Anda di halaman 1dari 15

PAPER II

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN TERHADAP


PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

SUPPORTING CAPACITY OF AQUATIC ENVIRONMENT FOR THE


DEVELOPMENT OF SEAWEED CULTIVATION

Oleh :
HENDRIK VITUS LEWIER
NRP : 54185112434

PROGRAM SARJANA TERAPAN


PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
2021
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN TERHADAP
PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

SUPPORTING CAPACITY OF AQUATIC ENVIRONMENT FOR THE


DEVELOPMENT OF SEAWEED CULTIVATION

PAPER II

Tugas ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian
Akhir Semester V di Politeknik Ahli Usaha Perikanan

Oleh :
HENDRIK VITUS LEWIER
NRP : 54185112434

PROGRAM SARJANA TERAPAN


PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN
PAPER II

Nama : HENDRIK VITUS LEWIER


NRP : 54185112434
Judul : Daya Dukung Lingkungan Perairan Terhadap
Pengembangan Budidaya Rumput Laut
Program Studi : Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Menyetujui :
Dosen pembimbing

Hendra Irawan S.St.Pi, M.Pi

Tanggal pengesahan : Januari 2021

i
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN TERHADAP PENGEMBANGAN
BUDIDAYA RUMPUT LAUT

SUPPORTING CAPACITY OF AQUATIC ENVIRONMENT FOR THE


DEVELOPMENT OF SEAWEED CULTIVATION

Hendrik vitus lewier


Politeknik Ahli Usaha Perikanan
Jl. AUP Pasar Minggu Jakarta Selatan, Telepon (021)78068874 Fax (021) 7805030
Email : ericklewier@gmail.com
Diterima tanggal: …......, diterima setelah perbaikan: ........, disetujui tanggal: ...........

ABSTRAK
Rumput laut (makro alga) merupakan salah satu komoditas sumber daya pesisir yang mermiliki potensi
ekonomis, mudah dibudidayakan dengan biaya produksi yang rendah. Tujuan penulisan ini adalah; 1)
Mengetahui potensi wilayah perairan teluk untuk pengembangan budidaya rumput laut jenis Eucheuma
cottonii secara optimal dan berkelanjutan 2) Mendapatkan kebijakan dan strategi pengelolaan untuk
pengembangan kegiatan budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii secara terpadu dan berkelanjutan.
Metode yang digunakan adalah metode survey, yang meliputi analisis parameter fisika, kimia, biologi
perairan, analisis kesesuaian lahan, analisis daya dukung secara spasial Ada lima prioritas strategi utama
dalam pengelolaan; 1) Mengembangkan kegiatan usaha budidaya rumput laut dengan memperhatikan
aspek biogeofisik (fisika, kimia dan biologi) dan kesesuaian lahan serta daya dukung 2) Peningkatan
produksi dan kualitas produk rumput laut dengan memperhatikan aspek penanganan dan teknis yang lebih
maju dan berteknologi 3) Membangun dan memberdayakan lembaga perekonomian/keuangan berbasis
masyarakat dengan menjalin kerjasama pemasaran antar pembudidaya lokal dengan pengusaha swasta
melalui fasilitator pemerintah 4) Membuat kebijakan/aturan tertulis tentang pengelolaan kawasan teluk
baik dari segi penataan ruang (zonasi), pemanfaatan sampai pengawasan 5) Pemberdayaan masyarakat
pesisir teluk untuk meningkatkan inovasi wirausaha melalui diversifikasi produk dan pemasaran hasil.
Kebijakan pengelolaan untuk pengembangan budidaya rumput laut Eucheuma cottonii yang terpadu dan
berkelanjutan, meliputi 4 dimensi / pilar utama : (1) Dimensi Ekologis (2) Dimensi Teknologi (3)
Dimensi Sosial Ekonomi dan (4) Dimensi Kelembagaan dan Hukum

Kata Kunci : Rumput Laut (Eucheuma cottonii), Pengelolaan, Keterpaduan, Berkelanjutan

ABSTRACT
Seaweeds are macro algae that grows in the coastal waters is one of coastal and marine resources, which
is having economicaly values, easily to be cultivated and low production costs. The study aims were; 1) to
know of regional potency to marine culture sustainable development of seaweed (Eucheuma cottonii);
and 2) to find of integrated and sustainable management strategy and policy to marine culture
development of seaweed (Eucheuma cottonii). The Method used were survey and analysis that consisted
of physic and chemical analysis, waters biology, spatial analysis, carrying capacity analysis The five
primary strategy of management: 1) developing activity of seaweed culture, especially physic, chemical
and biology parameters, suitable area and carrying capacity; 2) increasing of productivity and quality of
seaweed product, especially technical processing and high technology; 3) development and empowerment
of financial fund community based with linkage partnership promotion market between local and investor
4) making policy about zone management, consist of zoning, exploiting and controlling, 5) Empowerment
of community coastal bay to innovation increasing market by product diversification and product market.
The four dimension policy of management were (1) ecologys dimention (2) technology dimention (3)
social-economic dimention and (4) law and institution dimention.

Keywords : Seaweed (Eucheuma cottonii), Management, Integrated, Sustainable

1
I. PENDAHULUAN Beberapa permasalahan dan isu pokok yang
1.1. Latar Belakang terkait dengan budidaya rumput laut dalam
Rumput laut merupakan salah satu rangka untuk memenuhi permintaan domestik
sumberdaya hayati laut yang memiliki dan ekspor rumput laut saat ini , meliputi : (1)
manfaat yang besar karena menghasilkan belum dapat dilakukan sepenuhnya kegiatan
agar, karaginan dan alginat yang berguna budidaya sebagai akibat dari kurangnya
untuk industri makanan, minuman, farmasi, teknologi/pengetahuan yang ada dan
industri non pangan dan lain-lain. Permintaan rendahnya sumberdaya manusia, syarat-syarat
pasar domestik dan dunia tiap tahunnya teknis yang meliputi pemilihan lokasi yang
meningkat, sedangkan untuk kebutuhan belum sesuai (2) penyediaan/kriteria dan
dalam negeri untuk Eucheuma sp. masih penanganan bibit yang belum selektif dan
kurang. Pada tahun 2015 produksi sebesar unggul, padahal bibit merupakan salah satu
212.478 ton basah sampai tahun 2004 sebesar sarana produksi penting dan bisa menjadi
410.570 ton basah (DKP, 2016) dan faktor pembatas produksi akuakultur
permintaan pasar rumput laut dunia / luar sehingga perlu memperhatikan bibit yang
negeri untuk Eucheuma sp. tahun 2016 tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu dan
sebesar 202.300 ton kering dan sampai tahun tepat harga (3) penerapan metode/konstruksi
2018 diperkirakan sekitar 274.100 ton kering budidaya long line yang belum tepat seperti :
(Anggadiredja et al., 2018). Potensi lahan pengikatan bibit ke tali risk, jarak tanam dan
yang dimiliki Indonesia untuk budidaya posisi tumbuh bibit, perawatan/pemeliharaan
rumput laut adalah 1.110.900 ha, hanya yang jarang dilakukan serta penanganan
sekitar 222.180 ha atau 20% yang telah pasca panen yang kurang cepat, saniter dan
dimanfaatkan dengan total produksi 410.570 higienis. Selain itu dikarenakan sebagian
ton basah /tahun (Sukardi et al. , 2018). rumput laut tersebut masih diambil dari alam
Terdapat 555 jenis rumput laut dan dan mutunya kurang baik karena masih
diantaranya ada 55 jenis yang diketahui banyak tercampur dengan rumput jenis lain.
memiliki nilai ekonomis tinggi. Beberapa Disamping itu jumlah produksinya juga sukar
marga rumput laut memiliki nilai komersial, dikontrol dan tidak berkesinambungan,
yaitu rumput laut merah (Rhodophyceae) dikhawatirkan dalam jangka waktu tertentu
seperti Eucheuma sp, Gracillaria sp, Gelidium produksinya akan menurun bahkan bisa habis
sp, rumput laut coklat (Phaeophyceae) seperti (4) aspek hukum dan kerawanan sosial, dalam
Sargassum sp dan Laminaria sp. karena penentuan kebijakan tata ruang / zonasi,
merupakan bahan baku industri agar, pemanfaatan, perizinan dan lainnya yang
karaginan dan alginat. Pada studi etnobotani tidak jelas serta implementasinya bisa
dan etnofarmakologi rumput laut Indonesia,. menyebabkan konflik pemanfaatan
Studi etnofarmakologi rumput laut yang sumberdaya dan kerawanan sosial yang pada
dilakukan oleh Anggadiredja dan Sujatmiko akhirnya berdampak kepada kinerja sistem
(2015) menyatakan bahwa 21 jenis rumput produksi akuakultur rumput laut di kawasan
laut digunakan masyarakat Indonesia sebagai tersebut.
obat tradisional. Potensi rumput laut yang Budidaya rumput laut tersebut
besar dan permintaan pasar domestik maupun merupakan unit budidaya berbasiskan
luar negeri yang terus meningkat tersebut, perairan (water based aquaculture) yang
maka memberikan peluang yang sangat besar ditempatkan di badan perairan, sehingga
untuk mengembangkan budidaya rumput laut merupakan suatu sistem yang terbuka (open
dan cukup menguntungkan (Rahman, 2017). system). Didalam sistem ini, interaksi rumput
laut (unit) budidaya dengan lingkungan
2
perairan tersebut berlangsung hampir tanpa pada tidak kuntinyu dan kualitas produksi
pembatasan. Adanya berbagai kegiatan di yang rendah, akibat dari sumberdaya manusia
perairan yang kurang atau tidak terkontrol yang rendah, (2) Teknologi khususnya aspek
bisa meneyebabkan dampak pencemaran atau penyediaan bibit yang rendah, baik kuantitas
sebagai salah satu sumber pencemaran dan kualitas untuk kontinyuitas produksi juga
lingkungan (pencemar). Konflik kepentingan menjadi permasalahan yang sangat penting,
dari berbagai sektor dan isu lingkungan pada karena merupakan salah satu input penting
water base aquaculture lebih sering muncul dalam kegiatan budidaya rumput laut.
dan lebih rumit dibandingkan pada land use Kemampuan penyediaan bibit dalam
aquaculture. lingkungan wadah (kebun bibit) budidaya
Dalam kegiatan budidaya rumput laut, rumput laut merupakan salah satu jaminan
pengaruh kondisi lingkungan perairan sangat ketersediaan bibit bagi kegiatan bibit rumput
menentukan untuk pertumbuhan rumput laut laut,.(3) Kepastian aturan/hukum,belum ada
dalam mencapai hasil akhir yang optimal. aturan/aspek hukum yang pasti dan jelas
Selain itu penentuan /pemilihan lokasi untuk didalam pemanfaatan kawasan perairan yang
budidaya rumput laut adalah merupakan salah akan menimbulkan kerawanan sosial yang
satu faktor yang sangat penting guna pada akhirnya berdampak kepada kinerja
mendapatkan habitat yang cocok untuk sistem produksi budidaya rumput laut .
pertumbuhan rumput laut. Hal ini mengingat Untuk mengatasi permasalahan tersebut
bahwa sifat rumput laut yang rentan terhadap maka dilakukan suatu kajian budidaya rumput
pengaruh kondisi dari faktor fisika, kimia dan laut dari aspek kesesuaian lahan, teknis
biologi perairan dan iklim dalam masa budidaya, daya dukung hingga strategi
pertumbuhannya. pengembangan untuk mendapatkan rumusan
Salah satu cara untuk menjamin pengelolaan yang tepat, terpadu dan
kontinyuitas penyediaan rumput laut dalam berkelanjutan dalam penentuan lokasi yang
kuantitas dan kualitas standar adalah dengan sesuai dengan yang dibutuhkan untuk
cara pengelolaan sumberdaya melalui pembudidayaan rumput laut secara optimal
pengelolaan pembudidayaan rumput laut
yang memenuhi persyaratan teknis, sehingga 1.3. Tujuan Penulisan
didapat produksi yang memenuhi standar dan
keseimbangan lingkungan tetap terjaga. Berdasarkan permasalahan yang ada,
Dengan demikian pola pengelolaan maka tujuan dari penulisan ini adalah:
sumberdaya untuk budidaya rumput laut di Mengetahui potensi wilayah perairan untuk
wilayah perairan pesisir adalah merupakan pengembang budidaya rumput laut jenis
upaya yang penting dilakukan dengan cara Eucheuma cottonii
terpadu dalam penetapan, pengembangan,
pelestarian dan pengendalian pemanfaatan 2. Mendapatkan strategi dan kebijakan
rumput laut yang ada di wilayah perairan pengelolaan untuk pengembangan
pesisir tersebut secara optimal dan kegiatan budidaya rumput laut jenis
berkelanjutan. Eucheuma cottonii

1.2. Rumusan Masalah II.TINJAUAN PUSTAKA


Pengelolaan Sumberdaya Perairan
Permasalahan dan isu pokok yang terkait Secara Berkelanjutan
dengan pengelolaan untuk pengembangan
budidaya rumput laut meliputi : (1) Pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan
Ketidaksesuaian lahan dan daya dukung yang adalah upaya terpadu dalam penetapan,
dilakukan pembudidaya yang berdampak pelestarian dan pengendalian pemanfaatan

3
sumberdaya yang ada di wilayah pesisir dan Pengembangan seringkali diartikan sebagai
lautan. Menurut Budiyoko (2018), suatu proses pembangunan yang menuju
pengelolaan pada wilayah pesisir beserta kesuatu kemajuan. Dalam pengembangan
atributnya merupakan suatu sistem ekologi sumberdaya di wilayah pesisir, salah satu
yang besar, bersifat unik serta sangat sensitif pengembangan kegiatan ekonomi yang sedang
terhadap perubahan. digalakkan pemerintah adalah pengembangan
Oleh karena itu pengelolaan disyaratkan budidaya rumput laut. Melalui program ini
harus secara terpadu, dengan alasan antara diharapkan dapat merangsang terjadinya
lain : (1) sampai saat ini belum ada definisi pertumbuhan ekonomi wilayah akibat
wilayah pesisir yang baku, dengan penentuan meningkatnya pendapatan masyarakat
wilayah pesisir ke arah darat maupun ke arah setempat. Pengembangan budidaya rumput
laut sangat bervariasi tergantung kepentingan laut di Indonesia telah dirintis sejak tahun
dan tujuan pengelolaan; (2) secara empiris 1980-an dalam upaya merubah kebiasaan
terdapat keterkaitan ekologis (hubungan penduduk pesisir dari pengambilan
fungsional) antar ekosistem didalam kawasan sumberdaya alam ke budidaya rumput laut
pesisir dan antara ekosistem wilayah pesisir yang ramah lingkungan.(Sukardi et al, 2015).
dengan lahan atas maupun dengan laut lepas,
seperti sumberdaya pesisir hutan mangrove 1.2. Biologi Rumput Laut Eucheuma
dan terumbu karang yang merupakan cottoni
tempat/habitat hidup,
proses biologi sumberdaya ikan dan Rumput laut merupakan tumbuhan
lainnya. Sedangkan lahan atas merupakan thallopyta, yaitu tumbuhan yang tidak
penyuplai bahan-bahan nutrient untuk memperlihatkan perbedaan antara akar,
kehidupan sumberdaya-sumberdaya yang batang dan daun. Keseluruhan dari tanaman
dibutuhkan serta laut lepas sebagai tempat ini merupakan batang yang dikenal dengan
kehidupan berbagai sumberdaya laut lainnya sebutan thallus, bentuk thallus rumput laut
untuk tumbuh dan berkembang ; (3) dalam ada bermacam-macam, ada yang bulat seperti
suatu wilayah pesisir umumnya terdapat tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong,
lebih dari dua macam sumberdaya alam, seperti rambut dan lain sebagainya. Thallus
seperti ; terumbu karang, padang lamun, ini ada yang tersusun hanya oleh satu sel
hutan mangrove dan lainnya serta untuk jasa- (uniseluler) atau banyak sel (multiseluler).
jasa lingkungan seperti sektor pariwisata, Percabangan thallus ada yang dichotomus
transportasi dan lainnya yang dapat (dua-dua terus menerus), pinate (dua-dua
menimbulkan berbagai konflik kepentingan berlawanan sepanjang thallus utama),
dan pemanfaatannya; (4) secara sosial pectinate (berderet searah pada satu sisi
ekonomi wilayah pesisir umunya dihuni oleh thallus utama) dan ada juga yang sederhana
lebih dari satu kelompok masyarakat yang tidak bercabang.
memiliki preferensi dan keterampilan yang Sifat substansi thallus juga beraneka
berbeda; dan (5) sistem sosial budaya ragam, ada yang lunak, seperti gelatin
masyarakat pesisir memiliki ketergantungan (gelatinous), keras diliputi atau mengandung
terhadap alam dan musim, tanpa mempunyai zat kapur (calcareous), lunak bagaikan tulang
kemampuan untuk mengendalikannya rawan ( cartilaginous), bersabut (spongeus)
(Dahuri, 2017). dan lain sebagainya itu (Soegiarto et al,
2016). Menurut Dawes dalam Kadi dan
1.1. Pengembangan Budidaya Rumput Atmadja (2018), secara taksonomi jenis
Laut Eucheuma diklasifikasikan sebagai berikut :

4
Divisi : Rhodophyta, 1.3. Budidaya Rumput Laut : Kondisi
Kelas : Rhodophyceae, Lingkungan Fisika, Kimiawi dan
Ordo : Gigartinales, Biologi
Famili : Solieriaceae, Keberhasilan budidaya rumput laut
Genus : Eucheuma, bergantung antara lain kepada pemilihan
Spesies : Eucheuma cottonii lokasi yang tepat, pemilihan lokasi merupakan
dan Eucheuma spinosum. Ciri-cirinya adalah salah satu faktor penentu. Gambaran tentang
thallus dan cabang-cabang berbentuk biofisik air laut yang diperlukan untuk
silindris atau pipi, percabangannya tidak budidaya rumput laut penting diketahui agar
teratur dan kasar (sehingga merupakan tidak timbul masalah yang dapat menghambat
lingkaran) karena ditumbuhi oleh nodulla usaha itu sendiri dan mempengaruhi mutu
atau spine untuk melindungi gametan. hasil yang dikehendaki. Lokasi dan lahan
Rumput laut merupakan tumbuhan budidaya untuk pertumbuhan rumput laut
thallopyta, yaitu tumbuhan yang tidak jenis Eucheuma di wilayah pesisir
memperlihatkan perbedaan antara akar, dipengaruhi berbagai faktor ekologi
batang dan daun. Keseluruhan dari tanaman oseanografis yang meliputi parameter
ini merupakan batang yang dikenal dengan lingkungan fisik, biologi dan kimiawi perairan
sebutan thallus, bentuk thallus rumput laut (Puslitbangkan,2019).
ada bermacam-macam, ada yang bulat seperti 2.5 Pemanfaatan dan Pengembangan
tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii
seperti rambut dan lain sebagainya. Thallus Pemanfaatan rumput laut di Indonesia
ini ada yang tersusun hanya oleh satu sel sebagai makanan, kosmetika dan obatobatan
(uniseluler) atau banyak sel (multiseluler). tradisional sudah lama dikenal khususnya
Percabangan thallus ada yang dichotomus oleh masyarakat perikanan. Sedangkan
(dua-dua terus menerus), pinate (dua-dua pemanfaatannya sebagai bahan industri yang
berlawanan sepanjang thallus utama), memungkinkan untuk diekspor baru
pectinate (berderet searah pada satu sisi berkembang dalam beberapa dasawarsa
thallus utama) dan ada juga yang sederhana terakhir ini, sehingga merangsang
tidak bercabang. Sifat substansi thallus juga pengembangan budidayanya.
beraneka ragam, ada yang lunak, seperti Pengembangan budidaya rumput laut
gelatin (gelatinous), keras diliputi atau sangat perlu juga dilakukan mengingat
mengandung zat kapur (calcareous), lunak besarnya potensi lahan budidaya laut yang
bagaikan tulang rawan (cartilagenous), dimiliki wilayah pesisir di negara kita yang
berserabut (spongeous) dan sebagainya memiliki panjang pantai 81.000 km². Peluang
(Soegiarto et al, 2018). Menurut Dawes pasar pengembangan usaha rumput laut
dalam Kadi dan Atmadja (2018), secara sangat menjanjikan seiring dengan tingginya
taksonomi jenis Eucheuma diklasifikasikan permintaan pasar rumput laut dan hasil
sebagai berikut : Divisi : Rhodophyta, Kelas : olahannya baik dalam bentuk bahan dasar
Rhodophyceae, Ordo : Gigartinales, Famili : yaitu karaginan, agar dan alginate maupun
Solieriaceae, Genus : Eucheuma, Spesies : formulasi dari ketiga hidrokoloid tersebut.
Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Walaupun budidaya rumput laut telah
Ciri-ciri Eucheuma cottonii adalah thallus cukup lama diusahakan masyarakat, tetapi
dan cabang-cabangnya berbentuk silindris masih terdapat beberapa masalah yaitu antara
atau pipih, percabangannya tidak teratur dan Lain meliputi permasalahan permasalahan:
kasar (sehingga merupakan lingkaran) karena (1) pengadaan bibit unggul dan teknik
ditumbuhi oleh nodulla atau spine untuk pengadaan bibit, (2) pengembangan metode
melindungi gametan. budidaya yang dapat mengat asi perubahan
alam, (3) penataan lahan dan regulasi

5
pemanfaatan lahan budidaya, serta (4) pemilihan lokasi perairan dan juga jarak tanam
pemberdayaan masyarakat dan pembinaan bibit dalam satu rakit apung (Syahputra, 2015).
petani agar dapat menerapkan metode dan Pertumbuhan juga merupakan salah satu aspek
teknik budidaya yang baik (DKP, 2018). biologi yang harus diperhatikan. Ukuran bibit
rumput laut yang ditanam sangat berpengaruh
Berdasarkan pengalaman-pengalaman terhadap laju pertumbuhan dan bibit thallus
dari berbagai negara dalam memanfaatkan yang berasal bagian ujung akan memberikan
sumberdaya alam bagi pertumbuhan laju pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan
ekonominya, dan kegagalan didalam mengatasi dengan bibit thallus dari bagian pangkal.
masalah pengelolaan sumberdaya alam
memberikan implikasi antara lain percepatan II. METODOLOGI
degradasi sumberdaya alam dan lingkungan Metode dalam penulisan paper ini adalah
hidupnya. Penyebab utama terjadinya menggunakan cara review. Data yang
kegagalan tersebut diatas adalah karena : (1) digunakan merupakan data sekunder hasil
perbedaan hak-hak (entitlemen) yang sangat kajian literatur berupa buku berbasis daring (e-
mencolok antara berbagai lapisan masyarakat, book), jurnal, dan jurnal Internasional (journal).
(2) sumberdaya alamnya mengalami semacam
akses terbuka (quasi-open-access resources) III. PEMBAHASAN
yang semua pihak cenderung memaksimumkan
keuntungaan dalam pemanfaatannya, dan (3) 3.1. Lingkungan Perairan
kekurangan dalam sistem penilaian Rumput laut Eucheuma cottonii
(undervaluation) terhadap sumberdaya alam memerlukan habitat lingkungan perairan
didalam sistem ekonomi pasar yang sedang tertentu untu kelangsungan pertumbuhannya.
terjadi, yang semuanya sesungguhnya terkait Parameter lingkungan perairan meliputi fisika,
erat dengan aspek teknisfinansial produksi dan kimia dan biologi perairan. Perairan yang
aspek sosial-ekonomi budaya masyarakat semakin baik mendekati kondisi yang
setempat diharapkan bagi pertumbuhan rumput laut,
. maka akan semakin baik pertumbuhan dan
2.6 . Pertumbuhan dan Karaginan Rumput kandungan karaginannya.
Laut Jenis Eucheuma cottonii Keberlanjutan budidaya rumput laut yang
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran mampu memperhatikan aspek lingkungan
suatu organisme yang dapat berupa berat atau perairan berdasarkan ketersedian N dan P
panjang dalam waktu tertentu. Pertumbuhan (DDbrl)
rumput laut Eucheuma cottonii sangat
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor internal
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan Keterangan :
rumput laut antara lain jenis, galur, bagian DDbrl : Daya dukung
thallus dan umur. Sedangkan faktor eksternal N,P pada budidaya rumput laut (ton)
yang berpengaruh antara lain keadaan Nmaks : Nitrogen yang diperbolehkan
lingkungan fisik dan kimiawi perairan. Namun ada di perairan budidaya (kg/l) Prod : Jumlah
demikian selain faktor-faktor tersebut, ada Produksi 1 unit longline
faktor lain yang sangat menentukan Empat tahapan dalam melakukan analisis
keberhasilan pertumbuhan dari rumput laut kesesuaian perairan yaitu: 1). Penetapan
yaitu faktor pengelolaan yang dilakukan oleh persyaratan (parameter dan kriteria),
manusia. Faktor pengelolaan oleh manusia pembobotan dan skoring. Parameter yang
dalam kegiatan rumput laut kadang merupakan menentukan diberi bobot terbesar sedangkan
faktor utama yang harus diperhatikan seperti kriteria yang sesuai diberi skor tertinggi; 2).
Perhitungan nilai dengan skor (S) dijumlah
6
secara keseluruhan sehingga didapat total nilai angin dan gelombang yang besar. Lokasi yang
bobot-skor minimal dikurangi total nilai bobot- terlindung biasanya didapatkan di perairan teluk
skor minimal, kemudian dibagi tiga skor; 3). atau perairan terbuka tetapi terlindung oleh
Pembagian kelas lahan dan nilainya. adanya penghalang atau pulau di dapannya.
Tipe substrat perairan yang berbeda akan
3.2. Parameter Fisika Perairan mengakibatkan jenis-jenis biota perairan
4.2.1. Suhu Air Laut berbeda pula. Hal ini berhubungan dengan
Suhu adalah merupakan salah satu faktor kemampuan adaptasi dan toleransi individu-
penting atau berpengaruh terhadap individu terhadap kondisi lingkungan perairan
kelangsungan hidup dan pertumbuhan rumput teluk, terutama untuk jenis-jenis rumput laut
laut. Suhu memiliki peranan dan berfungsi dan biota bentik.
untuk fisiologis rumput laut seperti fotosintesa,
respirasi, metabolisme, pertumbuhan dan 3.3. Parameter Kimia Perairan
reproduksi. 3.3.1. Salinitas
Setiap organisme laut memiliki toleransi
4.2.2.Pergerakan air : Arus dan Gelombang yang berbeda terhadap salinitas, sehingga
Pergerakan air adalah salah satu faktor salinitas merupakan salah satu parameter
ekologi utama yang penting bagi komunitas lingkungan yang penting untuk kelangsungan
rumput laut. Arus dan gelombang memiliki hidup suatu organisme.
pengaruh yang besar terhadap aerasi, Salinitas adalah merupakan salah satu
transportasi nutrien dan pengadukan air. Lokasi parameter kimia perairan yang sangat penting
untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp. harus dan berperan dalam budidaya rumput laut,
terlindung dari arus (pergerakan air) dan terutama dalam mengatur tekanan osmose yang
hempasan ombak/gelombang yang terlalu kuat ada dalam tubuh organisme dengan cairan
karena akan dapat merusak dan menghanyutkan lingkungannya.
thallus. Lokasi yang baik biasanya berupa teluk, Menurut Anggadiredja et al. (2016)
mempunyai karang penghalang atau pulau- bahwa salinitas untuk pertumbuhan rumput laut
pulau yang berfungsi sebagai tanggul untuk Eucheuma sp. yang optimal berkisar antara 28-
menghalangi pengaruh dari laut lepas sehingga 33‰. Eucheuma sp. adalah rumput laut yang
rumput laut yang dibudidayakan terlindungi. bersifat stenohaline yang tidak tahan terhadap
Menurut Kadi dan Atmaja (2015) dan fluktuasi salinitas yang tinggi dan kisaran
Anggadiredja et al. (2018) menyatakan bahwa salinitas yang baik untuk budidayanya adalah
kecepatan arus yang baik bagi budidaya 28- 35 ‰ (Sukardi et al., 2018). Kadi dan
Eucheuma sp. adalah 20-40 cm/detik. Rumput Atmaja (2018) menyatakan bahwa kisaran
laut merupakan organisme yang memperoleh salinitas yang baik untuk pertumbuhan rumput
makanan (nutrients) melalui aliran air yang laut adalah 30-34 ‰. Menurut Effendi (2018 )
melewatinya dan gerakan air yang cukup akan disebutkan bahwa nilai salinitas perairan laut
membawa nutrients yang cukup pula dan berkisar antara 30-40 ‰. Salinitas pada daerah
sekaligus mencuci kotoran yang menempel pada dapat dikatakan berada dalam batas yang
thallus, membantu pengudaraan serta mencegah kisaran yang layak untuk pertumbuhan rumput
fluktuasi suhu air yang besar (Sukardi et al. , laut
2015). 4.3.2 Oksigen Terlarut/DO
4.2.3 Keterlindungan dan Kondisi Oksigen terlarut di laut sangat penting artinya
Substrat Dasar Perairan untuk melakukan proses respirasi dalam dalam
mempengaruhi kehidupan organisme hidup
Untuk menghindari kerusakan fisik sarana termasuk rumput laut.
budidaya dan tumbuhan rumput laut, maka
diperlukan lokasi yang terlindung dari pengaruh

7
Nilai kandungan oksigen terlarut ini
secara umum bisa dikatakan lebih besar bila G = wt−w0
dibandingkan dengan kandungan oksigen
terlarut yang ditetapkan dalam Keputusan Keterangan :
Menteri Negara Lingkungan Hidup N0. 51 G = Pertumbuhan Mutlak Rata-Rata (gr);
Tahun 2004 ditetapkan bahwa ambang batas Wt = Berat Bibit Pada Akhir Penelitian (gr);
kandungan oksigen terlarut untuk kegiatan W0= Berat Bibit Pada Awal Penelitian (gr).
budidaya laut adalah 5 mg/l
4.3.3 Nitrat Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)
Kondisi perairan untuk budidaya rumput diperoleh dengan menimbang bibit basah
laut haruslah subur, kaya akan unsur hara rumput laut. Pengumpulan data dilakukan
sebagai makanan rumput laut. Salah satu dengan menimbang berat basah rumput laut
unsur hara yang penting dan dibutuhkan untuk pada setiap minggu atau satu kali pada tiap
pertumbuhan alga adalah nitrat. minggunya selama 45 hari pada rumpun yang
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di telah diberikan kode (tanda). Perhitungan
perairan alami dan merupakan nutrien utama presentase laju pertumbuhan rumput laut
bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat dengan menggunakan rumus yang telah
dapat digunakan untuk mengelompokkan diterapkan oleh Zonneveld et al. (2014) dalam
tingkat kesuburan perairan yang terdiri dari Ruslaini (2016). yang antara lain sebagai
perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat berikut :
antara 0-1 mg/l, perairan mesotrofik memiliki
kadar nitrat antara 1-5 mg/l dan perairan
eutrofik memiliki kadar nitrat yang berkisar
antara 5-50 mg/l (Volenweider, 1969 dalam Keterangan :
Wetzel, 1975 dalam Effendi, 2015). LPS = Laju Pertumbuhan Spesifik rata-rata ;
Wt = Berat rata-rata bibit pada ti (g) (I =
4.4 Parameter Biologi Perairan minggu I, minggu II…t);
4.4.1 Biota Pengganggu W0 = Berat rata-rata bibit pada ti-1(g);
Hama tanaman (biota pengganggu) t = Periode Pengamatan (hari).
dapat menimbulkan kerusakan secara fisik
pada tanaman budidaya, seperti terkelupas, 4.5 .Kesuaian Lahan Budidaya Rumput
patah atau habis dimakan sama sekali Laut
(Sukardi et al., 2004). Menurut Doty (2017) kesesuaian lokasi perairan untuk
dalam Sukardi et al. (2019) menyatakan pengembangan budidaya rumput laut jenis
bahwa hama yang menyerang tanaman Eucheuma cottonii, Eucheuma spinosum, dan
budidaya rumput laut berdasarkan ukuran Gracillaria didasar pada beberapa persyaratan
besar kecilnya dikelompokkan menjadi dua yakni menyangkut parameter fisika dan kimia
bagian, yaitu hama mikro (mikro grazer) perairan yang dapat menjadi faktor pembatas
seperti larva bulu babi dan larva teripang serta terhadap pertumbuhan rumput laut. Setiap
hama makro 82 (makro grazer) seperti ikan parameter fisika dan kimia perairan yang
beronang, bintang laut, bulu babi dan bulu dijadikan kriteria kesesuaian pada semua titik
babi duri pendek serta penyu hijau. sampling, sudah merupakan integrasi dari
4.4.2. Pertumbuhan Rumput Laut beberapa parameter dengan tiga tingkat
Pertumbuhan mutlak rumput laut kriteria kesesuaian yaitu: sesuai, kurang
diamati dari awal hingga berakhirnya kegiatan sesuai, dan tidak sesuai. Nilai dari perhitungan
penelitian. Menurut Dawes (2018), matriks kesesuaian lahan, akan menghasilkan
pertumbuhan mutlak diukur menggunakan
rumus pertumbuhan mutlak yaitu :

8
nilai kesesuaian lahan budidaya rumput laut strategi pengelolaan dan pengemban budidaya
rumput laut dimensi/pilar kebijakan yang
4.6 Daya Dukung Budidaya Rumput Laut dihasilkan, yaitu :
Analisis daya dukung lahan perairan untuk (1) Dimensi Ekologis
pengembangan budidaya rumput laut (2) Dimensi Teknologi
dilakukan dengan pendekatan luasan areal (3) Dimensi Sosial Ekonomi dan
budidaya berdasarkan metode budidaya yang (4) Dimensi Kelembagaan dan
diterapkan. Parameter yang menjadi acuan Hukum.
untuk menduga daya dukung adalah :
1. Luasan lahan perairan yang sesuai sangat
efektif untuk budidaya rumput laut (a) IV. KESIMPULAN
Luasan lahan perairan teluk yang sangat Strategi pengelolaan untuk
sesuai efektif adalah luasan lahan perairan pengembangan budidaya rumput laut
teluk yang sesuai yang dapat dimanfaatkan Eucheuma cottonii yang terpadu dan
untuk kegiatan budidaya rumput laut secara berkelanjutan , meliputi 5 (lima) prioritas
terus menerus utama : 1). Mengembangkan kegiatan usaha
2. Luasan unit budidaya adalah besaran yang budidaya rumput laut dengan memperhati-kan
menunjukkan luasan dari 1 unit budidaya aspek biogeofisik (fisika, kimia dan biologi)
rumput laut. Luasan satu unit budidaya perairan teluk dan kese-suaian lahan serta
berbeda-beda tergantung pada metoda yang daya dukung yang dapat menyerap tenaga
digunakan. kerja terampil yang lebih maju dan modern
3. Daya dukung lahan menunjukkan melalui investasi dan pengelolaan yang
kemampuan maksimum lahan dalam berkelan-jutan ; 2). Meningkatkan produksi
mendukung aktivitas budidaya secara dan kualitas produk rumput laut dengan
terus menerus tanpa penurunan kualitas. memperhatikan aspek penanganan dan tehnis
Berdasarkan pengertian ini dilakukan yang lebih maju dan berteh-nologi melalui
analisis daya dukung perairan teluk untuk pengembangan SDM dan informasi pada
pengembangan budidaya rumput laut berbagai pelatihan dari lembaga
dengan memperhatikan hasil dari analisis tehnis/pendidikan ; 3). Membangun dan
kesesuaian lahan memberdayakan lembaga ekonomi keuangan
berbasis masyarakat dengan menjalin
4.7 Strategi Pengelolaan & Pengembangan kerjasama pemasaran antar pembudidaya
Sumberdaya Rumput Laut lokal dengan pengusaha swasta melalui
Dalam pengelolaan sumberdaya fasilitator pemerintah ; 4). Membuat
perairan di kawasan pesisir untuk kebijakan/aturan tertulis tentang pengelolaan
pengembangan budidaya rumput laut kawasan teluk baik dari segi penataan ruang
(Eucheuma cottonii) dilakukan melalui (zonasi), pemanfaatan sampai pengawasan
pendekatan SWOT yang dipakai dalam usaha terhadap sumberdaya di teluk ; 5).
penyusunan suatu rencana strategi Pemberdayaan masyarakat pesisir teluk untuk
pengelolaan untuk pengembangan budidaya mening-katkan inovasi wirausaha melalui
rumput laut guna mencapai tujuan dalam diversifikasi produk dan pemasaran hasil.
jangka pendek maupun jangka panjang. Kebijakan pengelolaan untuk
pengembangan budidaya rumput laut
4.8.Kebijakan Pengelolaan & pengembang Eucheuma cottonii yang terpadu dan
Sumberdaya Rumput Laut berkelanjutan di teluk, meliputi 4 (lima)
Penentuan kebijakan pengelolaan dimensi / pilar utama : (1) dimensi ekologis
budidaya rumput laut Eucheuma cottonii (2) dimensi teknologi (3) dimensi sosial
secara sustainable development berdasarkan ekonomi dan (4) dimensi kelembagaan

9
Diskanlut kotabaru, 2019. Laporan Tahunan
DAFTAR PUSTAKA Dinas Kelautan dan Perikanan
Ainsworth P.A. End Bl anshard J.M.V., 2020. Kabupaten Kotabaru Tahun 2019.
Effect of thermal processing on Pemkab Kotabaru 2019. 50 hal.
structure and rheogical of Ditjenkan 2018. Strategi Pengembangan
carragenan/Carob Gum Gels. Journal of Budidaya Rumput Laut dalam Rangka
Texture Studies. 149 hal. Mendukung Protekan 2018. Makalah
disampaikan pada Konsultasi Teknis
Aji, N. dan Murdjani, M., 2017. Budidaya Pengembangan Rumput Laut Lintas
Rumput Laut. Ditjen Perikanan dan Sektor dan Sub Sektor. Departemen
International Development Reserch Pertanian, Jakarta. 12 hal.
Centre. Jakarta. 13 hal. Ditjenkan Budidaya, 2015. Petunjuk teknis
Alianto, 2016. Produktivitas Primer Budidaya Laut : Rumput Laut
Fitoplankton dan Keterkaitannya dengan Eucheuma spp. Direktorat Budidaya
Unsur Hara dan Cahaya di Perairan Ditjenkan Budidaya, Departemen
Teluk Banten.Thesis. Institut Pertanian Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 40
Bogor. 81 hal. hal..
Analudin, K., Sharma, S., Jamili., Septiana, Ditjenkan, 2018. Pedoman Teknis Pemilihan
A., and Sahidin, I. 2017. Heavy Metal Lokasi Budiadaya Rumput Laut.
Bioaccumulation in Mangrove Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta.
Ecosystem at the Coral Triangle 54 hal.
Ecoregion Southeast Sulawesi Eidman, M., 2018. Studi Efektivitas Bibit
Indonesia. Marine Pollution Buletin Algae Laut (Rumput Laut). Salah Satu
125, 472-480. Upaya Peningkatan Produksi Budidaya
Anggadiredja, J. dan W. Sujatmiko, 2016. Algae Laut (Eucheuma sp.). Laporan
Ethnobotany dan Ethnopharmacology of Penelitian. Fakultas Perikanan. Institut
Indonesia Marine Macroalgae. Second Pertanian Bogor.
Asia Pacific Conference on Algal Glicksman M. 2017. Food Hydrocolloids
Biotechnology. Singapore. 134 hal. Vol.2. CRC Press, Inc. Florida
Balitbang, 2020. Petunjuk Teknis Budidaya Iksan, K.H.I., 2017. Kajian Pertumbuhan,
Rumput Laut. Badan Penelitian dan Produksi Rumput Laut Eucheuma
Pengembangan Pertanian Departemen Cottonii dan kandungan karaginan di
Pertanian dan International Perairan Maluku Utara. Tesis. Program
Development Research Centre, Jakarta. Studi Ilmu Perairan. Program Pasca
93 hal. Sarjana IPB. Bogor. 86 hal.
Bengen, D.G. 2018. Teknik pengambilan Kadi, A. dan Atmadja W.S., 2015. Rumput
contoh dan analisa data biofisik Laut (Alga) : Jenis, Reproduksidan
sumberdaya pesisir. Sinopsis. Pusat Pasca Panen. Pusat Penelitian dan
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Pengembangan Oseanologi LIPI
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jakarta.
Institut Pertanian Bogor, Bogor. 64 hal. Lillesand T.M. dan R.W. Kiefer., 2019.
Burrough, P.A., 2016. Principles of of Remote Sensing and Image
Geographical Information System, For Interpretation. John Wiley and Sons Inc.
Land Resources Assasement. Calredon New York. 206 hal.
Press. Oxford. 136 hal. Litasari, L., 2017. Kajian Kesesuaian Lahan
Dawes, C.J., 1981. Marine Botany. John dan Kebijakan Pemanfaatan Areal
Wiley and Sons. Singapura. 229 hal. Budidaya Kerang Hijau (Mytilus
viridis) di Kelurahan Kamal Muara

10
Jakarta Utara. Tesis. Program Studi Universitas Hasanuddin Ujung
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pandang.
Lautan. Program Pasca Sarjana IPB. Soegiarto, A., W.S Sulistijo, Atmadja dan H.
Bogor. 92 hal. Mubarak, 2020. Rumput Laut (Alga)
Mubarak, H. 2018. Percobaan Budidaya Manfaat, Potensi Dan Usaha
Rumput Laut Eucheuma spinosum di Budidaya, LON-LIPI, Jakarta. 82 hal.
perairan Lorok, Pacitan dan Soselisa, A. 2016. Pengelolaan Kawasan
Kemungkinan Pengembangannya. Balai Pesisir dan Laut Gugusan Pulau-Pulau
Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. 62 Padaido, Distrik Padaido, Kabupaten
hal. Biak Numfor, Papua. Desertasi.
Pane, A.B., 2016. (Komunikasi Pribadi). Program Studi Pengelolaan
Dosen Pasca Sarjana. Teknologi Sumberdaya Pesisir dan Lautan PPs-
Kelautan. FPIK-Institut Pertanian IPB. Bogor. 258 hal.
Bogor. Store, Inc. Pub. Metro Manila. Philipines. P.
Pemkab Kotabaru, 2015. Program 5-330
Pembangunan Daerah Kotabaru Tahun Sukardi, M.F., Kusnendar, E., Ahda, A.,
2001- 2005. Bappeda Kabupaten Surono, A., Imam, A., Batubara, I.,
Kotabaru. 177 hal. Ismanadji, I., Suitha, I.M., Yunaidar,
Poncomulyo, T., Maryani, H., dan Kristiani, R., Setawan, Kurnia, N.,
L., 2016. Budidaya dan Pengolahan Danakusumah, E., Sulistijo, Zatnika,
Rumput Laut. Agromedia Pustaka . A., Basmal, J., Effendi, E., dan
Jakarta. 67 hal. Runtuboy, N., 2015. Profil Rumput
Puslitbangkan,2018. Budidaya rumput laut Laut Indonesia. Ditjenkan Budidaya,
(Eucheuma sp.) dengan rakit dan lepas Departemen Kelautan dan Perikanan,
dasar. Pusat Penelitian dan Jakarta. 169 hal.
Pengembangan Perikanan, Badan Sutanto, 2017. Penginderaan Jauh. Jilid II.
Penelitian dan Pengembangan Gajah Mada University Press.
Pertanian, Jakarta. 9 hal Yogyakarta. 73 hal.
Rahman, H.M.Y., 2019. Kebijaksanaan Syahputra, Y. 2017. Pertumbuhan dan
Pengembangan Industri Rumput Laut Kandungan Karaginan Budidaya
dan Prospek Pemasaran Rumput Laut Rumput Laut Eucheuma Cottonii pada
Indonesia. Makalah disampaikan pada Kondisi Lingkungan Yang Berbeda
Konsultasi Teknis Pengembangan 14. dan Perlakuan Jarak Tanam di Teluk
Rumput Laut Lintas Sektor dan Sub Lhok Seudu. Tesis. Program Studi
Sektor . Tanggal 29 September 2019 di Ilmu Perairan. Program Pasca Sarjana
Jakarta. Ditjen Perikanan Departemen IPB. Bogor. 91 hal.
Pertanian. Jakarta. P.11. Syukur A., 2016. Kajian Kerusakan
Rangkuti F., 2019. Analisis SWOT Teknik Ekosistem Padang Lamun (Seagrass
Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi Beds) Melalui Pendekatan Ekologi dan
Konsep Perencanaan Strategis untuk Ekonomi di Perairan Pesisir Desa
Menghadapi Abad 21. Gramedia Tanjung Luar Lombok Timur. Tesis.
Pustaka Utama. Jakarta. 187 hal Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. 76
Sadarang, H.A., 2015. Studi Kualitas Fisika- hal.
Kimia dan Biologi Estuaria Sungai Trono, G.C. dan E.T.G. Fortez, 2018.
Teko Yang Mendapat Limbah Pabrik Philipines Seaweeds. National Book
Gula Arasoe Bone Untuk
Pengembangan Budidaya Pantai. Pusat
Studi Lingkungan. Lembaga Penelitian

11
Utomo, B.S.B. dan Peranginangin, R., 2019.
Prospek Pengembangan Industri
Pengolahan Rumput Laut Penghasil
Agar. Makalah disampaikan pada
Temu Bisnis Industri Pengolahan
Rumput Laut . Tanggal 29 Agustus
2019 di Jakarta. Puslitbangkan –
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Departemen Pertanian,
Jakarta. 18 hal.
Wahyuningrum, P.I. 2019. Studi Evaluasi
Kesesuaian Wilayah Perairan Teluk
Lampung Untuk Budidaya Rumput
Laut Eucheuma Dengan
Pemanfaatan Inderaja dan SIG.
Skripsi. Program Studi IKL. IPB.
Bogor.102 hal.
Winarno, F.G. 2016. Teknologi pengolahan
rumput laut. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta. 109 hal.
Yusron, M. 2018. Penilaian Kualitas
Perairan dan Studi Kelayakan
Budidaya Rumput Laut
Kappaphycus Alvarezii di Beberapa
Pulau di Kepulauan Seribu Teluk
Jakarta. Skripsi. Program Studi ITK.
IPB. Bogor.48 hal.
Zatnika, A. 2017. Menyimak Pasang Surut
Rumput Laut Indonesia. Majalah
Techner 08 Tahun II.P.51-54.
Zatnika, A. 2018. Manfaat, Pascapanen dan
Pengolahan Rumput Laut. Workshop
Aplikasi IPTEK Teknologi Budidaya
dan Pengolahan Rumput Laut.
Mataram, 7-9 Desember 2000. P.31-
42.
Zetka E.F., 2020. Coastal Zone Management
Information Needs. Potential Lansat
Application in Remote Sensing For
Resources Management. Soil
Conservation Society of America.
Ankey. IOWA. 221 hal.

11

Anda mungkin juga menyukai