Anda di halaman 1dari 32

Analisa Pemilihan Moda Transportasi

Dengan Metode Analytic Hierarchy


Process ( AHP ) Studi Kasus : Kuala
Namu - Medan
1. Home

2. Pendidikan
0 4 107

ANALISA PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI DENGAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS


( AHP ) STUDI KASUS : KUALA NAMU - MEDAN Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Penyelesaian
Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh: PATRICA ANITA SIAGIAN
110424028
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISA PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI DENGAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS
( AHP )
STUDI KASUS : KUALA NAMU - MEDAN TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Ujian Sarjana Teknik Sipil
Dikerjakan oleh:
PATRICA ANITA SIAGIAN 110 424 028
Pembimbing
Penguji I
Ir. Indra Jaya Pandia, M.T. NIP. 19560618 198601 1 001
Penguji II
Ir. Joni Harianto NIP. 19591110 198701 1 002
Ir. Syahrizal, M.T. NIP. 19611231 198111 1 001 Mengesahkan
Koordinator PPSE Departemen T. Sipil FT. USU
Ketua Departemen T. Sipil FT. USU
Ir. Zulkarnain A. Muis, M. Eng.Sc NIP. 19560326 198103 1 003
Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP. 19561224 198103 1 002
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
ABSTRAK

Pemilihan moda transportasi ini bertujuan untuk mendapatkan alasan alasan apa saja yang paling
penting yang mempengaruhi penumpang dalam memilih moda transportasi untuk melakukan perjalanan
dari Kuala Namu menuju Medan antara angkutan umum atau angkutan pribadi dan mendapatkan moda
transportasi terbaik yang menjadi pilihan penumpang berdasarkan kriteria yang ditentukan dalam
melakukan perjalanannya.
Survei dilakukan dengan menyebarkan 125 quisoner pada pengguna jasa angkutan umum dan angkutan
pribadi di bandara ketibaan Kuala Namu mulai dari pukul 08.00 Wib s/d 22.00 Wib. Dengan pembagian
waktu pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib, 13.00 Wib s/d 18.00 Wib, dan 18.00 Wib s/d 22.00 Wib. Parameter
dari responden untuk mengisi quisoner adalah penumpang yang sudah pernah menggunakan
transportasi bus, kereta api, taksi dan kendaraan pribadi. Hasil survei dianalisis dengan Analytical
Hierarchy Process ( AHP ) untuk menentukan urutan faktor pemilihan moda.
Hasil analisa menunjukkan faktor utama yang mempengaruhi pemilihan moda untuk perjalanan ke Medan
: pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib adalah faktor waktu ( 25,21 % ) dan faktor keamanan ( 18,04 % ), pukul
13.00 Wib s/d 18.00 Wib adalah faktor biaya ( 24,04 %) dan faktor keamanan ( 18,86 % ) dan pukul 18.00
Wib s/d 22.00 Wib adalah faktor keamanan ( 27,59 % ) dan faktor kenyamanan ( 16,72 % ). Ditinjau dari
berbagai faktor, pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib alternatif menggunakan kendaraan pibadi dan kereta api
merupakan alternatif yang terbaik ( 29,86 % dan 29,70 % ), pukul 13.00 Wib s/d 18.00Wib alternatif
menggunakan bus merupakan alternatif yang terbaik ( 36,38 % ), dan pukul 18.00 Wib s/d 22.00 Wib
alternatif menggunakan kendaraan pribadi merupakan alternatif yang terbaik ( 33,23 % ).
Kata Kunci : Pemilihan Moda, angkutan umum, angkutan pribadi, dan Analytic Hierarchy Process
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Adapun judul dari tugas akhir ini adalah
Analisa Pemilihan Moda Transportasi dengan Metode Analytical Hierarcy Process (AHP) Studi Kasus :
Kuala Namu - Medan. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
Strata I (S1) di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan
tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Ungkapan terima
kasih atas segala jerih payah, motivasi dan doa yang diberikan sehingga dapat menyelesaikan studi di
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, terutama kepada:
Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT., selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu,
tenaga dan pemikiran untuk membantu, membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesainya tugas
akhir ini.
Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Kepala Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
Bapak Ir. Syahrizal, MT., selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.
Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M. Eng Sc , selaku Koordinator PPSE Departemen Teknik Sipil Universitas
Sumatera Utara.

Bapak Yusandi Aswad, ST., MT., dan Bapak Ir. Joni H., selaku Dosen Pembanding/Penguji yang telah
memberikan masukan dan kritikan yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini serta kepada
Bapak/Ibu Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
Ayahanda Drs. Maladi Siagian , Ibu Mian Raulina Barimbing tercinta, dan abang- kakakku yang selalu
mendukung, membimbing, dan memotivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Buat Bang Sinar yang telah memberi semangat, dukungan dan mengajari sampai tugas akhir ini dapat
terselesaikan.
Buat semua teman-temanku Ekstension 2011, Ekstension 2012 dan Efraim Jurusan Teknik Industri yang
telah memberi semangat dan mengajari. Semoga TUHAN YANG MAHA ESA membalas dan
melimpahkan rahmat
dan karuniaNya kepada kita semua, dan atas dukungan yang telah diberikan diucapkan terima kasih.
Akhirnya, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, September 2014 Hormat Saya
Patrica Anita Siagian
DAFTAR ISI
Abstrak i Kata Pengantar
. ii Daftar Isi
.. iv Daftar Tabel ............................
viii Daftar Gambar
xii BAB I PENDAHULUAN .
. 1
1.1 Latar Belakang . 1 1.2 Rumusan
Masalah. 1 1.3 Tujuan Penelitian
.. 3 1.4 Manfaat Penelitian .
. 3 1.5 Batasan Penelitian .. 4
1.6 Studi Pendahuluan 5 1.7 Sistematika Tulisan ..
. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..
9 2.1 Proses Hirarki Analitik (Analitycal Hierarchy Process) .. 9
2.1.1 Manfaat Analytical Hierarchy Process. 10 2.1.2 Aksioma-aksioma Analytic
Hierarchy Process 10 2.1.3 Prinsip-Prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process. 12
2.1.4 Penyusunan Prioritas 15 2.1.5 Eigen value dan Eigen vector
... 18 2.1.6 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio ...................... 23 2.2
Moda Transportasi 25
2.2.1 Pengertian Moda Transportasi .. 25
2.2.2 Tahapan Pemilihan Moda (Moda Choice) .................. 28

2.2.3 Pemilihan Moda Transportasi .. 29


2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Moda 33
2.3 Angkutan Umum Penumpang . 35
2.3.1 Kondisi Angkutan Umum .. 37
2.4 Angkutan Pribadi . 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 41
3.1 Tahap-Tahap Proses Penelitian .. 41
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA . 45
4.1 Pelaksanaan Survei Pengumpulan Data . 45
4.2 Pengumpulan Data . 45
4.3 Langkah-langkah Mewawancarai 46
4.4 Pembuatan Daftar Quisioner 46
4.5 Populasi dan Sampel Penelitian 47
4.6 Struktur Hirarki Pemilihan Alternatif Moda Terbaik 50
4.7 Matriks Perbandingan Berpasangan (Pairwise Comparison) 51
4.7.1 Level 2 (alasan) ... 51
4.7.2 Level 3 (Alternatif) 51
4.8 Pengolahan Data .. 53
4. 8.1 Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk Setiap
Kriteria dan Alternatif .. 53

4.8.2 Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks


56
4.8.2.1 Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks
untuk Elemen Level 2 ( Kriteria) 57
4.8.2.2 Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria
Biaya 60 4.8.2.3 Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk
Alternatif pada Kriteria Waktu. 63 4.8.2.4 Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi
Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Headway 66 4.8.2.5 Perhitungan Bobot Parsial
dan Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Kemudahan 70 4.8.2.6 Perhitungan
Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Keamanan... 73
4.8.2.7 Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria
Kenyamanan... 76 4.8.3 Penentuan Bobot Prioritas 83 4.8.3.1
Level 3 . 83 4.8.3.2 Level 2 .. 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN . 86 5.1 Kesimpulan
86 5.2 Saran
. 89 Daftar Pustaka
. 90 Lampiran
. 91
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan 16 Tabel 2.2 Skala Saaty
. 17 Tabel 2.3 Nilai Random Indeks (RI) ..
24 Tabel 2.4 Jadual Kereta Api Kuala Namu Medan
39 Tabel 4.1 Jumlah penerbangan dan Jumlah penumpang
47 Tabel 4.2 Data sampel sementara untuk pengambilan sampel yang sebenarnya. 48 Tabel 4.3
Contoh Hasil Kuisoner Matriks Perbandingan Antar Kriteria dari
Responden 1 51 Tabel 4.4 Contoh Hasil Kuisoner
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar
Biaya Setiap Alternatif dari Responden 1.. 51 Tabel 4.5 Contoh Hasil Kuisoner
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar
Waktu Setiap Alternatif dari Responden 1. 52 Tabel 4.6 Contoh Hail Kuisoner
Matriks Perbandingan Berpasangan
Antar Headway Setiap Alternatif dari Responden 1 52 Tabel 4.7 Contoh Hasil
KuisonerMatriks Perbandingan Berpasangan

Antar Kemudahan Setiap Alternatif dari Responden 1.. 52 Tabel 4.8 Contoh Hsil Kuisoner
Matriks Perbandingan Berpasangan
Antar Keamanan Setiap Alternatif dari Responden 1. 53 Tabel 4.9 Contoh Hasil Kuisoner
Matriks Perbandingan Berpasangan Antar
Kenyamanan Setiap Alternatif dari Responden 1. 53 Tabel 4.10 Perhitungan Rata-rata
Pembobotan untuk Kriteria 54 Tabel 4.11 Perhitungan Rata-rata Pembobotan Alternatif
Moda Kriteria Biaya.. 54
Tabel 4.12 Perhitungan Rata-rata Pembobotan Alternatif Moda Kriteria
Waktu.............................................................................. 55
Tabel 4.13 Perhitungan Rata-rata Pembobotan Alternatif Moda Kriteria
Headway.. 55
Tabel 4.14 Perhitungan Rata-rata Pembobotan Alternatif Moda Kriteria Kemudahan
. 55
Tabel 4.15 Perhitungan Rata-rata Pembobotan Alternatif Moda Kriteria Keamanan
55
Tabel 4.16 Perhitungan Rata-rata Pembobotan Alternatif Moda Kriteria Kenyamanan
56
Tabel 4.17 Penjumlahan Rata-rata Pembobotan untuk Elemen Level 2 57 Tabel 4.18 Matriks
Normalisasi dan Bobot Setiap Baris Elemen Level 2.. 58 Tabel 4.19 Rekapitulasi Perhitungan Bobot
Parsial dan Konsistensi Matriks
untuk Elemen Level 2 ( Kriteria) 60 Tabel 4.20 Penjumlahan Rata-rata
Pembobotan untuk Alternatif Kriteria Biaya 60 Tabel 4.21 Matriks Normalisasi dan Bobot untuk Alternatif
Moda
pada Kriteria Biaya. ... 61 Tabel 4.22 Rekapitulasi Perhitungan
Bobot Parsial dan
Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Biaya.................. 63 Tabel 4.23 Penjumlahan Rata-rata
Pembobotan untuk Alternatif
Moda pada Kriteria Waktu.. 64 Tabel 4.24 Matriks Normalisasi dan
Bobot untuk Alternatif
pada Kriteria Waktu 65 Tabel 4.25 Rekapitulasi Perhitungan
Bobot Parsial dan
Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Waktu 66 Tabel 4.26 Penjumlahan Rata-rata
Pembobotan untuk Alternatif pada
Kriteria Headway 67 Tabel 4.27 Matriks Normalisasi dan
Bobot untuk Alternatif
pada Kriteria Headway. 68 Tabel 4.28 Rekapitulasi Perhitungan
Bobot Parsial dan Konsistensi

Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Headway 69 Tabel 4.29 Penjumlahan Rata-rata
Pembobotan untuk Alternatif
pada Kriteria Kemudahan .. 70 Tabel 4.30 Matriks Normalisasi dan
Bobot untuk Alternatif
pada Kriteria Kemudahan. 71 Tabel 4.31 Rekapitulasi Perhitungan
Bobot Parsial dan
Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Kemudahan. 73 Tabel 4.32 Penjumlahan Rata-rata
Pembobotan untuk Alternatif
pada Kriteria Keamanan.. 73 Tabel 4.33 Matriks Normalisasi dan
Bobot untuk Alternatif
pada Kriteria Keamanan 74 Tabel 4.34 Rekapitulasi Perhitungan
Bobot Parsial dan
Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Keamanan. 76 Tabel 4.35 Penjumlahan Rata-rata
Pembobotan untuk Alternatif
pada Kriteria Kenyamanan.. 76 Tabel 4.36 Matriks Normalisasi dan
Bobot untuk Alternatif
pada Kriteria Kenyamanan.. 77 Tabel 4.37 Rekapitulasi Perhitungan
Bobot Parsial dan Konsistensi
Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Kenyamanan 79 Tabel 4.38 Rekapitulasi Bobot Parsial
Setiap Level
Pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib.. 80 Tabel 4.39 Rekapitulasi Bobot Parsial
Setiap Level
Pukul 13.00 Wib s/d 18.00 Wib. 81 Tabel 4.40 Rekapitulasi Bobot Parsial
Setiap Level
Pukul 18.00 Wib s/d 22.00 Wib. 82 Tabel 4.41 Bobot Prioritas Level 3
Pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib... 83 Tabel 4.42 Bobot Prioritas Level 3 Pukul 13.00 Wib s/d
18.00 Wib .. 84 Tabel 4.43 Bobot Prioritas Level 3 Pukul 18.00 Wib s/d 22.00 Wib .. 84
Tabel 4.44 Bobot Prioritas Level 2 Pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib .. 85 Tabel 4.45 Bobot
Prioritas Level 2 Pukul 13.00 Wib s/d 18.00 Wib .. 86 Tabel 4.46 Bobot Prioritas Level 2 Pukul
18.00 Wib s/d 22.00 Wib ... 86 Tabel 4.50 Analisa Pencapaian SPM untuk Indeks Kondisi Jalan
. 91
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Hirarki yang complete. 13 Gambar 2.2 Struktur
Hirarki yang Incomplete.. 14 Gambar 2.3 Proses pilihan lebih dari 2 moda
yang dipilih.... 32 Gambar 3.1 Diagram alir (Flow Chart)
Penelitian 44 Gambar 4.1 Struktur Hierarki Pemilihan Moda
Terbaik 50

ABSTRAK
Pemilihan moda transportasi ini bertujuan untuk mendapatkan alasan alasan apa saja yang paling
penting yang mempengaruhi penumpang dalam memilih moda transportasi untuk melakukan perjalanan
dari Kuala Namu menuju Medan antara angkutan umum atau angkutan pribadi dan mendapatkan moda
transportasi terbaik yang menjadi pilihan penumpang berdasarkan kriteria yang ditentukan dalam
melakukan perjalanannya.
Survei dilakukan dengan menyebarkan 125 quisoner pada pengguna jasa angkutan umum dan angkutan
pribadi di bandara ketibaan Kuala Namu mulai dari pukul 08.00 Wib s/d 22.00 Wib. Dengan pembagian
waktu pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib, 13.00 Wib s/d 18.00 Wib, dan 18.00 Wib s/d 22.00 Wib. Parameter
dari responden untuk mengisi quisoner adalah penumpang yang sudah pernah menggunakan
transportasi bus, kereta api, taksi dan kendaraan pribadi. Hasil survei dianalisis dengan Analytical
Hierarchy Process ( AHP ) untuk menentukan urutan faktor pemilihan moda.
Hasil analisa menunjukkan faktor utama yang mempengaruhi pemilihan moda untuk perjalanan ke Medan
: pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib adalah faktor waktu ( 25,21 % ) dan faktor keamanan ( 18,04 % ), pukul
13.00 Wib s/d 18.00 Wib adalah faktor biaya ( 24,04 %) dan faktor keamanan ( 18,86 % ) dan pukul 18.00
Wib s/d 22.00 Wib adalah faktor keamanan ( 27,59 % ) dan faktor kenyamanan ( 16,72 % ). Ditinjau dari
berbagai faktor, pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib alternatif menggunakan kendaraan pibadi dan kereta api
merupakan alternatif yang terbaik ( 29,86 % dan 29,70 % ), pukul 13.00 Wib s/d 18.00Wib alternatif
menggunakan bus merupakan alternatif yang terbaik ( 36,38 % ), dan pukul 18.00 Wib s/d 22.00 Wib
alternatif menggunakan kendaraan pribadi merupakan alternatif yang terbaik ( 33,23 % ).
Kata Kunci : Pemilihan Moda, angkutan umum, angkutan pribadi, dan Analytic Hierarchy Process
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan transportasi, atau dengan kata lain kebutuhan
manusia dan barang akan jasa transportasi, bukanlah merupakan kebutuhan langsung ( tujuan akhir
yang diinginkan ). Sesungguhnya kebutuhan akan jasa transportasi timbul disebabkan oleh adanya
keinginan untuk mencapai/memenuhi tujuan lain yang sebenarnya. Jasa transportasi hanyalah media
mencapai perantara untuk mencapai tujuan lain dimaksud ( Miro, 2005 ). Faktor pemilihan moda
memegang peranan yang cukup penting. Seseorang yang akan bergerak tentu akan mempertimbangkan
banyak hal yaitu apakah pergerakan yang dilakukan menggunakan angkutan pribadi maupun angkutan
umum. Dalam menggunakan angkutan tersebut, banyak pilihan moda transportasi yang dapat digunakan.
Semua hal tersebut terkait erat dengan berbagai karakteristik baik moda, jenis perjalanan maupun
karakteristik dari pelaku perjalanan itu sendiri. Pemilihan moda dapat dikatakan tahap terpenting dalam
perencanaan transportasi. Ini karena peran kunci dari angkutan umum dalam berbagai kebijakan
transportasi. Tidak seorang pun dapat menyangkal bahwa moda angkutan umum menggunakan ruang
jalan jauh lebih efisien dari pada moda angkutan pribadi ( Tamin, 2008 ). Bandar udara internasional
Kuala Namu adalah sebuah bandar udara yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, yang menggantikan
bandar udara Polonia yang terletak di Kota Medan. Dalam melakukan perjalanan dari Kuala Namu ke
Medan para penumpang dihadapkan pada banyaknya pilihan jenis moda transportasi, yaitu

angkutan umum dan angkutan pribadi. Angkutan umum berupa angkutan bus, kereta api dan taksi
sedangkan angkutan pribadi berupa mobil.
Permasalahan yang terjadi adalah para penumpang yang melakukan perjalanannya dari Kuala Namu
menuju Medan lebih banyak memilih menggunakan moda transportasi bus karena moda transportasi bus
dapat menurunkan penumpang disepanjang rute serta biaya perjalanan yang lebih murah. Tetapi pada
malam harinya, transportasi bus kurang diminati karena adanya rasa ketidaknyamanan dalam melakukan
perjalanannya, sehingga para penumpang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Untuk
menentukan pilihan jenis angkutan inilah, pelaku perjalanan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti
maksud perjalanan, waktu , biaya, keandalan, keamanan dan kenyamanan.
1.2 Rumusan Masalah Pemilihan moda merupakan suatu tahapan proses perencanaan angkutan
yang bertugas untuk menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah ( dalam arti porsi )
orang dan barang yang akan menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia untuk
melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula. Untuk
menentukan pilihan jenis moda transportasi, pelaku perjalanan mempertimbangkan berbagai faktor
seperti maksud perjalanan, waktu , biaya, keandalan, keamanan dan kenyamanan.
Penelitian ini menganalisa alasan alasan apa saja yang paling penting yang mempengaruhi
penumpang lebih memilih angkutan umum atau lebih memilih angkutan pribadi berdasarkan ktriteria yang
telah ditentukan. Dalam studi ini juga akan didapat moda transportasi terbaik yang menjadi pilihan
penumpang berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan dalam melakukan perjalanan dari Kuala Namu ke Medan.
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang akan dikaji, maka tujuan dari penelitian
adalah: 1. Mendapatkan alasan alasan apa saja yang paling penting yang mempengaruhi penumpang
dalam memilih moda transportasi untuk perjalanan dari Kuala Namu menuju Medan antara angkutan
umum atau angkutan pribadi. 2. Mendapatkan moda transportasi terbaik yang menjadi pilihan
penumpang berdasarkan kriteria yang ditentukan dalam melakukan perjalanan dari Kuala Namu ke
Medan.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan alasan apa saja yang
paling penting yang memepengaruhi penumpang dalam memilih moda transportasi untuk perjalanan dari
Kuala Namu menuju Medan antara angkutan umum atau angkutan pribadi. Hasil yang didapat dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memilih moda transportasi yang digunakan dalam
melakukan perjalanan dari Kuala Namu Medan.
1.5 Batasan Penelitian
Untuk menghindari penelitian yang terlalu luas dan terbatasnya waktu, maka
pembatasan dalam penelitian ini menitikberatkan pada beberapa hal yaitu:

1. Moda transportasi yang diteliti adalah kendaraan pribadi, taksi, bus, dan
kereta api.
2. Penelitian ini dilakukan hanya mengambil pergerakan dari bandara Kuala
Namu menuju Medan.
3. Data yang didapat dari hasil pengisian kuisoner oleh para responden.
4. Penelitian dilakukan dari pukul 08.00 WIB 22.00 WIB, dengan pembagian
waktu :
a. Pukul 08.00 WIB s/d 13.00 WIB
b. Pukul 13.00 WIB s/d 18.00 WIB
c. Pukul 18.00 WIB s/d 22.00 WIB
5. Penyebaran kuisoner dilakukan pada hari senin, selasa, rabu, kamis, jumat,
sabtu, dan minggu di bandara ketibaan Kuala Namu.
6. Alasan - alasan atau kriteria yang ditinjau dalam pemilihan moda yaitu:
biaya, waktu, headway (frekuensi), kemudahan (aksesibilitas), keamanan
dan kenyamanan.
Biaya
: biaya yang harus dikeluarkan untuk pembayaran
pengeluaran transportasi dalam satuan rupiah
perorang, yang merupakan biaya perjalanan

dari bandara Kuala Namu ke Medan.


Waktu
: waktu keberangkatan dari bandara Kuala Namu
menuju Medan pada waktu tertentu.
Headway : jarak waktu keberangkatan saat meninggalkan terminal, antara satu kendaraan dengan
kendaraan berikutnya
Kemudahan : derajat kemudahan dicapai untuk mendapatkan angkutan umum serta kemudahan untuk
mencapai tempat pemberhentian.
Keamanan : terhindar dari tindakan kriminalitas. Kenyamanan : fasilitas yang tersedia selama dalam
perjalanan,
misalnya pelayanan, AC, interior yang menarik , tempat duduk yang terjamin dan nyaman selama dalam
perjalanan.
1.6 Studi Pendahuluan 1. Judul : Penggunaan Metode Analytic Hierarchy Process Dalam Menganalisa
Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Moda ke Kampus oleh : Kardi Teknomo, Universitas
Kristen Petra, 1999 Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan moda, dan besar pengaruhnya. Pada penelitian ini, kriteria yang digunakan adalah aman,
nyaman, biaya, dan waktu. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi
pemilihan moda untuk berangkat kuliah adalah faktor keamanan ( 49,3 % ) dan faktor waktu ( 27,3 % ).
Ditinjau dari berbagai faktor, alternatif jalan kaki dari pondokan merupakan alternatif yang terbaik
( 33,2% ) , sedangkan carpool
( 16 % ), sedikit lebih rendah dari pada penggunaan mobil pribadi ( 18 % ). Angkutan kampus (antar
jemput) justru lebih rendah dari pada carpool ( 12,4 % ) 2. Pemodelan Pemilihan Moda Untuk Perjalanan
Menuju Kampus Menggunakan Kendaraan Pribadi dan Kendaraan Umum ( Studi Kasus Universitas
Surabaya ), oleh Rudy Setiawan, ST, MT, Universitas Hasanuddin Makassar, 2003. Hasil analisis
terhadap 697 responden memperlihatkan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam memilih moda
mobil pribadi adalah kenyamanan, sepeda motor adalah waktu dan kendaraan umum adalah biaya.
Model pemilihan moda untuk mobil pribadi adalah YMP = 0,452 Aman + 0,441 Selamat + 0,499 Fasilitas
+ 0,367 Privasi + 0,304 Biaya + 0,336 Waktu, sedangkan untuk bemo adalah YBM = 0,097 Aman + 0,114
Selamat +0,107 Fasilitas + 0,121 Privasi + 0,138 Biaya + 0,097 Waktu, dimana: YMP = % Pengguna
Mobil Pribadi, YBM =% Pengguna Bemo. 3. Pemodelan Pemilihan Moda Untuk Perjalanan Menuju
Kampus Menggunakan Kendaraan Pribadi dan Kendaraan Umum ( Studi Kasus Universitas Surabaya ),
oleh Rudy Setiawan, ST, MT, Universitas Hasanuddin Makassar, 2003. Hasil analisis terhadap 697
responden memperlihatkan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam memilih moda mobil pribadi
adalah kenyamanan, sepeda motor adalah waktu dan kendaraan umum adalah biaya. Model pemilihan

moda untuk mobil pribadi adalah YMP = 0,452 Aman + 0,441 Selamat + 0,499 Fasilitas + 0,367 Privasi +
0,304 Biaya + 0,336 Waktu, sedangkan untuk bemo adalah YBM = 0,097 Aman + 0,114 Selamat +0,107
Fasilitas + 0,121
Privasi + 0,138 Biaya + 0,097 Waktu, dimana: YMP = % Pengguna Mobil Pribadi, YBM =% Pengguna
Bemo.
1.7 SISTEMATIKA TULISAN
Untuk mencapai tujuan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yang
dianggap perlu. Sistematika penulisannya secara garis besar adalah sebagai berikut :
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan, dan manfaat
penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan tentang kajian berbagai literatur serta hasil studi
terdahulu yang relevan dengan pembahasan ini. Selain itu pada bab ini
juga akan dibahas mengenai acuan ataupun pedoman yang dipakai
dalam penyusunan tugas akhir ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang metode yang dipakai dalam penelitian ini
termasuk pemilihan lokasi penelitian, pengumpulan data yang relavan

dengan penelitian ini dan langkah penelitian analisis data.


BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisikan pembahasan mengenai data-data yang dikumpulkan
dari hasil survey lapangan ataupun data sumber dari dinas terkait yang
di olah dengan microsoft excel kemudian dianalisis dengan metode
AHP dan Standar Pelayanan Minimal
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan dan
analisis bab sebelumnya, yang menjadi dasar untuk menyusun suatu saran sebagai suatu usulan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Hirarki Analitik ( Analitycal Hierarchy Process ) Analisa data yang digunakan pada penelitian
ini adalah dengan menggunakan
metode Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk mengetahui bobot atau nilai optimalnya masing-masing
moda yang berute Kuala Namu Medan.
Analitycal Hierarchy Process adalah salah satu metode yang digunakan dalam menyelesaikan masalah
yang mengandung banyak kriteria ( Multi-Criteria Decision Making ). AHP bekerja dengan cara memberi
prioritas kepada alternatif yang penting mengikuti kriteria yang telah ditetapkan. Lebih tepatnya, AHP
memecah berbagai peringkat struktur hirarki berdasarkan tujuan, kriteria, subkriteria, dan pilihan atau
alternatif ( decompotition ).
AHP juga memperkirakan perasaan dan emosi sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan. Suatu
set perbandingan secara berpasangan ( pairwise comparison) kemudian digunakan untuk menyusun
peringkat elemen yang diperbandingkan. Penyusunan elemen - elemen menurut kepentingan relatif
melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. AHP menyediakan suatu mekanisme untuk
meningkatkan konsistensi logika ( logical consistency ) jika perbandingan yang dibuat tidak cukup
konsisten.
AHP memberikan suatu skala untuk menunjukkan hal-hal, mewujudkan metode penetapan prioritas dan
melacak konsistensi logis dari pertimbanganpertimbangan yang digunakan dalam menetapkan prioritas
tersebut.
AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah elemenelemen suatu sistem ke dalam
berbagai tingkat berlainan, mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat dan memberi model

tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk berbagai permasalahan yang tak terstruktur. AHP menuntun
ke suatu perkiraan menyeluruh tentang kebaikan dan keburukan setiap alternatif, mempertimbangkan
prioritas-prioritas relatif dan berbagai faktor, dan memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan dalam
pengambilan keputusan. Hal-hal tersebut menjadikan metode AHP sebagai cara yang efektif dalam
pengambilan keputusan dan dapat digunakan secara luas. 2.1.1 Manfaat Analytical Hierarchy Process
Adapun manfaat dari penggunaan Analytical Hierarchy Process ,antara lain yaitu:
a. Memadukan intuisi pemikiran, perasaan dan penginderaan dalam menganalisis pengambilan
keputusan
b. Memperhitungkan konsistensi dari penilaian yang telah dilakukan dalam membandingkan faktor-faktor
yang ada,
c. Memudahkan pengukuran dalam elemen, d. Memungkinkan perencanaan ke depan. 2.1.2 Aksiomaaksioma Analytic Hierarchy Process Analytic Hierarchy Process mempunyai landasan aksiomatik yang
terdiri dari: 1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan
yang terbentuk harus bersifat berkebalikan.Misalnya, jika A
adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A. 2. Homogenity, yaitu
mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan
membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan
dalam hal berat. 3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan ( complete hierarchy )
walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna ( incomplete hierarchy ). 4. Expectation,
yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan.
Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif. Secara umum pengambilan
keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut: 1. Mendefinisikan masalah
dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum,
dilanjutkan dengan kriteriakriteria dan alternaifalternatif pilihan yang ingin di rangking. 3. Membentuk
matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen
terhadap masingmasing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan
berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat kepentingan
suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan
dengan nilai total dari setiap kolom.
5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data
( preferensi ) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang
diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.
6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung eigen vector dari setiap
matriks perbandingan berpasangan. Nilai
eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan
prioritas elemenelemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8. Menguji konsistensi

hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0, 100; maka penilaian harus diulang kembali.. 2.1.3 PrinsipPrinsip Dasar Analytic Hierarchy Process Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytic
Hierarchy Process ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain: 1. Decomposition
Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsur
unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling
berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsurunsur
sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari
persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai
complete dan incomplete.
Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan
terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete
kebalikan dari hirarki yang complete yakni tidak semua unsur pada masing-masing jenjang mempunyai
hubungan lihat gambar 2.1 dan 2.2. Pada umumnya problem nyata mempunyai karakteristik struktur yang
incomplete. Bentuk struktur decomposition yakni :
Tingkat pertama : Tujuan keputusan ( Goal ) Tingkata kedua : Kriteria kriteria Tingkat ketiga : Alternatif
alternatif
Tujuan
Krieria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
Kriteria N
Alternatif 1
Alternatif 2
Alternatif M
Gambar 2.1 Struktur Hirarki yang complet ( Sumber : Saaty, 1994 )
Tujuan
Kriteria 1

Kriteria 2
Kriteria N
Alternatif 1
Alternatif 2 Alternatif 3
Alternatif 4
Alternatif M
Sub-alternatif 1
Sub-alternatif 2
Sub-alternatif P
Gambar 2.2 Struktur Hirarki yang Incomplete ( Sumber : Saaty, 1994 )
Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan
seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk
diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem
dengan suatu struktur tertentu. 2. Comparative Judgement
Comparative Judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu
tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan di atasnya. penilaian ini merupakan inti dari AHP
karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemenelemennya. Hasil dari penilaian ini lebih
mudah disajikan dalam bentuk matrix pairwise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan
memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu
skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling
rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi
(extreme importance). 3. Synthesis of Priority
Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari nilai eigen vectornya untuk mendapatkan local
priority. Karena matriks-matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk
mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis antara local priority. Pengurutan elemen-elemen
menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting. 4. Logical Consistency
Logical Consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagresikan seluruh
eigen vektor yang diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vektor

composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan. 2.1.4 Penyusunan Prioritas
Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu
membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki. Perbandingan
tersebut ditransformasikan dalam bentuk matriks. Contoh, terdapat n objek yang dinotasikan dengan ( A1,
A2, , An ) yang akan dinilai berdasarkan pada nilai tingkat kepentingannya antara lain Ai dan Aj
dipresentasikan dalam matriks Pair-wise Comparison.
Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan
A1 A2
A1 a11
a12
A2 a21
a22
... ... ...
An a1n a2n
... ... ... ... ...
An am1 ( Sumber : Saaty, 1994 )
am2
... Amn
Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1 ( baris ) terhadap A1 ( kolom ) yang menyatakan
hubungan :
1. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 ( baris ) terhadap kriteria C dibandingkan dengan A1 ( kolom )
atau
2. Seberapa jauh dominasi Ai ( baris ) terhadap Ai ( kolom ) atau 3. Seberapa banyak sifat kriteria C
terdapat pada A1 ( baris ) dibandingkan
dengan A1 ( kolom ). Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala
perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 2.2 Skala Saaty


Tingkat Kepentingan
1
Defenisi Sama pentingnya
Keterangan Kedua aktifitas menyumbangkan
sama pada tujuan
Pengalaman dan keputusan
3
Agak lebih penting yang satu
menunjukkan kesukaan atas satu
atas lainnya
aktifitas lebih dari yang lain.
Pengalaman dan keputusan
5
cukup penting
menunjukkan kesukaan atas satu
aktifitas lebih dari yang lain
Pengalaman dan keputusan
sangat penting
menunjukkan kesukaan yang kuat

7
atas satu aktifitas lebih dari yang lain
Bukti menyukai satu aktifitas atas kepentingan yang ekstrim 9 yang lain sangat kuat
2,4,6,8
Nilai tengah diantara dua nilai keputusan yang berdekatan
Jika aktifitas i mempunyai nilai
yang lebih tinggi dari aktifitas j
Berbalikan
maka j mempunyai nilai
berbalikan ketika dibandingkan
dengan i
Rasio
Rasio yang didapatkan langsung dari pengukuran
(Sumber : Saaty, 1994 )
Bila kompromi dibutuhkan
Model AHP didasarkan pada pair-wise comparison matrix, dimana elemenelemen pada matriks tersebut
merupakan judgement dari decision maker. Seorang decision maker akan memberikan penilaian,
mempersepsikan, ataupun memperkirakan kemungkinan dari suatu hal/peristiwa yang dihadapi. Matriks
tersebut terdapat pada setiap level of hierarchy dari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu
persoalan. 2.1.5 Eigen value dan Eigen vector
Apabila decision maker sudah memasukkan persepsinya atau penilaian untuk setiap perbandingan
antara kriteria kriteria yang berada dalam satu level ( tingkatan ) atau yang dapat diperbandingkan
maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks
perbandingan di setiap level ( tingkatan ).

Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector maka akan diberikan definisi
definisi mengenai matriks dan vektor. ( Saaty,1994 ) 1. Matriks
Matriks adalah sekumpulan himpunan objek (bilangan riil atau kompleks, variabelvariabel) yang disusun
secara persegi panjang (yang terdiri dari baris dan kolom) yang biasanya dibatasi dengan kurung siku
atau biasa. Jika sebuah matriks memiliki m baris dan n kolom maka matriks tersebut berukuran (ordo) m
x n. Matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika m = n. Dan skala skalarnya berada di baris ke-i
dan kolom ke-j yang disebut (ij) matriks entri.
11
A
=

21
1
12 22 2
1

2
.. 1

2. Vektor dari n dimensi
Suatu vektor dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen elemen
yang teratur berupa angkaangka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris,
dari kiri ke kanan ( disebut vektor baris atau Row Vector dengan ordo 1 x n ) maupun

menurut kolom, dari atas ke bawah ( disebut vektor kolom atau Colomn Vector
dengan ordo n x 1). Himpunan semua vektor dengan n komponen dengan entri riil dinotasikan dengan

Untuk vektor u dirumuskan sebagai berikut: U 1


= 2
2
3. Eigen value dan Eigen vector
Defenisi: jika A adalah matriks n x n maka vektor tak nol x di dalam
dinamakan eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni:
= .
3
Skalar dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigen vector yang bersesuaian
dengan . Untuk mencapai eigen value dari matriks A yang berukuran n x n, maka
dapat ditulis pada persamaan berikut:
=
Atau secara ekivalen
( ) = 0.
4
Agar menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan ini.
Akan tetapi, persamaan di atas akan mempunyai pemecahan nol jika dan hanya jika:

det( ) = 0.. 5
Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan
ini adalah eigen value dari A. Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen Ai
terhadap elemen Aj adalah aij, maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni aij
= 1/aij. Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor =
1,2, 3, , Nilai menyatakan bobot kriteria An
terhadap keseluruhan set
kriteria pada sub sistem tersebut.
Jika aij mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan ajk menyatakan
kepentingan dari faktor j terhadap k, maka agar keputusan menjadi konsisten,
kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengan a ij . a jk atau jika a ij . a jk = a
ik untuk semua i, j, k maka matriks tersebut konsisten.
Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor w , maka elemen aij dapat
ditulis menjadi:
a
ij
=

; , = 1,2,3,.
6
Jadi matriks konsisten adalah:

a
ij
.
a
jk
=

.

=

=

ik.
Seperti yang diuraikan di atas, maka untuk pair-wise comparison matrix
diuraikan seperti berikut ini:
ij
=

=
/1=
1.
7
Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa:
ij
.

=
1
;
,

=
1,2,3,

...
8

Dengan demikian untuk pair-wise comparison matrix yang konsisten menjadi


=1
.
.
1
=

;
, = 1,2,3, ,
.
=1 . . = ; ,
= 1,2,3, , ..
9 10
Persamaan di atas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini: . = .
. 11
Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa adalah eigen vector dari
matriks A dengan eigen value n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks
itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut:
11211
1 2 2 2

1 1 =

1 1

.
12
Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa :
a
ij
=

.
13
Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena unsur manusia ( decision maker )

tidak selalu dapat konsisten mutlak ( absolute consistent ) dalam mengekspresikan


preferensinya terhadap elemen-elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa
judgement yang diberikan untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy
dapat saja inconsistent.
Jika: a) Jika 1, 2,,n adalah bilangan-bilangan yang memenuhi persamaan:
A . X = . X . 14
Dengan eigen value dari matriks A dan jika aij = 1 ; , = 1,2, , ; maka
dapat ditulis:
= n 15
Misalkan jika suatu pair-wise comparison matrix bersifat ataupun memenuhi
kadiah konsistensi seperti pada persamaan ( 12 ), maka perkalian elemen matriks
sama dengan 1.
A = 1211
12 22

21
=
1 12
..
16

Eigen value dari matriks A,


AX X = 0
(A I)X = 0 ... 17
| | = 0
Jika diuraiakan lebih jauh untuk persamaan ( 17 ), hasilnya adalah:
1121
12 22

=
0
.
18
Dari persamaan ( 18 ) jika diuraikan untuk mencari harga eigen value
maximum
(-max) yaitu:
(1 ) = 0
1 2 + = 0 . 19
2 + 1 = 0
( 1) ( 1) = 0

1,2 = 1
1 = 1
; 2= 1
nilai -max sama dengan harga dimensi matriksnya.
Jadi untuk n > 2, maka semua harga eigen value-nya sama dengan nol dan
hanya ada Dengan demikian matriks pada persamaan ( 16 ) merupakan matriks yang
konsisten, dimana satu eigen value yang sama dengan n (konstanta dalam kondisi
matriks konsisten).
b) Bila ada perubahan kecil dari elemen matriks aij maka eigen value-nya akan
berubah menjadi semakin kecil pula. Dengan menggabungkan kedua sifat matriks
(aljabar linier), jika:
i) Elemen diagonal matriks A ( 1) ; , = 1,2,3, ,
ii) Dan jika matriks A yang konsisten, maka variasi kecil dari , =
1,2,3, , akan membuat harga eigen value yang lain mendekati nol.
2.1.6 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio
Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model
pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak.
Pengumpulan pendapat antara satu faktor dengan yang lain adalah bebas satu sama
lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidakkonsistenan jawaban yang diberikan
responden. Namun, terlalu banyak ketidakkonsistenan juga tidak diinginkan.
Pengulangan wawancara pada sejumlah responden yang sama kadang diperlukan

apabila derajat tidak konsistensinya besar.


(Saaty, 1994) telah membuktikan bahwa Indeks Konsistensi dari matriks
berordo n
dapat diperoleh dengan rumus:
CI
=
(
max (1)
)
.
20
Keterangan :
CI = Rasio penyimpangan ( deviasi ) konsistensi (consistency index) max = Nilai eigen terbesar
dari matriks berordo n
n = Orde matriks
Apabila CI bernilai nol, maka pair wise comparison matrix tersebut
konsisten. Batas ketidakkonsistenan ( inconsistency ) yang telah ditetapkan oleh
Thomas L. Saaty ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi ( CR ), yaitu
perbandingan indeks konsistensi dengan nilai random indeks ( RI ) yang didapatkan
dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory kemudian dikembangkan

oleh Wharton School dan diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada
ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio Konsistensi dapat dirumuskan sebagai
berikut : Keterangan
CR =
21
CR = rasio konsistensi
RI = indeks random
Tabel 2.3 Nilai Random Indeks (RI)
N1 2 3 4 5 6 7 8 9
RI 0,000 0,000 0,80 0,900 1,120 1,240 1,320 1,140 1,450
N 10 11 12 13 14 15 RI 1,490 1,510 1,480 1,560 1,570 1,590 ( Sumber : Saaty, 1994 )
Bila matriks pairwise comparison dengan nilai CR lebih kecil dari 0,100 maka ketidakkonsistenan
pendapat dari decision maker masih dapat diterima jika tidak akan penilaian perlu diulang.
2.2 Moda Transportasi 2.2.1. Pengertian Moda Transportasi
Jalan merupakan prasarana transportasi yang penting buat pendukung kehidupan ekonomi, sosial
budaya, politik dan pertahanan keamanan. Evaluasi sistem jaringan jalan dilakukan guna menyelaraskan
pertumbuhan penduduk dengan prasarana yang ada sehingga tidak menimbulkan konflik lalulintas dan
bisa membentuk jaringan jalan yang berstandar. Transportasi atau pengangkutan dapat didefenisikan
sebagai suatu proses pergerakan atau perpindahan orang/barang dari suatu tempat ke tempat lain
dengan menggunakan suatu teknik atau cara terte

Anda mungkin juga menyukai