Anda di halaman 1dari 23

Budidaya Laut

Budidaya Ikan - Budidaya Laut - Kegiatan budidaya laut, baik


dilakukan di laut (mariculture) maupun di air payau (brackish water
culture) semakin banyak menarik perhatian pelaku-pelaku usaha
budidaya ikan. Meskipun kegiatan budidaya ini masih banyak menemui
kendala, tetapi sudah banyak yang mencoba malakukan kegiatan usaha
budidaya laut ini. Di samping usaha budidaya udang dan bandeng yang
memang sudah lama dikenal dan dilakukan, beberapa tahun terakhir ini
sudah banyak diusahakan beberapa jenis ikan laut yang mulai
dibudidayakan. Seperti jenis ikan kerapu, kakap, bawal, dan beberapa
jenis ikan karang lainnya. Bahkan beberapa jenis ikan hias air laut pun
mulai dicoba dibudidayakan, seperti ikan badut (clownfish) dan kuda
laut.

Budidaya laut merupakan bagian dari budidaya perairan (akuakultur)


yang melibatkan budidaya organisme-organisme laut, dengan tujuan
untuk memproduksi baik berupa bahan pangan maupun produk lainnya
yang dilakukan di laut terbuka, laut tertutup, di dalam tanki, kolam atau
saluran air yang diisi dengan air laut. Budidaya laut atau budidaya hasil
laut meliputi budidaya ikan laut, kerang, tiram dan rumput laut yang
dilakukan di kolam air asin. Produk non-pangan yang dihasilkan dari
budidaya laut meliputi: tepung ikan, agar nutrien, perhiasan (contoh;
budidaya mutiara), dan kosmetik.

Budidaya laut telah berkembang dengan cepat selama dua puluh tahun
terakhir akibat dari berkembangnya teknologi baru, pengembangan
produk pakan buatan, pemahaman yang lebih luas terhadap biologis dari
spesies budidaya, peningkatan kualitas air dalam sistem budidaya
tertutup, permintaan produk pangan hasil laut yang terus meningkat,
perluasan area dan perhatian pemerintah. Akan tetapi dengan
perkembangan ini, budidaya laut telah menjadi suatu kontroversi yang
berkaitan dengan dampak-dampak sosial dan lingkungan. Beberapa
dampak lingkungan dari budidaya laut secara umum adalah:
1. Limbah yang dihasilkan dari budidaya keramba (jaring apung);
2. Beberapa species yang bersifat invasif dan terlepas dari kolam
budidaya;
3. Pencemaran genetik dan penyebaran penyakit dan parasit;
4. Perubahan ekosistem yang disebabkan modifikasi mabitat.
Berdasarkan kegiatan budidaya yang sering dilakukan, tingkat dampak
lingkungan yang terjadi tergantung pada ukuran budidaya, spesies yang
dibudidayakan, kepadatan tebar, jenis pakan, hidrografi dari lokasi, dan
metode budidaya.

Beberapa jenis hasil laut seperti kepiting dan rajungan, kerang-


kerangan, rumput laut, dan jenis lainnya, bila diambil secara terus-
menerus dari alam tanpa adanya usaha pengelolaan yang berkelanjutan
(sustainable), akan menyebabkan sumberdaya perikanan laut menjadi
terus berkurang, bahkan bisa habis. Salah satu usaha untuk mencegah
habisnya sumberdaya hasil laut dari penangkapan adalah dengan cara
budidaya. Terdapat 2 (dua) cara budidaya hasil laut yang dilakukan,
yaitu:
1. Budidaya laut yang dilakukan secara penuh. Pada budidaya ini
benih atau bibit yang digunakan untuk budidaya didapatkan dengan
cara pemijahan buatan atau pembibitan sendiri dan kemudian
diteruskan dengan pemeliharaan atau pembesaran.
2. Budidaya laut yang dilakukan secara tidak penuh. Pada budidaya
ini benih atau bibit diperoleh dengan cara menangkap atau
mengambil dari laut, kemudian dipelihara atau dibesarkan di
kolam-kolam yang telah disediakan.
Potensi Besar Budidaya Laut di Indonesia
Budidaya laut (marikultur) sedang berkembang di berbagai daerah
Indonesia sebagai salah satu penunjang ketahanan pangan nasional.
Usaha marikultur merupakan industri yang menjanjikan.
Potensi ekonomi dalam budidaya laut sangat besar dan menyerap
banyak tenaga kerja, yaitu mencakup usaha produksi benih, jual beli
indukan, usaha pembesaran ikan, penyewaan dan jual beli lahan
budidaya, usaha pakan, bisnis transportasi pengiriman benih dan
indukan.
Berkat inovasi teknologi, beberapa spesies air laut sudah berhasil
dibudidayakan dan dikembangkan, diantaranya adalah rumput laut, ikan
bandeng, ikan kerapu, ikan kakap, ikan kuwe, teripang, ikan beronang,
ikan tuna, abalon dan teripang.

Beberapa komoditas budidaya laut Indonesia sudah mampu bersaing


dalam pasar internasional. Saat ini Indonesia merupakan negara
pemasok benih kerapu dan bandeng ranking satu di dunia.
Pembenihan ikan kerapu dan bandeng di Indonesia telah dimulai sejak
era tahun 1990-an. Saat ini teknologi pembenihan budidaya kerapu dan
bandeng sudah mampu diaplikasikan oleh HSRT (Hatchery Skala
Rumah Tangga). Usaha pembenihan sudah mampu memenuhi
permintaan dalam negeri, juga diekspor ke berbagai negara seperti
Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam dan Brunei Darussalam.
Potensi budidaya laut di Indonesia masih sangat besar dan terbuka.
Pengoptimalan produksi diupayakan dengan pengintensifan pemakaian
keramba jaring apung maupun lepas pantai (offshore), peningkatan
efisiensi dan kualitas pakan, pemakaian aplikasi biosekuriti.
Kebutuhan pangan domestik dan internasional bakal terpenuhi berkat
proses budidaya laut yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Diharapkan beberapa tahun mendatang Indonesia dapat menjadi poros
maritim dunia berkat dukungan pesatnya pertumbuhan industri
budidaya laut.

Menakar Potensi Budidaya Laut

Dari 7,1 juta km2 luas wilayah teritorial Republik Indonesia, 5,4 juta
km2 merupakan wilayah laut. Total panjang pantai kepulauan di
Indonesia mencapai 95.181 km. Ini yang terpanjang kedua di dunia
setelah Kanada (World Resources Institute, 1998). Luasnya laut kita,
sesungguhnya berbanding lurus dengan potensi hasil laut yang
terkandung di dalamnya, baik itu yang ditangkap maupun yang
dibudidayakan (marikultur).
Khusus untuk marikultur, saat ini potensi lahannya mencapai 4,5 juta
hektar (ha), namun baru dimanfaatkan sekitar 2%. Melihat potensi lahan
yang masih tidur ini, sebenarnya marikultur bisa berkontribusi banyak
untuk mendorong Indonesia menjadi poros maritim dunia. Hal itu
didukung oleh komoditas marikultur merupakan komoditas ekspor dan
banyak diminati oleh pasar luar negeri.
Salah satu komoditas yang jadi primadona adalah rumput laut. Ke
depan, rumput laut akan dikembangkan, terutama untuk wilayah garis
pantai sampai dengan 4 mil, sedangkan untuk wilayah di atas 4 mil
dapat dikembangkan budidaya laut dengan menggunakan karamba
jaring apung (KJA) dengan komoditas yang disesuaikan kondisi wilayah
masing-masing, seperti kakap, kerapu, bawal bintang, abalone, atau
bahkan tuna.
Capaian produksi rumput laut pada 2010 sekitar 3,9 juta ton, naik
signifikan pada 2014 mencapai 10,2 juta ton. “Demikian juga komoditas
kakap dan kerapu serta komoditas lain seperti bawal bintang, yang
sangat berpotensi untuk dikembangkan,” ujar Direktur Jenderal
Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
Slamet Soebjakto dalam rilis yang diterbitkan KKP pada awal Mei
2015.
Pesisir Selatan (Pessel) merupakan salah satu kabupaten di Provinsi
Sumatera Barat yang memiliki potensi perikanan budidaya laut cukup
besar. Potensi lahan untuk pengembangan budidaya laut di Pessel
mencapai 415 ha, yang mana saat ini sebagian besar dikembangkan
untuk budidaya laut seperti kerapu dengan sistem KJA dan juga rumput
laut. Kerapu masih menjadi primadona ekspor dengan tujuan Tiongkok
dan Hong Kong. Upaya diversifikasi komoditas dalam budidaya laut,
seperti ikan bawal bintang, penting dilakukan sekaligus melakukan
restocking untuk memperbanyak stok ikan di alam dan menunjang
keberlanjutan.
Untuk mendukung pengembangan perikanan budidaya, khususnya di
Pessel, KKP memberikan bantuan baik berupa permodalan maupun
peralatan. Sejak 2011, KKP telah menyalurkan bantuan permodalan
melalui PUMP-PB sebanyak 3 paket senilai Rp 300 juta dan pada 2014
sebanyak 34 paket senilai Rp 1,19 miliar. KKP juga menyerahkan KJA
ramah lingkungan sebanyak 9 unit sejak 2011–2014. Produksi
perikanan budidaya Sumatera Barat 2013 mencapai 206 ribu ton.
Komoditas marikultur lain yang jadi andalan adalah udang. Seperti
ditulis swa.co.id (17/4/2015), nilai ekspor udang mendominasi total
ekspor produk perikanan nasional, selain komoditas tuna yang berasal
dari perikanan tangkap. Tujuan ekspor, mayoritas ke Uni Eropa, Jepang,
dan Amerika Serikat (AS), dan sebagian kecil ke China dan Thailand,
dengan porsi terbagi rata masing-masing 25%.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat ekspor udang
nasional pada 2014 sekitar 196 ribu ton dan target 2015 sekitar 230 ribu
ton (naik 17,34%). Ekspor udang RI pada 2011 sebesar 158.062 ton,
2012 naik 2,53% menjadi 162.068 ton, 2013 naik 0,21% menjadi
162.410 ton, dan 2014 naik 21,06% menjadi 196.622 ton.
Pengembangan marikultur merupakan solusi jangka panjang yang harus
dipikirkan para pengusaha hasil laut untuk mengimbangi produksi
perikanan tangkap.
KKP GENJOT PEMANFAATAN POTENSI
BUDIDAYA LAUT

Kembangkan Budidaya Laut Lepas Pantai


KKP telah menetapkan program prioritas tahun 2017 dengan mulai
memperkenalkan modernisasi teknologi pada pada bidang budidaya laut
yaitu budidaya laut lepas pantai atau lebih dikenal dengan KJA
offshore. Teknologi yang full mengadopsi teknologi yang diterapkan di
Norwegia ini disinyalir akan mampu menggenjot produksi kakap putih
secara signifikan. Rencananya menurut Slamet, KJA offshore ini akan
terlebih dahulu difokuskan di tiga kawasan strategis yaitu Kepulauan
Karimunjawa, Pangandaran dan Kota Sabang, dimana pembiayaannya
berasal dari APBN, sedangkan pengelolaannya akan menggandeng
BUMN Perikanan yaitu Perum Perindo. “Mekanisme pengelolaan KJA
sedang dalam tahap pembahasan bussiness plan untuk memetakan mata
rantai bisnis yang akan dibangun nantinya, intinya kami berharap
pembangunan KJA offshore ini akan memberikan multiplier effect
khususnya bagi pemberdayaan masyarakat”, jelas Slamet.

Ditanya mengenai pemilihan komoditas kakap putih, Slamet


menambahkan karena kakap putih memilliki pangsa pasar ekspor yang
lebih luas selain kerapu. “Kita targetkan produksi ikan kakap putih dari
ketiga lokasi ini mencapai 2.415 ton atau setara dengan nilai 56,4 milyar
pertahun”, tambah Slamet.

Seperti diketahui, kebutuhan benih untuk KJA offshore mencapai 3,6


juta ekor benih (1,2 juta ekor benih/unit), dalam memenuhi kebutuhan
tersebut KKP akan mendorong UPT Ditjen Perikanan Budidaya untuk
memproduksi benih, disamping tentunya kerjasama dengan pihak
swasta untuk kekurangannya. Masyarakat juga akan dilibatkan
khususnya pada segmen penggelondongan benih, dimana rencananya
akan mampu memberdayakan sebanyak ± 1.450 orang. Intinya menurut
Slamet, program ini akan secara langsung memberikan dampak positif
bagi masyarakat, dengan kata lain tetap mengedepankan pengembangan
yang family based-aquaculture.

Genjot optimalisasi KJA melalui Revitalisasi

Ditjen Perikanan Budidaya mulai tahun 2017 akan fokus dalam upaya
optimalisasi melalui program revitalisasi KJA, terutama KJA yang
dikelola masyarakat. KJA yang terdistribusi saat ini banyak berasal dari
lintas kementerian. Total bantuan KJA hingga tahun ini sebanyak
15.583 lubang, dari jumlah tersebut bantuan KJA dari DJPB sebanyak
7.316 lubang (47,7%). Artinya, ini menjadi hal yang perlu disikapi
bahwa penting kementerian terkait berkoordinasi dengan KKP sebagai
kementerian teknis yang membidangi masalah perikanan budidaya,
sehingga masalah inefisiensi dapat diatasi dengan baik.
Tahun 2017 KKP menargetkan revitalisasi KJA sebanyak 250 unit
(1000 lubang), dimana diharapkan akan mampu menghasilkan produksi
lebih dari 342 ton/tahun dengan nilai produksi sebesar ± 34 milyar.
Disamping itu program ini juga diharapkan mampu menyerap tenaga
kerja hingga 500 orang per tahun, dengan kisaran pendapatan kotor
yang mampu diraup kelompok pembudidaya mencapai 80 – 182
juta/tahun.
Selain revitalisasi dari KKP, KKP juga menggandeng Perindo. Dalam
keterangannya GM Marikultur Perindo, Muhibuddin Koto, menyatakan
bahwa ke depan Perindo akan mulai fokus menggarap potensi budidaya
laut melalui kerjasama efektif yang difasilitasi KKP. Langkah awal,
ditambahkan Muhibuddin, Perindo direncanakann akan membantu
pelaksanaan revitalisasi sebanyak 1.000 lubang di 6 klaster dengan
target produksi minimal 200 ton/bulan. Klaster-klaster terebut antara
lain di Bali, Natuna, Konawe Selatan, Ambon, Lampung, dan Padang.
Harapannya produksi budidaya kerapu meningkat 2 kali lipat dari tahun
sebelumnya selain itu diharapkan akan mampu meningkatkan daya
serap benih 3,6 juta yang diproduksi dari pembenih.

Ditanya mengenai strategi revitalisasi KJA, Slamet mengaku bahwa


pihaknya telah memiliki strategi konkrit untuk menyelesaikan
permasalahan di atas. Menurutnya, setidaknya ada 5 (lima) strategi yang
akan ditempuh, yaitu melalui : Pertama, memfasilitasi aksesibilitas
terhadap input produksi yang efisien. Peran fasilitasi bagi kemudahan
akses input produksi seperti benih berkualitas dan pakan akan didorong
melalui UPT Ditjen Perikanan Budidaya. Kedua, mendorong Penguatan
Kelembagaan dan kemitraan usaha. Ditjen PB juga akan memfasilitasi
kemungkinan kemitraan yang dapat dijalin antara kelompok
pembudidaya dengan pihak swasta, BUMN maupun asosiasi pengusaha
budidaya ikan laut seperti HIPILINDO (Himpunan Pembudidayaan
Ikan Laut Indonesia) dan HIPIKERINDO (Himpunan Pembudidaya
Ikan Kerapu Indonesia). Kemitraan ini penting untuk menjamin
kemudahan akses terutama input produksi dan pasar. Ketiga, fokus pada
komoditas yang berbasis pasar. Komoditas budidaya laut akan
diarahkan untuk jenis ikan yang berbasis pada keinginan dan trend
pasar, sehingga mampu berdaya saing. Keempat, pembangunan dan
perbaikan sarana prasarana dan infrastruktur. Ini juga akan didorong
untuk menciptakan efisiensi produksi dan menjamin konektivitas yang
efisien dari hulu ke hilir. Dan Kelima, menyediakan akses informasi
teknologi. Langkah yang ditempuh yaitu dengan mendorong pelayanan
akses informasi tenologi yang lebih mudah diterima masyarakat
pembudidaya baik secara langsung melalui kegiatan bimtek,
pendampingan dan penyuluhan maupun tidak langsung melalui media
dan sarana lainnya.
Terkait pemasaran, Perum Perindo telah menjajagi kerjasama dengan
buyer di Hongkong, artinya permasalahan pasar tidak ada masalah.
Intinya “Perindo akan memposisikan diri dalam memperkuat mata
rantai bisnis marikultur baik di hulu (on farm), maupun bertindak
sebagai penyangga di hilir (pasar)”, tambah Muhibuddin.

Disisi Lain diakui Yuliana, Wakil Ketua Hipilindo, komoditas ikan


kerapu agak terkendala dengan masalah pasar, namun demikian
pemberlakukan Permen KP No. 32/PERMEN-KP/2016 tentang
perubahan atas peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor
15/PERMEN-KP/2016 tentang Kapal Pengangkut Ikan Hidup.
Menurutnya, Hipilindo saat ini telah mampu melakukan diversifikasi
komoditas yang berbasis pada kebutuhan pasar terutama pasar lokal
yang kebutuhannya cukup tinggi. “Saat ini kami tidak melulu fokus
pada ikan kerapu, tapi sudah melirik komoditas lain seperti ikan kakap,
sehingga mampu meningkatkan posisi tawar”, tambah Yuliana.

Secara nasional perkembangan perikanan budidaya dalam kurung waktu


5 tahun menunjukkan tren yang positif dengan kenaikan rata-rata
pertahun sebesar 15,24%, Kinerja positif produksi perikanan nasional
dibarengi dengan nilai tukar usaha pembudidaya ikan (NTUPi) yang
berada pada level cukup baik yaitu 106,56. Angka NTUPi yang
melebihi 100 menunjukkan bahwa usaha budidaya dalam kategori
cukup efisien. Capaian ini didorong oleh berbagai program Ditjen
Perikanan Budidaya yang memberikan dampak positif diantaranya
program gerakan ikan mandiri dan dukungan 100 juta benih yang
berkontribusi meningkatkan nilai tambah margin keuntungan yang
diraup para pembudidaya ikan.

Khusus tentang pakan mandiri Slamet menambahkan bahwa pihaknya


telah mengeluarkan SK tentang penetapan harga pakan mandiri, yaitu
maksimal 6.000 /kg untuk pakan tengggelam dan 7.000 /kg untuk pakan
apung. “Ini penting agar harga pakan mampu dikendalikan dengan
baik”, imbuh Slamet.

Mengenai rencana kebijakan tahun 2017 ini, Slamet menanggapi bahwa


apa yang telah dicapai di Tahun 2016 akan dijadikan bahan
rekomendasi kebijakan KKP ke depan yaitu untuk lebih mendorong
pada peningkatan kapasitas usaha pembudidaya, tentunya melalui
penciptaan efisiensi produksi budidaya. “Intinya kita optimis tahun ini
perikanan budidaya akan lebih baik”, pungkas Slamet.

Budidaya Laut Peluang Usaha Berprospek Cerah

Banyak jenis ikan konsumsi yang mempunyai nilai jual tinggi,


diantaranya ikan Kerapu, Bawal bintang dan Kakap putih merupakan
komoditi ekspor yang banyak diminati pasar luar negeri. Komoditas
perikanan ini bisa dikembangkan dengan budidaya laut.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo menilai budidaya


laut atau "marine culture" saat ini menjadi usaha yang mempunyai
prospek cerah. Apalagi pengembangan budidaya laut dinilai masih
mempunyai peluang yang sangat besar.

Karena itu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya


menggenjot produksi perikanan budidaya melalui optimalisasi
pemanfaatan potensi budidaya. Salah satunya adalah dengan mendorong
percepatan pengembangan kawasan budidaya laut. Prospek
pengembangan budidaya laut khususnya pada area "off shore" atau
lepas pantai mempunyai peluang besar sebagai alternatif usaha yang
prospektif bagi masyarakat pesisir.
"Karena itu KKP melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perikanan
Budidaya telah melakukan upaya strategis dalam mempercepat
pengembangan kawasan budidaya ikan kerapu melalui pengembangan
model percontohan atau 'demfarm' budidaya ikan kerapu di 10
kabupaten,"katanya.

Usaha budidaya ikan kerapu, menurut dia, menunjukkan perkembangan


yang cukup menggembirakan. Ini terlihat pada sentra-sentra produksi
benih kerapu yang secara rutin mendapatkan pesanan dalam jumlah
yang cukup besar.

"Disamping itu munculnya beberapa perusahaan yang bergerak dalam


budidaya ikan kerapu di beberapa daerah menjadi bukti bahwa peluang
bisnis kerapu masih sangat prospektif ke depan," katanya seusai
menebar 30.000 ekor benih Kerapu bebek, kerapu macan dan kerapu
hybrid di lahan budidaya PT. Bofa Marine Lombok Tengah, Kamis
(30/5).

Sebagai gambaran tahun 2012 capaian angka produksi, sementara untuk


ikan kerapu sebesar 10.200 ton, sedangkan capaian produksi ikan kakap
sebesar 6.100 ton.

Menurut Sharif, sentra produksi kerapu masih didominasi oleh 10


Provinsi penghasil utama, yaitu Provinsi Sumatera Utara, Kepulauan
Riau, Nangroe Aceh Darussalam, Lampung, Sulawesi Tenggara, Jawa
Timur, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara dan Provinsi
Maluku.
"Hal ini sejalan dengan kebijakan KKP dalam mewujudkan capaian
industrialisasi perikanan budidaya," kata Menteri Kelautan dan
Perikanan.

Dijadikan model Budidaya kerapu di perairan laut Gerupuk, Kabupaten


Lombok Tengah dengan keramba jaring apung menggunakan "High
density Polyethilen" (HDPE) dijadikan model untuk seluruh Indonesia.

"Keramba jaring apung (KJA) yang digunakan untuk budidaya kerapu


di Lombok Tengah merupakan keramba yang berciri lebih modern.
Dengan menggunakan material HDPE ini tujuannya untuk kelestarian
lingkungan," katanya seusai acara penebaran 30.000 ekor benih kerapu
di perairan Gerupuk, Lombok Tengah, Kamis.

Penggunaan KJA dengan material HDPE ini ramah lingkungan dan


tidak ada pencemaran, kalau keramba ini rusak tidak akan mencemari
laut dan mampu bertahan hingga 15 tahun.

"Dengan menggunakan bahan ini ikan yang dibudidayakan tidak akan


terkena penyakit. Ini merupakan proyek percontohan dan pertama
digunakan untuk budidaya laut, jensi material keramba dari bahan
HDPE ini akan digunakan di tempat laih di Indonesia," ujarnya.
Budidaya kerapu milik PT Bofa Marine di perairan Gerupuk, Lombok
Tegah ini untuk tahap pertama sebanyak 60 lubang dan akan ditambah
menjadi 150 lubang.

"Untuk pengembangan budidaya kerapu ini kami mendorong pengusaha


dan masyarakat untuk bersama-sama mengembangkan usaha ini. Karena
itu saya mendorong pengusaha untuk mengelola budidaya kerapu
tersebut bekerja sama dengan nelayan," katanya.

Menurut dia, dalam kerja sama itu pengusaha memiliki sistem untuk
membayar setiap penambahan ukuran kerapu dengan harga tertentu. Ini
dimaksudkan agar para nelayan ikut merasa memiliki, sehingga baik
pengusaha maupun nelayan sama-sama mendapat keuntungan.

"Saya mendorong pengembangan budidaya kerapu, karena di sejumlah


negara, seperti China dan Jepang kerapu dinilai sebagai salah satu
komoditas terbaik. Harga 1 kilogram kerapu bisa mencapai Rp450.000.
Harga kerapu ini mirip dengan ikan salmon," kata Sharif.

Menurut dia, alasan memilih NTB sebagai lokasi percontohan budidaya


kerapu, antara lain karena kualitas air lautnya baik dan tidak tercemar
industri. Selain kerapu cocok untuk abalon, rumput laut dan teripang.

"Kualitas air laut di Lombok ini paling baik, sehingga


perkembangbiakan kerapu relatif cepat, sehingga budidaya ini akan
terus dikembangkan di daerah ini," katanya.

Produksi ikan kerapu hasail budidaya tersebut sebagian untuk


memenuhi eskpor yang cukup besar dari berbagai negara, antara lain
China dan Hong Kong.

Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan ekspor kerapu ke


berbagai negara sebanyak 15.000 ton pada 2013 sehubungan dengan
permintaan komoditas tersebut masih relatif cukup tinggi, antara lain,
dari China dan Hong Kong.
Menurut Sharif, di Hong Kong masyarakatnya lebih "minded" kerapu
dibandingkan dengan Salmon. Tahun 2012 volume ekspor kerapu
mencapai 10.200 ton dan ikan kakap 6.100 ton.

"Hingga kini, kita baru bisa memenuhi sekitar 30 persen permintaan


ikan kerapu dari berbagai negara, khususnya China dan Hong Kong.
Jadi, pemasaran hasil budi daya kerapu kita bisa dijamin tidak ada
masalah," katanya.

Sampai saat ini, menurut dia, relatif cukup banyak pengusaha yang
mengelola budi daya kerapu, baik di perairan NTB maupun provinsi
lainnya di Indonesia.

Sentra produksi kerapu masih didominasi oleh 10 Provinsi penghasil


utama, yaitu Provinsi Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Nangrooe Aceh
Darusalam, Lampung, Sulawesi Tenggara, Jawa Timur, Papua Barat,
NTB, Maluku Utara, dan Provinsi Maluku.

Penghasil utama ikan kakap putih lain, yakni Kalimantan Timur,


Kepulauan Riau, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Maluku Utara, Aceh,
Kalimantan Barat, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan.

Prospek cerah Sementara itu Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan


Budidaya Slamet menilai prospek pengembangan usaha budidaya di
perairan laut NTB masih cukup cerah baik budidaya kerapu, kakap
putih dan bawal bintang.

Di Provinsi NTB, Ditjen Perikanan Budidaya telah mengalokasikan


sebanyak enam klaster atau 96 lubang budidaya dengan padat tebar 325
ekor per lubang, masing-masing tersebar di Kabupaten Lombok Tengah,
Lombok Timur, Lombok Barat dan Bima.

Ia mengatakan sejauh ini hasil monitoring terhadap proyek percontohan


ikan kerapu pada beberapa kawasan menunjukkan perkembangan yang
menggembirakan. Ini terbukti selama masa pemeliharan 3,5 bulan
tingkat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) mencapai lebih 90
persen dengan ukuran ikan mencapai 80-100 gr per ekor.
"Tujuan pengembangan proyek percontohan adalah dalam rangka
memperkenalkan model penerapan usaha budidaya ikan kerapu yang
sesuai teknologi anjuran berbasis klaster. Diharapkan melalui
pengelolaan demfarm berbasis kelompok ini masyarakat akan mampu
mengelola usahanya secara berkelanjutan," ujarnya.

Slamet mengatakan, potensi area pengembangan budidaya laut (fin fish)


di Provinsi NTB mencapai 2.642,37 ha, pemanfaatan sampai pada 2011
baru mencapai 115,03 ha dengan total produksi ikan kerapu pada 2011
sebanyak 256 ton. Nilai ini mengantarkan NTB dalam jajaran 10 besar
Provinsi penghasil ikan kerapu di Indonesia.

Percepatan kawasan budidaya kerapu di NTB, menurut Slamet, juga


diarahkan dengan mendorong investasi bagi usaha ini pada kawasan-
kawasan potensial.

Dia mengatakan salah satu perusahaan yang telah berinvestasi dalam


usaha budidaya ikan kerapu adalah PT Bofa Marine yang berlokasi di
Dusun Grupuk Desa Sengkol Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok
Tengah.

Pihak perusahaan berkomitmen untuk berinvestasi di budidaya kerapu,


karena menilai peluang usaha budidaya laut cukup menjanjikan.

PT Bofa Marine menerapkan teknologi keramba jaring apung (KJA)


menggunakan High density Polyethilen (HDPE) "Dengan teknologi ini
diharapkan akan memperoleh beberapa kelebihan di antaranya lebih
ramah lingkungan," kata Slamet.

Teknologi ini, menurut dia, juga dinilai lebih efektif dalam pengelolaan,
mempunyai daya tahan lama terhadap gelombang sehingga dapat lebih
produktif dibanding KJA konvensional, dan dari segi penataan tata letak
lebih rapi dan fleksibel.

"Tahap awal perusahaan sudah mengembangkan sebanyak 60 lubang


dengan ukuran perlubang 4x4x3,5 meter, dengan padat tebar sebanyak
500 ekor per lubang," katanya.
Komoditas ikan kerapu, menurut Slamet, mempunyai harga tinggi.
Bayangkan untuk jenis ikan kerapu bebek di tingkat pembudidaya
harganya mencapai Rp350.000 per kilogram, sedangkan di tingkat
eksportir mencapai Rp500.000 per kg.

Jenis ikan kerapu bebek, katanya, berbeda dengan ikan kerapu macan
rata-rata di tingkat pembudidaya harganya Rp120.000 per kg. Untuk itu,
dengan masuknya PT Bofa Marine ke NTB, maka akan diikuti para
investor lain, sehingga akan semakin mampu mendorong peningkatan
produksi ikan kerapu nasional secara signifikan.

Usaha budidaya kerapu membutuhkan investasi besar dan jangka waktu


pemeliharaan yang cukup lama, yakni selama delapan hingga 12 bulan).
Dengan masuknya investor, diharapkan akan mampu membangun
kemitraan dengan masyarakat sekitar melalui pola segmentasi usaha,"
katanya.
Menurut Slamet, selain kerapu, ada beberapa jenis ikan yang juga nilai
ekonominya tinggi, di antaranya kakap putih dan bawal bintang
(Pompano). Saat ini teknologi pembenihan dan pembesarannya telah
mampu dikuasai dan mulai berkembang di masyarakat.

Sentra produksi ikan kakap tersebar di 10 Provinsi penghasil utama


antara lain Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, DKI
Jakarta, Maluku Utara, Aceh, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Jawa
Barat dan Sulawesi Selatan.

Sedangkan budidaya ikan bawal bintang telah mulai berkembang di


Batam, Bintan, Lombok, Bali dan beberapa daerah lainnya. Saat ini
permintaan ikan bawal bintang untuk memasok kebutuhan restoran
sudah meluas.

"Untuk di Lombok saja permintaan rutin selalu datang dari Bali sebagai
pasar utama. Walaupun harga bawal bintang tidak semahal kerapu, yaitu
berkisar Rp50.000 per kg, namun karena masa pemeliharaan yang tidak
terlalu lama, menjadikan komoditas ini cukup diminati oleh masyarakat
pembudidaya," kata Slamet.
Perkembangan usaha budidaya di Kabupaten Lombok Tengah termasuk
rumput laut nampaknya tidak terlepas dari peran penyuuh perikanan.
Jumlah penyuluh perikanan di Lombok Tengah 27 orang pengawai
negeri sipil (PNS) dan lima orang Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak
(PPTK).

Kepala Pusat Penyuluhan (Kapusluh) Kelautan dan Perikanan,


Kementerian Kelautan dan Perikanan Herman Suherman menilai
penyuluh perikanan memiliki peran strategis dalam meningkatan
peningkatan produksi dan produktivitas rumput laut.
"Peran strategis para penyuluh itu dalam bentuk alih teknologi budidaya
dan pengolahan hasil, fasilitasi akses permodalan dan meningkatkan
jaringan kemitraan usaha," katanya.

Alih teknologi penanganan hasil panen rumput laut dari penjemuran


sederhana atau langsung di atas pasir diubah menggunakan alat
penjemur dari para-para bambu, sehingga mampu meningkatkan nilai
higenitas sekalus meningkatkan harga rumput laut.

Dia mengatakan, penyuluh perikanan harus dapat membantu pelaku


utama dalam upaya meningkatkan produksi yang diikuti dengan sinergi
produksi hulu hilir guna menodorong optimisme pelaku usaha perikanan
dalam rangka meningkatkan produksi dan menjaga
keberlangsungannya, karena pasar tersedia dengan harga yang stabil.

Penyuluh perikanan, kata Herman, telah memfasilitasi konsumen


dengan pihak pabrik pengolahan dan pemasaran serta mendorong kerja
sama riset dan pengembangan dengan lembaga-lembaga penghasil
teknologi.

"Penyuluh juga harus berperan aktif dalam mendorong program-


program prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan, seperti
industrialisasi rumput laut, peningikatan kehidupan nelayan (PKN),
Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) dan Minapolitan," kata
Herman.
Menurut dia, potensi perikanan di Kabupaten Lombok Tengah yang
cukup potensial diantaranya komoditas rumput laut dan lokasi budidaya
antara lain berada di Desa Gerupuk dan Awang dengan total areal
potensial seluas 475 hektare.

Tingkat pemanfaatan pada 2011 baru mencapai 214,63 ha dengan


produksi tahun 2012 untuk Desa Gerupuk sebanyak 14.706,25 ton dan
Awang 6.787,50 ton) .
Budidaya Ikan di Laut Lepas – Peluang Karier &
Bisnis di Samudera

Laut kita menyimpan kekayaan luar biasa. Nilai sektor ekonomi


kelautan dan perikanan ditaksir 1300 triliun per tahun. Ini dari
perikanan, pariwisata bahari, biofarmasitika laut, energi terbarukan,
transportasi laut, minyak bumi dan gas lepas pantai, mineral di dasar
laut, industri jasa maritim, dan garam industri.
Bagaimana potensi perikanannya saja? Menurut data Kementerian
Kelautan dan Perkanan 2011, potensi budidaya perikanan masih belum
tergarap. Dari potensi produksi 57,7 juta ton/tahun yang terlaksana
hanya 7,9 juta ton di tahun 2011.
Dari semua potensi ini, peluang terbesar ada pada budidaya ikan di laut.
Lahan yang cocok untuk budidaya di laut kita 12,1 juta hektar.
Faktanya, ikan yang dihasilkan baru 1 persennya saja . Sebesar 99
persen budidaya laut diperoleh dari rumput laut (majalah SWA 07
XXXI 2 April 2015 – 15 April 2015).
Menyadari dahsyatnya peluang ini, pemerintah mulai menggalakkan
budidaya ikan di laut lepas, khususnya komoditas ikan kakap putih,
mulai 2017. Ikan kakap putih memiliki harga jual tinggi.
Budidaya ikan di laut lepas
Offshore aquaculture atau budidaya perikanan lepas pantai dilakukan
pada jarak tertentu dari pantai. Metodenya belum banyak dilakukan
sebab memerlukan teknologi tinggi dan investasi sangat besar. Hanya
perusahaan besar mampu dan berani masuk ke bisnis ini.
Meski demikian, offshore aquaculture akan makin digalakkan untuk
memenuhi kebutuhan yang terus bertambah. Pada 2030 diperikirakan
penduduk dunia akan mencapai 8 milyar jiwa. Kebutuhan akan protein
tidak akan terpenuhi dari hewan berkaki atau perikanan tangkap.
Karena melibatkan teknologi tinggi, berbagai ilmu pengetahuan bertemu
di sini. Selain ilmu tentang ikan, penyakit dan makanannya, diperlukan
juga ilmu kelautan, klimatologi, lingkungan hidup, dan keteknikan
(engineering).
Mengapa perlu ilmu keteknikan? Keramba jaring apung yang digunakan
tidak saja harus berukuran raksasa, tetapi juga harus tahan terhadap
gelombang samudera dan terjangan ikan berukuran besar. Keramba
tradisional dari bambu jelas tidak memenuhi syarat.
Aquatec adalah salah satu perusahaan pembuat keramba modern untuk
di laut. Terbuat dari bahan high density polyethylene, keramba
produksinya sangat kuat, tidak berkarat dan bisa didaur ulang (tidak
merusak lingkungan). Dengan ukuran diameter besar, keramba seperti
ini bisa memuat ratusan ton ikan.
Dukungan Pemerintah
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan memulai budidaya
ikan di lepas pantai. Selama 2017 ada 3 lokasi yang dibangun, yakni
Sabang, Karimun Jawa dan Pantai Selatan Pulau Jawa.
Untuk itu KKP menyediakan dana Rp. 141 milyar. “Dana ini bukan
hanya untuk keramba, tapi juga unit lain seperti jaring, kapal, alat
kapal, vaksin, automatic feeder, dermaga, semua sarana
pendukungnya,” kata Dirjen Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto
(Kompas, 29/12/2016).
Menurut rencana, ikan yang dibudidayakan dengan metode ini adalah
kakap putih. Jenis ini sangat diminati, seperti China dan Hongkong.
Peluang untuk diolah juga besar. Misalnya dijadikan fillet ikan.
Berbagai jenis ikan bernilai tinggi cocok dibudidayakan di keramba
jaring apung modern seperti ini. Modalnya besar, tapi hasilnya pun
fantastis. Untuk merintisnya, pemerintah menggandeng kelompok-
kelompok petambak. Satu keramba besar dikelola beberapa puluh
orang.
Di beberapa negara, budidaya cara ini sudah sangat maju. Open Blue di
lepas pantai Panama, misalnya. Di laut tropis ini dibudidayakan ikan
Cobia. Pemiliknya, Brian O’Hanlon, adalah pakar perikanan bergelar
doktor. Memanfaatkan berbagai teknologi modern, Open Blue menjadi
penghasil ikan Cobia bertaraf internasional.
Rebut Peluangmu
Pemerintah sudah menunjukkan arah strategi pembangunan di sektor
perikanan. Tidak main-main. Namun strategi ini hanya membuahkan
hasil untuk jangka panjang jika cukup banyak anak muda mampu
meneruskan dan mengembangkannya.
Dengan potensi negeri kita yang luar biasa namun belum tergarap baik,
peluang besar ini hanya akan diraih oleh mereka yang siap dengan
ilmunya. Syarat lainnya, keberanian dan kesediaan untuk sering berada
jauh dari kota.

Anda mungkin juga menyukai