Anda di halaman 1dari 67

DASAR-DASAR

PENDIDIKAN IPA
DASAR-DASAR PENDIDIKAN IPA

FITRIAH KHOIRUNNISA,S.Pd.,M.Ed
INELDA YULITA,S.Pd.,M.Pd
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan

© Fitriah Khoirunnisa, Inelda Yulita, 2016

Dasar-Dasar Pendidikan IPA


Fitriah Khoirunnisa, Inelda Yulita

Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang mengutip sebagian


atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun, termasuk dengan cara
penggunaan mesin fotokopi, tanpa ijin sah dari penerbit

ISBN 978-602-6770-14-1

x, 58 hlm, 15,5 cm x 23,5 cm


Cetakan 1, Oktober 2016

Hak Penerbitan pada UMRAH Press, Tanjungpinang

Kantor:
Kampus Universitas Maritim Raja Ali Haji, Gedung Rektorat Lantai
III
Jl. Dompak, Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau 29111
Telp/Fax : (0771) 7001550 – (0771) 7038999, 4500091
E-mail : umrahpress@gmail.com / umrahpress@umrah.ac.id
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan


kemudahan bagi penulis untuk menyelesaikan buku ajar ini. Atas izin
dan pertolongan-Nya, buku ajar yang berjudul “Dasar-Dasar
Pendidikan IPA” ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan
salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat
beserta segenap pengikutnya.
Berangkat dari kepedulian penulis terhadap buku ajar yang
minim dan sulit didapatkan, maka dilakukanlah perancangan buku ajar
yang diharapkan dapat bermanfaat baik bagi mahasiswa maupun
dosen sebagai pegangan dalam perkuliahan mata kuliah dasar-dasar
pendidikan IPA.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari
berbagai pihak, buku ajar ini tidak akan terwujud dan masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
demi perbaikan lebih lanjut. Akhirnya penulis berharap, semoga buku
ajar ini dapat memberikan manfaat.

Tanjungpinang, September 2016

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Deskripsi Buku ajar .......................................................... 1
B. Standar Kompetensi ........................................................ 1
C. Kompetensi Dasar .......................................................... 2
D. Silabus ............................................................................ 4
BAB II HAKIKAT IPA
A. Tujuan Pembelajaran.......................................................... 10
B. Deskripsi Materi ............................................................... 10
C. Ringkasan ........................................................................... 14
D. Latihan ............................................................................... 14
BAB III PERANAN GURU IPA
A. Tujuan Pembelajaran.......................................................... 15
B. Deskripsi Materi ................................................................ 15
C. Ringkasan ........................................................................... 23
D. Latihan ............................................................................... 24
BAB IV PEMBELAJARAN IPA
A. Tujuan Pembelajaran.......................................................... 25
B. Deskripsi Materi ................................................................ 25
C. Ringkasan ........................................................................... 43
D. Latihan ............................................................................... 43
BAB V IPA DALAM KEHIDUPAN
A. Tujuan Pembelajaran.......................................................... 45
B. Deskripsi Materi ................................................................ 45
C. Ringkasan ........................................................................... 57
D. Latihan ............................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
INDEKS

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Mata Kuliah


Buku ajar ini bertujuan untuk memperkenalkan hakikat IPA
beserta segala hal yang terkait dengan dasar-dasar pembelajaran IPA.
Buku ini dapat digunakan sebagai pegangan baik oleh mahasiswa
maupun dosen. Diharapkan setelah membaca buku ajar ini pembaca
dapat memahami hakikat IPA sebagai sikap, proses, produk, dan
aplikasi. Selain itu diharapkan juga dapat memberikan solusi terhadap
permasalahan IPA dalam kehidupan sehari-hari (dunia pendidikan),
meramalkan akibat-akibat perkembangan IPA di masa depan, serta
mempunyai sikap yang baik terhadap perkembangan IPA.
Materi pokok dalam buku ajar ini berisi tentang 1) hakikat IPA,
2) peranan guru IPA, 3) pembelajaran IPA, dan 4) IPA dalam
kehidupan. Buku ajar ini dapat dijadikan pegangan dalam perkuliahan
tanpa menutup kemungkinan adanya tambahan dari sumber-sumber
lainnya.

B. Standar Kompetensi
1. Menerapkan ilmu pengetahuan dan atau teknologi di bidang
pembelajaran Kimia dan atau IPA melalui penalaran berdasarkan
pemikiran logis, kritis, sistematis dan inovatif.

1
2. Mampu mengkaji berbagai metode pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik materi Kimia dan atau materi IPA serta
karakteristik peserta didik, dan mengembangkannya secara inovatif
dan teruji.
3. Mampu mengidentifikasi permasalahan dalam pembelajaran Kimia
dan atau IPA, memilih alternatif solusi berdasarkan kajian teroritis
dan mengimplementasikan dalam pembelajaran.
4. Menguasai prinsip dan teori pendidikan (pedagogik, psikologi
peserta didik, teori belajar dan gaya belajar, serta kurikulum) dan
perkembangannya di sekolah.
5. Menguasai prinsip piranti lunak dan menggunakannya dalam
pembelajaran Kimia dan atau IPA.
6. Menerapkan kepribadian yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, bertanggungjawab, cinta tanah air, serta menjungjung tinggi
nilai kemanusiaan dalam pembelajaran Kimia dan atau IPA.
7. Melaksanakan dan mempublikasikan hasil penelitian di bidang
pembelajaran Kimia dan atau IPA yang dapat digunakan dalam
memberikan berbagai alternatif pemecahan masalah di sekolah.

C. Kompetensi Dasar
1. Menyadari kebesaran Tuhan yang menciptakan alam dan
membekali manusia dengan akal pikiran sehingga memungkinkan
manusia mengembangkan ilmu dan teknologi untuk mempermudah
kehidupan.

2
2. Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, disiplin,
jujur, objektif, terbuka, mampu membedakan fakta dan opini, ulet,
teliti, bertanggung jawab, kritis, kreatif, inovatif, demokratis,
komunikatif) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud
implementasi sikap dalam melakukan percobaan dan berdiskusi.
3. Menunjukkan perilaku kerjasama, santun, toleran, cinta damai dan
peduli lingkungan dan sumber daya alam.
4. Memahami hakikat IPA, peranan guru IPA dan pembelajaran IPA
dalam dunia pendidikan.
5. Menganalisis perbedaan IPA dan non-IPA, cara berpikir dan cara
penyelidikan IPA di dalam proses belajar mengajar.
6. Memahami hakikat guru IPA, dimensi kedalaman IPA dan
problematika pembelajaran IPA.
7. Menganalisis tugas dan tanggung jawab guru IPA beserta
karakteristik guru IPA.
8. Menganalisis teori-teori belajar beserta penerapannya.
9. Mengolah dan menganalisis data terkait problematika
pembelajaran IPA di sekolah.
10. Menganalisis peranan IPA di dalam kehidupan sehari-hari.

3
D. Silabus

Ming Kemampuan Waktu


Bahan Kajian Kriteria Penilaian Bobot
gu Akhir yang Bentuk Pembelajaran Belajar
(Materi Pelajaran) (indikator) Nilai
Ke- Diharapkan (menit)

1 Memahami orientasi - Kontrak Perkuliahan Mengkomunikasikan 100 - Mampu mengaplikasikan 100


perkuliahan - Orientasi perkuliahan materi melalui bahan ajar, peraturan sesuai kontrak
presentasi, diskusi, dan perkuliahan
tanya jawab. - Mampu memahami
orientasi perkuliahan

2 Menganalisis Mengkomunikasikan 100 - Mampu memahami 100


- Hakikat IPA
hakikat IPA materi melalui bahan ajar, hakikat IPA
- IPA vs non-IPA
presentasi, diskusi, dan - Mampu membedakan
- Cara berpikir IPA
tanya jawab. IPA dengan non-IPA
- Cara penyelidikan IPA
3 Menganalisis Mengkomunikasikan 100 - Mampu memahami 100
hakikat guru IPA materi melalui bahan ajar, hakikat guru IPA
- Hakikat guru IPA presentasi, diskusi, dan - Mampu menganalisis
- Tugas dan tanggung tanya jawab. tugas dan tanggung jawab
jawab guru IPA guru IPA
- Karakteristik guru IPA - Mampu menganalisis
karakteristik guru IPA

4 Menganalisis Mengkomunikasikan 100 - Mampu memahami 100


- Pembelajaran IPA
pembelajaran IPA materi melalui bahan ajar, pembelajaran IPA
- Dimensi kedalaman
presentasi, diskusi, dan - Mampu menganalisis
IPA
tanya jawab. dimensi kedalaman IPA
Ming Kemampuan Waktu
Bahan Kajian Kriteria Penilaian Bobot
gu Akhir yang Bentuk Pembelajaran Belajar
(Materi Pelajaran) (indikator) Nilai
Ke- Diharapkan (menit)

5 Menganalisis teori- - Teori Belajar Mengkomunikasikan 100 - Mampu memahami teori 100
teori belajar dan konstruktivistik materi melalui bahan ajar, Belajar konstruktivistik
penerapannya kognitif presentasi, diskusi, dan kognitif
- Teori Belajar tanya jawab. - Mampu memahami teori
konstruktivistik sosial Belajar konstruktivistik
sosial
- Mampu menganalisis
penerapannya

6 Menganalisis teori- - Teori Belajar Mengkomunikasikan 100 - Mampu memahami teori 100
teori belajar dan behavioristik materi melalui bahan ajar, Belajar behavioristik
penerapannya presentasi, diskusi, dan - Mampu menganalisis
tanya jawab. penerapannya

7 Menganalisis teori- - Teori Belajar Mengkomunikasikan 100 - Mampu memahami teori 100
teori belajar dan kognitivisme materi melalui bahan ajar, belajar kognitivisme
penerapannya penemuan presentasi, diskusi, dan penemuan
- Teori Belajar tanya jawab. - Mampu memahami teori
kognitivisme belajar kognitivisme
bermakna bermakna
- Mampu menganalisis
penerapannya
8 100 Mampu menjawab minimal 100
UTS 75% soal dengan tepat

5
Ming Kemampuan Waktu
Bahan Kajian Kriteria Penilaian Bobot
gu Akhir yang Bentuk Pembelajaran Belajar
(Materi Pelajaran) (indikator) Nilai
Ke- Diharapkan (menit)

9 Menganalisis - Problematika Mengkomunikasikan 100 - Mampu menganalisis 100


problematika pembelajaran IPA dari materi melalui studi problematika
pembelajaran IPA sudut pandang guru lapangan, dan presentasi. pembelajaran IPA dari
- Pemecahan masalah sudut pandang guru
- Mampu menganalisis
solusi terhadap
problematika yang
ditemukan

10 Menganalisis - Problematika Mengkomunikasikan 100 - Mampu menganalisis 100


problematika pembelajaran IPA dari materi melalui studi problematika
pembelajaran IPA sudut pandang siswa lapangan, dan presentasi. pembelajaran IPA dari
- Pemecahan masalah sudut pandang siswa
- Mampu menganalisis
solusi terhadap
problematika yang
ditemukan

11 Menganalisis - Problematika Mengkomunikasikan 100 - Mampu menganalisis 100


problematika pembelajaran IPA dari materi melalui studi problematika
pembelajaran IPA sudut pandang materi lapangan, dan presentasi. pembelajaran IPA dari
- Pemecahan masalah sudut pandang materi
- Mampu menganalisis
solusi terhadap
problematika yang

6
Ming Kemampuan Waktu
Bahan Kajian Kriteria Penilaian Bobot
gu Akhir yang Bentuk Pembelajaran Belajar
(Materi Pelajaran) (indikator) Nilai
Ke- Diharapkan (menit)

ditemukan

12 Menganalisis - Peranan IPA dalam Mengkomunikasikan 100 - Mampu menganalisis 100


peranan IPA di dunia pendidikan materi melalui bahan ajar, peranan IPA dalam dunia
dalam kehidupan - IPA dan kemajuan presentasi, diskusi, dan pendidikan
sehari-hari pendidikan tanya jawab. - Mampu menghubungkan
konsep IPA dengan
kemajuan pendidikan

13 Menganalisis - Peranan IPA dalam Mengkomunikasikan 100 - Mampu menganalisis 100


peranan IPA di kehidupan masyarakat materi melalui bahan ajar, peranan IPA dalam
dalam kehidupan - IPA dan kemajuan presentasi, diskusi, dan kehidupan masyarakat
sehari-hari teknologi tanya jawab. - Mampu menghubungkan
konsep IPA dengan
kemajuan teknologi

14 Menganalisis - Perkembangan ilmu Mengkomunikasikan 100 - Mampu menganalisis 100


peranan IPA di pengetahuan terkini materi melalui bahan ajar, perkembangan ilmu
dalam kehidupan - Kemajuan teknologi presentasi, diskusi, dan pengetahuan terkini
sehari-hari - Kemajuan pendidikan tanya jawab. - Mampu menganalisis
kemajuan teknologi
- Mampu menganalisis
kemajuan pendidikan

7
Ming Kemampuan Waktu
Bahan Kajian Kriteria Penilaian Bobot
gu Akhir yang Bentuk Pembelajaran Belajar
(Materi Pelajaran) (indikator) Nilai
Ke- Diharapkan (menit)

15 Menganalisis - Penerapan IPA dalam Mengkomunikasikan 100 - Mampu menganalisis 100


peranan IPA di keseharian materi melalui bahan ajar, penerapan IPA dalam
dalam kehidupan - Penerapan metode presentasi, diskusi, dan keseharian
sehari-hari ilmiah dalam tanya jawab. - Mampu menganalisis
keseharian penerapan metode ilmiah
dalam keseharian

16 UAS 100 Mampu menjawab minimal 100


75% soal dengan tepat

8
BAB II
HAKIKAT IPA

A. Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan dari bab hakikat IPA adalah agar mahasiswa :
1. Memahami hakikat IPA
2. Mampu membedakan IPA dengan non-IPA
3. Mampu menentukan cara berpikir IPA
4. Mampu memahami cara penyelidikan IPA

B. Deskripsi Materi
Sebelum masuk sekolah seorang anak telah memiliki ide-ide
dasar IPA. Seorang anak segera memakan es krim nya karena takut
mencair karena panas. Atau seorang anak menemukan benih pepaya
tumbuh di halaman tempat mereka buang sisa pepaya sebelumnya.
Ataupun seorang anak takut memanjat pohon yang tinggi karena kalau
terjatuh akan terasa sakit. Hal ini merupakan ide-ide dasar IPA yang
berasal dari fenomena di sekitar kehidupan seorang anak. Masih
banyak lagi konsep-konsep atau ide-ide dasar IPA yang berasal dari
kehidupan sehari-hari dan dikonstruk sendiri oleh anak tersebut.
IPA merupakan bidang studi mengenai alam sekitar, dengan
cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan.
IPA merupakan salah satu batang tubuh dari ilmu pengetahuan
yang sering dikenal dengan istilah body of knowledge. Ilmu
pengetahuan itu bisa berupa agama, pendidikan, kesehatan, ekonomi,
politik, sosial dan alam sekitar. Ada beberapa definisi mengenai IPA,
diantaranya:
1. IPA berarti pengetahuan tentang alam dan sekitarnya
2. IPA dipandang sebagai cara berpikir mengenai rahasia alam
melalui penyelidikan dan penemuan
3. IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara
teratur, berlaku secara universal dan berupa kumpulan data hasil
observasi dan eksperimen.
Batang tubuh IPA (science body of knowledge) yang dihasilkan
dari disiplin kelilmuan menunjukkan hasil-hasil kreatif penemuan
umat manusia selama berabad-abad. Batang tubuh IPA berisi tiga
dimensi pengetahuan, yaitu pengetahuan faktual (fakta), pengetahuan
konseptual (konsep), dan pengetahuan prosedural (prinsip, hukum,
hipotesis, teori dan model). Saat ini ada dimensi pengetahuan IPA
yang keempat yaitu pengetahuan metakognitif.
Istilah IPA sering sekali disamakan dengan SAINS. Menurut
Ahmad Tafsir (2002) pengetahuan sains adalah pengetahuan yang
bersifat rasional empiris. Rasional menunjukkan adanya hubungan
pengaruh atau hubungan sebab akibat. Sesuatu yang rasional belum

10
tentu terbukti kebenarannya karena bisa berupa dugaan. Empiris
adalah pembuktian terhadap kebenaran rasionalitas (hipotesis). Untuk
membuktikan secara empiris dilakukanlah metode eksperimen yang
dikenal dengan kerja ilmiah. Dalam filsafat ilmu cara kerja sains itu
dikatakan logico-hypothethico-verivikatif (buktikan bahwa itu logis,
tarik hipotesis dan ajukan bukti empiris). Pada dasarnya kerja sains
adalah kerja mencari hubungan sebab akibat atau mencari pengaruh
sesuatu terhadap yang lain.
Secara garis besarnya sains itu dibagi dua, yaitu sains kealaman
(IPA) dan sains sosial. Berikut beberapa nama ilmu yang menjelaskan
struktur sains:
1. Sains kealaman (IPA), meliputi: astronomi, fisika, kimia, ilmu
bumi dan ilmu hayati.
2. Sains sosial, meliputi: sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi,
politik, dll.
Selain dari pada keilmuan di atas maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok non-IPA. Dari penjabaran di atas, diharapkan kalian
bisa membedakan IPA, SAINS dan non-IPA.
Menurut Wisudawati (2014) cara berpikir IPA meliputi:
1. Percaya (believe)
Para ilmuwan cenderung melakukan penelitian terhadap masalah
gejala alam dimotivasi oleh kepercayaan bahwa hukum alam dapat
dikonstruksi dari observasi dan diterangkan dengan pemikiran
penalaran.

11
2. Rasa ingin tahu (curiosity)
Kepercayaan bahwa alam dapat dimengerti didorong oleh rasa
ingin tahu untuk menemukannya. Seperti saat Einstein melihat
buah apel jatuh ke tanah. Rasa ingin tahu yang besar membuatnya
bertanya mengapa apel tersebut harus jatuh ke bawah bukan ke
atas. Akhirnya, rasa ingin tahu itulah yang mengantarkan Einstein
menemukan konsep gravitasi.
3. Imajinasi (imagination)
Para ilmuwan sangat mengandalkan pada kemampuan
imajinasinya dalam memecahkan masalah kejadian alam. Seperti
contoh Dalton mengimajinasikan bahwa bentuk dari atom itu
adalah bulat pejal. Begitupun dengan imajinasi Rutherford dalam
membayangkan adanya elektron yang bergerak mengelilingi inti
atom.
4. Penalaran (reasoning)
Penalaran setingkat dengan imajinasi. Para ilmuwan juga
mengandalkan penalaran dalam memecahkan masalah gejala alam.
Sebagai ilmu, IPA memiliki karakteristik khusus yang
membedakannya dengan bidang ilmu lain, di antaranya:
1. IPA merupakan nilai ilmiah, yang berarti kebenaran dalam IPA
dapat dibuktikan oleh semua orang dengan menggunakan metode
ilmiah dan prosedur ilmiah.
2. IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara
sistematis. Di dalamnya, terdapat fakta yang ditandai dengan

12
munculnya “metode ilmiah” yang terwujud melalui suatu
rangkaian “kerja ilmiah”, “nilai”, dan “sikap ilmiah”.
3. IPA merupakan pengetahuan teoritis yang disusun dengan cara
yang khas dan khusus, yaitu dengan melakukan observasi,
eksperimen, penyimpulan, dan penyusunan teori.
4. IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan
dengan bagan-bagan konsep yang bermanfaat untuk eksperimen
dan observasi lebih lanjut.
5. IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi, dan
sikap.
Berdasarkan karakteristiknya, IPA berhubungan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis dan terencana.
Pemahaman tentang karakteristik IPA ini berdampak pada proses
belajar IPA di sekolah. IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar.
Proses belajar IPA memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Proses belajar IPA melibatkan hampir semua alat indera, seluruh
proses berfikir, dan berbagai kegiatan psikomotorik lainnya.
2. Belajar IPA dilakukan dengan menggunakan berbagai macam
metode dan teknik.
3. Belajar IPA memerlukan berbagai macam alat, terutama untuk
membantu proses pengamatan.

13
4. Belajar IPA seringkali melibatkan kegiatan-kegiatan temu ilmiah
(misal seminar, konferensi, atau simposium), studi kepustakaan,
mengunjungi suatu objek, penyusunan hipotesis, dan yang lainnya.
5. Belajar IPA memerlukan proses yang aktif, baik keaktifan dari
guru maupun peserta didik. Keaktifan dalam belajar IPA terletak
pada dua segi, yaitu aktif bertindak secara fisik (hand-on) dan aktif
berfikir (mind-on).

C. Ringkasan
IPA merupakan suatu disiplin ilmu yang memiliki tiga dimensi
pengetahuan, yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, dan
pengetahuan prosedural. Seseorang yang mempelajari IPA harus
menggaplikasikan cara berpikir IPA dalam proses pembelajaran,
diantaranya percaya, rasa ingin tahu, imajinasi, dan penalaran.

D. Latihan
Setelah mempelajari bab II, jawablah dengan singkat dan jelas.
1. Deskripsikan mengenai hakikat IPA sehingga dengan penjelasan
tersebut Anda dapat membedakan antara IPA dan non-IPA!
2. Jelaskan karakteristik khusus IPA yang membedakannya dengan
bidang ilmu yang lain! Lengkapi penjelasan Anda dengan contoh!
3. Bagaimana penjelasan Anda mengenai pernyataan bahwa belajar
IPA memerlukan proses yang aktif? Berikan contoh!
4. Jelaskan IPA sebagai produk, proses, aplikasi, dan sikap!

14
BAB III
TUGAS DAN PERAN GURU IPA

A. Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan dari bab tugas dan peran guru IPA adalah agar
mahasiswa :
1. Mampu memahami hakikat guru IPA
2. Mampu mengetahui tugas dan tanggung jawab guru IPA
3. Mampu mengetahui karakteristik guru IPA

B. Deskripsi Materi
Dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 disebutkan
bahwa guru adalah profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 juga
disebutkan mengenai empat kompetensi yang juga harus dimiliki
seorang guru, yaitu:
1. Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan guru melaksanakan
proses pembelajaran IPA.
2. Kompetensi profesional, yaitu kemampuan menguasai materi IPA
3. Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan menjadi teladan bagi
peserta didik
4. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan hidup bermasyarakat di
lingkungan sekolah maupun luar sekolah.
Dari pernyataan di atas diketahui bahwa tugas guru tidak hanya
megajar, tetapi juga mendidik, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik. Dalam hal ini guru bertugas untuk
merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses belajar, dan
mengevaluasi hasil belajar.
1. Merencanakan pembelajaran
Pada tahapan ini guru mempersiapkan segala perangkat
pembelajaran yang dikenal dengan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Mulai dari persiapan materi, indikator
pencapaian kompetensi, media yang digunakan hingga strategi
pembelajaran apa yang akan digunakan. Pada tahapan perencanaan
ini juga guru merancang model asesmen dan alat evaluasi. Tahapan
perencanaan ini sangat penting karena kesuksesan pembelajaran
tergantung pada seberapa sukses guru merencanakan pembelajaran.
Sebagaimana pepatah mengatakan gagal merencanakan sama
dengan merencanakan kegagalan.
2. Melaksanakan proses belajar
Setelah melakukan perencanaan pembelajaran, maka guru
bersiap untuk melakukan proses belajar. Pada tahapan pelaksanaan
ini guru melaksanakan sesuai dengan perencanaan yang telah
dibuat. Suatu kegiatan pembelajaran sebaiknya tidak dilakukan
satu arah saja akan tetapi dilakukan dengan interaksi dua arah

16
bahkan multi arah. Dimana interaksi satu arah bermakna
komunikasi didominasi oleh guru. Interaksi dua arah maksudnya
komunikasi dari guru ke peserta didik dan peserta didik ke guru.
Sedangkan interaksi multi arah maksudnya interaksi terjadi ketika
guru menggunakan media dan membentuk kelompok-kelompok
diskusi, maka komunikasi yang terjadi adalah komunikasi multi
arah. Interaksi guru-peserta didik, peserta didik-guru, guru-media,
peserta didik-media, dan peserta didik-peserta didik.
3. Mengevaluasi hasil belajar
Melakukan evaluasi hasil belajar merupakan bagian penting
lainnya yang harus dilakukan oleh guru. Melalui evaluasi yang
tepat dan benar guru dapat melihat hasil pencapaian kompetensi
oleh peserta didik. Pada kurikulum 2013 diterapkan penilaian
otentik untuk menilai kemajuan belajar peserta didik yang meliputi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Teknik dan instrumen yang dapat digunakan untuk menilai
kompetensi pada aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan
adalah sebagai berikut:
a. Penilaian kompetensi sikap
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menilai sikap
peserta didik, antara lain melalui observasi, penilaian diri,
penilaian sejawat, dan penilaian melalui jurnal. Instrumen yang
digunakan antara lain daftar cek atau skala penilaian (rating

17
scale) yang disertai rubrik yang hasil akhirnya dihitung
berdasarkan modus.
b. Penilaian kompetensi pengetahuan
Soal tes tertulis yang menjadi penilaian otentik adalah soal-soal
yang menghendaki peserta didik merumuskan jawabannya
sendiri, seperti soal-soal uraian. Soal-soal uraian menghendaki
peserta didik mengemukakan atau mengekspresikan gagasannya
dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya
sendiri, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan
menyimpulkan. Kelemahan tes tertulis bentuk uraian antara lain
cakupan materi yang ditanyakan terbatas dan membutuhkan
waktu lebih banyak dalam mengoreksi jawaban. Selain tes
tertulis, guru juga dapat menilai kompetensi pengetahuan
melalui tes lisan dan penugasan.
c. Penilaian kompetensi keterampilan
Kompetensi keterampilan terdiri atas keterampilan abstrak dan
keterampilan konkrit. Keterampilan konkrit memerlukan
keterampilan abstrak berupa pengetahuan, kemampuan berpikir
dan sikap. Keterampilan abstrak terutama terdiri dari
keterampilan berpikir sedangkan keterampilan konkrit berupa
keterampilan melakukan sesuatu dan menghasilkan sesuatu.
Penilaian kompetensi keterampilan dapat dilakukan dengan
menggunakan penilaian kinerja, projek, produk dan portofolio.

18
Seiring dengan hal tersebut, maka guru dapat berperan sebagai
orang tua, teman belajar dan motivator. Guru sebagai orang tua dalam
hal memberi teladan dalam mengembangkan nilai-nilai yang
bermanfaat, membimbing dan mendidik dalam bidang keilmuan,
mengarahkan jika ada yang salah, dan membantu peserta didik dalam
rangka mengembangkan potensi diri. Guru sebagai teman belajar
dalam hal transfer ilmu, membantu jika berada dalam kesulitan belajar
dan teman yang selalu siap mendengarkan keluhan-keluhan atas
permasalahan dalam perkembangan dirinya baik perkembangan fisik
maupun psikis. Guru sebagai motivator juga harus siap memberikan
saran dan nasihat sekaligus semangat untuk terus berusaha hingga
bisa.
Dari peran-peran tersebut, dapat dikatakan bahwa guru adalah
salah satu pemegang kunci keberhasilan suatu pendidikan. Sehingga
guru harus terus berupaya mengembangkan kemampuan dan
keterampilan diri secara berkesinambungan. Bagi guru makna
pembelajaran tidak sekedar mempelajari apa yang akan dipelajari oleh
peserta didik saja, tapi juga harus aktif dalam mempelajari kemajuan
ilmu pengetahuan termasuk hasil-hasil penelitian. Apalagi di era
globalisasi saat ini, dimana teknologi semakin maju begitu juga
dengan ilmu pengetahuan semakin berkembang. Selain menguasai
konsep pembelajaran untuk transfer ilmu, seorang guru juga harus
mampu menjadi fasilitator dan pembimbing termasuk halnya dalam
menguasai teknologi.

19
Selain itu guru berkewajiban menentukan strategi pembelajaran
yang akan digunakannya. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat
membangun keaktifan peserta didik adalah PBL (Problem Based
Learning). Menurut Barret (2011), peranan guru dalam proses
pembelajaran berbasis masalah tersebut, di antaranya:
1. Membuat suasana pembelajaran yang efektif dan menyenangkan;
2. Mendengarkan dengan penuh perhatian terhadap apa yang peserta
didik sampaikan terutama berkaitan dengan permasalahan-
permasalahan dan kesulitan-kesulitan selama proses pembelajaran;
3. Membuat persoalan-persoalan yang menitikberatkan pemikiran
kritis dan kreatif kepada peserta didik;
4. Memberikan arahan kepada peserta didik agar mampu
menghubungkan antara teori dan praktik;
5. Meminta peserta didik untuk selalu menyediakan bukti-bukti
terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan;
6. Merangsang perdebatan mengenai isu-isu utama dalam
pembelajaran;
7. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk merefleksi,
membangun keterampilan, dan prestasi dalam kelompok.
Adapun peranan peserta didik dalam proses pembelajaran
berbasis masalah menurut Savery dan Duffy dalam Rio (2009), yaitu:
1. Mengembangkan ide-ide terhadap suatu permasalahan yang sedang
dibahas;

20
2. Mengidentifikasi ketersediaan informasi yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang dibahas;
3. Mengidentifikasi isu-isu pembelajaran;
4. Mengumpulkan informasi-informasi yang berkaitan;
5. Memberikan penyelesaian terhadap permasalahan yang sedang
dibahas;
6. Bekerja dalam kelompok dan mampu memberikan pengarahan
kepada teman satu kelompok.
Adapun karakteristik guru IPA menurut standarts for science
teacher preparation (NSTA) di Amerika Serikat, seorang guru harus
memenuhi standar yang telah ditetapkan (Wisudawati, 2014),
diantaranya:
1. Standar Pengetahuan Materi (Content Knowledge)
Guru IPA harus menguasai materi IPA dengan cara memahami dan
mengartikulasi pengetahuan IPA, serta mempraktikannya. Sebelum
mengajar, seorang guru IPA harus benar-benar memahami fakta,
data, prinsip, konsep, hukum dan teori IPA dengan benar. Seorang
guru harus dapat mengemas materi IPA dalam bentuk yang
menarik integratif menyesuaikan dengan perkembangan kognitif
peserta didik.
2. Standar Pengetahuan Pembelajaran (Pedagogical Knowledge)
Guru IPA wajib mempunyai bekal pengetahuan terhadap pelajaran
yang diampunya. Tanpa perbekalan yang cukup, seorang guru akan
kesulitan mengembangkan pembelajaran sesuai dengan tujuan

21
pembelajaran yang telah ditetapkan. Bekal yang dimaksud bukan
hanya terbatas pada konten pelajarannya, namun pengetahuan
tentang cara mengajar pun harus dikuasai termasuk di dalamnya
model, strategi, metode, dan teknik mengajar. Guru IPA harus
mampu memahami cara peserta didik belajar dan mengoptimalkan
pengetahuan IPA dalam proses inkuiri. Kompetensi pedagogik
guru IPA harus muncul mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pembelajaran.
3. Lingkungan Belajar (Learning Environment)
Merupakan syarat mutlak terlaksananya proses pembelajaran, tidak
dapat dikatakan sedang melaksanakan pembelajaran jika tidak ada
lingkungan belajar. Guru IPA yang baik, harus mampu
mengkondisikan lingkungan belajar yang kondusif dan efisien,
baik itu ruang kelas maupun laboratorium, agar peserta didik
merasa nyaman selama proses pembelajaran berlangsung, tentunya
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik itu sendiri.
Pemilihan strategi pembelajaran juga akan mempengaruhi
lingkungan belajar.
4. Standar Keselamatan (Safety and Security)
Proses pembelajaran yang dilaksanakan guru IPA harus
memperhatikan keselamatan peserta didik. Dalam hal ini
pembelajaran yang menggunakan bahan-bahan IPA yang bebahaya
saat melakukan eksperimen.

22
5. Standar Penilaian (Learning Assessment)
Setelah proses pembelajaran IPA, seorang guru harus dapat
merancang instrumen penilaian untuk mendiagnosa pemahaman
peserta didik. Guru juga menyajikan bukti nyata adanya perubahan
yang signifikan pada peserta didik setelah mempelajari IPA, baik
dari pengetahuan kontennya maupun penanaman karakter mulia
pada peserta didik.
6. Pengetahuan dan Keterampilan Profesional (Professional Skill)
Seorang guru IPA harus selalu meningkatkan kompetensi
profesionalnya dalam penguasaan materi IPA dan pedagogi IPA.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan profesional ini dapat
dilakukan dengan mengikuti seminar, simposium, membaca jurnal,
tergabung dalam komunitas guru IPA dan lain sebagainya.

C. Ringkasan
Guru memiliki peranan penting dalam keberhasilan pendidikan.
Sebagai seorang guru harus memiliki empat kompetensi dasar sesuai
dengan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005, yaitu kompetensi
pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan
kompetensi sosial. Selain itu guru memiliki tanggung jawab dalam
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi hasil belajar.

23
D. Latihan
Setelah mempelajari bab III, jawablah pertanyaan di bawah ini
dengan singkat dan jelas.
1. Jelaskan pendapat Saudara mengenai hakikat guru IPA!
2. Jelaskan tugas dan tanggung jawab guru IPA dalam proses
pembelajaran!
3. Jelaskan disertai contoh, bagaimana karakteristik guru IPA
yang membedakannya dengan guru non-IPA!
4. Mengapa pembelajaran berbasis permasalahan dianggap sesuai
untuk mengajarkan pelajaran IPA?
5. Jelaskan mengenai problem based learning dan inkuiri!
Lengkapi dengan sintaks nya!

24
BAB IV
PEMBELAJARAN IPA

A. Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan dari bab Pembelajaran IPA adalah agar
mahasiswa :
1. Mampu menganalisis dimensi kedalaman IPA
2. Mampu menganalisis teori-teori belajar dan penerapannya
3. Mampu menganalisis problematika pembelajaran IPA

B. Deskripsi Materi
Pembelajaran IPA merupakan suatu proses perencanaan,
pelaksanaan dan pengevaluasian belajar dan mengajar IPA yang
dilakukan melalui interaksi antar komponen belajar untuk mencapai
suatu tujuan yang sudah ditetapkan. Empat unsur utama di dalam IPA,
yaitu:
1. Sikap
IPA memunculkan rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam,
makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat.
2. Proses
Proses pemecahan masalah pada IPA memungkinkan adanya
prosedur yang runtut dan sistematis melalui metode ilmiah. Metode
ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen
atau percobaan, evaluasi, pengukuran dan penarikan kesimpulan.
3. Produk
IPA menghasilkan produk berupa fakta, prinsip, teori dan hukum.
4. Aplikasi
Merupakan penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran IPA, keempat unsur tersebut diharapkan
dapat muncul sehingga peserta didik dapat mengalami proses belajar
secara utuh dan menggunakan rasa ingin tahunya untuk memahami
fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah yang
menerapkan langkah-langkah metode ilmiah.
IPA memiliki empat dimensi berdasarkan kedalaman cara
mempelajarinya, yaitu:
1. IPA sebagai cara berpikir (the way of thinking)
IPA merupakan pembelajaran yang utuh dan menggunakan rasa
ingin tahu untuk memahami fenomena alam melalui kegiatan
pemecahan masalah yang menerapkan langkah-langkah metode
ilmiah.
2. IPA sebagai cara untuk menyelidiki (the way of investigation)
IPA dipandang sebagai cara berpikir dalam pencarian tentang
pengertian rahasia alam, sebagai cara penyelidikan terhadap gejala
alam, dan sebagai batang tubuh pengetahuan yang dihasilkan.
3. IPA sebagai pengetahuan (the way of knowledge)
IPA merupakan pengetahuan yang menyangkut fakta-fakta yang
tersusun secara sistematis dan menunjukkan berlakunya hukum-

26
hukum. Selain itu IPA juga merupakan pengetahuan yang
didapatkan dengan jalan studi dan praktik yang berkaitan dengan
observasi dan klasifikasi fakta-fakta.
4. IPA dan interaksinya dalam teknologi dan masyarakat
IPA dalam interaksinya dengan teknologi dan masyarakat telah
banyak dipelajari dalam berbagai bentuk pembelajaran salah
satunya yaitu science technology society (STS).
Dalam penerapan pembelajaran IPA, diperlukan teori-teori
belajar yang relevan sesuai dengan karakteristik peserta didik dan
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Tanpa teori yang
mendasarinya, proses pembelajaran tidak akan terarah. Berikut
beberapa teori belajar yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran,
khususnya dalam pembelajaran IPA.
1. Teori Belajar Behavioristik Skinner
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus
(rangsangan) dan respon (tanggapan). Belajar terjadi apabila pada
peserta didik terjadi perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar jika dapat menunjukkan
perubahan tingkah laku. Hal terpenting pada teori ini adalah input
yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Sedangkan
hal-hal yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak
penting karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang

27
dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa
saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan
peserta didik (respon), semuanya harus dapat diamati dan diukur.
Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat
terjadinya perubahan tingkah laku. Faktor lain yang juga dianggap
penting adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah
stimulus yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan
diitambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila
penguatan dikurangi maka respon pun akan berkurang. Teori
perilaku Skinner ini dikenal dengan Operant Conditioning.
Dalam proses pembelajaran, kita pernah menemui guru yang
memiliki kebiasaan memberikan pre-tes tanpa memberi tahu
sebelumnya. Stimulus seperti ini mengarahkan peserta didik untuk
lebih mempersiapkan diri, sehingga hasil pre-tes nya bagus. Hal ini
dikatakan sebagai positive inforcement. Namun, ketika pre-tes
dilakukan beberapa kali dan hasilnya bagus, lalu guru mulai
mengurangi kegiatan pre-tes dan hasil belajar tetap bagus maka ini
dikatakan negative reinforcement.
2. Teori Belajar Kognitivisme dengan Model Belajar Penemuan
Bruner
Belajar penemuan merupakan pencarian pengetahuan oleh
peserta didik secara aktif serta berusaha untuk mencari pemecahan
masalah atas pengetahuan yang didapatkannya. Menurut Bruner,

28
dalam mengajar seorang guru tidak menyajikan bahan
pembelajaran dalam bentuk final, tetapi peserta didik diberi
peluang untuk mencari dan menemukan sendiri. Sedangkan peserta
didik hendaknya berpartisipasi aktif untuk memperoleh
pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen.
Menurut Brunner, perkembangan kognitif seseorang terjadi
melalui tiga tahap pembelajaran, yaitu:
a. Tahap enaktif,
Pada tahap ini seseorang melakukan aktivitas-aktivitas
pembelajaran melalui tindakan, misalnya melalui sentuhan,
pegangan, gigitan, dan sebagainya. Penyajian proses
pembelajaran melibatkan respon-respon motorik. Seperti
contoh, untuk mengajarkan materi ikatan kimia, seorang guru
membawa sebuah kuali alumunium, sebuah palu, satu ember
berisi air, dan satu ember kosong. Peserta didik diminta untuk
membagi kuali dan air menjadi dua bagian. Peserta didik akan
menggunakan palu untuk memukul kuali hingga pecah dan
terbelah. Kesulitan akan terlihat pada peserta didik saat
membagi dua kuali dengan saat membagi dua air ke dalam dua
tempat. Lalu guru menanyakan kepada peserta didik mengapa
hal ini bisa terjadi. Ini adalah tahap enaktif dalam pembelajaran
ikatan kimia.

29
b. Tahap Ikonik,
Pada tahap ini seorang peserta didik memahami konsep materi
pembelajaran melalui gambar-gambar atau visualisasi verbal.
Dalam memahami dunia sekitarnya peserta didik belajar
melalui bentuk perumpamaan. Sebagai contoh, tahap ikonik
pada materi ikatan kimia di atas adalah dengan menggambarkan
ikatan pada senyawa air dimana terdapat titik-titik yang
menggambarkan ikatan antara hidrogen pada air dan ikatan
logam pada kuali.
c. Tahap Simbolik,
Pada tahap ini seorang peserta didik telah mampu berpikir
abstrak karena kemampuannya dalam berbahasa dan logika.
Komunikasi sudah bisa dilakukan dengan menggunakan
simbol-simbol atau kata-kata. Contoh penerapannya, guru tidak
menggunakan objek-objek nyata lagi untuk merangsang respon
motorik peserta didik ataupun gambar-gambar, namun guru
cukup menjelaskan dengan kata-kata dan simbol-simbol yang
mudah dipahami. Seperti menyampaikan bahwa ikatan hidrogen
terjadi jika unsur hidrogen pada molekul air akan berikatan
dengan unsur oksigen pada molekul air yang lain. Meskipun
demikian, bukan berarti tidak lagi menggunakan sistem enaktif
dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran
merupakan salah satu bukti masih diperlukannnya sistem
enaktif dan ikonik dalam proses belajar.

30
Belajar penemuan (discovery learning) merupakan salah
satu model pembelajaran/belajar kognitif yang dikembangkan oleh
Bruner. Menurut Bruner, belajar bermakna hanya dapat terjadi
melalui belajar penemuan yang merupakan proses belajar. Adapun
sintaks dari discovery learning akan menuntun peserta didik
melakukan penemuan.
3. Teori Belajar Kognitivisme dengan Model Belajar Bermakna
Ausubel
Belajar bermakna adalah belajar yang disertai dengan
pengertian dimana informasi yang baru diterima peserta didik
dikaitkan dengan konsep yang sudah ada sebelumnya dan
tersimpan dalam struktur kognitifnya. Namun, informasi baru ini
diterima atau dipelajari peserta didik tanpa menghubungkannya
dengan konsep atau pengetahuan yang sudah ada, maka ini disebut
belajar menghafal.
Langkah-langkah yang dilakukan guru untuk menerapkan
belajar bermakna Ausubel adalah :
a. Pengaturan Awal (Advance Organizer)
Pengaturan awal berisi konsep-konsep yang akan diberikan
kepada peserta didik. Ada 3 hal yang dapat dicapai dengan
menggunakan pengaturan awal ini, yaitu:
1) Pengaturan awal memberikan kerangka konseptual untuk
belajar berikutnya.

31
2) Menjadi penghubung antara informasi baru dengan
informasi yang sudah dimiliki peserta didik sebelumnya.
3) Menjadi jembatan penghubung antara struktur kognitif yang
lama dengan struktur kognitif yang baru.
Pengaturan awal berfungsi untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk mengorganisasikan materi,
kemudian belajar dan mengingat materi Advance Organizer
berisi materi lama yang sudah dikenal baik oleh si pembelajar
namun masih mempunyai hubungan dengan materi yang baru.
Seperti contoh belajar materi ion memiliki kaitan erat dengan
struktur atom atau model perkembangan atom, karena ion
merupakan atom-atom yang bermuatan listrik.
b. Pengembangan Pemikiran (Progressive Differencial)
Menurut Ausubel, pengembangan konsep berlangsung paling
baik bila dimulai dengan cara menjelaskan terlebih dahulu hal-
hal yang umum terus sampai pada hal-hal khusus, kemudian
dijelaskan disertai dengan pemberian contoh-contoh.
c. Rekonsiliasi Integratif (Integrative Reconsiliation)
Dalam hal ini guru menjelaskan dan menunjukkan secara jelas
perbedaan dan persamaan materi yang baru dengan materi yang
telah dijelaskan terlebih dahulu dan telah dikuasai peserta didik.

32
d. Konsolidasi (Consolidation)
Dalam hal ini, guru memberikan pemantapan atas materi
pelajaran yang telah diberikan untuk memudahkan si
pembelajar memahami dan mempelajari materi selanjutnya.
4. Teori Belajar Konstruktivisme Kognitif Piaget
Dalam teori belajar konstruktivistik, belajar dimaknai
sebagai suatu upaya membangun pengetahuan baru oleh
individu yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah ada
sebelumnya.
Konstruktivisme kognitif dibangun berdasarkan karya-
karya Piaget yang berfokus pada konstruksi pengetahuan yang
bersifat individu. Teori-teori belajar konstruktivistik ini
menyatakan bahwa peserta didik adalah orang yang secara
individual harus menemukan dan mentransformasi informasi
kompleks, mengecek informasi yang baru terhadap informasi
yang lama dan merevisi aturan-aturan yang lama bila sudah
tidak seusai lagi.
Adapun konsep-konsep utama dalam model Piaget,
yakni:
a. Equilibration/DisEquilibration
Kondisi ketidaktahuan atau konflik kognitif menyebabkan
peserta didik dalam ketidakseimbangan (DisEquilibration)
yang memaksa peserta didik untuk menyelesaikannya segala
permasalahan atas ketidaktahuannya, karena jika tidak

33
diselesaikan maka peserta didik tersebut akan berada dalam
kondisi tidak nyaman secara psikologis. Pada saat terjadi
kondisi disEqulibration maka peserta didik akan bertanya,
membaca, atau mengumpulkan berbagai sumber agar
ketidaktahuannya terjawab. Sehingga disEqulibratin
menjadi pendorong untuk terwujudnya equilibration atau
motivasi untuk bertindak.
b. Organisasi dan Schemata
Apa yang dipelajari peserta didik akan masuk dan disimpan
sedemikian rupa secara rapi sesuai dengan kerangka berpikir
yang dimilikinya dan ini disebut juga dengan
pengorganisasian. Setiap struktur atau hirarki dari
pengorganisasian pengetahuan yang dimiliki terdiri dari
bagian-bagian yang saling berhubungan dan membentuk
kerangka strukur. Bagian-bagian dari struktur dan struktur
tersebut disebut schema atau schemata. Schemata (jamak)
dalam struktur kognitif adalah pengetahuan, prosedur dan
hubungan yang manusia gunakan untuk memahami dan
berfungsi didalam kelas. Tiap materi yang dipelajari
dikaitkan dengan pengalaman anak sebelumnya.
c. Adaptasi
Proses adaptasi dilakukan dengan dua cara yaitu: asimilasi
dan akomodasi. Asimilasi berkaitan dengan tergabungnya
informasi baru ke dalam pengetahuan yang ada (skema).

34
Asimilasi merupakan proses kognitif dimana seseorang
mengintregasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman
baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam
pikirannya. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema
baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau
memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan
rangsangan itu. Bagi Piaget, adaptasi merupakan suatu
kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
Adapun contoh penerapan teori belajar kognitif (Piaget)
adalah pada saat belajar mengenai larutan elektrolit. Guru
mendemonstrasikan beberapa larutan yang membuat lampu
menyala, redup dan tidak menyala. Selain itu juga ada yang
menghasilkan gelembung banyak, sedikit dan tidak ada sama
sekali. Ketika guru menanyakan mengapa hal ini bisa terjadi,
maka pada diri peserta didik terjadi disEquilibration dan akan
mendorong mereka mencari tahu dengan membaca, bertanya
dan lain sebagainya. Dalam proses pencarian jawaban tersebut
terjadilah proses organisasi pengetahuan baru, terkonstuk
schemata dan terjadi proses akomodasi. Pada saat peserta didik
menemukan jawaban bahwa semua itu berhubungan dengan
konsep larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah dan non
elektrolit maka lahirlah equilibration atau keseimbangan pada
kognitif peserta didik.

35
5. Teori Belajar Konstruktivisme Sosial Vygotsky
Konstruktivistik sosial Vygotsky menyatakan bahwa
pengetahuan pertama kali dikonstruk dalam konteks sosial dan
selanjutnya dalam diri individu. Kostruktivisme sosial fokus
pada pengkonstruksian pemahaman peserta didik melalui
interaksi sosial.
Untuk mencapai hal ini, dibutuhkan penciptaan situasi-
situasi yang memungkinkan peserta didik belajar dan bertukar
ide serta kerjasama dengan peserta didik lain dalam
memecahkan masalah. Terdapat dua prinsip penting dari teori
Vygotsky, yaitu:
a. Zone of Proximal Development (ZPD)
ZPD adalah daerah tingkat-tingkat perkembangan potensial
menuju perkembangan aktual. Tingkat perkembangan
potensial tampak dari kemampuan anak menyelesaikan tugas
atau memecahkan masalahnya dengan bantuan orang
dewasa. Sedangkan tingkat perkembangan aktual tampak
dari kemampuan anak menyelesaikan tugasnya secara
mandiri.
b. Scaffolding
Scaffolding merupakan proses memberikan tuntunan atau
bimbingan kepada peserta didik untuk mencapai apa yang
harus dipahami dari apa yang sekarang sudah diketahui.
Peserta didik dilatih selangkah demi selangkah dengan

36
intensitas bimbingan yang semakin berkurang. Dengan cara
ini, kemampuan berpikir peserta didik akan semakin
berkembang.
Penerapan teori ini sudah jelas berkaitan dengan proses
kerjasama pada proses belajar yang dilakukan di dalam kelas.
Guru membagi peserta didik menjadi tiga atau empat kelompok
lalu memberikan pertanyaan yang harus mereka diskusikan.
Selain itu guru juga memberikan kesempatan peserta didik
untuk bertanya apabila menemukan kebuntuan setelah
melakukan diskusi dengan teman.
Pembelajaran IPA tidak terlepas dari permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan fenomena pembelajaran di kelas.
Permasalahan tersebut bisa bersumber dari guru, peserta didik, dan
juga bisa berasal dari konten materinya.
Telah kita ketahui bersama, IPA merupakan salah satu mata
pelajaran yang mengedepankan pikiran yang logis dan sistematis,
sehingga diperlukan pemikiran tingkat tinggi dalam proses
pembelajarannya. Jika peserta didik yang belajar belum mampu
mengikuti proses pembelajaran IPA dengan baik, maka akan muncul
beberapa permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan
pembelajaran tersebut, di antaranya adanya miskonsepsi terhadap
materi pelajaran yang disampaikan, dalam konteks ini akan dibahas
hasil penelitian dari beberapa ahli pendidikan mengenai miskonsepsi
pada mata pelajaran Kimia.

37
1. Miskonsepsi dalam Materi Persamaan Reaksi
Peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami materi
persamaan reaksi, lebih tepatnya pada hal-hal yang berkaitan
dengan dasar kimia, penulisan persamaan reaksi setimbang, dan
penukaran kata-kata kimia ke dalam bentuk simbol yang
melibatkan bentuk persamaan reaksi. Kebanyakan peserta didik
menggunakan ide dari pengalaman sehari-hari mereka untuk
menerangkan suatu perubahan kimia namun tidak berhasil
menghubungkan konsep tersebut ke dalam pelajaran kimia,
sehingga terbentuklah sebuah miskonsepsi.
Ketidakmampuan peserta didik dalam menjawab pertanyaan
dalam materi Persamaan Reaksi juga disebabkan beberapa faktor,
di antaranya mereka tidak mampu menuliskan rumus-rumus
empirik secara tepat, sehingga mengakibatkan mereka kesulitan
mencari jumlah mol dalam persamaan reaksi tersebut. Di satu sisi,
permasalahan yang terjadi juga disebabkan metode pengajaran
yang dipilih oleh guru yang dirasa kurang efektif, sebab metode
pengajaran juga akan menyumbangkan keberhasilan dalam
pembelajaran.

2. Miskonsepsi dalam Materi Ikatan Kimia


Terdapat beberapa permasalahan dalam pembelajaran Kimia
dengan materi Ikatan Kimia yaitu dalam hal pemahaman konsep,
di mana peserta didik telah mempunyai kerangka alternatif (konsep

38
awal) mengenai jenis ikatan kimia yang kurang sesuai dengan
konsep sebenarnya, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam
menuliskan susunan elektron dengan benar sebab
ketidakmampuannya dalam membedakan persamaan dalam bentuk
ion dengan persamaan dalam bentuk senyawa, dan miskonsepsi
yang terjadi ketika menyatakan jenis ikatan kimia, dimana jawaban
mereka membedakannya menjadi ikatan tunggal dan ikatan
rangkap, namun jawaban sebenarnya adalah ikatan ionik dan ikatan
kovalen.

3. Miskonsepsi dalam Memahami Materi Larutan Asam-Basa


Kesulitan peserta didik dalam mempelajari materi larutan
asam basa dapat terlihat dari kemampuannya dalam menyelesaikan
persoalan yang memerlukan keterampilan intelektual yang tinggi.
Kebanyakan peserta didik menguasai konten pelajaran kimia yang
berada pada tingkat makroskopik dan persimbolan, sedangkan
konten materi yang berada pada tingkat mikroskopik seringkali
mereka abaikan karena lemahnya pemahaman mereka di tingkat
tersebut.

Selanjutnya, permasalahan yang berasal dari guru biasanya


terjadi jika guru mengabaikan tahapan perencanaan pembelajaran.
Perencanaan yang dimaksud adalah dalam hal perencanaan prosesnya,
pemilihan materi, persiapan media dan persiapan instrumen penilaian.

39
Ketika tahapan ini diabaikan maka proses belajar mengajar di kelas
akan mengambang, tidak fokus, tidak mampu memaksimalkan potensi
peserta didiknya dan kompetensi yang diinginkan sulit untuk dicapai.
Materi yang tidak cocok dengan tingkat perkembangan kognitif
peserta didik akan mengganggu psikologis peserta didik. Respon nya
dapat berupa tidak bersemangat mengikuti pembelajaran, malas
mengerjakan latihan bahkan menjadi tidak suka dengan materi
tersebut. Pada tahapan perencanaan inilah guru dapat
mempertimbangkan materi yang cocok dengan tingkat kognitif peserta
didik. Guru juga harus mampu mengurutkan materi pelajaran dari
kategori mudah ke sulit dan menuju rumit, dari materi yang bersifat
konkrit menuju abstrak. Sehingga dengan demikian kompetensi
pembelajaran akan tercapai.
Permasalahan lainnya adalah tidak dipersiapkannya media
pembelajaran untuk materi yang membutuhkan, karena tidak semua
materi IPA dapat disampaikan dengan metode ceramah saja. Dengan
adanya bantuan media pembelajaran akan mempermudah tercapainya
kompetensi yang diinginkan.
Permasalahan yang berasal dari materi berupa materi-materi
pelajaran yang bersifat abstrak. Sifat abstrak pada materi pelajaran
membutuhkan daya imajinasi yang kuat. Selain itu penalaran dan
bantuan media cetak maupun elektronik sangat dibutuhkan. Tidak
semua peserta didik mampu menalar dengan baik atau mampu
mengimajinasikan dengan tepat. Proses imajinasi akan dapat terbantu

40
dengan bantuan teknologi. Namun tidak semua sekolah memiliki
fasilitas yang lengkap.
Dalam menyikapi berbagai permasalahan-permasalahan yang
terjadi selama proses pembelajaran ini, maka dari pihak pendidik
maupun peserta didik harus mampu menawarkan solusi penyelesaian
permasalahan yang terjadi. Dari pihak pendidik berusaha untuk
mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran dengan baik,
sedangkan dari peserta didik berusaha untuk memaksimalkan potensi
dalam berimajinasi, menalar dan berlogika. Peserta didik harus
mampu memanfaatkan segala fasilitas yang dapat menjadi sumber
belajar. Selain itu salah satu alternatif dalam usaha menyelesaikan
permasalahan adalah dengan penggunaan model pembelajaran
berbasis masalah dalam proses pembelajaran.

Berikut gambar 4.1 yang menggambarkan perubahan peranan


guru, peserta didik, dan konten pelajaran dari model pembelajaran
konvensional menuju model pembelajaran berbasis masalah.

41
Model Model
Pembelajaran Pembelajaran
Konvensional Berbasis
Konten Masalah
Menemukan
pembelajaran masalah

Guru Peserta didik Peserta didik


mengajar sebagai Fasilitator sebagai
penerima penyelesai
pengetahuan masalah

Gambar 4.1 Perubahan Model Pembelajaran Konvensional


menuju Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Tan, 2003)

Menurut Jonassen (2011), keberhasilan dalam proses


pembelajaran berbasis masalah secara keseluruhan tergantung pada
kemampuan peserta didik dalam membangun strategi belajar dan
keterampilan disiplin secara mandiri, karena pembelajaran berbasis
masalah harus menunjukkan perubahan secara signifikan terhadap
peserta didik selama proses pembelajarannya.

Selain itu, Jonassen (2011) menambahkan bahwa keberhasilan


dalam proses pembelajaran berbasis masalah juga dipengaruhi oleh
pemilihan bentuk penyelesaian masalah yang tepat. Bentuk
penyelesaian masalah yang tepat dapat dipilih berdasarkan faktor-

42
faktor yang mempengaruhi peserta didik tersebut. Terdapat dua faktor
yang dapat mempengaruhi bentuk penyelesaian masalah, yakni faktor
internal dan faktor eksternal.

C. Ringkasan
Terdapat empat dimensi berdasarkan kedalamannya dalam
memahami IPA, yaitu IPA sebagai cara berpikir, IPA sebagai cara
untuk menyelidiki, IPA sebagai pengetahuan, dan IPA sebagai
proses interaksi antara teknologi dan masyarakat. Dalam proses
pembelajarannya, pelajaran IPA tidak pernah terlepas dari
permasalahan-permasalahan baik yang bersumber dari diri siswa
maupun pribadi guru itu sendiri, sehingga diharapkan kreatifitas
pengajaran yang tinggi untuk memberikan efektivitas dalam proses
pembelajarannya.

D. Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan memberikan
uraian secara runtut dan jelas!
1. Terdapat empat dimensi kedalaman IPA, salah satunya adalah
IPA sebagai cara untuk menyelidiki. Bagaimana penjelasan
Anda terhadap pernyataan tersebut?
2. Bagaimana hubungan antara teori belajar dengan cara
mempelajari IPA? Berikan contohnya!

43
3. Mengapa model pembelajaran pemecahan masalah (Problem
Based Learning) dapat dikatakan sebagai model pembelajaran
yang sesuai untuk pembelajaran IPA?

44
BAB V
PERANAN IPA

A. Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan dari bab peranan IPA adalah agar mahasiswa :
1. Mampu mengetahui peranan IPA dalam dunia pendidikan
2. Mampu mengetahui peranan IPA dalam masyarakat
3. Mampu mengetahui perkembangan IPA saat ini
4. Mampu mengetahui makna IPA dalam kehidupan sehari-hari

B. Deskripsi Materi
IPA atau biasa disebut sains seringkali dianggap sebagai suatu
aplikasi. Dengan penguasaan pengetahuan dan produk sains dapat
dipergunakan untuk menjelaskan, mengolah dan memanfaatkan,
memprediksi suatu fenomena alam, serta mengembangkan disiplin
ilmu lainnya dan teknologi. Sehingga peranan sains sangat
berpengaruh dalam dunia pendidikan, di antaranya:
a. Dengan sains, seseorang dapat mengetahui berbagai fenomena
alam yang bersifat fisik.
b. Sains telah membuat kita mengetahui berbagai macam informasi
mengenai ilmu-ilmu yang relevan.
c. Dengan adanya perkembangan sains yang merambat pada
kemajuan teknologi, seperti adanya perkembangan web sains
(jurnal ilmiah, buku referensi, penelitian dan perkembangan
IPTEK terbaru), akan menjadi alternatif sumber pembelajaran di
dunia pendidikan.
d. Sains juga telah memberikan banyak kontribusi dalam
menyelesaikan permasalahan-permasalahan pendidikan yang
bersifat ilmiah dengan berbagai disiplin ilmu sebagai dasarnya.
e. Proses mempelajari sains dengan benar akan melatih kita dalam
menggunakan prinsip-prinsip logika dalam mengevaluasi
kebenaran suatu informasi, sehingga akan melatih kita dalam
berpikir kritis dan kreatif.
f. Sains juga digunakan untuk aktivitas discovery (penemuan) dalam
upaya memperoleh penjelasan tentang objek dan fenomena alam.
g. Sains merupakan salah satu aspek pendidikan yang dipergunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dengan
cara meningkatkan pemahaman terhadap dunia alamiah.

Ada banyak dampak perkembangan IPA dan teknologi terhadap


kehidupan manusia, diantaranya;
a. Baik pada abad yang lalu maupun masa kini IPA dan teknologi
telah menolong manusia dalam pengadaan sandang (pakaian).
Andaikata tidak, maka kita akan masih hidup dalam zama purba
dimana manusia menggunakan kulit kayu atau daun-daun sebagai
penutup tubuh. Perkembangan IPA dan teknologi dalam sandang
berupa mesin-mesin tekstil, dmana telah mampu menyumbangkan
kepada manusia serat-serat sintetis baik yang terbuat dari pokok-

46
pokok tanaman yang diproses secara kimiawi menjadi benang.
Dengan serat-serat sintesis itu orang dapat membuat serat tekstil
secara besar-besaran dalam waktu singkat. Namun hal ini pun
memiliki dampak negatif, salah satunya adalah limbah zat kimia
yang akan merusak tanah dan lingkungan sekitar.
b. Dalam bidang pangan, IPA telah memberikan manfaat, misalnya
ditemukan cara pemupukan yang tepat dan penggunaan bakteri
yang sanggup menunjang akar-akar tamanan mengambil zat hara
dengan lebih baik sehingga produksi padi bertambah banyak.

Kemajuan ilmu pengetahuan akan berdampak pada kemajuan


teknologi. Meskipun teknologi sudah ada sejak dahulu, namun
teknologi sekarang jauh berbeda dengan teknologi dahulu. Pada
zaman dulu manusia memotong kayu denga kampak, namun sekarang
memotong kayu tidak perlu tenaga banyak, cukup dengan
menghidupkan mesin pemotong kayu maka dengan mudahnya kayu
terpotong. Dulu memasak nasi di tungku dengan menyalakan api dari
kayu bakar yang telah dipotong, namun sekarang tidak perlu
berpanas-panas dengan api dan bermain-main dengan asap, cukup
mencolokkan rice cooker nasi sudah dapat dimasak.
Kemajuan teknologi ini tidak terlepas dari perkembangan ilmu
pengetahuan. Kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap inovasi diciptakan untuk
memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Memudahkan

47
kerja, menghemat tenaga, mengurangi biaya adalah hal-hal yang akan
menjadi tujuan diciptakannya teknologi. Khusus dalam bidang
teknologi masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa
oleh inovasi-inovasi yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini.
Namun demikian, walaupun pada awalnya diciptakan untuk
menghasilkan manfaat positif, di sisi lain juga juga memungkinkan
digunakan untuk hal negatif.
Para ilmuwan IPA mencoba untuk memahami bagaimana alam
bekerja, mencari cara untuk mengendalikan cara alam dan membuat
alat guna mengendalikan cara alam bekerja. Menurut White &
Frederiksen (2000) IPA dapat dipandang sebagai proses untuk
membentuk hukum, model, dan teori yang memungkinkan orang
untuk memprediksi, menjelaskan, dan mengendalikan tingkah laku
alam. Konsep-konsep IPA terbentuk dari keingintahuan mengenai
sesuatu yang belum diketahui orang, keingintahuan itu menuntun ke
arah mencari prinsip atau teori yang dapat diperoleh dari hasil
pengkajian, yaitu melalui percobaan.
Dampak atau efek dari perkembangan teknologi yang telah
dikembangkan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya
sehingga lebih mudah dan menyenangkan dapat bersifat positif artinya
benar-benar bermanfaat, dan dapat juga bersifat negatif, karena
menimbulkan akibat sampingan. Akibat itu bila dibiarkan akan
membawa malapetaka.

48
Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam
a. Zaman Kuno
Pengetahuan yang dikumpulkan pada zaman kuno berasal dari
kemampuan mengamati dan membeda-bedakan, serta dari hasil
percobaan yang sifatnya spekulatif atau trial and error. Semua
pengetahuan yang diperoleh diterima sebagaimana adanya, belum ada
usaha untuk mencari asal-usul dan sebab akibat dari segala sesuatu.
Pada saat manusia mulai memiliki kemampuan menulis
membaca dan berhitung maka pengetahuan yang terkumpul dicatat
secara tertib dan berlangsung terus menerus. Misalnya dari
pengamatan dan pencatatan peredaran matahari, ahli astronomi
Babilonia menetapkan pembagian waktu, tahun dibagi dalam 12
bulan, minggu dibagi dalam 7 hari dan hari dalam 24 jam. Selanjutnya
jam dibagi dalam 60 menit dan menit dalam 60 detik.
Kemudian satuan enam puluh ini juga digunakan untuk
pengukuran sudut, 60 detik sama dengan 1 menit, 60 menit sama
dengan 1 derajad dan satu lingkaran penuh sama dengan 3600.
Demikian pula ahli Babilonia dapat meramalkan terjadinya gerhana
matahari, tiap 18 tahun tambah 10 atau 11 hari. Ini terjadi kira-kira
3000 SM.
Pada tahun 2980-2950 SM telah dapat dibangun piramid di
Mesir untuk menghormati dewa agar tidak terjadi bahaya banjir di
sungai Nil. Pembangunan piramid itu menunjukkan bahwa
pengetahuan teknik bangunan dan matematika khususnya geometri

49
dan aritmatika telah maju. Kurang lebih tahun 1.600 SM orang mesir
telah menghitung keliling lingkaran sama dengan tiga kali garis
tengahnya sedang luas lingkaran sama dengan seperdua belas kuadrat
kelilingnya.
b. Zaman Yunani Kuno
Perkembangan ilmu pengetahuan berkembang pesat sekali
pada zaman Yunani, disebabkan oleh kemampuan berpikir rasional
dari bangsa Yunani. Pada tahap ini manusia tidak hanya menerima
pengetahuan sebagaimana adanya tetapi secara spekulatif mencoba
mencari jawab tentang asal-usul dan sebab-akibat dari segala sesuatu.
1. Thales (624-548 SM)
Ahli filsafat dan matematika, pelopor dari segala cabang ilmu. Ia
dianggap orang pertama yang mempertanyakan dasar dari alam
dan segala isinya. Thales berpendapat bahwa pangkal segala
sesuatu adalah air: dari air asal segala sesuatu, kepada air pula ia
akan kembali. Disamping itu dia juga menyatakan bahwa bintang
mengeluarkan cahaya sendiri, sedangkan bulan menerima cahaya
dari matahari.
2. Anaximenes (588-526 SM)
Berpendapat bahwa zat dasar adalah udara. Segala zat terjadi dari
udara yang merapat dan merenggang. Pendapat ini mungkin
dihubungkan dengan kenyataan bahwa manusia itu tergantung
kepada pernafasan.

50
3. Anaximander (610-546 SM)
Berpendapat langit dengan segala isinya itu mengelilingi bumi dan
sebenarnya langit yang nampak itu hanya separohnya
4. Heraklitos (535-475 SM)
Menyatakan bahwa api adalah asal segala sesuatu, sebab api ini
yang menggerakkan sesuatu, menghidupkan alam semesta, yang
berubah-ubah sifatnya didalam proses yang kekal. Yang kekal
hanyalah perubahan, segala sesuatu adalah mengalir.
5. Pythagoras (580-499 SM)
Mengemukakan 4 unsur dasar yaitu bumi, air, udara, dan api.
Dalam bidang matematika menemukan dalil yang terkenal yaitu
bahwa kuadrat panjang sisi miring sebuah segi tiga siku-siku sama
dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi sikusikunya.
6. Empedokles (495-435 SM)
Menerima 4 unsur dasar menurut Pythagoras dan menyatakan
bahwa sifat segala benda terjadi dari pencampuran keempat unsur
itu dalam perbandingan yang berbeda. Keempat unsur itu adalah
sifat panas, dingin, basah dan kering. Kering dan dingin
membentuk bumi, panas dan kering unsur pembentuk api. Air dari
basah dan dingin, udara dari basah dan panas. Selain itu juga
dinyatakan bahwa segala benda yang sejenis akan tarik menarik,
sedang yang berlawanan akan tolak menolak.

51
7. Leukippos dan Demokritos (460-370 SM)
Dalam mencari unsur dasar dari segala sesuatu Leukippos &
Demokritos mengemukakan teori atom sebagai berikut : Zat
memiliki bangun butir. Segala zat terdiri atas atom, yang tidak
dapat dibagi, tak dapat dimusnahkan tak dapat diubah. Atom-atom
dapat berbeda dalam jumlah dan susunan atom. Semua perubahan
akibat dari penggabungan dan penguraian atom menurut hukum
sebab akibat. Tidak ada masalah kebetulan dan ciptaan. Yang ada
hanyalah atom dan kehampaan
8. Plato (427-345 SM)
Menyangkal teori atom, yang menganggap bahwa kebaikan dan
keindahan itu timbul dari sebab-akibat mekanik. Plato menyatakan
bahwa pengetahuan yang benar adalah yang sejak semula telah ada
dalam alam pikiran atau alam ide. Apa yang nampak oleh
pancaindera hanyalah bayangan belaka. Pengalaman yang kekal
dan benar adalah yang telah dibawa oleh roh dari alam yang
gaib.
9. Aristoteles (384-322 SM)
Menerima 4 unsur dasar: tanah, udara, air dan api dan
menambahkan unsur yang kelima yaitu eter atau "quint essentia".
Ia menganggap unsur yang satu dapat berubah menjadi unsure
yang lain, kecuali eter yang tak dapat berubah. Dari air dan tanah
yang menjadi masak terjadi garam, biji dan logam. Emas adalah
logam yang tidak mengandung tanah. Logam perak, tembaga,

52
timah putih dan besi, pada dasarnya banyak mengandung tanah.
Semua logam akan mengalami proses memasak menjadi logam
mulia, yaitu emas. Pendapat bahwa unsur berubah menjadi unsur
lain inilah yang menjadi dasar dari alkimia untuk mengubah logam
biasa menjadi emas. Pendapat Aristoteles yang lain adalah bahwa
untuk mencari pengetahuan yang benar adalah dengan jalan pikiran
secara deduktif. Berbeda dengan Plato, Aristoteles menyangkal
bahwa pengetahuan yang benar itu berasal dari dunia yang gaib.
Melainkan menghargai pengetahuan yang diperoleh dan dibuktikan
dengan pancaindera.
10. Ptolomeus (127-151)
Berpendapat bahwa bumi sebagai pusat jagat raya, bintang dan
matahari mengelilingi bumi (geosentrisme). Planet beredar melalui
orbitnya sendiri dan terletak antara bumi dan bintang. Karya
Ptolomeus ditulis sekitar tahun 150 dan diberi nama Syntaxis, yang
kemudian oleh bangsa Arab dinamakan Almagest yang menjadi
ensiklopedia dalam ilmu perbintangan. Pendapat dan pandangan
dari Aristoteles serta Ptolomeus berpengaruh sangat lama sampai
dengan menjelang zaman modern, yaitu sampai zaman Galileo,
Geosentrisme diganti dengan heliosentris (matahari sebagai pusat
jagat raya).

53
c. Zaman Pertengahan
Zaman Alkimia (abad 1-2)
Ahli alkimia menerima pendapat empat buah unsur dan
bahkan menambahkan tiga lagi, yaitu: air raksa, belerang dan
garam. Disini pengertian usur lebih dimaksudkan sebagai sifatnya
daripada unsur itu sendiri. Air raksa = logam yang mudah menjadi
uap. Belerang = mudah terbakar dan memberi warna. Garam = tak
dapat terbakar dan bersifat tanah.
Zaman Latrokimia (latros = Tabib)
Al Khowarisni (825) menyusun buku Aljabar dan
Artimatika yang kemudian mendorong penggunaan sistim desimal.
Menurut catatan sejarah karya Al Khowarisni merupakan
pengembangan dari karya bangsa Hindu yang bernama Aryabhata
(476) dan Brahmagupta (628). Kemudian Omar Khayam (1043-
1132) ahli matematika dan astronomi; Abu Ibnusina (atau
Avicenna, 980- 1137) menulis buku tentang kedokteran. Secara
garis besar sumbangan bangsa Arab dalam pengembangan
pengetahuan alam adalah:
1. Menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani,
mengembangkannya dan kemudian menyebarkan ke Eropa dan
selanjutnya dikembangkan di Eropa.
2. Mengembangkan metode eksperimen sehingga memperluas
pengamatan dalam lapangan kedokteran, obat-obatan,
astronomi, kimia dan biologi.

54
3. Memantapkan penggunaan sistim penulisan bilangan dengan
dasar sepuluh dan ditulis dengan posisi letak, artinya nilai suatu
angka terletak pada letaknya.
Contoh :
Bilangan 2132 = paling depan berarti dua ribuan, berturut-turut
kebelakang, satu ratusan, tiga puluhan dan dua satuan. Cabang
matematika elementer yaitu aljabar diawali dan dikembangkan
bangsa Arab.
d. Zaman Modern, Timbulnya Ilmu Pengetahuan Alam
Pengetahuan yang terkumpul sejak zaman Yunani sampai
abad pertengahan sudah banyak tetapi belum sistimatis dan belum
dianalisis menurut jalan pikiran tertentu. Biasanya pemikiran diwarnai
cara berpikir filsafat, agama atau bahkan mistik. Setelah alat sempurna
dikembangkan metode eksperimen.
1. Roger Bacon (1214-1294)
Menyatakan bahwa pada hakekatnya ilmu pengetahuan alam
adalah ilmu yang berdasarkan kepada kenyataan yang disusun dan
dibentuk dari pengalamnan, penyelidikan dan percobaan.
Matematika merupakan dasar untuk berpikir dan merupakan kunci
untuk mencari kebenaran dalam ilmu pengetahuan.
2. Leonardo da Vinci (1452-1519)
Pernah menyatakan bahwa: Percobaan tidak mungkin sesat, yang
tersesat adalah pandangan dan pertimbangan kita.

55
3. Francis Bacon (1561-1626)
Berpendapat bahwa cara berfikir induktif merupakan satu-satunya
jalan untuk mencapai kebenaran. Hanya percobaan dan
penyelidikan yang menumbuhkan pengertian terhadap keadaan
alam. Mulai saat itu kegiatan eksperimen ditingkatkansehingga
cara memperoleh pengetahuan dilakukan dengan langkahlangkah:
1). Observasi dan pengumpulan data
2). Menyusun model atau ramalan generalisasi
3). Melakukan eksperimen untuk menguji ramalan atau
generalisasi sehingga diperoleh kesimpulan atau hukum yang lebih
mantap.
4. Nicolas Copernicus (1473-1543)
Ahli astronomi, matematika dan pengobatan.
Karyanya adalah:
1). Matahari adalah pusat dari sitim tatasurya (heliosentrisme)
2). Bumi mengelilingi matahari sedangkan bulan mengelilingi
bumi.
5. Johannes Keppler (1571-1630)
1. Orbit dari semua planet berbentuk elips.
2. Dalam waktu yang sama, maka garis penghubung antara planet
dan matahari selalu melintas bidang yang luasnya sama
3. Pangkat dua dari waktu yang dibutuhkan sebuah planet untuk
mengelilingi matahari adalah sebanding dengan pangkat tiga dari
jarak rata-rata planet itu dengan matahari.

56
6. Galileo Galilei (1546-1642)
Antara lain menemukan 4 hukum gerak, penemuan tata bulan
planet Jupiter, mendukung heliosentrisme dari Copernicus dan
hukum Keppler. Ia juga menyatakan bahwa bulan tidak datar,
penuh dengan gunung, planet Mercurius dan Venus tidak
memancarkan cahaya sendiri dan juga menemukan 4 buah bulan
pada planet Jupiter. Penemuannya ini didasarkan atas pengamatan
dengan alat teropong bintangnya.

Perkembangan IPA sangat pesat setelah dikenalkannya konsep


fisika kuantum dan relativitas pada abad 20. Konsep yang modern ini
mempengaruhi konsep IPA secara keseluruhan dan menyebabkan
adanya revisi serta penyesuaian-penyesuaian konsep ke arah yang
modern.

C. Ringkasan
Kemajuan ilmu pengetahuan akan berdampak pada kemajuan
teknologi. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat
positif bagi kehidupan manusia. Memudahkan kerja, menghemat
tenaga, mengurangi biaya adalah hal-hal yang akan menjadi tujuan
diciptakannya teknologi. Khusus dalam bidang teknologi masyarakat
sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi
yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini. Namun demikian,
walaupun pada awalnya diciptakan untuk menghasilkan manfaat

57
positif, di sisi lain juga juga memungkinkan digunakan untuk hal
negatif.

D. Latihan
Perhatikan perkembangan teknologi yang ada di sekitar Anda,
seperti teknologi dalam rumah tangga, teknologi yang Anda gunakan
dalam pembelajaran dan teknologi dalam dunia perindustrian. Lalu
lakukan analisis perkembangannya dan temukan kaitannya dengan
perkembangan ilmu pengetahuan alam.

58
DAFTAR PUSTAKA

Barret, T. dan Moore, S. (Ed). (2011). New Approach to Problem-


Based Learning: Revitalising Your Practice in Higher
Education. Routledge: New York.

Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori-teori belajar dan pembelajaran.


Jakarta: Erlangga.

Jonassen, D. H. (2011). Supporting Problem Solving in PBL.


Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning. 5(2),
Article 8.

Jufri, A. Wahab . 2013 . Belajar dan pembelajaran sains. Bandung:


Pustaka Reka Cipta.

Mohd.Nor Bakar dan Nor Hidayah Alias. Masalah Pembelajaran


Tajuk Persamaan Kimia dalam Konteks Penyelesaian Masalah
di Kalangan Pelajar Sekolah Menengah. Fakulti Pendidikan:
Universiti Teknologi Malaysia.

Noor Aniszah Baijan. (2011). Tahap Pemahmaan Pelajar bagi Tajuk


Asid dan Bes mengikut Aras Makroskopik, Mikroskopik dan
Persimbolan. Skudai: Universiti Teknologi Malaysia.

Rio, S. S. (2009). Instructional Design and Innovations Using


Technology: Theories into Practice.

Tan, Oon-Seng. (2003). Problem-Based Learning Innovation: Using


Problems to Power Learning in the 21st Century. Singapore:
Thomson.

Wisudawati, A. W. dan Sulistyowati E . 2014 . Metodologi


pembelajaran IPA. Jakarta: Bumi Aksara.
GLOSSARIUM

Hakikat ; intisari atau dasar ; Observasi ; peninjauan secara


kenyataan yang sebenarnya cermat
(sesungguhnya). Eksperimen ; percobaan yang
Pembelajaran ; proses, cara, bersistem dan berencana
perbuatan menjadikan orang (untuk membuktikan
atau makhluk hidup belajar. kebenaran suatu teori dan
Berpikir ; alat, teknik, atau cara sebagainya)
berpikir. Pedagogi ; ilmu pendidikan; ilmu
Penyelidikan ; usaha memperoleh pengajaran
informasi melalui Kompetensi ; kemampuan
pengumpulan data; proses, menguasai suatu konsep
cara, perbuatan menyelidiki; Teori ; penyelidikan eksperimental
pengusutan; pelacakan. yang mampu menghasilkan
Faktual ; berdasarkan kenyataan; fakta berdasarkan ilmu pasti,
mengandung kebenaran. logika, metodologi,
Konseptual ; berhubungan dengan argumentasi
(berciri seperti) konsep Stimulus ; perangsang siswa untuk
Prosedural ; sesuai dengan menghasilkan respon
prosedur Respon : Hasil yang dihasilkan
Ilmiah ; bersifat ilmu; secara ilmu dari stimulus
pengetahuan; memenuhi Sintaks ; tahapan-tahapan
syarat (kaidah) ilmu
pengetahuan
INDEKS

Belajar bermakna 29
Cara berpikir IPA 11, 13
Cara penyelidikan IPA 3, 9
Discovery learning 29
Eksperimen 10, 12, 21, 24, 27, 48, 49
Hakikat IPA 9, 10, 11
Imajinasi 11, 12, 13, 37, 38
Inkuiri 21,23
Kompetensi 1, 2, 15, 16, 17, 18, 21, 22, 37
Metode ilmiah 12
Non-IPA 11
Observasi 10, 11, 12, 17, 25, 49
Pembelajaran IPA 15, 21, 24, 25, 26
Pengetahuan faktual 10
Pengetahuan konseptual 10
Pengetahuan prosedural 10
Pengetahuan metakognitif 10
PBL 19
Pedagogi 2, 15, 20, 21, 22
Respon 26, 27, 28, 37
Sintaks 23, 29
Stimulus 26
Teori belajar 2, 3, 26, 27, 29, 31, 33

Anda mungkin juga menyukai