Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
Berbagai peluang usaha di luar kegiatan penangkapan ikan terus dikembangkan
pemerintah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada usaha
penangkapan ikan dan memanfaatkan tenaga kerja keluarga yang ada secara
maksimal. Banyaknya hambatan yang dialami nelayan dalam usaha penangkapan
ikan, baik itu berupa musim dan kejenuhan daerah tangkap, pada beberapa kasus
menghambat upaya nelayan untuk mendapat-kan hasil yang memadai. Sementara
itu, terbatasnya ketrampilan dan modal yang dimiliki nelayan dan keluarganya,
membuat mereka sulit untuk berusaha di bidang lain dan memanfaatkan tenaga
kerja yang tersedia secara penuh. Salah satu peluang dalam upaya di versifikasi
usaha nelayan adalah budidaya rumput laut.
Peluang usaha di luar penangkapan ikan terus dikembangkan pemerintah. Semua ini
dilakukan agar dapat mengurangi memanfaatkan ketergantungnya tenaga kerja
keluarga untuk usaha penangkapan ikan secara maksimal. Usaha dalam penangkapan
ikan banyak sekali hambatannya yang di alami oleh nelayan seperti cuaca dan
gelombang yang tak menentu, kejenuhan daerah tangkap yang menghambat nelayan
untuk mendapatkan hasil yang memadai. Sementara itu,untuk berusaha di bidang
lain dan memanfaatkan tenaga kerja yang tersedia secara penuh terkendala pada
terbatasnya modal dan ketrampilan yang di miliki nelayan dan keluarganya. Maka
salah satu upaya usaha yang dapat dilakukan adalah budidaya rumput laut. Pada
budidaya rumput laut ini tidak banyak mentuntu untuk bisa beketrampilan tinggi
serta modal yang besar. Kegiatan ini juga dapat dilakukan oleh seluruh anggota
keluarga nelayan seperti anak-anak dan ibu-ibu rumah tangga. Namun usaha
budidaya rumput laut ini kenyataanya belum banyak berkembang. Meski wilayah
pantai indonesia yang sangat berpotensi dalam penyediaan areal yang luasnya
terbentang sepanjang 81.000 kilometer untuk pembudidayaan rumput laut.
Berdasarkan hasil survei Balai Budidaya Laut, Direktorat Jenderal Perikanan, sejak
tahun 1985 sampai 1988 telah diketahui sekitar 92.435 hektar pengembangan
budidaya laut sangat cocok di perairan pantai.Dari jumlah itu seluas 25.700 hektar
sangat memungkinkan untuk dikembangkan budidaya rumput laut (Wahyono, 1991).
Banyak hambatan yang di temui dalam upaya usaha pengembangan budidaya
rumput laut,yaitu kualitas rumput laut yang ada dan pemasaran hasilnya serta
masyarakat nelayan dalam kegiatan budidayanya yang menyangkut pada kesiapan
mereka. Penentuan kualitas rumput laut kering menyebabkan kegiatan budidaya dan
pasca panen sangat besar peranannya pada porsi besarnya hasil yang diekspor serta
eratnya kaitan antara kegiatan budidaya dan mutu hasil akhir sebelum diekspor. 
Berbagai macam kekurangan yang dalam pengembangan budidaya rumput laut,
telah menempatkan hasil kualitas rumput laut kering Indonesia berada pada tingkat
yang lebih rendah dari negara-negara lain. Dengan demikian, harga ekspor rumput
laut Indonesia sangat rendah dan akhirnya, harga di tingkat petani kurang membuat
mereka semangat untuk mengembangkan usaha pembudidayaan rumput
lautnya,menjiwai peternak untuk mengembangkan bisnis mereka lebih jauh. Selain
itu, pengembangan usaha pembudidayaan laut memerlukan pengkajian dari semua
bagian agribisnisnya, terutama kegiatan produksi atau pengembangannya. Melalui
penyelidikan yang lebih mendalam tentang bagian aspek ekonomi dari bisnis
bididaya ini,Dengan pengembangan tersebut, diharapkan dapat diperoleh gambaran
bisnis pengembangan yang ideal bagi para petani dan dapat menghasilkan rumput
laut yang berkualitas.

Bab II
PEMBAHASAN
A. Jenis–Jenis Rumput Laut Komersil
Hasil kajian dari beberapa peneliti ada berbagai macam rumput laut komersial yang
cukup familiar dan dikenal sejak lama karena menjadi berbagai bahan baku
kebutuhan sehari-hari dan banyak tumbuh secara alami di perairan. Adapun rumput
laut yang banyak tumbuh di perairan adalah:
a. Gelidium sp

Gelidium sp. merupakan salah satu jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis
tinggi, karena menghasilkan agar. Salah satu bentuk produk agar yang memiliki nilai
ekonomis tinggi adalah Bakto agar yang banyak digunakan sebagai media kultur
mikroorganisme.
b. Gracilaria sp
Gracilaria sp. adalah jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di tambak dan
telah berhasil dibudidayakan di Indonesia sebagai bahan baku penghasil agar-agar
c. Sargassum sp

Rumput laut (Sargassum sp.) telah lama dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan
obat. Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat (gula atau
vegetable-gum), protein, sedikit lemak, dan abu yang sebagian besar merupakan
senyawa garam natrium dan kalium. Juga sebagai bahan baku penghasil Alginat yang
banyak dibutuhkan dalam industri tekstil.
d. Eucheuma spinosum
Eucheuma spinosum merupakan rumput laut telah dibudidayakan di Indonesia.
Rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan tepung agar-agar,
keraginan dan alginat. (Aslan, 2005). Agar-agar, karaginan dan algin (alginat) banyak
dimanfaatkan dalam industri tekstil, kosmetik, dan lain-lain.
e. Eucheuma cottonii

Pemanfaatan Eucheuma cottonii dapat


digunakan sebagai bahan baku selai dan juga dodol sebagai produk alternatif untuk
mencukupi asupan iodium masyarakat. Selain sebagai bahan baku produk
pangan, Eucheuma cottonii juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri, baik
industri farmasi maupun kosmetik

B. Perkembangan rumput laut menurut berbagai penelitian


1. Penelitian oleh M. K. Tokan, (2015)
Hasil penelitian Tokan adalah sebagai berikut;
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum petani rumput laut memiliki
pengetahuan yang tinggi tentang penyakit es, pengetahuan  budidaya rumput laut,
pengetahuan  konservasi rumput laut dengan spesies tinggi, petani rumput laut
menyatakan setuju dengan pemberantasan penyakit ice-ice, petani rumput laut
setuju (termotivasi) untuk menanam rumput laut , dan petani rumput laut
mengatakan bahwa mereka umumnya mengadopsi praktik pertanian yang sehat
untuk Kabupaten Kupang dan di tempat lain. Selain itu, hasil  penelitian ini
berimplikasi pada pemikiran model linier perilaku pro lingkungan secara teoritis,
pengetahuan lingkungan membentuk sikap lingkungan dan  sikap lingkungan sekolah
akan membentuk perilaku pro lingkungan. Temuan ini juga berimplikasi pada
pengembangan teori perilaku agribisnis yang dimodelkan pada teori SDT, yaitu
bahwa motivasi  budidaya alga dapat membentuk sikap negatif petani terhadap
penyakit frost dan dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung
melalui sikap terhadap perilaku petani rumput laut di bidang pertanian. . Sementara
itu, implikasi kebijakan pembangunan kelautan, khususnya pengembangan budidaya
rumput laut, fokus pada pengembangan perilaku pertanian yang sehat dengan 
meningkatkan pengetahuan tentang penyakit ice-ice, kesadaran konservasi semut,
sikap negatif terhadap penyakit ice-ice, dan motivasi budidaya alga melalui program-
program seperti pendidikan dan pelatihan. , magang dan TK swadaya. Demikian pula
implikasi penelitian memperkuat teori model linier perilaku pro-lingkungan dan
model SDT. Namun, studi lebih lanjut diperlukan untuk mengembangkan indikator
dan alat yang lebih komprehensif.

2. . Penelitian Mahmud et al., (2012)


Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemandirian petani berkaitan dengan produksi
dan usahatani, karena petani mandiri dicirikan oleh kemampuannya dalam
mengelola masalah, topiknya sendiri, memiliki keterampilan dan kemampuan serta
memiliki suatu forum atau organisasi. Strategi penguatan swasembada petani
rumput laut di Kawasan Riattang Tanete  Timur difokuskan pada(empat) aspek,
yaitu:a. Fokus pada permodalan dengan meningkatkan akses permodalan. SM Fokus
pada produksi, perluasan areal budidaya, peningkatan tingkat teknis budidaya untuk
meningkatkan kualitas produk,  pengembangan pengolahan pasca panen. SM Fokus
pada pemasaran dengan meningkatkan kapasitas produksi dan memperluas serta
meningkatkan jaringan pemasaran. Tahund. Peraturan tersebut bertujuan untuk
memberdayakan kelompok tani dan meningkatkan peran pemerintah dalam
mendorong terciptanya kebijakan terkait perencanaan dan pengembangan  rumput
laut.

3. Penelitian Irmayani and Arsyad, (2015)


Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor produksi mempengaruhi peningkatan
produksi rumput laut Eucheuma cottoni, berdasarkan variabel : Panjang Bentangan
(X1), Bibit (X2), Tenaga Kerja (X3), Pengalaman Tani (X4), dan Jarak Ikat (X5). dimana
variable secara simultan saling mempengaruhi satu sama lain, namun faktor yang
paling signifikan adalah jumlah bibit. Kegiatan
usaha rumput laut Eucheuma cottoni merupakan usaha yang mampu meningkatkan
pendapatan petani
di lokasi penelitian di desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.
Strategi peningkatan produksi rumput laut dapat dilakukan dengan perbaikan
kualitas bibit, tenaga kerja,
panjang bentangan, dan jarak ikat serta perbaikan manajemen pemasaran.

4. Penelitian D. Akrim, (2015)


Hasil dari struktur penelitian ini:
(a) Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa  beberapa variabel yang kompeten
memberikan instruksi di kelas yang tepat. Oleh karena itu, informasi ini harus
menjadi prioritas utama dari semua. Para pihak (petahana) sehingga keterampilan
para petani alga dapat terus ditingkatkan.
(b) Untuk penelitian baru dan penelitian tentang otoritas petani alga untuk
memeriksa variabel tergantung pada pengamatan mana ternyata setidaknya 6
orang / petani KK.
(c) berdasarkan hasil pengamatan lapangan bahwa titik darurat petani alga adalah
aspek independensi, aspek kualitas produksi dan aspek akses pasar .. Agar rantai
bisnis barang ini bisa dirampingkan kedepannya. Selain itu, perlu adanya penguatan
penyuluhan pertanian, antara lain melalui pemberian pedoman budidaya rumput
laut secara terpadu kepada petani dan upaya penguatan kelembagaan oleh seluruh
pemangku kepentingan untuk mengembangkan budidaya rumput laut komersial
dengan tetap memperhatikan prinsip kelestarian  pesisir bagi masyarakat. kehidupan
publik. .

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Kesimpulan dari tulisan ini adalah penanaman rumput laut masih jauh dari konsep
pengelolaan yang berkelanjutan. Hal ini terlihat pada perilaku masyarakat dalam
pengelolaan rumput laut yang mengabaikan faktor lingkungan sekitar. Hal ini tentu
bertentangan dengan konsep konservasi pesisir terpadu.Berdasarkan uraian di atas,
diperlukan kebijakan pengelolaan rumput laut untuk mendukung pengelolaan yang
bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat pesisir, dengan tetap menjaga
kelestarian dan keindahan wilayah pesisir.

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai