BAB I. PENDAHULUAN
1.3. Sasaran
Tujuan khusus atau sasaran program multi-tahun tersebut antara
lain:
• Penerapan beberapa pola budidaya udang yang rama lingkungan
dan menguntungkan baik monokultur maupun polikultur termasuk
penerapan SNI, SOP, GAP, HACCP dan lainnya sesuai ketentuan
nasional/internasional
• Peningkatan produksi udang dan komoditas air payau lainnya
khusus ekspor dan pemanfaatan dalam negeri dengan mutu
sesuai tuntutan pasar global
• Penyediaan induk dan bibit yang bermutu dalam jumlah yang
mencukupi serta sarana/prasarana dan dukungan modal yang
memadai
• Pemanfaatan optimal hasil budidaya, termasuk pengembangan
pemanfaatan limbah pabrik olahan udang
Data luas potensi lahan pada Tabel 2.1 sangat tinggi apabila
dibanding dengan luas mangrove di Sulawesi Tengah yang pada tahun 2005
hanya tersisa sekitar 29,600 ha dengan hampir 20,000 ha pada kawasan
hutan (data Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Palu-Poso, 2007),
sedangkan pada tahun 1994 berdasarkan data BKSDA (1994), mangrove
pada kawasan hutan saja adalah 46,000 ha, sehingga terjadi penurunan
lebih dari 50%. Bahkan khususnya di kawasan pesisir Sulawesi Tengah
sekeliling Teluk Tomini (Zona II), diperkirakan bahwa mangrove yang tersisa
di bawah 1/3 dari luas 15-20 tahun lalu.
Sedangkan seperti pada beberapa daerah lainnya di Indonesia
ataupun di kawasan Indo-Pasifik, sebagian besar ataupun hampir semua
pembukaan lahan untuk tambak yang telah terjadi di Sulawesi Tengah
adalah pada kawasan yang sebelumnya ditumbuhi oleh hutan mangrove.
Pembukaan tersebut pada umumnya tidak memperhatikan aturan, terutama
aturan tentang "green belt" atau jalur hijau. Dengan demikian, selain dampak
nyata pada ekosistem pesisir dan sumberdaya perikanan, telah cukup
banyak tambak yang nyaris hilang akibat abrasi.
Selain itu, tanah pada kawasan mangrove cenderung kurang kondusif
untuk budidaya tambak, baik dari aspek keasaman (pH) yang cenderung
tergolong tinggi maupun dari aspek tekstur tanah. Misalnya banyak lahan
terbuka yang tanahnya ternyata mengandung kadar pasir cukup tinggi
sehingga porous dan tidak mampu menahan air (Anonymous, 2002;
Anonymous, 2003; observasi). Fenomena pembukaan lahan tidak layak
merupakan salah satu penyebab utama perbedaan antar luas tambak yang
termanfaatkan dan luas yang terbuka.
Walaupun dapat diragukan perkiraan potensi luas begitu besar, dan
dapat diprediksi bahwa akan menimbulkan dampak lingkungan nyata apabila
semuanya termanfaat, namun hal tersebut tidak perlu menghawatirkan
berkaitan dengan potensi pengembangan komoditas udang. Luas tambak
yang telah terbuka dan difungsikan cukup besar, bahkan telah jauh melebihi
sasaran luas tambak pada program Revitalisasi Perikanan Budidaya Udang
yang besar dan kiranya tidak dapat tertangani secara keseluruhan dalam
jangka waktu 3 tahun namun perlu perhatian dan usaha nyata.
Tabel 2.4. Produksi dan Produktivitas Budidaya Air Payau, Tahun 2005
Luas Nilai Pendapatan
Jumlah Produksi Produktivitas
Wilayah Tambak Produksi rata:rata/RTN
RTN (ton) (ton/ha)
(ha) (Rp. 1000) (Rp)
Propinisi 5,853 9,427 9,287 182,139,825 0.99 31,119,054
Banggai 669 1,823 1,628 61,555,875 0.89 92,011,771
Bangkep 0 0 0 0 0.00 0
Poso 114 85 22 187,800 0.25 1,647,368
Morowali 889 819 986 11,245,750 1.20 12,649,888
Donggala 599 2,053 1,572 17,259,200 0.77 28,813,356
Parigi-
2,770 3,550 2,583 39,167,700 0.73 14,139,964
Moutong
Tolitoli 633 697 2,207 48,947,500 3.17 77,326,224
Buol 158 399 280 3,641,000 0.70 23,044,304
Tojo
21 0 10 135,000 0.00 6,428,571
Unauna
Kota Palu 0 0 0 0 0.00 0
Sumber: Statistik Diskanlut Propinsi Sulawesi Tengah 2005
Menarik bahwa pada tahun 2003 dan 2004 beberapa komoditi lainnya
dikembangkan di tambak, walaupun dalam jumlah relatif kecil, termasuk ikan
belanak dan kakap serta kepiting bakau (Scylla sp.), rajungan (Portunus sp.)
dan udang putih (Penaeus merguensis). Tidak diketahui penyebab sehingga
jenis tersebut tidak dibudidayakan lagi atau tidak tercatat. Sedangkan
rumput laut jenis Gracillaria sp. hanya mulai tercatat pada tahun 2006,
dimana sebagian kecil berada di Kabupaten Banggai (187.5 ton), Poso (18
ton) dan Morowali (85 ton) dan bagian terbesar di Kabupaten Morowali
(36,824.6 ton).
Dari aspek produktivitas dan keuntungan ekonomi, terlihat perbedaan
nyata antar kabupaten, dimana Kabupaten Tolitoli sangat menonjol dengan
produktivitas maupun pendapatan yang tinggi, dan Kabupaten Poso memiliki
Tabel 2.5. Jumlah RTN Menurut Areal Usaha Budidaya Tahun 2005
Jumlah RTN menurut Luas Areal Usaha Luas Rata-rata
Total < 2 Ha. 2-5 Ha. 5-10 Ha. tambak (ha) ha/RTN
Propinisi 5,853 5,415 428 10 9,979 1.70
Kab. Banggai 669 661 5 3 1,794 2.68
Kab. Bangkep - - - -
Kab. Poso 114 97 17 - 147 1.29
Kab. Morowali 889 875 14 - 977 1.10
Kab. Donggala 599 543 49 7 2250 3.76
Kab. Parigi-Moutong 2,770 2,466 304 - 3374 1.22
Kab. Tolitoli 633 633 - - 904 1.43
Kab. Buol 158 140 18 - 469 2.97
Kab. Tojo Unauna 21 - 21 - 64 3.05
Kota Palu - - - -
Sumber: Data Statistik Diskanlut 2005
Apabila dibanding jumlah RTN dengan luas tambak yang termanfaat
kelihatan bahwa secara rata-rata petambak di Sulawesi Tengah hanya
mengusahakan sekitar 1,7 ha per RTN. Namun apabila dibandingkan
dengan luas tambak yang terbuka, maka luas rata-rata per RTN adalah 2.55
ha/RTN, dengan hampir 7 ha/RTN di Donggala, hampir 3ha/RTN di Morowali
dan lebih dari 2 ha/RTN di Parigi-Moutong.
Walaupun tidak membedakan petani udang dan komoditas lain, data ini
menunjukkan bahwa sebagian besar usaha tambakan berskala kecil, dengan
Investasi
Dari aspek investasi, menurut data Biro Infokom Sulawesi Tengah
(http://infokom-sulteng.go.id/, 2 September 2007), terdapat 2 perusahaan
dalam negeri yaitu PT Sentral Sari Windu dengan realisasi luas 360 Ha dan
rencana modal investasi Rp. 15,6 milliard dan PT Fitron Windu Utama
dengan rencana luas 40 ha dan rencana modal investasi Rp. 8.75 milliard,
keduanya di Kabupaten Banggai. Sedangkan investor asing terdiri dari PT
Banggai Sentral Shrimp di Kabupaten Banggai dengan realisasi luas lahan
99 Ha dan modal investasi $ 10.587.000, termasuk pembekuan udang; dan
PT Beestar Samudera Sulawesi dengan rencana luas lahan 92 ha dan modal
investasi $ 3.67 juta di Kabupaten Parigi Moutong.
Sedangkan dilihat dari bidang usaha, perusahaan di bidang budidaya
dan pengolahan udang di Sulawesi Tengah tercantum pada Tabel 2.6.
Kelihatan bahwa semuanya berlokasi di Kabupaten Banggai.
Tabel 2.6. Perusahaan Perikanan Udang di Sulawesi Tengah
Bidang usaha/ Pembibitan Pengolahan
Pertambakan
Wilayah (hatchery) (Cold Storage)
Kabupaten PT. Banggai PT. Banggai PT. Banggai
Banggai Sentral Shrimp Sentral Shrimp Sentral Shrimp
CV Indomina PT Sentral Sari CV Fitron Windu
Jaya Windu Utama
CV Fitro Windu CV Fitron Windu
Utama Utama
CV Rata CV Minahaki
Mentawa Alam Indah
Sumber: Data Diskanlut Propinsi Sulawesi Tengah, 2007
Tabel 2.8. Fasilitas Pengolahan dan Pola Pemasaran Udang tahun 2006
Kabupaten Fasilitas Pengolahan Pola Pemasaran
Ekspor (Perancis, Belgia
dan lain-lain)
Banggai Cold Storage (2 unit)
Antar Pulau 5Jatim, Sulsel)
Lokal
Poso Tidak ada
Morowali Tidak ada Antar Pulau (Sulsel)
Donggala Tidak ada Lokal
Parigi-Moutong Tidak ada
Tolitoli Tidak ada
Buol Tidak ada
Lokal
Tojo Unauna Tidak ada
Sumber: Data Diskanlut Propinsi Sulawesi Tengah, 2007
Sektor Produksi
Data tentang teknis produksi pada budidaya udang relatid terbatas.
Namun berdasarkan skala usaha maupun produktivitas dapat diperkirakan
bahwa hampir semua pembudidaya menggunakan teknologi sederhana serta
teknologi tersebut tidak diterapkan secara optimal.
Khusus di Kabupaten Banggai terdapat dua perusahaan yang
menerapkan budidaya intensif yaitu PT Banggai Sentral Shrimp dan PT
Sentral Sari Windu dan dua perusahaan yang menerapkan pola budidaya
peggunaan akan lebih dipengaruhi oleh ketersediaan benih. Benih dari alam
tentu saja tetap didominasi oleh udang windu.
Sektor Hilir
Sektor hilir yang dapat dinilai relatif maju di Sulawesi Tengah terbatas
pada dua perusahaan yang melakukan pengolahan sederhana kemudian
cold storage/pembekuan. Pada sebagian besar wilayah produksi, fasilitas
pengolahan pasca panen sangat minim ataupun tidak ada.
Dari aspek potensi produk atau diversifikasi, peluang pasar terutama
udang beku dan produk olahan udang yang dibekukan (prawn tails, breaded
shrimp, dan lain-lain) serta udang segar yang berkualitas. Produk olahan lain
sebagian besar bernilai rendah dibanding dengan udang beku/segar dan
lebih ditujuhkan pada skala global terhadap udang berukuran kecil atau
kurang berkualitas.
Fasilitas umum yang dapat menunjang adalah fasilitas cold chain yang
memadai, yang sekaligus dapat bermanfaat dalam pengolahan dan
pemasaran hampir semua jenis hasil perikanan. Sedangkan fasilitas spesifik
seperti pabrik membutuhkan modal besar atau dengan kata lain tergantung
ketertarikan para pemodal (investor) pada sub-sektor tersebut. Selain itu,
mutu produk sangat ditentukan oleh penanganan yang baik. Para
pembudidaya dan pihak lain yang terlibat dalam semua tahapan produksi
dan pasca panen, sekecil atau sesederhana apapun perannya, memerlukan
pengetahuan dan ketrampilan yang memadai serta wawasan atau perilaku
bersifat profesional.
Peluang yang cukup besar terdapat pada sektor pengolahan limbah
pengolahan udang, antara lain sebagai pakan (ikan, udang dan lain-lain),
atau sebagai sumber chitin.
Kabupaten Banggai Kepulauan belum memiliki tambak dan tidak dirasa tepat
untuk dikembangkan.
Apabila dilihat dari aspek produksi, hanya Banggai dan Tolitoli yang
memiliki produksi yang layak dibanding dengan luas tambak yang dimiliki.
Sedangkan dari aspek pasca panen, hanya Banggai yang memiliki fasilitas
pengolahan yang memadai. Sedangkan pada bagian hulu, belum ada
produsen input produksi. Selain benur dari alam yang jumlahnya cenderung
menurun seiring dengan degradasi lingkungan pesisir, fasilitas hatchery yang
memadai terdapat di Kabupaten Banggai (5 unit, kapasitas 51 juta
ekor/tahun). BBIP di Kabupaten Parigi-Moutong dan HSRT di Kota Palu tidak
diketahui kapasitasnya, sedangkan Kabupaten Morowali, Tolitoli dan Buol
masing-masing memiliki satu unit BBU namun semuanya belum operasional.
Melihat kondisi ini, hanya Kabupaten Banggai yang telah memiliki fasilitas
pendkung hulu maupun hilir yang memadai.
Pembenihan
Fasilitas pembenihan di Kabupaten Parigi-Moutong, Kota Palu
(melayani Kabupaten Donggala), Tolitoli dan Buol yang telah terbangun perlu
dibina dan apabila ternyata belum memenuhi kebutuhan, perlu ditingkatkan
kapasitas produksi. Di Kabupaten Banggai, tekanan utama pada
pengawasan mutu dan penerapan GAP. Kapasitas produksi benur saat ini
sekitar 50-an juta ekor/tahun, yang hampir semuanya terproduksi di
Kabupaten Banggai. Sedangkan apabila penebaran dilakukan sesuai
petunjuk khusus budidaya udang windu tradisional plus, yaitu 25,000
ekor/Ha, maka dengan luas tambak sekitar 9,500 Ha dengan 3 siklus per
tahun maka dibutuhkan sekitar 70 juta ekor/tahun atau peningkatan sekitar
20 juta ekor yaitu sekitar 40%. Jika sebagian tambak dikelola secara intensif
bibit ikan dan biota lain yang ikut tertangkap bersama benur dibuang di
pasir/darat sehingga mati percuma, sedangkan seharusnya sebagian besar
dapat dilepaskan kembali ke laut dalam keadaan hidup. Fokus geografis
utama di Pantai Barat dan Timur (Kabupaten Donggala, Parigi Moutong,
Tolitoli).
Pengolahan
Sampai saat ini, pengolahan yang berujung pada peningkatan mutu dan
nilai tambah hanya dilakukan di Kabupaten Banggai dengan adanya dua
pabrik pengolahan. Sedangkan pada Kabupaten lainnya belum ada fasilitas
pengolahan, sehingga hasil dijual sebagai udang segar.
Pemasaran
Para pengusaha di Kabupaten Banggai melakukan ekspor ke Perancis
serta antar-pulau dalam negeri. Pemasaran tersebut adalah inisiatif dari
pihak swasta dan tidak memerlukan intervensi selain menjaga agar kebijakan
tetap kondusif serta pengawasan terhadap mutu dan SOP.
Sedangkan hasil dari Kabupaten lainnya umumnya dijual melalui
pemasaran lokal atau ke Sulawesi Selatan, seperti banyak hasil laut,
pertanian dan perkebunan lainnya. Selain permintaan pasar, sebagian
6.1. Tahun I
Tahun pertama merupakan tahap persiapan, dimana landasan yang
kuat tercipta sehingga tahapan berikut dapat mencapai hasil yang optimal
dan terutama agar dampak positif dari program akan berlangsung secara
berkesinambungan setelah waktu tiga tahun pelaksanaan berakhir. Aktivitas
pada Tahun I sebagai berikut:
C. Pembangunan Percontohan:
Secara detail, pentetapan jenis dan lokasi percontohan yang tepat
akan dilaksanakan berdasarkan hasil pendataan dan pengkajian namun
mencakupi:
Percontohan restorasi lahan kritis bekas tambak/lahan yang ternyata
tidak layak sebagai tambak dengan pola silvofishery
Percontohan perbaikan tambak yang tidak layak namun dapat diolah
menjadi layak
Percontohan polikultur udang dengan rumput laut guna pengendalian
kualitas air serta dengan sekurang-kurangnya satu jenis invertebrata
Percontohan budidaya udang sederhana, semi-intensif dan intensif
Percontohan pengunaan limbah olahan udang
Percontohan atau Demplot hendak sejauh mungkin terbangun
bersama stakeholders namun apabila perlu dapat dibangun sebagai sarana
milik pemerintah. Dimana relevan, hendak menerapkan standar
nasional/internasional seperti GAP, SOP, HACCP dan sebagainya.
6.2. Tahun II
Tahun kedua merupakan tahap pengembangan, dimana landasan
aktivitas pada Tahun I menjadi basis kuat untuk melakukan tindakan
lanjutan. sebagai berikut:
A. Data dan Perencanaan:
Aktivitas berkaitan dengan pengolahan dan penyebaran data dan
informasi hendak dikembangkan melalui pusat/sistem yang terbangun.
Antara lain melalui:
Penyediaan jasa serupa dengan perpustakaan
Jasa konsultasi
Pembuatan dan distribusi bahan dan materi
Pembentukan jaringan/penyusunan strategy khusus aspek teknis dan
lingkungan
Pembentukan jaringan/penyusunan strategy khusus kendala sosial,
ekonomi dan budaya (sosekbud), termasuk aspek pemasaran
dan sebagainya
Selain itu, data dan informasi hendak digunakan sebagai dasar
penyusunan perencanaan detail khusus tahap/tahun III bersama dengan
stakeholders kunci.
B. Pengembangan Teknis
Pengembangan/Pemanfaatan Percobaan/Demplot:
Demplot yang telah terbangun pada tahap I dimanfaatkan antara lain
sebagai:
Sarana riset terapan
Sebagai lokasi pelatihan dan magang
Sarana sosialiasi dan ekstensi
DAFTAR PUSTAKA
Pembentukan dan pengefektifan POKJA Udang 3 paket 40,000,000 40,000,000 40,000,000 120,000,000