engine driven air source heat pump system powered by
renewable landfill gas. International Journal of Refrigeration, Vol. 62
Pages 19-29
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S01407007150030
35.

Xiaoli, C., Tonjes, D. I., & Mahajan, D. (2016). Methane Emission as


energy reservoir: Context, scope, causes and mitigation strategies.
Progress in Energy and Combustion Science, Vol. 56 Pages 33-70
www.elsevier.com/locate/pecs.

Yusuf, A. M. (2013). Metode Penelitian; Kuantitatif, Kualitatif dan


Penelitian Gabungan. Jakarta: Prenamedia Group.

(Deublein & Steinhauser, 2011)

(Tchobanoglous & Kreith, 2002) (IPCC 2006, 2006) (Kementerian

Lingkungan Hidup, 2012) (Krakow, 2010) (Kementerian PU, 2006)

(Purwendro & Nurhidayat, 2007) (RANRADGRK BAPPENAS, Agustus

2015)

(Sejati, 2009) (Sudrajat, 2006) (Suharto, 2011) (United States

Environmental Protection Agency (US EPA), Landfill Gas Emissions

Model (LandGEM) Version 3.02 User's Guide, 2005) (United States

Environmental Protection Agency (US EPA), Methane and Nitrous

Oxide Emissions From Natural Resources, 2010) (Winrock, 2015;

IEA, 2014)
137
LAMPIRAN
140

Anda mungkin juga menyukai